c. Advokat yang sering menangani kasus Eksekusi Hak Tanggungan di Wilayah
Medan. d.
Juru Sita di Pengadilan Negeri Medan e.
Kasi Lelang KPKLN Medan.
5. Analisis Data
Setelah pengumpulan data dilakukan, baik dengan melakukan studi kepustakaan maupun dengan studi lapangan maka data tersebut dianalisa secara
Kualitatif
61
Penelitian kualitatif dimaksud adalah jenis penelitian yang temuan- temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau dalam bentuk hitungan
lainnya. Selanjutnya, digunakannya penelitian kualitatif karena kemantapan peneliti berdasarkan pengalaman penelitiannya dan metode kualitatif dapat memberikan
rincian kaidah yang lebih kompleks tentang fenomena yang akansulit diungkapkan oleh metode kuantitatif. Proses penelitian kualitatif akan menghasilkan temuan yang
benar-benar bermanfaat dan memerlukan perhatian yang serius terhadap berbagai hal yang dipandang perlu. Dalam memperbincangkan proses penelitian kualitatif paling
tidak tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu kedudukan teori, metodologi penelitian dan desain penelitian kualitatif
62
61
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum Jakarta : Raja Grafindo Persada,1997, halaman10
. Setelah itu dilakukan langkah-langkah analisa data melalui tahapan :
62
Straus dan Corbin dalam Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam ilmu-ilmu sosial dan Keagamaan , Malang : Kalimasahada, 1996, halaman 20.
Universitas Sumatera Utara
a. Mencari dan mengumpulkan data melalui aturan perundang undangan,
doktrin-doktrin sarjana atau buku-buku yang berkaitan. b.
Mengumpulkan dokumen-dokumen yang ada di PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk Cabang Medan yang berkaitan dengan penelitian.
c. Melakukan wawancara secara mendalam ke berbagai pihak seperti, Pejabat
Bank Muamalat bagian pembiayaan bermasalah, Notaris rekanan bank yang sering melakukan pengikatan hak tanggungan, Advokat yang sering
menangani kasus eksekusi hak tanggungan, Juru sita pengadilan yang menjalankan proses eksekusi Hak Tanggungan dan Kasi Lelang KPKLN
Medan. Setelah seluruh proses pengumpulan data dilakukan, data disusun dan
Kemudian dikelompokkan dihubungkan dan dibandingkan dengan ketentuan yang berkaitan dengan masalah kekuatan eksekusi hak tanggungan, dimulai dari ketentuan
ketentuan yang bersifat umum mengenai ketentuan UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan selanjutnya
kepada ketentuan khusus yang tercantum pada ketentuan ketentuan bank Indonesia kemudian di sinkronisasikan dengan ketentuan PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk
Cabang Medan dalam Prosedur Umum Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah, dan akhirnya dapat disimpulkan jawaban mengenai Kekuatan Esekusi Hak Tanggungan
Sebagai Jaminan Pengembalian Utang Pembiayaan Bermasalah dalam Praktek PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Medan baik mengenai pelaksanaan parate
eksekusi hak tanggungan maupun eksekusi pembayaran uang dalam rangka
Universitas Sumatera Utara
mengembalikan utang pembiayaan bermasalah di PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk Cabang Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KEKUATAN EKSEKUTORIAL HAK TANGGUNGAN YANG DILAKUKAN
SECARA PARATE EKSEKUSI PADA PRAKTEK YANG DILAKUKAN DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, TBK CABANG MEDAN
A. Pengertian Hak Tanggungan
Menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-undang No.4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah
adalah : Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
63
1. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang .
63
Kartini Muljadi-Gunawan Widajaja, Hak Tanggungan,
Seri Hukum Harta Kekayaan,Kencana Prenada Media Group, 2008, halaman 13
Universitas Sumatera Utara
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain;
2. Kreditur adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang-
piutang tertentu; 3.
Debitur adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu;
4. Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, adalah
pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa
membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah akta PPAT yang berisi pemberian
Hak Tanggungan kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.
6. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan di wilayah
kabupaten, kotamadya, atau wilayah administratif lain yang setingkat, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum
pendaftaran tanah.
Sebelum dikenal dan berlaku Undang Undang Pokok Agraria, di dalam hukum dikenal lembaga-lembaga hak jaminan atas tanah, jika yang dijadikan jaminan
tanah hak barat, seperti Hak Eigendom, Hak Erfpacht atau Hak Opstal, lembaga jaminannya adalah Hipotik, sedangkan Hak Milik dapat sebagai obyek
Credietverband. Dengan demikian mengenai segi materilnya mengenai Hipotik dan Credietverband atas tanah masih tetap berdasarkan ketentuan-ketentuan KUHPerdata
dan Staatblad 1908 No. 542 jo Staatblad 1937 No. 190 yaitu misalnya mengenai hak- hak dan kewajiban yang timbul dari adanya hubungan hukum itu mengenai asas-asas
Hipotik, mengenai tingkatan-tingkatan Hipotik janji-janji dalam Hipotik dan Credietverband.
64
64
Sri Soedewi Masjehoen, Hak Jaminan Atas Tanah, Yogyakarta : Liberty, 1975, halaman 6
.
Universitas Sumatera Utara
Dengan berlakunya UUPA UU No.5 Tahun 1960 maka dalam rangka mengadakan unifikasi hukum tanah, dibentuklah hak jaminan atas tanah baru yang
diberi nama Hak Tanggungan, sebagai pengganti lembaga Hipotik dan Credietverband dengan Hak milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan
sebagai obyek yang dapat dibebaninya Hak-hak barat sebagai obyek Hipotik dan Hak Milik dapat sebagai obyek Credietverband tidak ada lagi, karena hak-hak tersebut
telah dikonversi menjadi salah satu hak baru yang diatur dalam UUPA.
65
Munculnya istilah Hak Tanggungan itu lebih jelas setelah Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1996 telah diundangkan pada tanggal 9 April 1996 yang berlaku
sejak diundangkannya Undang-Undang tersebut.
66
B. Pengertian Parate Eksekusi Dalam Hak Tanggungan
Di dalam mengatasi masalah nasabah bank atau yang disebut dengan debitur yang melakukan wanprestasi atau cidera janji, bank sering kali mengalami kesulitan
untuk memperoleh pelunasan kreditnya. Jika ditempuh dengan cara gugatan melalui pengadilan, maka memerlukan waktu yang lama dan biaya yang cukup banyak,
meskipun dalam proses beracara di pengadilan menganut asas sederhana, cepat dan biaya ringan. Secara fakta sejarah perbankan di Indonesia telah mewariskan senjata
yang paling ampuh dan cepat dalam memberantas kredit macet yaitu melalui Parate
65
Ibid
66
Ibid
Universitas Sumatera Utara
eksekusi atau mengeksekusi sendirilangsung melelang agunan tanpa campur tangan pengadilan.
67
Menurut Sri Soedewi Mascjhoen Sofwan
68
“Eksekusi yang dilaksanakan tanpa mempunyai titel eksekutorial Grosse Akta Notaris atau Keputusan Hakim melalui parate eksekusi eksekusi
langsung yaitu pemegang Hak Tanggungan dengan adanya janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri dapat melaksanakan haknya secara langsung
tanpa melalui keputusan hakim atau grosse akta notaris”.
, Parate Eksekusi adalah:
Pengertian mengenai parate eksekusi menurut Bachtiar Sibarani
69
adalah “Melakukan sendiri eksekusi tanpa bantuan atau campur tangan pengadilan atau
hakim.” Hal ini sejalan dengan pengertian parate eksekusi yang di definisikan oleh Rachmadi Usman
70
Menurut Sudarsono yakni “ Pelaksanaan eksekusi tanpa melalui pengadilan”. Subekti
juga berpendapat bahwa Parate eksekusi adalah “menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apa yang menjadi haknya dalam arti tanpa perantaraan hakim”
71
Dari beberapa arti dan definisi mengenai Parate eksekusi di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak hanya keputusan hakim yang dapat dieksekusi, tetapi
terdapat ketentuan yang memberikan hak kepada kreditor untuk melaksanakan sendiri , pengertian parate eksekusi adalah pelaksanaan langsung tanpa
melalui proses pengadilan; eksekusi langsung yang biasa dilakukan dalam masalah gadai sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian.
67
Bachtiar Sibarani, Parate Eksekusi dan Paksa Badan, Jurnal Hukum Bisnis,vol.15,
September, 2001, halaman 22
68
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, Yogyakarta. : Liberty, 1981, halaman 32
69
Bachtiar Sibarani, Op Cit, halaman 5
70
R.Surbekti, Hukum Acara Perdata, Bandung : Bina Cipta, 1989, halaman 42
71
Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2007, halaman 39
Universitas Sumatera Utara
eksekusi tanpa perantara pengadilan yang disebut dengan Parate eksekusi. Hal ini berarti jika nasabah bank melakukan perbuatan wanprestasi, kreditor serta merta
dapat langsung melaksanakan penjualan barang milik Debitur yang dijadikan barang jaminan atau agunan dengan perantara kantor pelayanan piutang dan lelang negara,
penjualan ini dapat dilakukan tanpa media Pengadilan Negeri. Dapat dilihat juga apa yang dijelaskan oleh Sri Soedewi Mascjhoen Sofyan
72
1. Tidak membutuhkan Titel Eksekutorial dalam melaksanakan haknyaeksekusi;
. Pendapat beliau bahwa hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri menguntungkan dalam dua hal yaitu:
2. Dapat melaksanakan Eksekusi sendiri secara langsung Mandiri tidak peduli
adanya kepailitan dari Debitur di luar pengadilan karena tergolong separatis. Di dalam ilmu hukum sendiri pemberian kewenangan mengenai Parate
eksekusi ini didasarkan atas doktrin yang antara lain menyatakan bahwa suatu perjanjian yang pasti atau tidak telah mengandung sengketa seperti piutang yang telah
pasti fixed loan. Hal seperti ini sudah dapat dilaksanakan sendiri oleh pihak yang berkepentingan tanpa campur tangan pengadilan. Akan tetapi dalam perkembangan
selanjutnya, ternyata pengertian Parate eksekusi ini menjadi kabur sebagai akibat dari adanya putusan pengadilan yang menerapkan ketentuan eksekusi Grosse Akta dalam
sengketa parate eksekusi. Menurut doktrin, Parate eksekusi ini adalah penjualan yang berada di luar hukum acara dan tidak diperlukan adanya penyitaan, tidak melibatkan
72
Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, Op Cit, halaman. 33
Universitas Sumatera Utara
juru sita, kesemuanya diselesaikan seperti orang yang menjual sendiri barangnya di depan umum.
73
Aturan mengenai parate eksekusi khususnya yang diberikan kepada pemegang hipotek diatur didalam Pasal 1178 ayat 2 KUHPerdata, yang selengkapnya berbunyi
: Namun diperkenankanlah kepada si berpiutang hipotek pertama untuk, pada
waktu diberikannya hipotek, dengan tegas minta diperjanjikan bahwa, jika uang pokok tidak dilunasi semestinya, atau jika bunga yang terhutang tidak
dibayar, ia secara mutlak akan dikuasakan menjual persil yang diperikatkan dimuka umum, untuk mengambil pelunasan uang pokok, maupun bunga serta
biaya, dari pendapatan penjualan itu
Dari Pasal tersebut diketahui bahwa Undang-undang memberikan kepada pemegang hipotek pertama untuk menjual langsung atas kekuasaan sendiri barang
objek hipotek tanpa melalui pengadilan. Selain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Parate eksekusi juga diatur
secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang diatur dalam Pasal 6 yang berbunyi :
“Apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.”
73
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Dari Pasal 6 UUHT tersebut memberikan hak bagi pemegang hak tanggungan untuk melakukan parate eksekusi. Artinya pemegang hak tanggungan tidak perlu
memperoleh persetujuan saja dari pemberi hak tanggungan, tetapi juga tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan setempat dimana objek hak tanggungan berada,
apabila akan melakukan eksekusi atas objek hak tanggungan yang menjadi jaminan hutang debitur dalam hal debitur cidera janji atau wanprestasi.
Pemegang Hak Tanggungan dapat langsung datang dan meminta kepada Kepala Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan atas objek hak tanggungan yang
bersangkutan. Karena kewenangan pemegang hak tanggungan pertama itu merupakan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang kewenangan tersebut dimiliki
demi hukum, maka kepala kantor lelang negara harus menghormati dan mematuhi kewenangan tersebut.
74
Hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dimiliki oleh pemegang hak
tanggungan, atau oleh pemegang hak tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang hak tanggungan, sebagaimana yang dimaksudkan dalam
penjelasan Pasal 6 UUHT No.4 Tahun 1996 yang berbunyi : Hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan
salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang hak tanggungan atau pemegang hak tanggungan pertama dalam hal
terdapat lebih dari satu pemegang hak tanggungan. Hak tersebut didasarkan
74
St Remy Syahdeni, Op Cit, hal. 46
Universitas Sumatera Utara
pada janji yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek hak
tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari
hasil penjualan itu lebih dahulu dari pada kreditor-kreditor yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi hak tanggungan
Ketentuan ini memberikan kepastian bagi Perbankan apabila debitur cidera janji dengan memberikan kemungkinan dan kemudahan untuk pelaksanaan parate
eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR dan Pasal 258 Rbg
75
Parate eksekusi dan menjual atas kekuasaan sendiri, penerapannya mengacu pada ketentuan Pasal 224 HIR dan Pasal 258 Rbg. Dimana apabila tidak diperjanjikan
kuasa menjual sendiri, penjualan lelang harus diminta kepada Ketua Pengadilan Negeri dan permintaan tersebut harus berdasarkan alasan bahwa pihak debitur telah
melakukan cidera janji atau wanprestasi. Akan tetapi karena Pasal 6 UUHT tidak mengatur tentang cidera janji, maka dengan demikian untuk menentukan adanya
cidera janji merujuk pada ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata atau sesuai dengan kesepakatan yang diatur dalam perjanjian atau bisa juga merujuk secara analog pada
ketentuan Pasal 1178 KUHPerdata, dimana yang dikategorikan cidera janji yaitu apabila debitur tidak melunasi hutang pokok, atau tidak membayar bunga yang
terhutang sebagaimana mestinya.
76
75
Bambang Setijoprodjo, Pengamanan Kredit Perbankan Yang Dijamin Oleh Hak Tanggungan, Medan: Lembaga Kajian Hukum Bisnis USU Medan, 1996, halaman 63
76
M. Yahya Harahap, Op .Cit, hal. 197
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan eksekusi terhadap hak tanggungan yang telah dibebankan atas tanah dapat dilakukan tanpa
harus melalui proses gugat-menggugat proses ligitimasi apabila debitur telah melakukan cidera janji. Hal ini sesuai dengan yang ditentukan dalam UUHT Pasal 14
ayat 1, 2, dan 3 yang berbunyi: 1.
Sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan, kantor pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku; 2.
Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat irah- irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA”. Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.”
Pada prinsipnya penjualan objek hak tanggungan harus dilakukan melalui pelelangan umum, hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan penjualan itu dapat
dilakukan secara jujur fair. Dengan cara seperti ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk penjualan dari objek hak tanggungan yang menjadi
agunan, hal ini sesuai dengan bunyi Undang-undang Hak Tanggungan Pasal 20 ayat 1 yaitu:
Universitas Sumatera Utara
Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan : a.
Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual Objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
b. Titel Eksekutorial yang terdapat dalam Sertifikat Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2. Di dalam hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan
menghasilkan harga yang tinggi apabila memungkinkan dilakukan penjualan objek hak tanggungan dilakukan dengan cara di bawah tangan sebagaimana yang dimaksud
pada Pasal 20 ayat 2 UUHT. Pelaksanaan penjualan sendiri objek hak tanggungan secara di bawah tangan hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut
77
a. Apabila disepakati oleh pemberi dan pemegang hak tanggungan;
:
b. Setelah lewat waktu 1 satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi
danatau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan; c.
Diumumkan sedikitnya dalam 2 dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan danatau media massa setempat yang jangkauannya meliputi tempat
letak objek hak tanggungan yang bersangkutan; d.
Tidak ada pihak yang menyatakan keberatannya.
Kesepakatan yang terjalin antara pemberi dan pemegang hak tanggungan merupakan unsur atau kunci dalam penjualan objek hak tanggungan yang
dilaksanakan di bawah tangan, yaitu jika dengan cara itu dilakukan, maka akan dapat
77
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999, halaman 131
Universitas Sumatera Utara
diperoleh harga yang lebih tinggi yang dapat menguntungkan semua pihak. Dengan kata lain untuk memberikan kewenangan atas penjualan di bawah tangan tersebut
yaitu agar tidak ada pihak yang dirugikan. Oleh karena penjualan di bawah tangan dari objek hak tanggungan hanya dapat dilaksanakan apabila ada kesepakatan antara
pemberi dan pemegang hak tanggungan.
78
Pihak bank sendiri tidak mungkin melakukan penjualan di bawah tangan terhadap objek hak tanggungan atau agunan kredit apabila debitur tidak
menyetujuinya. Kesepakatan untuk melakukan penjualan di bawah tangan terhadap objek hak tanggungan merupakan bentuk dari kebebasan yang diberikan kepada
pemberi dan pemegang hak tanggungan dengan tujuan untuk mempercepat penjualan objek hak tanggungan dan juga untuk mengurangi beban biaya eksekusi yang harus
dipikul oleh debitur. Namun demikian kesepakatan untuk melakukan penjualan di bawah tangan hanya boleh dibuat apabila telah terjadi cidera janji atau wanprestasi
oleh debitur, sehingga dengan demikian kesepakatan tersebut tidak boleh dibuat dan dituangkan dalam APHT terlebih dahulu
.
79
.
C. Kekuatan Eksekutorial Parate Eksekusi Dalam Hak Tanggungan
Kekuatan eksekutorial dari parate eksekusi terimplementasi dalam menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apayang menjadi haknya, dalam arti
tanpa perantara hakim, yang ditujukan atas sesuatu barang jaminan untuk selanjutnya
78
Ibid
79
Ibid
Universitas Sumatera Utara
mejual kembali barang tersebut
80
. Parate eksekusi adalah eksekusi yang dilaksanakan sendiri oleh pemegang hak jaminan tanpa melalui bantuan atau campur tangan dari
Pengadilan Negeri, melainkan hanya berdasarkan bantuan dari Kantor Lelang Negara saja
81
atau dengan perkataan lain, Parate eksekusi dilaksanakan tanpa meminta fiat eksekusi atau ijin dari Pengadilan Negeri. Apabila debitur cidera janji, kreditur
berhak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan untuk pelunasan piutangnya dari hasil penjualan yang dilakukan. Melalui penjualan objek jaminan dimuka umum diharapkan dapat diperoleh harga terbaik
paling tinggi untuk objek hak tanggungan, dan dari hasil penjualan objek jaminan tersebut, bank berhak mengambil pelunasan piutangnya.
82
Secara substansial unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 6 UUHT menunjukkan adanya dua hal penting manakala debitur wanprestasi, yaitu peralihan
hak dan pelaksanaan hak bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan pertama. Dalam pasal tersebut, hak kreditur dalam hal debitur cidera janji, untuk menjual obyek Hak
Tanggungan melalui lelang sudah diberikan oleh undang-undang sendiri kepada kreditur pemegang Hak Tanggungan yang pertama. Dalam praktiknya saat ini, Parate
eksekusi Hak Tanggungan merupakan alternatif penyelesaian kredit bermasalah yang
80
R.Subekti, Pelaksanaan Perikatan, Eksekusi Riil dan Uang Paksa, dalam : Penemuan Hukum dan Pemecahan Masalah Hukum, Proyek Pengembangan Teknis Yustisial, Jakarta : MARI,
halaman 69
81
Tartib, “Catatan Tentang Parate Eksekusi”, Artikel dalam majalah Varia Peradilan Th.XI, No.124, 1996, halaman 149-150
82
Ibid
Universitas Sumatera Utara
banyak digunakan oleh lembaga keuangan di Indonesia, khususnya oleh perbankan. Alternatif penyelesaian kredit bermasalah menggunakan Parate eksekusi Hak
Tanggungan ini lebih disukai oleh perbankan karena proses penyelesaiannya relatif lebih sederhana dan cepat, serta biaya yang dikeluarkan relatif kecil. Kemudahan
menggunakan sarana Parate eksekusi Hak Tanggungan sebagaimana yang didasarkan pada Pasal 6 UUHT dikarenakan pelaksanaan penjualan obyek Hak Tanggungan
hanya melalui pelelangan umum, tanpa harus meminta fiat Ketua Pengadilan Negeri. Kemudahan tersebut terutama menunjukkan efisiensi waktu dibandingkan dengan
eksekusi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Hal tersebut mengingat kalau prosedur eksekusi melalui formalitas hukum acara, proses
yang dilalui memerlukan waktu yang lama dan rumit prosedurnya. Parate eksekusi lebih murah dibandingkan dengan pelaksanaan eksekusi menggunakan titel
eksekutorial, karena tidak menanggung biaya untuk mengajukan permohonan penetapan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri. Dikhawatirkan kreditur akan
enggan memberikan kredit dengan jaminan hipotik Hak Tanggungan terutama kalau jumlah tagihannya tidak besar
83
83
V. Nierop, Hypotheekrecht, serie Publik en Privaatrecht, Cetakan Kedua, Theenk Wilink, Zwolle, halaman 155
. Tentunya akan menjadi tidak seimbang pula apabila eksekusi melalui pengadilan dengan segala biaya dan upaya yang dilakukan terhadap
jumlah tagihan yang tidak terlalu besar dengan recovery atau pengembalian yang diterima oleh Kreditur.
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan, hak-hak kreditur akan terlindungi dari perbuatan debitur yang tidak beritikad baik untuk
menyelesaikan kewajibannya pada kreditur. Pembentuk UUHT menyiapkan Pasal 6 tersebut sebagai tiang penyangga utama bagi kreditur khususnya bank dalam
memperoleh percepatan pelunasan piutangnya dari debitur, agar piutang yang telah kembali pada bank dapat digunakan lagi untuk pembiayaan kredit lainnya sehingga
dapat membantu menggerakkan roda perekonomian, maka tidak diragukan lagi bahwa Pasal 6 UUHT merupakan dasar hukum berlakunya parate eksekusi pada saat
debitur cidera janji atau wanprestasi, yang digunakan sebagai sarana yang sangat baik demi penyesuaian terhadap kebutuhan ekonomi
84
Dalam praktik penyelesaian dari pembiayaan bermasalah, bank melakukan Parate eksekusi Hak Tanggungan atas objek jaminan Hak Tanggungan dengan cara
mengajukan permohonan Eksekusi Hak Tanggungan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang KPKNL, baik dengan
menggunakan jasa pra lelang Balai Lelang Swasta maupun secara langsung kepada KPKNL tersebut. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
93PMK.062010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, KPKNL merupakan instansi pemerintah yang berada dibawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada
Departemen Keuangan yang bertugas untuk menyelenggarakan lelang. Setelah menerima permohonan lelang eksekusi dari bank, KPKNL akan memeriksa
.
84
Herowati Poesoko, Parate Eksekusi Objek Hak Tanggungan Inkonsistensi, Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT, Cetakan 1 Yogyakarta : Laksbang PRESSindo, 2008,
halaman 248-249
Universitas Sumatera Utara
kelengkapan dokumen persyaratan lelang yang diserahkan oleh bank. Dokumen persyaratan lelang eksekusi berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan
adalah sebagai berikut
85
1. Salinanfotocopi Perjanjian Kredit.
:
2. SalinanFotokopi Sertipikat Hak Tanggungan.
3. Salinan Fotokopi perincian hutang atau jumlah kewajiban debitur yangharus
dipenuhi. 4.
SalinanFotocopi bukti bahwa debitur wanprestasi, berupa peringatan-peringatan maupun pernyataan dari pihak kreditur.
5. AsliFotokopi bukti kepemilikan hak
6. Salinan fotokopi surat pemberitahuan rencana pelaksanaan lelang kepada debitur
oleh kreditur, yang diserahkan paling lambat 1satu hari sebelum lelang dilaksanakan.
7. Surat pernyataan dari kreditur yang akan bertanggung jawab apabila terjadi
gugatan perdata atau tuntutan pidana.
Setelah dokumen persyaratan lelang secara keseluruhan telah dipenuhi, maka Kepala KPKNL akan mengeluarkan penetapan jadwal lelang secara tertulis kepada
bank selaku pemohon lelang yang berisi sebagai berikut
86
:
85
Hasil Wawancara dengan Kasi lelang KPKLN Sumut Bpk. Dian Surbakti pada tanggal 26 Maret 2013
86
Ibid
Universitas Sumatera Utara
a. Penetapan tempat dan waktu lelang.
b. Permintaan untuk melaksanakan pengumuman lelang sesuai ketentuan dan
menyampaikan bukti pengumumannya. c.
Hal-hal yang perlu disampaikan kepada penjual misalnya mengenai harga limit, penguasaan secara fisik terhadap barang bergerak yang dilelang, dan lain
sebagainya.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat 1 dan 2 PMK No.93PMK.062010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, pelaksanaan lelang atas
tanah atau tanah dan bangunan wajib dilengkapi dengan Surat Keterangan Tanah SKT dari Kantor pertanahan setempat. Permintaan penerbitan SKT kepada Kepala
Kantor Pertanahan setempat diajukan oleh Kepala KPKNL yang biaya pengurusannya menjadi tanggung jawab bank selaku pemohon lelang.
Apabila hari dan tempat pelaksanaan lelang telah ditentukan oleh Kepala KPKNL, maka akan dituangkan dalam pengumuman lelang, karena dalam
pengumuman lelang paling sedikit memuat hal-hal sebagai berikut
87
a. Identitas penjual;
:
b. Hari, tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang;
c. Jenis dan Jumlah barang;
d. Lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan adatidak adanya bangunan, khusus
untuk barang tidak bergerak berupa tanah dan atau bangunan;
87
Ibid
Universitas Sumatera Utara
e. Jumlah dan jenis spesifikasi, khusus untuk barang bergerak;
f. Jangka waktu melihat barang yang akan dilelang;
g. Uang jaminan penawaran lelang meliputi besaran, jangka waktu, cara dan tempat
penyetoran, dalam hal dipersyaratkan adanya uang jaminan penawaran lelang; h.
Jangka waktu pembayaran Harga Lelang, i.
Harga limit, sepanjang hal itu diharuskan dalam peraturan perundang-undangan atau atas kehendak penjualpemilik barang.
Di dalam menentukan harga limit wajib dicantumkan pada pengumuman lelang, hal ini dimaksud agar calon peserta lelang dapat mengetahui batas harga
barang yang akan di lelang. Pengumuman lelang merupakan kewajiban dari bank selaku penjual sehingga bank wajib menanggung biaya pengumuman lelang yang
telah diterbitkan dalam surat kabar. Berdasarkan ketentuan PMK No.93PMK.062010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pengumuman lelang
dilakukan sebanyak dua 2 kali berselang 15 lima belas hari, untuk pengumuman pertama diperkenankan melalui tempelan yang mudah dibaca oleh umum atau
melalui surat kabar harian dan pengumuman yang kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian dan dilakukan selang 14 empat belas hari sebelum pelaksanaan
lelang
88
Setelah penjual melakukan pengumuman lelang maka penjual berkewajiban memberitahu kepada debitur yang wanprestasi serta pihak-pihak yang terkait dengan
.
88
Ibid
Universitas Sumatera Utara
barang yang akan dilelang, bahwa benda milik debitur akan dilelang. Pemberitahuan pelelangan juga dilakukan terhadap penghuni bangunan dan pemilik barang saat
lelang akan dilakukan. Apabila hal tersebut di atas telah dilakukan oleh penjual maka lelang dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditentukan
89
Pada hari pelaksanaan lelang eksekusi sebagaimana yang telah ditetapkan, pelaksanaan lelang eksekusi dilakukan oleh Pejabat Lelang yang ditunjuk oleh
Kepala KPKNL. Penawaran lelang akan dilakukan secara naik-naik dimulai dari harga limit lelang yang ditetapkan. Atas penawaran tertinggi dari peserta lelang, maka
Pejabat Lelang akan menunjuk dan menetapkan penawar tertinggi tersebut sebagai pemenang lelang secara sah. Paling lambat tiga hari setelah tanggal pelaksanaan
lelang. Pemenang Lelang harus menyetorkan pelunasan sesuai dengan harga yang terbentuk di lelang setelah dikurangi dengan nilai jaminan lelang yang telah
disetorkan sebelumnya .
90
Setelah menerima setoran dari pemenang lelang, Bendahara KPKNL akan menyerahkan uang hasil lelang kepada bank setelah dikurangi dengan Pajak Penjual
Lelang sebesar 5 lima persen dan Bea Lelang Penjual sebesar 1 satu persen masing-masing dihitung dari nilai lelang yang terjual. Selanjutnya bank akan
memperhitungkan hasil penjualan lelang obyek jaminan debitur tersebut untuk pelunasan seluruh kewajiban debitur pada bank, yang terdiri dari utang pokok
pinjaman, bunga, denda dan biaya-biaya. Atas pelunasan ini, apabila masih terdapat .
89
Ibid
90
Ibid
Universitas Sumatera Utara
kelebihan dari hasil penjualan tersebut, maka bank harus mengembalikan kelebihan dana hasil penjualan tersebut kepada debitur
91
.
D. Pelaksanaan Parate Eksekusi melalui Balai Lelang Swasta
Peraturan yang mengatur tentang Balai Lelang adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118PMK.072005 tanggal 30 November 2005 tentang Balai
Lelang. Menurut Peraturan Menteri Keuangan tersebut, Balai Lelang adalah Perseroan Terbatas PT yang didirikan oleh swasta nasional, patungan swasta
nasional dengan swasta asing, atau patungan BUMND dengan swasta nasional asing yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan operasional usaha Balai Lelang.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut, Izin Operasional Balai Lelang diberikan dan dicabut oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.
Permohonan Izin Operasional Balai Lelang diajukan oleh Direksi secara tertulis kepada Direktur Jenderal di atas kertas bermaterai cukup dilengkapi dengan dokumen
persyaratan. Balai Lelang Swasta bergerak di bidang pelayanan jasa lelang pada umumnya dan khususnya dala lelang objek hak tanggungan yaitu jasa pralelang
danatau jasa pasca lelang sebagaimana tercantum pada Pasal 6 jo Pasal 20 UUHT. Sesuai dengan yang tercantum pada Pasal 6 UUHT bahwa apabila debitur
wanprestasi maka kreditor pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum dan
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu. Begitu debitur wanprestasi,
91
Ibid
Universitas Sumatera Utara
maka kreditor pemegang hak tanggungan diberi hak oleh UUHT untuk langsung membuat permohonan lelang kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
KPKNL dengan perantara Balai Lelang Swasta. Jadi walaupun di dalam akta pemberian hak tanggungan tercantum klausula: ”dalam hal debitur wanprestasi,
kreditor pemegang hak tanggungan berwenang menjual atas kekuasaan sendiri”
Dalam Pasal 10 ayat 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118PMK.072005 ditegaskan bahwa kegiatan usaha Balai Lelang meliputi Jasa Pralelang, Jasa
Pelaksanaan Lelang dengan Pejabat Lelang Kelas II, dan Jasa Pascalelang terhadap jenis lelang :
, namun pelaksanaan lelang eksekusi tidak boleh dilakukan sendiri oleh kreditor.
Dalam hal ini debitur akan menyerahkan penyelesaiannya kepada Balai Lelang Swasta sebagai penyelenggara lelang.
1. Lelang Non Eksekusi Sukarela,
2. Lelang aset BUMN D berbentuk persero, dan
3. Lelang aset milik bank dalam likuidasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25
Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat 2 di atas, kegiatan lelang hak tanggungan
yang dilakukan melalui Balai Lelang Swasta terlebih dahulu secara formal hukumnya harus ada kata sepakat antara Bank dengan debiturnya. Tanpa adanya kata
kesepakatan untuk menggunakan mekanisme penjualan lelang melalui Balai Lelang Swasta, debitor dapat menuntut pembatalan atas mekanisme tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Dalam praktiknya, pelaksanaan lelang melalui Balai Lelang Swasta tidaklah mudah dan cenderung membutuhkan biaya yang besar mengingat Balai Lelang
Swasta sering mendapat hambatan dalam pengosongan objek jaminan kredit bank berupa Hak Tanggungan yang telah dilelang, karena untuk memperoleh fiat
pengadilan putusan penetapan pengadilan tentang eksekusi pengosongan terlebih dahulu harus disertakan Surat Pengantar dari KPKNL, walaupun sudah ada Risalah
Lelang yang dikukuhkan oleh Pejabat Lelang Kelas II dari KPKNL ketika dilakukan lelang oleh Balai Lelang Swasta. Disamping itu, Bank juga harus memperhitungkan
besaran imbalan jasa kepada Balai Lelang Swasta, meskipun besaran imbalan jasa ini ditentukan pula dengan adanya kesepakatan namun sedikit banyaknya pastinya akan
mempengaruhi pendapatan Bank atas hasil penjualan lelang tersebut.
E. Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Medan
Undang-undang telah menyediakan lembaga parate eksekusi Hak Tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan sebagai
jalan keluar way out apabila debitur cidera janji atau wanprestasi dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada bank selaku kreditur. Akan tetapi dalam
praktiknya dilapangan masih terdapat beberapa kendala yang dialami oleh Bank Muamalat Cabang Medan dalam pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan
tersebut. Kendala ini baik yang berupa kendala yang dihadapi pada awal pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
parate eksekusi hak tanggungan, maupun kendala lain yang dihadapi oleh bank setelah pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan tersebut
92
.
Tabel 2.1 Pelaksanaan parate eksekusi pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Medan tahun 2009-2012
Tahun Pelaksanaan
Parate Eksekusi BERHASIL
GAGAL 2009
8 5
3 2010
13 7
6 2011
17 11
6 2012
7 1
6 Total
45 24
21
Sumber : Data Pembiayaan Bermasalah PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk 2009- 2012
Pada Tabel 2.1 ditampilkan data nasabah yang telah terdaftar sebagai nasabah KNLW Kewajiban Nasabah Lewat Waktu dimana nasabah tersebut tercatat sebagai
nasabah yang berkolektibiltas 3, 4 dan 5. Tahun 2009 pelaksanaan parate eksekusi dilakukan terhadap 8 delapan aset nasabah, dengan hasil 5 lima aset nasabah yang
berhasil dan 3 tiga gagal dilakukan parate eksekusi. Pada 2010, dengan jumlah 13 tiga belas aset nasabah, yang berhasil hanya 7 tujuh aset nasabah. Pada tahun
2011, parate eksekusi berhasil dilaksanakan terhadap 11 sebelas aset nasabah dari total 17 tujuh belas aset. Tahun 2012 yang berhasil hanya 1 satu aset nasabah dari
total 7 tujuh aset. Dalam periode tahun 2009-2012 terdapat 21 pelaksanaan parate eksekusi yang
mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut antara lain disebabkan oleh berbagai
92
Data berdasarkan hasil wawancara dengan Head of Unit RemedialPembiayaan Bermasalah Bpk Hardiman pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. pada tanggal 8 April 2013
Universitas Sumatera Utara
macam masalah seperti aset yang sulit dijual, aset yang tidak dapat dikosongkan karena tetap ditempati oleh debitur, dan adanya gugatan yang diajukan kepada Bank
Muamalat. Adapun beberapa kendala yang dihadapi oleh Bank Muamalat dalam
pelaksanaan parate eksekusi adalah : 1.
Adanya perlawanan dari Debitur Dalam periode tahun 2009-2012 terdapat 9 sembilan gugatan yang diajukan
kepada Bank Muamalat Cabang Medan. Diantara sejumlah gugatan tersebut, beberapa diantaranya dilakukan oleh debitur sebelum pelaksanaan eksekusi hak
tanggungan dilakukan. Materi gugatan yang diajukan oleh debitur atau pihak ketiga biasanya mengenai jumlah hutang yang dianggap tidak jelastidak pasti,
adanya kesalahan dalam Pengikatan Jaminan atau Perjanjian pembiayaan, objek tanah dan bangunan dimiliki oleh pihak ketiga, hingga materi mengenai harta
bersama atau harta warisan. Atas adanya gugatan tersebut, pihak KPKNL biasanya akan melakukan penundaan atau bahkan menolak permohonan lelang eksekusi
yang diajukan oleh bank apabila terdapat gugatan dari debitur atau pihak ketiga yang masih belum diselesaikan sehubungan dengan tanah dan atau bangunan yang
akan menjadi objek lelang eksekusi Hak Tanggungan. Sikap konservatif KPKNL seperti ini didasarkan pada pengalaman dilapangan yang mereka alami dimana
seringkali Pejabat Lelang KPKNL yang melaksanakan lelang eksekusi atas tanah dan bangunan yang dimohonkan oleh bank, dijadikan sebagai salah satu pihak
Tergugat dalam gugatan yang dilakukan oleh debitur, dan atau akan direpotkan
Universitas Sumatera Utara
oleh pemanggilan dari Pihak Kepolisian atau Penyidik manakala debitur membawa permasalahan tersebut ke ruang lingkup pidana melalui suatu laporan
polisi
93
Dalam mengatasi gugatan tersebut Bank Muamalat Cabang Medan menjawab gugatan tersebut dengan melakukan perlawanan dengan mengikuti proses beracara
dalam peradilan perdata pada umumnya. Dimana akhirnya gugatan yang diajukan debitur kepada Bank Muamalat Cabang Medan berakhir pada proses duplik
maupun jawaban gugatan. Hal ini dikarenakan debitur maupun kuasa hukumnya kurang cermat dalam melihat ataupun membaca akad pembiayaan yang telah
disepakati oleh pihak debitur dengan Bank Muamalat Cabang Medan. Sebagaimana dalam akad pembiayaan tersebut disebutkan dan dibacakan oleh
Notaris pada saat melakukan pengikatan pembiayaan, bahwa pada Pasal penyelesaian sengketa terdapat klausul “Apabila terjadi sengketa atau konflik
antara Bank dengan Nasabah maka diselesaikan secara musyawarah dan apabila tidak ditemukan kata mufakat maka dapat diselesaikan melalui Badan Arbitrase
Nasional Basyarnas yang putusannya bersifat final dan binding”. Akan tetapi, pihak debitur mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri sehingga secara
aturan hukum Hakim dapat membatalkan gugatan tersebut berkenaan dengan kompetensi absolut pelaksanaan gugatan.
2. Sulitnya mencari pembeli lelang
93
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Pada periode tahun 2009-2012 terdapat 12 dua belas aset yang yang gagal dilakukan parate eksekusi disebabkan oleh sulitnya mencari pembeli lelang atas tanah
dan bangunan yang menjadi obyek lelang eksekusi tersebut. Tidak semua masyarakat mengerti dan mengetahui mekanisme pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan.
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan terjadi permasalahan kepemilikan atas tanah dan bangunan yang dibeli melalui lelang tersebut, misalnya
adanya gugatan dari debitur atau pemilik lama tanah dan bangunan tersebut yang tidak dapat menerima dilakukannya lelang eksekusi atas tanah dan bangunan
miliknya. Kekhawatiran masyarakat juga timbul saat obyek tanah dan bangunan yang dilelang tersebut secara fisik masih berada dalam penguasaan debitur atau pihak
ketiga lainnya. Meskipun pembeli lelang dapat mengajukan pengosongan tanah dan bangunan tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 200 ayat 11 HIR, namun pihak
Pengadilan Negeri umumnya tidak dapat menerima Permohonan Pengosongan atas tanah dan bangunan yang dibeli melalui lelang parate eksekusi hak tanggungan.
Pihak pengadilan hanya menerima permohonan pengosongan atas tanah dan bangunan yang dibeli oleh Pihak Pembeli melalui lelang eksekusi yang dilaksanakan
fiat pengadilan melalui Pengadilan Negeri. Beberapa pengadilan negeri bahkan berpendapat bahwa pengosongan tanah dan bangunan yang diperoleh dari lelang
eksekusi hak tanggungan harus dilakukan melalui mekanisme gugatan terlebih dahulu oleh pemohonpemenang lelang. Kalaupun permohonan pengosongan berdasarkan
Pasal 200 ayat 11 HIR tersebut diterima oleh Pengadilan Negeri, pemenang lelang akan menanggung seluruh biaya yang ditimbulkan sehubungan dengan proses
Universitas Sumatera Utara
pengosongan tersebut. Semakin sulit kondisi lapangan untuk melakukan proses pengosongan, maka semakin besar pula biaya pengosongan yang harus dikeluarkan
oleh pemenang lelang. Hal ini menjadi suatu pertimbangan khusus bagi masyarakat untuk berfikir berulang kali ketika hendak membeli tanah dan atau bangunan melalui
lelang eksekusi Hak Tanggungan
94
Terhadap aset yang sulit untuk dijual tersebut, Bank Muamalat Cabang Medan melakukan pendekatan persuasif kembali kepada debitur agar debitur dapat
memberikan kuasa jual dan pengakuan utang secara notariel. Hal ini akan memudahkan Bank Muamalat Cabang Medan untuk dapat melakukan penjualan aset
secara bawah tangan. Selain itu Bank Muamalat Cabang Medan juga melakukan hapus buku write off terhadap utang debitur sehingga dalam catatan Bank Muamalat
utang tersebut telah lunas namun tidak hapus tagih. Tindakan ini wajib mendapatkan persetujuan dari dewan direksi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
.
95
.
94
Hasil Wawancara dengan Advokat Syafrinal, SH pada Kantor Hukum Hasrul Benny Harahap, tanggal 10 April 2013
95
Hasil Wawancara dengan Head Remedial Bpk Hardiman Bagian Pembiayaan Bermasalah Bank Muamalat Cabang Medan, tanggal 8 April 2013
Universitas Sumatera Utara
BAB III KEKUATAN EKSEKUTORIAL HAK TANGGUNGAN YANG DILAKUKAN
SECARA EKSEKUSI MELALUI PENGADILAN NEGERI PADA PRAKTEK YANG DILAKUKAN PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, TBK
CABANG MEDAN
A. Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Pengadilan Negeri
1. Pengertian Eksekusi