Identifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Potensinya terhadap Pengembangan Wilayah Provinsi Sumatera Utara

(1)

IDENTIFIKASI JENIS PAJAK DAERAH DAN

RETRIBUSI DAERAH SERTA POTENSINYA

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

T A U F A N

087003062/PWD

SE

K O L A H

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

IDENTIFIKASI JENIS PAJAK DAERAH DAN

RETRIBUSI DAERAH SERTA POTENSINYA

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

T A U F A N

087003062/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Tesis : IDENTIFIKASI JENIS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SERTA POTENSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Taufan

Nomor Pokok : 087003062

Program Studi : Perencanaan Pembangungan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pemimbing,

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza) Ketua

(Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec) Anggota

(Kasyful Mahalli, SE., M.Si) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir.A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 18 April 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE., M.Si

2. Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec 3. Prof. Erlina, SE., M.Si., PhD.Ak 4. Irsyad Lubis, SE., M.Sos.Sc., PhD


(5)

IDENTIFIKASI JENIS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SERTA POTENSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

PROVINSI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Taufan, dengan judul penelitian “Identifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Serta Potensinya terhadap Pengembangan Wilayah Provinsi Sumatera Utara” dengan komisi pembimbing Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza (Ketua), Bapak Kasyful Mahalli, SE., M.Si (Anggota) dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec (Anggota).

Otonomi daerah memberikan peluang kepada setiap daerah untuk menentukan nasibnya sendiri tetapi tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemakmuran dan kesejahteraan suatu daerah dapat dilihat dari tingkat pendapatannya, dan untuk mengetahui pendapatan suatu daerah sangat penting diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga masalah yang dihadapi dapat teratasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis pajak daerah dan retribusi daerah ke dalam klasifikasi prima, potensial, berkembang dan sulit dikembangkan serta menganalisis pengaruh jenis pajak daerah dan retribusi daerah dalam hal pertumbuhan dan kontribusinya terhadap total pendapatan daerah, anggaran pembangunan dan produk domestik regional bruto. Data yang digunakan berupa data sekunder di Provinsi Sumatera Utara dengan periode penelitian tahun 2000 – 2010.

Alat analisis yang digunakan adalah analisis pertumbuhan, analisis kontribusi, analisis overlay dengan matrik dan analisis regresi. Analisis pertumbuhan dan kontribusi digunakan untuk mengetahui pertumbuhan dan kontribusi jenis pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total pendapatan daerah dan anggaran pembangunan. Analisis overlay dengan matrik digunakan untuk mengidentifikasi jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diklasifikasikan prima, potensial, berkembang dan sulit dikembangkan. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Hasil penelitian ini menunjukkan pertumbuhan dan kontribusi jenis pajak daerah dan retribusi daerah mengalami fluktuasi. Identifikasi terhadap jenis pajak daerah memiliki klasifikasi prima: pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBB-KB), potensial: pajak kendaraan bermotor (PKB) dan pajak bea balik nama kendaraan bermotor KB), berkembang: pajak bea balik nama kendaraan di atas air (BBN-KDA), sulit dikembangkan: pajak kendaraan di atas air (PKDA) dan pajak pemanfaatan air permukaan umum/air bawah tanah (APU/ABT). Untuk retribusi


(6)

daerah terklasifikasi potensial: retribusi jasa umum, berkembang: retribusi perijinan tertentu, sulit dikembangkan: retribusi jasa usaha. Pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap anggaran pembangunan hal ini terlihat dari pertumbuhan anggaran pembangunan dan kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah yang selalu meningkat setiap tahunnya. Hasil pengujian F statistik menunjukkan secara keseluruhan variabel bebas yang ada dalam persamaan dapat mempengaruhi PDRB pada tingkat kepercayaan 95%. Pengujian t statistik, variabel bebas yang berpengaruh nyata dan signifikan terhadap PDRB adalah pajak daerah, sedangkan retribusi daerah tidak berpengaruh nyata.

Kata kunci: Pajak Daerah, Total Pendapatan Daerah, Anggaran Pembangunan Dan Produk Domestik Regional Bruto.


(7)

IDENTIFICATION OF TYPES OF LOCAL TAXES AND LEVIES AND THE POTENCY FOR NORTH SUMATRA REGIONAL DEVELOPMENT

ABSTRACT

Taufan, with the title of the research "Identification of Types of Local Taxes and Levies and the Potency for North Sumatra Regional Development" with supervising commission Prof. Bachtiar Miraza Hassan, Mr Kasyful Mahalli, SE., M. Si and Mr. Wahyu Ario Pratomo, SE., M. Ec.

Regional autonomy provides the opportunity for each region to determine their own destiny but still within the framework of the Unitary Republic of Indonesia. Prosperity and welfare of a region can be seen from the level of income, and to know the income of a region is very important to know the factors that influence it, so that the problems encountered can be resolved.

This research aims to identify the types of regional taxes and levies to the classification of primary, potential, developing and difficult to develop and analyze the effect of local taxes and levies in terms of growth and contribution to total revenues, budget development and gross regional domestic product. The data used are secondary data in North Sumatra Province with a study period of 2000 to 2010.

Analytical tool used is the analysis of growth, contribution analysis, overlay analysis with matrix and regression analysis. Analysis of growth and contributions are used to determine the growth and contribution of local taxes and levies to total revenue and development budget. Overlaid with a matrix analysis is used to identify the types of regional taxes and levies are classified as prime, potentially, developing and difficult to develop. Regression analysis is used to determine the effect of local taxes and levies to the Gross Regional Domestic Product (GDP).

The results of this research show the growth and contribution of local taxes and levies has fluctuated. Identification of types of local taxes has a prime classification: vehicle fuel tax (PBB-KB), potential: vehicle tax (PKB) and import tax vehicle ownership KB), developing: import tax vehicles on the water (BBN-KDA), difficult to develop: vehicle tax on the water (PKDA) and surface water utilization tax/groundwater (APU/ABT). For classified potential levies: general services charges, developing: certain licensing fees, difficult to develop: charges for services. Regional taxes and levies affect the development budget it is seen from the growth of the construction budget and the contribution of regional taxes and levies are always increasing every year. Test results of F-test statistic of the independent variables in the equation may affect the GDP at 95% confidence level. T test statistics, the independent variables that affect real and significant impact on GDP is local taxes, while levies no real effect.


(8)

Keywords: Regional Taxes, Total Revenues, Budget Development And Gross Regional Domestic Product.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menuangkan hasil penelitian dalam tesis yang berjudul “Identifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Potensinya terhadap Pengembangan Wilayah Provinsi Sumatera Utara”.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan dan penyelesaian tesis ini berkat bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan rasa terima kasih secara khusus kepada Ibu dan Ayah tercinta yang selalu memberikan doa dan restunya, dukungan moril dan spiritual serta harapan dan kasih sayangnya kepada penulis, kepada Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, Bapak Kasyful Mahalli, SE., M.Si dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec atas bimbingan dan arahannya dalam penyelesaian tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Erlina, SE., M.Si., PhD., Ak, Bapak Irsyad Lubis, SE., M.Sos.Sc., PhD dan Bapak Drs. Rujiman, MA, selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan kritikan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

4. Rekan-rekan mahasiswa dan alumni serta seluruh Civitas Akademika PPS-USU yang telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran akademik.


(10)

Penulis menyadari bahwa karya ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis selalu mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak pembaca yang arif guna perbaikan selanjutnya di masa yang akan datang.

Akhir kata semoga segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah Subhanahu Wata’ala dan semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 13 April 2011 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 13 September 1985, dari pasangan H. Soenardi, JS (Bapak) dan Hj. Karyantini (Ibu).

Menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada SD Negeri 5 tahun 1997, Sekolah Menengah Pertama pada SMP Negeri 2 tahun 2000, Sekolah Menengah Atas pada SMA Negeri 1 tahun 2003 masing-masing di Kota Pangkalpinang dan lulus Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) tahun 2007 dan pada tahun 2011 menyelesaikan pendidikan Magister (S2) pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pekerjaan yang ditekuni diawali dari Pegawai Negeri Sipil pada Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri ketika mengikuti pendidikan di STPDN dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Setelah lulus dari STPDN ditempatkan di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sampai dengan tahun 2008. Tahun 2008 sampai dengan sekarang penulis bertugas pada Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Pengembangan Wilayah ... 11

2.2. Desentralisasi Fiskal ... 11

2.3. Pendapatan Asli Daerah ... 13

2.4. Pajak Daerah ... 14

2.5. Retribusi Daerah ... 17

2.6. Produk Domestik Regional Bruto ... 18

2.7. Penelitian Terdahulu ... 19

2.8. Kerangka Pikir Penelitian ... 20

2.9. Hipotesis ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 22


(13)

3.3. Teknik Analisis Data ... 22

3.3.1. Analisis Pertumbuhan ... 23

3.3.2. Analisis Tingkat Kontribusi ... 23

3.3.3. Analisis Klasifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Overlay) ... 23

3.3.4. Analisis Regresi ... 26

3.4. Definisi Operasional ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 29

4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 29

4.1.1. Sejarah Provinsi Sumatera Utara ... 29

4.1.2. Kondisi Geografis ... 33

4.1.3. Kondisi Demografis ... 34

4.1.4. Kondisi Ekonomi ... 37

4.1.5. Visi Provinsi Sumatera Utara ... 42

4.1.6. Misi Provinsi Sumatera Utara ... 43

4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 45

4.2.1. Pertumbuhan dan Kontribusi Jenis PAD ... 45

4.2.2. Realisasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba BUMD dan Lain-lain PAD yang Sah ... 47

4.2.3. PDRB Provinsi Sumatera Utara ... 49

4.2.4. Pertumbuhan dan Kontribusi Jenis Pajak Daerah ... 50

4.2.5. Pertumbuhan dan Kontribusi Jenis Retribusi Daerah .... 52

4.2.6. Identifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ... 54

4.2.7. Pengujian Hipotesis ... 56

4.2.8. Analisis Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PDRB ... 62

4.2.9. Pajak Daerah ... 65

4.2.10. Retribusi Daerah ... 66

4.2.11. Potensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pengembangan Wilayah Provinsi Sumatera Utara ... 66


(14)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

5.1. Kesimpulan ... 72

5.2. Saran ... 73


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Pendapatan Asli Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2010

(dalam juta rupiah) ... 5 1.2 Target dan Realisasi Pendapatan Pajak Daerah Provinsi Sumatera

Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam juta rupiah) ... 6 1.3 Target dan Realisasi Pendapatan Retribusi Daerah Provinsi Sumatera

Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam juta rupiah) ... 7 1.4 PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam juta

rupiah) ... 8 4.1 Jumlah Penduduk Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis

Kelamin Tahun 2010 ... 35 4.2 Jumlah, Kepadatan dan Distribusi Penduduk Sumatera Utara Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2010 ... 37 4.3 PDRB Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2007 - 2009 (dalam

milyar rupiah) ... 39 4.4 Pertumbuhan Jenis PAD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001 - 2010

(dalam %) ... 46 4.5 Kontribusi Jenis PAD terhadap Total PAD Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2000 – 2010 (dalam %) ... 47 4.6 Realisasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba BUMD dan

Lain-lain PAD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam

juta rupiah) ... 49 4.7 PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam juta

rupiah) ... 50 4.8 Pertumbuhan Jenis Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004

– 2010 (dalam %) ... 51 4.9 Kontribusi Jenis Pajak Daerah terhadap Total Pajak Daerah Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2004 – 2010 (dalam %) ... 52 4.10 Pertumbuhan Jenis Retribusi Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun

2004 – 2010 (dalam %) ... 53 4.11 Kontribusi Jenis Retribusi Daerah terhadap Total Retribusi Daerah


(16)

4.12 Klasifikasi Jenis Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004 –

2010 ... 55 4.13 Klasifikasi Jenis Retribusi Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun

2004 – 2010 ... 56 4.14 Hasil Pengujian Autokorelasi ... 61 4.15 Nilai Toleransi dan VIF ... 62 4.16 Hasil Analisis Statistik antara Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

terhadap PDRB Harga Konstan ... 63 4.17 Jumlah Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun

2000-2010 (dalam juta rupiah) ... 68 4.18 Pertumbuhan dan Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

terhadap Anggaran Pembangunan Provinsi Sumatera Utara Tahun


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Model Leviathan ... 16

2.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 21

4.1 Hasil Pengujian Normalitas ... 58


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Hasil Analisis Uji Statistik Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah terhadap PDRB ………. 75 2. Perhitungan Analisis Overlay untuk Jenis Pajak Daerah di Provinsi

Sumatera Utara ... 83 3. Perhitungan Analisis Overlay untuk Jenis Retribusi Daerah


(19)

IDENTIFIKASI JENIS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SERTA POTENSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

PROVINSI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Taufan, dengan judul penelitian “Identifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Serta Potensinya terhadap Pengembangan Wilayah Provinsi Sumatera Utara” dengan komisi pembimbing Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza (Ketua), Bapak Kasyful Mahalli, SE., M.Si (Anggota) dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec (Anggota).

Otonomi daerah memberikan peluang kepada setiap daerah untuk menentukan nasibnya sendiri tetapi tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemakmuran dan kesejahteraan suatu daerah dapat dilihat dari tingkat pendapatannya, dan untuk mengetahui pendapatan suatu daerah sangat penting diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga masalah yang dihadapi dapat teratasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis pajak daerah dan retribusi daerah ke dalam klasifikasi prima, potensial, berkembang dan sulit dikembangkan serta menganalisis pengaruh jenis pajak daerah dan retribusi daerah dalam hal pertumbuhan dan kontribusinya terhadap total pendapatan daerah, anggaran pembangunan dan produk domestik regional bruto. Data yang digunakan berupa data sekunder di Provinsi Sumatera Utara dengan periode penelitian tahun 2000 – 2010.

Alat analisis yang digunakan adalah analisis pertumbuhan, analisis kontribusi, analisis overlay dengan matrik dan analisis regresi. Analisis pertumbuhan dan kontribusi digunakan untuk mengetahui pertumbuhan dan kontribusi jenis pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total pendapatan daerah dan anggaran pembangunan. Analisis overlay dengan matrik digunakan untuk mengidentifikasi jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diklasifikasikan prima, potensial, berkembang dan sulit dikembangkan. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Hasil penelitian ini menunjukkan pertumbuhan dan kontribusi jenis pajak daerah dan retribusi daerah mengalami fluktuasi. Identifikasi terhadap jenis pajak daerah memiliki klasifikasi prima: pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBB-KB), potensial: pajak kendaraan bermotor (PKB) dan pajak bea balik nama kendaraan bermotor KB), berkembang: pajak bea balik nama kendaraan di atas air (BBN-KDA), sulit dikembangkan: pajak kendaraan di atas air (PKDA) dan pajak pemanfaatan air permukaan umum/air bawah tanah (APU/ABT). Untuk retribusi


(20)

daerah terklasifikasi potensial: retribusi jasa umum, berkembang: retribusi perijinan tertentu, sulit dikembangkan: retribusi jasa usaha. Pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap anggaran pembangunan hal ini terlihat dari pertumbuhan anggaran pembangunan dan kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah yang selalu meningkat setiap tahunnya. Hasil pengujian F statistik menunjukkan secara keseluruhan variabel bebas yang ada dalam persamaan dapat mempengaruhi PDRB pada tingkat kepercayaan 95%. Pengujian t statistik, variabel bebas yang berpengaruh nyata dan signifikan terhadap PDRB adalah pajak daerah, sedangkan retribusi daerah tidak berpengaruh nyata.

Kata kunci: Pajak Daerah, Total Pendapatan Daerah, Anggaran Pembangunan Dan Produk Domestik Regional Bruto.


(21)

IDENTIFICATION OF TYPES OF LOCAL TAXES AND LEVIES AND THE POTENCY FOR NORTH SUMATRA REGIONAL DEVELOPMENT

ABSTRACT

Taufan, with the title of the research "Identification of Types of Local Taxes and Levies and the Potency for North Sumatra Regional Development" with supervising commission Prof. Bachtiar Miraza Hassan, Mr Kasyful Mahalli, SE., M. Si and Mr. Wahyu Ario Pratomo, SE., M. Ec.

Regional autonomy provides the opportunity for each region to determine their own destiny but still within the framework of the Unitary Republic of Indonesia. Prosperity and welfare of a region can be seen from the level of income, and to know the income of a region is very important to know the factors that influence it, so that the problems encountered can be resolved.

This research aims to identify the types of regional taxes and levies to the classification of primary, potential, developing and difficult to develop and analyze the effect of local taxes and levies in terms of growth and contribution to total revenues, budget development and gross regional domestic product. The data used are secondary data in North Sumatra Province with a study period of 2000 to 2010.

Analytical tool used is the analysis of growth, contribution analysis, overlay analysis with matrix and regression analysis. Analysis of growth and contributions are used to determine the growth and contribution of local taxes and levies to total revenue and development budget. Overlaid with a matrix analysis is used to identify the types of regional taxes and levies are classified as prime, potentially, developing and difficult to develop. Regression analysis is used to determine the effect of local taxes and levies to the Gross Regional Domestic Product (GDP).

The results of this research show the growth and contribution of local taxes and levies has fluctuated. Identification of types of local taxes has a prime classification: vehicle fuel tax (PBB-KB), potential: vehicle tax (PKB) and import tax vehicle ownership KB), developing: import tax vehicles on the water (BBN-KDA), difficult to develop: vehicle tax on the water (PKDA) and surface water utilization tax/groundwater (APU/ABT). For classified potential levies: general services charges, developing: certain licensing fees, difficult to develop: charges for services. Regional taxes and levies affect the development budget it is seen from the growth of the construction budget and the contribution of regional taxes and levies are always increasing every year. Test results of F-test statistic of the independent variables in the equation may affect the GDP at 95% confidence level. T test statistics, the independent variables that affect real and significant impact on GDP is local taxes, while levies no real effect.


(22)

Keywords: Regional Taxes, Total Revenues, Budget Development And Gross Regional Domestic Product.


(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1, antara lain menyatakan Indonesia adalah negara kesatuan, dan kemudian dibangun pula berbagai daerah otonom melalui Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menyebabkan terdapatnya kebijakan dan implementasi sesuai dengan kondisi riil masyarakat bersangkutan. Pembentukan daerah otonom melalui desentralisasi pada hakikatnya adalah menciptakan efisiensi dan inovasi dalam pemerintahan. Dalam rangka desentralisasi itulah maka daerah-daerah diberi otonomi, yaitu kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Dalam pelaksanaannya, banyak tantangan yang dihadapi sesuai dengan perubahan zaman dan tuntutan masyarakat. Perubahan tersebut dijawab oleh pemerintah pusat dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Berlakunya produk hukum mengenai pemerintahan daerah tersebut membawa angin segar dalam pelaksanaan desentralisasi. Konsekuensinya pemerintah daerah harus dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pelaksanaan tugas tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan karena salah satunya perlu kemampuan ekonomi yaitu; pertama adalah tentang bagaimana pemerintah daerah


(24)

dapat menghasilkan finansial untuk menjalankan organisasi termasuk memberdayakan masyarakat, kedua bagaimana pemerintah daerah melihat fungsinya mengembangkan kemampuan ekonomi daerah (Nugroho, 2000: 109).

Dari uraian yang disampaikan di atas bahwa salah satu ciri utama kemampuan suatu daerah adalah terletak pada kemampuan keuangan daerah artinya daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan daerah tersebut. Menurut Kaho (1997: 124) untuk menjalankan fungsi pemerintahan faktor keuangan suatu hal yang sangat penting karena hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Pemerintah daerah tidak saja menggali sumber-sumber keuangan akan tetapi juga sanggup mengelola dan menggunakan secara value for money dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga ketergantungan kepada pemerintah pusat harus seminimal mungkin dapat ditekan. Dengan dikuranginya ketergantungan kepada pemerintah pusat maka pendapatan asli daerah (PAD) menjadi sumber keuangan terbesar. Kegiatan ini hendaknya didukung juga oleh kebijakan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai prasyarat dalam sistem pemerintahan negara (Koswara, 2000: 50).

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan


(25)

a. Pendapatan asli daerah; b. Dana perimbangan; dan c. Lain-lain pendapatan.

Sedangkan pembiayaan berasal dari:

a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah; b. Penerimaan pinjaman daerah;

c. Dana cadangan daerah; dan

d. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.

PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang bersumber dari: a. Pajak daerah;

b. Retribusi daerah;

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. Lain-lain PAD yang sah.

PAD diharapkan dapat menjadi penyangga dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah. Dengan semakin banyak kebutuhan daerah dapat dibiayai oleh PAD maka semakin tinggi pula tingkat kualitas otonomi daerah, juga semakin mandiri dalam bidang keuangan daerahnya (Syamsi, 1987: 213).

Menggali PAD tidak berarti menetapkan tarif yang tinggi dari objek pajak yang ada ataupun memperbanyak jenis kutipan dari objek yang sama. Dengan dana yang tersedia, pemerintah daerah harus mampu memacu pertumbuhan ekonomi


(26)

wilayah sehingga objek pajak menjadi bertambah. Kalau objek pajak bertambah, walaupun dengan menggunakan tarif yang wajar, pendapatan dari pajak daerah akan terus meningkat. Ini berarti pemerintah daerah harus jeli dalam menetapkan visi, misi, strategi, dan prioritas dalam perencanaan pembangunan wilayah (Tarigan, 2004).

Komponen PAD yang mempunyai peranan penting terhadap kontribusi penerimaan adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Pemerintah daerah hendaknya mempunyai pengetahuan dan dapat mengidentifikasikan tentang sumber-sumber pendapatan asli daerah yang potensial terutama dari pajak daerah dan retribusi daerah. Dengan tidak memperhatikan dan mengelola pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial maka pengelolaan tidak akan efektif, efisien dan ekonomis. Pada akhirnya akan merugikan masyarakat dan pemerintah daerah sebagai pemungut karena pajak daerah dan retribusi daerah tidak mengenai sasaran sehingga realisasi terhadap penerimaan daerah tidak optimal.

Demikian pula halnya dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang terus berupaya meningkatkan PAD dengan berbagai cara seperti efisiensi biaya pemungutan dan penyempurnaan mekanisme pengelolaan keuangan daerah. Perkembangan realisasi PAD Provinsi Sumatera Utara selama sebelas tahun terakhir dapat dilihat dari tabel berikut ini:


(27)

Tabel 1.1. Pendapatan Asli Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam juta rupiah)

Sumber PAD No Tahun

Pajak Daerah Retribusi Daerah

Bagian Laba BUMD

Lain-lain PAD

Total PAD

1 2 3 4 5 6 7

1 2000 236.257,73 9.792,04 3.826,00 7.010,89 256.886,66 2 2001 388.017,71 15.448,30 4.627,81 16.051,68 424.145,50 3 2002 584.089,88 7.127,40 5.055,19 21.523,52 617.795,99 4 2003 861.971,36 16.928,48 5.880,75 26.973,32 911.753,91 5 2004 1.081.371,91 23.762,35 7.056,89 33.916,31 1.146.107,46 6 2005 1.301.137,84 18.852,33 8.523,50 33.304,36 1.361.818,03 7 2006 1.366.445,06 11.714,73 90.291,20 33.694,60 1.502.145,59 8 2007 1.542.346,24 13.252,92 74.138,55 78.558,59 1.708.296,30 9 2008 2.002.004,57 29.444,51 89.673,27 77.788,27 2.198.910,62 10 2009 1.834.682,28 29.456,74 90.518,05 78.464,89 2.033.121,96 11 2010 2.271.474,93 35.811,31 166.320,14 90.671,69 2.564.278,07 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara

Dari Tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa selama periode 11 tahun anggaran Provinsi Sumatera Utara tren realisasi penerimaan PAD cenderung meningkat. Namun untuk mengetahui sejauhmana peningkatan itu, perlu dibuat pengkajian mengenai penerimaan PAD dari jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang ada di Provinsi Sumatera Utara.

PAD dari jenis pajak daerah dan retribusi daerah perlu diukur dengan baik dan akurat agar potensi yang sebenarnya dapat dikelola dan dikumpulkan secara maksimal. Penentuan potensi selama ini di Provinsi Sumatera Utara menurut informasi dari Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara dengan perkiraan yang berpedoman terhadap target pencapaian tahun anggaran sebelumnya. Padahal potensi pajak daerah dan retribusi daerah secara riil tidak pernah dihitung dengan


(28)

objektif, alasannya terlalu sulit menghitungnya karena membutuhkan data pendukung yang banyak, sedangkan banyak data yang tidak tersedia pada dinas-dinas terkait. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan tabel berikut ini:

Tabel 1.2. Target dan Realisasi Pendapatan Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam juta rupiah)

Pajak Daerah No Tahun

Target Realisasi Persentase

1 2 3 4 5

1 2000 116.232,28 236.257,73 203,26 2 2001 364.495,88 388.017,71 106,45 3 2002 531.088,69 584.089,88 109,98 4 2003 754.498,15 861.971,36 114,24 5 2004 948.217,97 1.081.371,91 114,04 6 2005 1.236.950,00 1.301.137,84 105,19 7 2006 1.318.250,00 1.366.445,06 103,66 8 2007 1.458.400,00 1.542.346,24 105,76 9 2008 1.967.610,95 2.002.004,57 101,75 10 2009 1.946.447,00 1.834.682,29 94,26 11 2010 2.204.109,23 2.271.474,93 103,06

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa dalam menentukan target penerimaan dari pajak daerah menggunakan perkiraan/proyeksi. Perkiraan target tersebut tidak melihat potensi sebenarnya yang ada pada masyarakat karena setiap tahunnya antara realisasi dan target terjadi selisih perkiraan yang berbeda dimana terkadang realisasi melampaui target dan terkadang sebaliknya.

Selanjutnya untuk pendapatan dari retribusi daerah dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(29)

Tabel 1.3. Target dan Realisasi Pendapatan Retribusi Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam juta rupiah)

Retribusi Daerah No Tahun

Target Realisasi Prosentase

1 2 3 4 5

1 2000 12.889,47 9.792,04 75,91 2 2001 15.997,09 15.448,30 96,57 3 2002 8.427,87 7.127,40 84,57 4 2003 19.958,75 16.928,48 84,82 5 2004 21.195,43 23.762,35 112,11 6 2005 16.420,75 18.852,33 114,81 7 2006 10.394,01 11.714,73 112,71 8 2007 12.179,35 13.252,92 108,81 9 2008 21.174,11 29.444,51 139,06 10 2009 25.562,58 29.456,74 115,23 11 2010 52.100,61 35.811,31 68,73 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pajak dan retribusi daerah di Provinsi Sumatera Utara belum dikelola dengan baik. Masalah yang sering muncul adalah rendahnya kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan prediksi penerimaan daerah yang akurat, sehingga belum dapat dipungut secara optimal.

Sehubungan kurang diperhatikannya penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial maka realisasi penerimaan PAD belum optimal sehingga penyelenggaraan otonomi daerah belum mendapat dukungan yang optimal juga dari sumber keuangan daerah. Dengan dana yang diperoleh dari PAD tersebut pemerintah daerah diharapkan mampu mengembangkan wilayahnya masing-masing.

Pengembangan wilayah dan otonomi daerah merupakan satu proposisi yang simetrik. Ini berarti pengembangan wilayah merupakan pendekatan terhadap pembangunan daerah dengan konotasi pembangunan terpadu yang akan


(30)

meningkatkan penerimaan daerah untuk mendukung otonomi daerah. Sebaliknya dari sudut otonomi daerah, pengembangan wilayah dituntut mengembangkan sumber-sumber yang spesifik daerah (Mubyarto dan Budiyanto, 1997).

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya kenaikkan PDRB dari tahun ke tahun. PDRB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat memberikan petunjuk sejauh mana perkembangan ekonomi dan struktur ekonomi suatu daerah. Rata-rata PDRB Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2000-2010 berdasarkan harga berlaku sebesar Rp 151.587.077,02 juta yang didominasi tiga sektor, yaitu pertanian, industri pengolahan, serta perdagangan, hotel dan restoran. Tabel 1.4. PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000–2010 (dalam juta

rupiah)

No Tahun PDRB Harga Berlaku

% Pertumbuhan

PDRB Harga Konstan

% Pertumbuhan

1 2 3 4 5 6

1 2000 69.154.112,38 -- 69.154.112,38 -- 2 2001 79.331.335,14 14,72 71.908.359,19 3,98 3 2002 89.670.147,52 13,03 75.189.140,89 4,56 4 2003 103.401.370,46 15,31 78.805.608,56 4,81 5 2004 118.100.511,82 14,22 83.328.948,58 5,74 6 2005 139.618.313,64 18,22 87.897.791,21 5,48 7 2006 160.376.799,09 14,87 93.347.404,39 6,20 8 2007 181.819.737,32 13,37 99.792.273,27 6,90 9 2008 213.931.696,78 17,66 106.172.360,10 6,39 10 2009 236.353.615,83 10,48 111.559.224,81 5,07 11 2010 275.700.207,28 16,65 118.640.902,74 6,35 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara


(31)

Dari uraian di atas diperoleh suatu gambaran bahwa potensi pajak daerah dan retribusi daerah bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara belum diketahui, terutama jenis pajak daerah dan retribusi daerah apa saja yang menjadi pendapatan yang potensial bagi PAD. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial apabila diketahui dan ditingkatkan pengelolaan sesuai dengan potensinya akan memberikan tambahan PAD, akan tetapi sebaliknya apabila tidak diketahui potensinya akan membuat kerugian karena potensinya tidak dimanfaatkan secara maksimal sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Identifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Potensinya

terhadap Pengembangan Wilayah Provinsi Sumatera Utara”.

1.2. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan fenomena di atas perlu dibuat rumusan masalah dengan baik. Oleh karena itu perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah apa saja yang memiliki kualifikasi potensial untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan PAD?

b. Bagaimana pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara?

c. Bagaimana pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara?


(32)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: a. Mengidentifikasi jenis pajak daerah dan retribusi daerah apa saja yang memiliki

kualifikasi potensial untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan PAD;

b. Menganalisis pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara.

c. Menganalisis pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: a. Sebagai bahan informasi awal tentang jenis pajak daerah dan retribusi daerah

yang memiliki kualifikasi potensial, selanjutnya dapat dijadikan bahan acuan kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara;

b. Sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam rangka meningkatkan penerimaan PAD;


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Wilayah

Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Menurut Budiharsono (2005) pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar/aspek, yaitu (1) aspek biogeofisik; (2) aspek ekonomi; (3) aspek sosial budaya; (4) aspek kelembagaan; (5) aspek lokasi dan (6) aspek lingkungan. Analisa pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat dari aspek ekonominya. Di dalam aspek ekonomi ini terdapat PAD. Kemudian peneliti akan melihat pengaruh PAD terhadap pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara.

2.2. Desentralisasi Fiskal

Menurut Devas, dkk (1998: 352–353) ada dua konsep dasar desentralisasi yaitu desentralisasi politis dan desentralisasi manajemen, desentralisasi politis yaitu transfer wewenang dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah. Hal ini dilakukan karena memandang bahwa pemerintah daerah lebih dekat kepada warga negara,


(34)

sehingga mampu membuat keputusan yang mencerminkan kebutuhan dan prioritas, sedangkan yang dimaksud desentralisasi manajemen yaitu praktek pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari pusat-pusat biaya kepada manajer unit.

Saragih (1996: 37–38) mengatakan bahwa pembangunan daerah merupakan bagian integral dan merupakan penjabaran pembangunan nasional. Dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional dengan potensi, aspirasi dan permasalahan pembangunan di berbagai daerah sesuai program pembangunan daerah yang dicanangkan. Keseluruhan program pembangunan daerah tersebut dijabarkan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Di samping itu kunci sukses dalam pencapaian sasaran pembangunan daerah secara efektif dan efisien. Konsentrasi pemerintah dalam meningkatkan pembangunan daerah adalah sejalan dengan semangat otonomi daerah dan pelaksanaan desentralisasi.

Keterbatasan dana pusat bagi pembangunan daerah dan dalam rangka penggalian potensi daerah memerlukan strategi pengelolaan dan pengembangan sumber-sumber keuangan dalam meningkatkan PAD setiap daerah. Strategi pengelolaan dan pengembangan sumber-sumber keuangan daerah bagi peningkatan PAD adalah; pertama, strategi yang berkaitan dengan manajemen pajak/retribusi daerah; kedua, strategi ekstensifikasi sumber penerimaan daerah; ketiga, strategi dalam rangka peningkatan efisiensi institusi.


(35)

2.3. Pendapatan Asli Daerah

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 157, menyatakan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas:

a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1) hasil pajak daerah;

2) hasil retribusi daerah;

3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain PAD yang sah;

b. Dana perimbangan; dan

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Mardiasmo dan Makhfatih (2000: 8) menguraikan bahwa:

“Potensi penerimaan daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan sejumlah penerimaan tertentu. Untuk melihat potensi sumber penerimaan daerah dibutuhkan pengetahuan tentang perkembangan beberapa variabel-variabel yang dapat dikendalikan dan yang tidak dapat dikendalikan yang dapat mempengaruhi kekuatan sumber-sumber penerimaan daerah”.

Widayat (1994: 32) menguraikan beberapa cara untuk meningkatkan PAD melalui peningkatan penerimaan semua sumber PAD agar mendekati atau bahkan sama dengan penerimaan potensialnya. Selanjutnya dikatakan bahwa secara umum ada dua cara untuk mengupayakan peningkatan PAD sehingga maksimal yaitu dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Lebih lanjut diuraikan bahwa salah satu wujud nyata dari kegiatan intensifikasi ini untuk retribusi yaitu menghitung potensi seakurat mungkin, maka target penerimaan bisa mendekati potensinya. Cara ekstensifikasi dilakukan dengan mengadakan penggalian sumber-sumber objek retribusi atau pajak ataupun dengan menjaring wajib pajak baru.


(36)

2.4. Pajak Daerah

Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 Ketentuan Umum butir 10, menyatakan bahwa pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Adapun jenis pajak menurut pasal 2 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, antara lain:

a. Jenis pajak provinsi terdiri atas: 1) Pajak Kendaraan Bermotor;

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; 4) Pajak Air Permukaan; dan

5) Pajak Rokok.

b. Jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas: 1) Pajak Hotel;

2) Pajak Restoran; 3) Pajak Hiburan; 4) Pajak Reklame;

5) Pajak Penerangan Jalan;

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; 7) Pajak Parkir;

8) Pajak Air Tanah;

9) Pajak Sarang Burung Walet;

10)Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan 11)Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Para ahli perpajakan memberikan pengertian atau definisi berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian mempunyai arti dan tujuan yang sama. Munawir


(37)

kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan akan tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.

Mangkoesoebroto (1993: 181) menyatakan pajak adalah suatu pungutan hak prerogatif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang, pungutannya dapat dipaksakan kepada subjek pajak di mana tidak dapat balas jasa secara langsung terhadap penggunanya.

Pajak di samping sebagai sumber penerimaan negara yang utama (budgetair) juga mempunyai fungsi lain seperti alat untuk mengatur dan mengawasi kegiatan-kegiatan swasta dalam perekonomian (regulair). Pajak sebagai alat anggaran juga dipergunakan sebagai alat mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah terutama kegiatan rutin (Suparmoko, 2000: 96). Oleh sebab itu kedua fungsi pajak di atas harus dijalankan secara seimbang karena apabila pengaturannya tidak dilaksanakan secara seimbang sangat berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian.

Pengenaaan pajak dapat menimbulkan eksternalitas yang dapat merugikan kepentingan umum, sehingga perlu adanya pengaturan untuk menjamin kelangsungan sumber daya dalam jangka panjang. Sehubungan dengan itu maka keputusan untuk mengenakan pajak terhadap suatu objek hendaknya dilakukan secara hati-hati dan bijaksana untuk menghindari terjadunya disinsentif bagi perekonomian.


(38)

Penggalian sumber-sumber keuangan daerah yang berasal dari pajak daerah ditentukan oleh 2 (dua) hal, yaitu: dasar pengenaan pajak dan tarif pajak. Model Leviathan mengatakan bahwa pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi secara teoritis tidak selalu menghasilkan total penerimaan yang maksimal. Kondisi ini tergantung pada respons wajib pajak, permintaan dan penawaran barang yang dikenakan tarif pajak lebih tinggi untuk mencapai total penerimaan yang maksimal. Model Leviathan ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa peningkatan penerimaan pajak daerah tidak harus dicapai dengan mengenakan tarif pajak yang terlalu tinggi, tetapi dengan pengenaan tarif pajak yang lebih rendah dikombinasikan dengan struktur pajak yang meminimalkan penghindaran pajak dan respon harga dan kuantitas barang terhadap pengenaan pajak sedemikian rupa, maka akan dicapai Total Penerimaan Maksimum (Sidik, 2002).

Tarif Pajak Daerah

t ‘

T ‘

Total penerimaan Daerah Kurva laffer


(39)

2.5. Retribusi Daerah

Menurut Munawir (1998) retribusi merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan di sini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah dia tidak akan dikenakan iuran itu.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dilihat sifat-sifat retribusi menurut Haritz (1995: 84) adalah sebagai berikut:

a. pelaksanaan bersifat ekonomis;

b. ada imbalan langsung kepada pembayar;

c. iurannya memenuhi persyaratan formal dan material tetapi tetap ada alternatif untuk membayar;

d. retribusi merupakan pungutan yang umumnya budgetairnya tidak menonjol;

e. dalam hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan untuk suatu tujuan tertentu, tetapi dalam banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dibukukan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan masyarakat.

Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya diketahui bahwa beberapa atau sebagian besar pemerintah daerah belum mengoptimalkan penerimaan retribusi karena masih mendapat dana dari pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan PAD perlu dikaji pengelolaannya untuk mengetahui berapa besar potensi yang riil atau wajar, tingkat keefektifan dan efisiensi. Peningkatan retibusi yang memiliki potensi yang baik akan meningkatkan pula PAD.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah Pasal 1 nomor 64 bahwa yang dimaksud dengan Retribusi


(40)

izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah

Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Oleh karena itu retribusi

merupakan pembayaran atas penggunaan barang atau jasa yang disediakan

untuk umum oleh Pemerintah, maka umumnya pemungutan retribusi

dilakukan di tempat pemakaian. Retribusi dapat juga ditagihkan kepada badan

atau orang pribadi atas dasar pembayaran dengan penggunaan terbatas

(dijatahkan) atau pembayaran dengan periode tertentu yang telah disepakati.

2.6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat memberikan petunjuk sejauh mana perkembangan ekonomi dan strutur ekonomi daerah. Produk Nasional Bruto (PNB) atau Produk Domestik Bruto (PDB) tersebut dapat dianggap sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum (Sirojuzilam, 2005).

Menurut Rahardja dan Manurung (2002) yang dimaksud dengan PDRB adalah nilai barang dan jasa akhir, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut. PDRB menurut harga berlaku artinya nilai barang dan jasa dihitung berdasarkan harga pada tahun yang bersangkutan yang berarti ternasuk kenaikan harga, sedangkan PDRB menurut harga konstan, nilai barang dan jasa yang dihasilkan dihitung berdasarkan tahun dasar.


(41)

Cara penghitungan PDRB atas dasar harga konstan telah menghilangkan pengaruh harga atau inflasi, sehingga dapat menunjukkan nilai yang sebenarnya (Widodo, 1990). Dengan mempedomani dan menghitung PDRB tersebut baik berdasarkan harga berlaku maupun berdasarkan harga konstan, dapat dilihat pertumbuhan ekonomi serta tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah, dimana tinggi rendahnya tingkat kemakmuran di suatu daerah biasanya diukur dengan besar kecilnya angka pendapatan perkapita yang diperoleh dari pembagian antara pendapatan regional dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.

2.7. Penelitian Terdahulu

Reksohadiprodjo (1999) berpendapat bahwa penerimaan pajak merupakan bagian terpenting dari penerimaan pemerintah di samping penerimaan dari minyak bumi dan gas alam serta penerimaan negara bukan pajak. Apabila Indonesia ingin mandiri maka penerimaan dari pajak haruslah ditingkatkan agar supaya dapat dijadikan substitut pinjaman luar negeri.

Insukindro, dkk (1994) berpendapat bahwa pajak dan retribusi daerah sebagai sumber utama PAD, dan pada umumnya retribusi daerah lebih dominan. Sumbangan penerimaan asli daerah terhadap total penerimaan APBD rendah, karena upaya merealisasikan peningkatan pendapatan asli daerah tidak didasarkan potensi PAD tetapi ditargetkan berdasarkan realisasi sebelumnya.

Sembiring (2001) melakukan analisis potensi PAD bagi pengembangan wilayah Kabupaten Karo. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh PAD


(42)

terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Karo. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan PAD berpengaruh signifikan terhadap PDRB dan pendapatan perkapita Kabupaten Karo.

Mahalli (2005) melakukan analisis kebijakan fiskal kota Medan di era otonomi daerah. Tujuan penelitian untuk menganalisa dan merumuskan kebijakan fiskal yang seharusnya ditempuh oleh Pemerintah Kota Medan. Metode analisis yang digunakan regresi. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pajak daerah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sementara pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Implikasi dari penelitian yaitu implementasi desentralisasi memerlukan tuntutan perubahan yang mendesak di berbagai sektor baik dari eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Penelitian ini dengan penelitian terdahulu terdapat beberapa kesamaan antara lain permasalahan yang dibahas serta metodologinya. Adapun yang membedakan dengan penelitian terdahulu, adalah mengenai lokasi penelitian serta data yang digunakan yaitu Provinsi Sumatera Utara.

2.8. Kerangka Pikir Penelitian

Untuk mempermudah pemahaman kita tentang konsep penelitian ini, maka dapat disusun kerangka pikir peneliti seperti pada gambar berikut:


(43)

POTENSI PAJAK DAERAH

POTENSI RETRIBUSI DAERAH

PENINGKATAN PAD

PENINGKATAN APBD

PENGEMBANGAN WILAYAH PENINGKATAN PDRB

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian

2.9. Hipotesis

Sesuai dengan latar belakang masalah dan tujuan penelitian, maka hipotesis terhadap penelitian ini adalah pajak daerah dan retribusi daerah memberikan pengaruh positif terhadap pengembangan wilayah.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menitikberatkan kajian pada identifikasi jenis pajak daerah dan retribusi daerah di tingkat provinsi serta potensinya terhadap pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara. Pajak daerah terdiri dari PKB, KB, PBB-KB, BBN-KDA, PKDA dan APU/ABT, sedangkan retribusi daerah terdiri dari retribusi jasa umum, retribusi perijinan tertentu dan retribusi jasa usaha.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat

time series dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, berupa besaran PAD yang terdiri dari pajak daerah dan retribusi daerah serta PDRB Provinsi Sumatera Utara yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara, Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, serta instansi terkait lainnya.

3.3. Teknik Analisis data

Setelah pengumpulan data selesai dilakukan, maka tahap berikutnya adalah tahap analisis. Data akan diolah dengan menggunakan alat analisis sehingga dapat disimpulkan dan diamati hasilnya serta diharapkan dapat menjawab


(45)

pertanyaan-3.3.1. Analisis Pertumbuhan

Untuk melihat pertumbuhan pajak daerah dan retribusi daerah tiap-tiap tahun selama periode penelitian, digunakan rumus (Widodo: 1990, 22)

∆Xi = x 100%

Dimana:

∆Xi adalah rasio pertumbuhan jenis pajak daerah atau retribusi daerah Xit adalah jumlah jenis pajak daerah atau retribusi daerah tahun ke t Xi (t-1) adalah jumlah jenis pajak daerah atau retribusi daerah tahun ke t-1 3.3.2. Analisis Tingkat Kontribusi

Untuk mengetahui tingkat kontribusi tiap jenis pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pengembangan wilayah digunakan rumus (Widodo: 1990, 22):

∆Xi = x 100%

Dimana:

∆Xi adalah rasio kontribusi jenis pajak daerah atau retribusi daerah Xi adalah jenis pajak daerah atau retribusi daerah

X adalah total pajak daerah atau retribusi daerah.

3.3.3. Analisis Klasifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Overlay)

Analisis Overlay dimaksud adalah untuk melihat deskripsi kegiatan jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan dan kriteria kontribusi. Terdapat 4 kemungkinan dalam analisis overlay:

a. Pertumbuhan (+) dan kontribusi (+), menunjukkan suatu kegiatan yang sangat dominan baik dari pertumbuhan maupun dari kontribusi;

Xit – Xi (t-1) Xi (t-1)

Xi X


(46)

b. Pertumbuhan (+) dan kontribusi (-), menunjukkan suatu kegiatan yang pertumbuhannya dominan tetapi kontribusinya kecil. Kegiatan ini dapat ditingkatkan kontribusinya untuk dipacu menjadi kegiatan yang dominan;

c. Pertumbuhan (-) dan kontribusi (+), menunjukkan suatu kegiatan yang pertumbuhannya kecil tetapi kontribusinya besar, kegiatan ini sangat mungkin merupakan kegiatan yang sedang mengalami penurunan;

d. Pertumbuhan (-) dan kontribusi (-), menunjukkan suatu kegiatan yang tidak potensial baik dari kriteria pertumbuhan maupun kriteria kontribusi.

Untuk mengetahui jenis pajak daerah dan retribusi daerah diperlukan identifikasi atau klasifikasi kondisi yang didasarkan pada jumlah serta perkembangan setiap jenis PAD. Identifikasi ini dilakukan dengan cara mematrik antara komposisi penerimaan dan pertumbuhan penerimaan, maksudnya adalah:

a. komposisi penerimaan yaitu total hasil setiap jenis pajak daerah atau retribusi daerah terhadap rata-rata hasil penerimaan seluruhnya;

b. pertumbuhan penerimaan yaitu kenaikan hasil (perubahan penerimaan) setiap jenis penerimaan pajak daerah atau retribusi daerah terhadap kenaikan atau pertumbuhan penerimaan pajak daerah atau retribusi daerah.

Secara tabel matrik komposisi penerimaan dan pertumbuhan penerimaan jenis pajak daerah dan retribusi daerah dapat dilihat sebagai berikut (Jaya: 1996, 29-30).


(47)

Tabel 3.1. Matrik Komposisi Penerimaan dan Pertumbuhan Penerimaan Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Keterangan:

DXi = pertumbuhan setiap jenis pajak daerah atau retribusi daerah

DX = pertumbuhan seluruh penerimaan pajak daerah atau retribusi daerah Xi = total hasil setiap jenis pajak daerah atau retribusi daerah

X = rata-rata seluruh penerimaan pajak daerah atau retribusi daerah

Berdasarkan analisis overlay dan klasifikasi pajak daerah dan retribusi daerah di Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2000 sampai dengan 2010 secara garis besar dikelompokan menjadi 4 kondisi:

a. prima apabila pajak daerah atau retribusi daerah diberikan kontribusi dan pertumbuhan sama dengan atau lebih dari 1 persen;

b. potensial apabila pajak daerah atau retribusi daerah diberikan kontribusi sama dengan atau lebih dari 1 persen sedangkan pertumbuhan kurang dari 1 persen; c. berkembang apabila pajak daerah atau retribusi daerah diberikan kontribusi

kurang dari 1 persen sedangkan pertumbuhan sama dengan atau lebih dari 1 persen;

Kontribusi Pertumbuhan

Prima Berkembang

Xi

X > 1 (tinggi)

Xi

X < 1 (rendah)

DXi

DX > 1 (tinggi)

DXi


(48)

Ln Y = b0 + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 +µ

d. sulit dikembangkan apabila pajak daerah dan retribusi daerah diberikan kontribusi dan pertumbuhan kurang dari 1 persen.

3.3.4. Analisis Regresi

Untuk menguji apakah ada pengaruh antara Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap pengembangan wilayah digunakan analisis regresi sebagai berikut:

Y = f (Pajak Daerah, Retribusi Daerah)

Fungsi diatas selanjutnya ditranformasikan dalam bentuk double log menjadi:

dimana:

LnY = PDRB (dalam juta rupiah) LnX1 = Pajak Daerah (dalam juta rupiah) LnX2 = Retribusi Daerah (dalam juta rupiah) b0 = Konstanta

b1, b2 = Koefisien Regresi µ = error term

Analisis data diikuti dengan melakukan uji statistik. Hal ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara individu dan secara bersama berpengaruh terhadap variabel dependen.

Pengujian secara individu (Uji t)

Uji t dilakukan untuk melihat signifikan dari pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel tidak bebas, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Uji t dilakukan dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut (Algifari, 2000): Hо: βı = 0 (tidak ada pengaruh Xi terhadap Y)


(49)

Artinya hipotesis nol (Hо) menyatakan tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis alternatif (Ha) menyatakan ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Jika nilai t hitung > t tabel, pada tingkat kepercayaan 5% hipotesis nol ditolak, berarti hipotesis alternatif (Ha) diterima. Berarti ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.

Pengujian berganda (F test)

Uji F dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel bebas (independen variabel) secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas (dependent variabel). Uji F dilakukan dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut (Algifari, 2000):

Hо: βı = β2...βκ = 0 (tidak ada pengaruh Xı,X2,...,Xκ terhadap Y).

Ha: βı≠ β2....βκ ≠ 0 (ada pengaruh Xı,X2,...,Xκ terhadap Y, paling sedikit ada satu X yang mempengaruhi Y).

Artinya hipotesis nol (Hо) menyatakan tidak ada pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis alternatif (Ha) menyatakan ada pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas. Jika nilai F hitung > F tabel, pada tingkat kepercayaan 5% hipotesis nol ditolak.

Uji R2

Nilai R2 (koefisien determinasi) menunjukkan seberapa besar variasi-variasi variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Nilai ini berkisar antara nol dan satu


(50)

(0 ≤ R2 ≤ 1). Semakin besar nilai R2 berarti semakin besar variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi-variasi variabel independen.

3.4. Definisi Operasional

a. Pendapatan asli daerah (PAD) adalah realisasi penerimaan asli daerah yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan lain-lain (dalam juta rupiah).

b. Pajak daerah adalah setiap jenis penerimaan pajak daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan yang berlaku selama satu tahun anggaran (dalam juta rupiah).

c. Retribusi daerah adalah setiap jenis penerimaan dari retribusi daerah ditetapkan berdasarkan peraturan yang berlaku selama satu tahun anggaran (dalam juta rupiah).

d. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah keseluruhan nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai aktifitas ekonomi di Provinsi Sumatera Utara dalam satu periode (dalam juta rupiah).

e. Potensi pajak daerah dan retribusi daerah adalah kekuatan yang ada pada pajak daerah dan retribusi daerah yang dapat dipungut untuk menghasilkan sejumlah penerimaan yang sesungguhnya terhadap PAD (dalam juta rupiah).

f. Pengembangan wilayah adalah terjadinya pembangunan wilayah, baik dilihat dalam bidang fisik, ekonomi maupun sosial masyarakat dengan adanya pajak


(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara 4.1.1. Sejarah Provinsi Sumatera Utara

Di zaman Pemerintahan Belanda, Sumatera merupakan suatu pemerintahan yang bernama Gouvernement van Sumatera, yang meliputi seluruh Sumatera, dikepalai oleh seorang Gouverneur berkedudukan di Medan. Sumatera terdiri dari daerah-daerah administratif yang dinamakan Keresidenan.

Pada awal Kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera tetap merupakan suatu kesatuan pemerintahan yaitu Provinsi Sumatera yang dikepalai oleh seorang Gubernur dan terdiri dari daerah-daerah Administratif Keresidenan yang dikepalai oleh seorang Residen.

Pada Sidang I Komite Nasional Daerah (K.N.D) Provinsi Sumatera, mengingat kesulitan-kesulitan perhubungan ditinjau dari segi pertahanan, diputuskan untuk membagi Provinsi Sumatera menjadi 3 sub Provinsi yaitu sub Provinsi Sumatera Utara (yang terdiri dari Keresidenan Aceh, Keresidenan Sumatera Timur, dan Keresidenan Tapanuli), sub Provinsi Sumatera Tengah, dan sub Provinsi Sumatera Selatan. Dalam perkembangan selanjutnya melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 tanggal 15 April 1948, Pemerintah menetapkan Sumatera menjadi 3 Provinsi yang masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yaitu:


(52)

1. Provinsi Sumatera Utara yang meliputi Keresidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli;

2. Provinsi Sumatera Tengah yang meliputi Keresidenan Sumatera Barat, Riau, dan Jambi;

3. Provinsi Sumatera Selatan yang meliputi Keresidenan Bengkulu, Palembang, Lampung, dan Bangka Belitung.

Dengan mendasarkan kepada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948, atas usul Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara dengan suratnya tanggal 16 Pebruari 1973 No. 4585/25, DPRD Tingkat I Sumatera Utara dengan keputusannya tanggal 13 Agustus 1973 No. 19/K/1973 telah menetapkan bahwa hari jadi Provinsi Sumatera Daerah Tingkat I Sumatera Utara adalah tanggal 15 April 1948 yaitu tanggal ditetapkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 tersebut.

Pada awal tahun 1949 berkaitan dengan meningkatnya serangan Belanda, diadakanlah reorganisasi pemerintahan di Sumatera. Pada waktu itu, keadaan memerlukan suatu sistem pertahanan yang lebih kokoh dan sempurna. Oleh karena itu perlu dipusatkan alat-alat kekuatan sipil dan militer dalam tiap-tiap Daerah Militer Istimewa yang berada dalam satu tangan yaitu Gubernur Militer. Sehingga penduduk sipil dan militer berada dibawah kekuasaan satu pemerintah.

Perubahan demikian ini ditetapkan dengan Keputusan Pemerintah Darurat R.I tanggal 16 Mei 1949 Nomor 21/Pem/P.D.R.I., yang diikuti Keputusan Pemerintah Darurat R.I tanggal 17 Mei 1949 Nomor 22/Pem/P.D.R.I. jabatan Gubernur Sumatera


(53)

Gubernur yang bersangkutan diangkat menjadi komisaris dengan tugas-tugas memberi pengawasan dan tuntutan terhadap pemerintahan, baik sipil maupun militer. Selanjutnya dengan instruksi Dewan Pembantu dan Penasehat Wakil Perdana Menteri tanggal 15 September 1949, Sumatera Utara dibagi menjadi dua Daerah Militer Istimewa yaitu Aceh dan Tanah Karo diketuai oleh Gubernur Militer Tgk. M. Daud Beureuen dan Tapanuli/Sumatera Timur Selatan oleh Gubernur Militer Dr. F.L. Tobing.

Selanjutnya, dengan ketetapan Pemerintah Darurat R.I dalam bentuk Peraturan Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 17 Desember 1949 Nomor 8/Des/W.K.P.M dibentuklah Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli/Sumatera Timur. Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Penggati Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950, Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 17 Agustus 1949 Nomor 8/Des/W.K.P.M tahun 1949 tersebut dicabut dan kembali dibentuk Provinsi Sumatera Utara dengan daerah yang meliputi daerah Keresidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli. Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950, pada waktu RIS, ditetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia terbagi atas beberapa daerah-daerah Provinsi, yaitu:

1. Jawa Barat 2. Jawa Tengah 3. Jawa Timur 4. Sumatera Utara


(54)

5. Sumatera Tengah 6. Sumatera Selatan 7. Kalimantan 8. Sulawesi 9. Maluku 10. Sunda Kecil

Pada tanggal 7 Desember 1956 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 yaitu Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan perubahan peraturan pembentukan Provinsi Sumatera Utara. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 ini menyebutkan:

1. Daerah Aceh yang meliputi Kabupaten-kabupaten: Aceh Besar, Aceh Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Selatan, Kota Besar Kutaraja, daerah-daerah tersebut dipisahkan dari lingkungan Daerah Otonom Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang No. 5 Tahun 1950 sehingga daerah-daerah tersebut menjadi daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan nama Provinsi Aceh.

2. Provinsi Sumatera Utara tersebut dalam ayat (1) yang wilayahnya telah dikurangi dengan bagian-bagian yang terbentuk sebagai daerah otonom Provinsi Aceh, tetap disebut Provinsi Sumatera Utara.


(55)

4.1.2. Kondisi Geografis

Provinsi Sumatera Utara yang berada di bagian barat Indonesia, terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 dan melalui Keputusan DPRD Provinsi Sumatera Utara Nomor: 19/K/1973 tanggal 13 Agustus 1973 ditetapkan hari jadi Provinsi Sumatera Utara yaitu tanggal 15 April 1948. Terletak pada garis 1˚-4˚ Lintang Utara dan 98˚-100˚ Bujur Timur. Sebelah Utara, berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Selat Malaka, sebelah Timur dengan Negara Malaysia dan Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Dengan luas total mencapai 181.680,68 km², wilayah Sumatera Utara terdiri atas lautan dengan luas 110.000 km² atau sekitar 60,5 persen dari luas total dan daratan yang mencapai 71.680,68 km² atau sekitar 39,5 persen. Sebagian besar daratan berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, pulau-pulau batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian Barat maupun bagian Timur pantai Pulau Sumatera.

Secara administrasi, pada tahun 2010 Provinsi Sumatera Utara memiliki 33 Kabupaten/Kota yang terdiri dari 25 Kabupaten, 8 Kota, 417 kecamatan, dan 5.744 desa/kelurahan. Bila dikelompokkan menurut wilayah geografis, Sumatera Utara terbagi atas 3 (tiga) kawasan yaitu Kawasan Pantai Barat seluas 26.189,07 km² meliputi 9 (sembilan) kabupaten dan 3 (tiga) kota yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang


(56)

Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Padangsidimpuan, Kota Sibolga, dan Kota Gunung Sitoli, Kawasan Dataran Tinggi seluas 20.569,62 km² meliputi 8 (delapan) kabupaten dan 1 (satu) kota yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Pak-pak Bharat, Kabupaten Samosir, dan Kota Pematang Siantar serta Kawasan Pantai Timur seluas 24.921,99 km² meliputi 8 (delapan) kabupaten dan 4 (empat) kota yaitu Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagai dan Kota Tanjung Balai, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan dan Kota Binjai.

4.1.3. Kondisi Demografis

Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Hasil Sensus Penduduk 2010, mencatat jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 12.985.075 jiwa dengan penduduk laki-laki adalah 6.479.051 jiwa (49,90 persen) dan penduduk perempuan sebanyak 6.506.024 jiwa (50,10 persen). Sebagian besar penduduk berada di Kawasan Pantai Timur yang mencapai 8.068.977 jiwa (62,14 persen), Kawasan Dataran Tinggi sebanyak 2.456.964 jiwa (18,95 persen), dan Kawasan Pantai Barat sebanyak 2.458.253 jiwa (18,93 persen). Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir, 2000 – 2010, mencapai 1,01 persen pertahun, lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk pada periode 1990 – 2000, yang mencapai 1,20 persen pertahun.


(57)

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Tahun 2010

Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota

Laki - Laki Perempuan

Laki - Laki + Perempuan

1 2 3 4

1. N i a s 64 498 67 831 132 329

2. Mandailing Natal 198 623 205 271 403 894

3. Tapanuli Selatan 131 435 132 673 264 108

4. Tapanuli Tengah 156 175 154 787 310 962

5. Tapanuli Utara 137 914 140 983 278 897

6. Toba Samosir 85 969 86 964 172 933

7. Labuhan Batu 209 320 205 097 414 417

8. Asahan 335 166 332 397 667 563

9. Simalungun 407 771 410 333 818 104

10. D a I r i 134 754 135 094 269 848

11. K a r o 174 391 176 088 350 479

12. Deli Serdang 900 733 888 510 1 789 243

13. Langkat 486 567 479 566 966 133

14. Nias Selatan 144 326 145 550 289 876

15. Humbang Hasundutan 85 274 86 413 171 687

16. Pakpak Bharat 20 474 20 007 40 481

17. Samosir 59 396 60 254 119 650

18. Serdang Bedagai 297 708 295 214 592 922

19. Batu Bara 188 456 186 079 374 535

20. Padang Lawas Utara 112 098 110 951 223 049

21. Padang Lawas 111 587 111 893 223 480

22. Labuhanbatu Selatan 141 415 136 134 277 549

23. Labuhanbatu Utara 167 551 164 109 331 660

24. Nias Utara 63 107 64 423 127 530

25. Nias Barat 38 982 42 479 81 461

71. Sibolga 42 343 42 101 84 444

72. Tanjungbalai 77 873 76 553 154 426

73. Pematangsiantar 114 410 120 475 234 885

74. Tebing Tinggi 71 845 73 335 145 180

75. M e d a n 1 040 680 1 068 659 2 109 339

76. B i n j a i 122 783 123 227 246 010

77. Padangsidimpuan 93 354 98 200 191 554

78. Gunung Sitoli 61 651 63 915 125 566

Lainnya 422 459 881

Sumatera Utara 6 479 051 6 506 024 12 985 075

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara

Sebaran penduduk terbesar berada di Kota Medan yang mencapai 2.109.339 jiwa (16,24 persen dari total penduduk Sumatera Utara), disusul oleh Kabupaten Deli


(58)

Serdang yang mencapai 1.789.243 jiwa (13,78 persen), Kabupaten Langkat sebanyak 966.133 jiwa (7,44 persen), Kabupaten Simalungun sebanyak 818.104 jiwa (6,30 persen), Kabupaten Asahan sebanyak 667.563 jiwa (5,14 persen) dan Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 592.922 jiwa (4,57 persen). Sebaran penduduk terendah berada di Kabupaten Pakpak Bharat 0,31 persen, Kabupaten Nias Barat 0,63 persen, Kota Sibolga 0,65 persen, Kabupaten Samosir 0,92persen, Kota Gunung Sitoli 0,97 persen, dan Kabupaten Nias Utara 0,98 persen. Sedangkan sebaran penduduk yang berada di 21 (dua puluh satu) Kabupaten/Kota lainnya masing-masing di bawah 4 persen.

Dengan luas wilayah daratan yang mencapai 71.680,68 km², kepadatan penduduk Sumatera Utara pada tahun 2010 mencapai 181 jiwa per km², dengan kepadatan penduduk tertinggi berada di Kota Medan sebesar 7.957 jiwa per km², disusul oleh Kota Sibolga sebesar 7.841 jiwa per km², Kota Tebing Tinggi sebesar 3.777 jiwa per km², Kota Pematang Siantar sebesar 2.937 jiwa per km², Kota Tanjung Balai sebesar 2.510 jiwa per km², Kota Binjai sebesar 2.726 jiwa per km², dan Kota Padangsidimpuan sebesar 1.671 jiwa per km².

Kepadatan penduduk terendah berada di Kabupaten Pakpak Bharat 33 jiwa per km², Kabupaten Samosir 49 jiwa per km², Kabupaten Padang Lawas Utara 57 jiwa per km², Kabupaten Padang Lawas 57 jiwa per km², Kabupaten Tapanuli Selatan 61 jiwa per km², Kabupaten Mandailing Natal 61 jiwa per km², Kabupaten Tapanuli Utara 74 jiwa per km², Kabupaten Toba Samosir 74 jiwa per km², Kabupaten Humbang Hasundutan 75 jiwa per km², Kabupaten Nias Utara 85 jiwa per km², Kabupaten Labuhan Batu Selatan 89 jiwa per km², dan Kabupaten Labuhan Batu


(59)

Tabel 4.2. Jumlah, Kepadatan dan Distribusi Penduduk Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010

Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk

(orang)

Kepadatan

(orang/km2)

Distribusi (persen)

1 2 3 4

1. N i a s 132 329 135 1,02

2. Mandailing Natal 403 894 61 3,11

3. Tapanuli Selatan 264 108 61 2,03

4. Tapanuli Tengah 310 962 144 2,39

5. Tapanuli Utara 278 897 74 2,15

6. Toba Samosir 172 933 74 1,33

7. Labuhan Batu 414 417 162 3,19

8. Asahan 667 563 182 5,14

9. Simalungun 818 104 187 6,30

10. D a i r i 269 848 140 2,08

11. K a r o 350 479 165 2,70

12. Deli Serdang 1 789 243 720 13,78

13. Langkat 966 133 154 7,44

14. Nias Selatan 289 876 178 2,23

15. Humbang Hasundutan 171 687 75 1,32

16. Pakpak Bharat 40 481 33 0,31

17. Samosir 119 650 49 0,92

18. Serdang Bedagai 592 922 310 4,57

19. Batu Bara 374 535 414 2,88

20. Padang Lawas Utara 223 049 57 1,72

21. Padang Lawas 223 480 57 1,72

22. Labuhanbatu Selatan 277 549 89 2,14

23. Labuhanbatu Utara 331 660 94 2,55

24. Nias Utara 127 530 85 0,98

25. Nias Barat 81 461 150 0,63

71. Sibolga 84 444 7 841 0,65

72. Tanjungbalai 154 426 2 510 1,19

73. Pematangsiantar 234 885 2 937 1,81

74. Tebing Tinggi 145 180 3 777 1,12

75. M e d a n 2 109 339 7 957 16,24

76. B i n j a i 246 010 2 726 1,89

77. Padangsidimpuan 191 554 1 671 1,48

78. Gunung Sitoli 125 566 268 0,97

Lainnya 881 - 0,01

Sumatera Utara 12 985 075 181 100,00

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara


(60)

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, secara umum kinerja perekonomian Provinsi Sumatera Utara pada 5 tahun terakhir, 2005-2010, menunjukkan keadaan yang menggembirakan. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 yang mencapai 6,35 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi tahun 2009 yang mencapai 5,07 persen.

Pada tahun 2009, Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, dan Kabupaten Batubara merupakan kabupaten/kota yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan nilai PDRB atas dasar harga berlaku Sumatera Utara masing-masing sebesar 30,84 persen, 14,50 persen, 6,28 persen, dan 6,16 persen, sedangkan Kabupaten/Kota lainnya masing-masing Kabupaten Asahan sebesar 4,43 persen, Kabupaten Simalungun sebesar 3,91 persen, Kabupaten Serdang Bedagai 3,60 persen, Kabupaten Labuhanbatu 2,83 persen, Kabupaten Labuhanbatu Utara 2,67 persen, Kabupaten Karo 2,40 persen, Kabupaten Labuhanbatu Selatan 2,32 persen, Kota Binjai 1,83 persen, Kota Pematangsiantar 1,59 persen, Kabupaten Mandailing Natal 1,49 persen, Kabupaten Dairi 1,44 persen, Kabupaten Tapanuli Utara 1,44 persen, Kabupaten Toba Samosir 1,30 persen, Kabupaten Tapanuli Selatan 1,17 persen, dan Kota Tanjungbalai 1,17 persen, Kabupaten Humbang Hasundutan 0,93 persen, Kota Tebing Tinggi 0,86 persen, Kabupaten Nias Selatan 0,86 persen, Kabupaten Tapanuli Tengah 0,84 persen, Kota Padangsidimpuan 0,81 persen, Kota Gunung Sitoli 0,75 persen, Kabupaten Samosir 0,64 persen, Kabupaten Padang Lawas Utara 0,60 persen, Kota Sibolga 0,58 persen, Kabupaten Padang Lawas 0,57


(61)

persen, Kabupaten Nias Utara 0,42 persen, Kabupaten Nias 0,42 persen, Kabupaten Nias Barat 0,21 persen, dan Kabupaten Pakpak Bharat 0,12 persen.

Tabel 4.3. PDRB Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2007 – 2009 (dalam milyar rupiah)

Kabupaten/Kota 2007 2008 2009

1 2 3 4

1. N i a s 3 181,87 3 666,95 982,25

2. Mandailing Natal 2 603,79 3 012,04 3 502,98 3. Tapanuli Selatan 4 598,18 2 558,43 2 761,51 4. Tapanuli Tengah 1 616,00 1 796,33 1 987,16 5. Tapanuli Utara 2 729,50 3 126,12 3 392,63 6. Toba Samosir 2 414,62 2 744,39 3 056,05 7. Labuhanbatu 14 371,16 16 626,18 6 658,79

8. Asahan 8 174,12 9 505,60 10 435,94

9. Simalungun 7 647,49 8 412,30 9 221,62

10. D a i r i 2 860,20 3 116,74 3 392,99

11. K a r o 4 483,32 5 058,68 5 646,54 12. Deli Serdang 26 041,99 30 116,83 34 172,48 13. Langkat 11 455,32 13 243,64 14 786,58 14. Nias Selatan 1 692,13 1 854,54 2 031,68 15. Humbang Hasundutan 1 727,28 1 983,03 2 189,65

16. Pakpak Bharat 231,07 258,92 290,30

17. Samosir 1 287,46 1 392,38 1 519,32

18. Serdang Bedagai 6 249,01 7 472,75 8 490,36

19. Batubara 11 449,67 13 191,96 14 517,23

20. Padang Lawas Utara x 1 271,66 1 424,47

21. Padang Lawas x 1 214,72 1 424,47

22. Labuhanbatu Selatan x x 5 472,19

23. Labuhanbatu Utara x x 6 284,98

24. Nias Utara x x 998,84

25. Nias Barat x x 506,34

26. Sibolga 1 075,26 1 235,09 1 361,12

27. Tanjungbalai 2 229,50 2 480,13 2 754,81 28. Pematangsiantar 3 094,56 3 464,69 3 746,22 29. Tebing Tinggi 1 610,17 1 823,67 2 032,88 30. M e d a n 55 452,50 65 316,26 72 666,89 31. B i n j a i 3 311,29 3 815,25 4 312,46 32. Padangsidimpuan 1 511,82 1 744,26 1 899,01

33. Gunung Sitoli x x 1 775,10

Sumatera Utara 181 819,74 213 931,70 236 353,62

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara


(62)

Kinerja perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2010 bila dibandingkan dengan tahun 2009, yang digambarkan oleh PDRB atas dasar harga konstan 2000, mengalami peningkatan sebesar 6,35 persen. Peningkatan ini didukung oleh pertumbuhan positif pada semua sektor ekonomi. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan merupakan sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 10,78 persen dibanding dengan sektor perekonomian lainnya. Disusul oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 9,44 persen, sektor listrik, gas, dan air bersih 7,06 persen, sektor bangunan 6,77 persen, sektor jasa-jasa 6,77 persen, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran 6,51 persen. Sedangkan 3 (tiga) sektor perekonomian lainnya hanya berhasil tumbuh dibawah 6 persen.

Pada tahun 2010 PDRB Sumatera Utara atas dasar harga berlaku mencapai Rp.275,70 triliun, sedangkan berdasar atas dasar harga konstan 2000 tercapai sebesar Rp.118,64 triliun. Atas dasar harga berlaku, sektor ekonomi yang menghasilkan nilai tambah bruto yang terbesar pada tahun 2010 adalah sektor industri pengolahan sebesar Rp.63,29 triliun, disusul oleh sektor pertanian sebesar Rp.63,18 triliun, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp.52,38 triliun, sektor jasa-jasa sebesar Rp.29,81 triliun, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp.24,91 triliun, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar Rp.18,20 triliun, dan sektor bangunan sebesar Rp.17,52 triliun. Sektor ekonomi lainnya yaitu sektor pertambangan dan penggalian menghasilkan nilai tambah bruto sebesar Rp.3,79 triliun, dan sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar Rp.2,61 triliun.

Pada tahun 2010, sektor industri pengolahan masih mendominasi struktur PDRB Sumatera Utara sebesar 22,96 persen, diikuti oleh sektor pertanian yaitu 22,92


(63)

persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran 19,00 persen, sektor jasa-jasa 10,81 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 9,03 persen, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 6,60 persen, sektor bangunan 6,35 persen, sektor pertambangan dan penggalian 1,37 persen, dan sektor listrik, gas, dan air bersih 0,95 persen.

Pada tahun 2010, komponen impor barang dan jasa bila dibandingkan dengan tahun 2009, merupakan komponen penggunaan yang mencapai pertumbuhan tertinggi sebesar 14,44 persen, atau dari Rp.42,69 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp.48,85 triliun pada tahun 2010. Disusul oleh konsumsi pemerintah 11,00 persen atau dari Rp.10,36 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp.11,50 triliun pada tahun 2010. Komponen ekspor barang dan jasa meningkat 10,29 persen atau dari Rp.51,85 triliun menjadi Rp.57,19 triliun. Komponen konsumsi rumah tangga meningkat 8,24 persen, atau dari Rp.68,47 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp.74,12 triliun pada tahun 2010. Komponen pembentukan modal tetap bruto naik 4,95 persen, dari Rp.22,31 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp.23,41 triliun pada tahun 2010. Komponen konsumsi nirlaba naik 4,35 persen, atau dari Rp.538,71 miliar pada tahun 2009 menjadi Rp.562,15 miliar pada tahun 2010. Komponen perubahan stok mengalami kontraksi sebesar 0,66 persen, atau dari Rp.705,29 miliar pada tahun 2009 menurun menjadi Rp.700,65 miliar pada tahun 2010.

Atas dasar harga berlaku, komponen konsumsi rumah tangga naik dari Rp.138,63 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp.166,55 triliun pada tahun 2010, atau naik 20,14 persen. Komponen konsumsi nirlaba atas dasar harga berlaku juga naik dari Rp.1,04 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp.1,10 triliun pada tahun 2010, atau


(64)

naik 6,17 persen. Komponen konsumsi pemerintah atas dasar harga berlaku meningkat dari Rp.24,29 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp.29,29 triliun pada tahun 2010, atau meningkat 20,60 persen.

Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan dari Rp.49,98 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp.57,01 triliun pada tahun 2010, atau naik 14,07 persen.

Nilai ekspor barang dan jasa atas dasar harga berlaku naik dari Rp.92,96 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp.108,40 triliun pada tahun 2010, atau naik 16,61 persen. Nilai impor barang dan jasa Sumatera Utara atas dasar harga berlaku meningkat dari Rp.71,63 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp.87,80 triliun pada tahun 2010, atau naik 22,58 persen.

Komponen konsumsi rumah tangga pada tahun 2010 masih mendominasi pembentukan nilai PDRB atas dasar harga berlaku Sumatera Utara, dengan 60,41 persen. Disusul oleh komponen pembentukan modal tetap bruto 20,68 persen, komponen konsumsi pemerintah 10,62 persen, komponen ekspor barang dan jasa netto 7,47 persen (ekspor barang dan jasa 39,32 persen dan impor barang dan jasa 31,85 persen), perubahan stok 0,41 persen, dan konsumsi nirlaba 0,40 persen.

Terhadap besarnya sumbangan masing-masing sektor perekonomian dalam menciptakan laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada tahun 2010 sebesar 6,35 persen, sektor pertanian memberikan sumbangan sebesar 1,21 persen, disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran 1,20 persen, sektor industri pengolahan 1,01 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 0,90 persen, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 0,77 persen, sektor jasa-jasa 0,68 persen, sektor


(1)

Regression Standardized Residual

1.5 1.0

0.5 0.0

-0.5 -1.0

-1.5

Frequency

3

2

1

0

Histogram

Dependent Variable: Ln PDRB

Mean =-4.13E-14 Std. Dev. =0.894


(2)

Observed Cum Prob

1.0 0.8

0.6 0.4

0.2 0.0

Exp

ect

ed Cum

P

ro

b

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual


(3)

(4)

Lampiran 2. Perhitungan Analisis Overlay untuk Jenis Pajak Daerah di Provinsi Sumatera Utara

Koefisien Pertumbuhan Koefisien Kontribusi No Jenis Pajak

Perhitungan (%) Hasil Perhitungan (%) Hasil

1 2 3 4 5 6

Regression Standardized Predicted Value

2 1 0 -1 -2 Regre ssion Student ized Delet ed (Press) Residual 2 1 0 -1 -2 Scatterplot


(5)

1 PKB 14,20/130,47 0,11 54,03/16,67 2,19 2 PKDA 2,27/130,47 0,02 52,33/16,67 0,03 3 BBN-KB 15,70/130,47 0,12 46,47/16,67 2,53 4 BBN-KDA 713,78/130,47 5,47 49,06/16,67 0,05 5 PBB-KB 26,23/130,47 0,20 48,83/16,67 1,31 6 APU/ABT 10,62/130,47 0,08 47,56/16,67 0,16 Keterangan:

- Angka pembanding untuk pertumbuhan setiap jenis pajak daerah

sebesar 130,47% adalah pertumbuhan rata-rata total pajak daerah selama 7 tahun terakhir dari tahun 2004 sampai dengan 2010.

-Angka pembanding untuk kontribusi setiap jenis pajak daerah sebesar

16,6% adalah rata-rata kontribusi setiap jenis pajak daerah yaitu 100%/6

Lampiran 3. Perhitungan Analisis Overlay untuk Jenis Retribusi Daerah di


(6)

Koefisien Pertumbuhan Koefisien Kontribusi No Jenis Retribusi

Perhitungan (%) Hasil Perhitungan (%) Hasil

1 2 3 4 5 6

1 JASA UMUM 13,31/703,99 0,02 56,08/33,33 1,68 2 JASA USAHA 19,83/703,99 0,03 16,34/33,33 0,49 3 IJIN TERTENTU 2.078,82/703,99 2,95 27,58/33,33 0,83

Keterangan:

- Angka pembanding untuk setiap jenis retribusi daerah sebesar

703,99% adalah pertumbuhan rata-rata total retribusi daerah selama tujuh tahun terakhir dari tahun 2004 sampai dengan 2010.

- Angka pembanding untuk kontribusi setiap jenis retribusi daerah

sebesar 33,33% adalah rata-rata kontribusi 3 jenis retribusi daerah yaitu 100%/3.