keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan keadilan hukum yang bersifat ilmiah.
Sehingga tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi 1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir – butir pendapat, teori, tesis, penulis mengenai sesuatu ataupun permasalahan, problem, yang mana
bagi pembaca menjadi bahan perbandingan pasangan teori, yang mungkin disetujui maupun tidak disetujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi si pembaca.
17
Teori Hukum merupakan ilmu yang sangat luas. Cakupan ilmu hukum tidak terbatas hanya pada lingkup hukum, norma, perundang-undangan semata tapi
meliputi aspek antropologi, kultur, sosial, ideologi dan politik. Cakupan yang relatif luas mengindikasikan bahwa hukum tidak dapat mudah dimengerti baik definisi
maupun substansinya. Namun demikian, menekuni pembelajaran ilmu hukum signifikan untuk menambah pemahaman dalam berhukum. Perjalanan teori hukum itu
sendiri sudah cukup lama, bahkan untuk konteks Indonesia, teori hukum itu sudah ada sebelum adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun teori-teori
hukum sudah sangat lama, namun keberadaannya dalam hukum dan terutama pembelajaran ilmu hukum masih sangat relevan. Beberapa teori hukum yang masih
17
J. J. H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Dialihkan Bahasakan Oleh Arief Sidharta, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999, halaman 4
Universitas Sumatera Utara
menarik untuk didalami antara lain aliran-aliran Yunani, Romawi, Natural, Positivisme.
18
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Positivisme Yuridis. Teori ini mengakui bahwa keberadaan hukum berdampingan dengan aturan-aturan
moral, bahkan hubungan antara hukum dengan aturan serta patokan moral merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan masyarakat. Teori Positivisme Yuridis
memandang hukum positif sebagai suatu gejala tersendiri, yaitu sebagai satu-satunya hukum tata hukum yang dapat diterima dan dipastikan kenyataannya.
19
Tujuannya adalah untuk melihat sistem dari hukum jaminan itu sendiri dimana sistem sebagai entitas yang mana hukum jaminan dilihat sebagai suatu kumpulan, asas-asas
hukum, ataupun kumpulan norma-norma yang membangun tertib hukum jaminan itu sendiri. Tata tertib hukum jaminan yang dimaksud adalah hukum jaminan kebendaan
yang lebih dikhususkan dalam Hak Tanggungan. Hak Tanggungan merupakan subsistem dari sistem hukum jaminan kebendaan yang menurut asas-asas hukum Hak
Tanggungan yang diatur dalam hukum positif yaitu pada Undang-Undang Hak Tanggungan No.4 tahun 1996.
20
Hukum Jaminan dilihat sebagai kumpulan asas-asas hukum atau kumpulan norma yang membangun tertib Hukum Jaminan. Tertib hukum jaminan yang
18
Teori Stufenbau di Indonesia. 2011. http:ubharalawhukum.blogspot.com di akses 5 februari 2013
19
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Jakarta : Konstitusi Press, 2012, halaman 9
20
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Jaminan. Bandung : CV. Mandar Maju, 2009, halaman 12
Universitas Sumatera Utara
dimaksud di atas adalah Hukum Jaminan Kebendaan. Hak Tanggungan merupakan sub sistem dari sistem Hukum Jaminan Kebendaan yang menurut asas-asas hukum
Hak Tanggungan yang diatur dalam Hukum Positif yaitu Undang-Undang No. 41996.
21
Asas atau prinsip dapat diartikan merupakan suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum yang dapat dijadikan pedoman pemikiran dan tindakan. Asas-
asas muncul dari hasil penelitian dan tindakan. Asas sifatnya permanen, umum dan setiap ilmu pengetahuan memiliki asas yang mencerminkan “intisari” kebenaran-
kebenaran dasar dalam bidang ilmu tersebut. Asas adalah dasar tapi bukan suatu yang absolut atau mutlak. Artinya penerapan asas harus memperbangkan keadaan-keadaan
khusus dan keadaan yang berubah-ubah.
22
Selanjutnya yang dimaksud dengan Norma adalah dari segi bahasa Norma berasal dari bahasa inggris yakni norm. Dalam kamus oxford norm berarti usual or
expected way of behaving.
23
21
Ibid
yaitu norma umum yang berisi bagaimana cara berperilaku. Norma adalah patokan perilaku dalam satu kelompok tertentu, norma
memungkinkan sesorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang lain, norma juga merupakan kriteria bagi orang lain untuk
mendukung atau menolak perilaku seseorang.
22
Malayu S.P Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah Jakarta: Bumi Aksara, 2006, halaman 9
23
Kamus Bahasa Inggris Oxford, 2008, halaman 297
Universitas Sumatera Utara
Norma juga merupakan sesuatu yang mengikat dalam sebuah kelompok masyarakat, yang pada keselanjutannya disebut norma sosial, karena menjaga hubungan dalam
bermasyarakat. Norma pada dasarnya adalah bagian dari kebudayaan, karena awal dari sebuah budaya itu sendiri adalah intraksi antara manusia pada kelompok tertentu
yang nantinya akan menghasilkan sesuatu yang disebut norma. Sehingga kita akan menemukan definisi dari budaya itu seperti ini; budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
24
Ada pula yang mengartikan norma sebagai nilai karena norma merupakan konkretasi dari nilai. Norma adalah perwujudan dari nilai karena setiap norma pasti terkandung
nilai di dalamnya, nilai sekaligus menjadi sumber bagi norma. Tanpa ada nilai tidak mungkin terwujud norma. Sebaliknya, tanpa dibuatkan norma maka nilai yang
hendak di jalankan itu mustahil terwujud. Norma di bagi menjadi dua yaitu norma yang datang dari Tuhan dan norma yang dibuat oleh manusia. Norma yang pertama di
sebut norma agama sedang yang kedua di sebut norma sosial, meskipun pada dasarnya keduanya dalam orientasi yang sama, yakni mengatur kehidupan manusia
agar menjadi manusia yang berbudaya dan beradab.
25
Norma hukum merupakan aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa
24
Stewart L. Tubbs dan Sylvia moss, Human comunication: Principles and Context . London : McGraw-Hill, 2005, halaman 237
25
Herimanto dan Winarmo. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta : Bumi Aksara, 2010, halaman 130
Universitas Sumatera Utara
orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik
dipenjara, hukuman mati.
26
Pasal-pasal dalam Undang-Undang Hak Tanggungan menjadi tatanan yang berhubungan satu sama lain yang mana hal itu sebagai tujuan yang melengkapi aturan
dari Undang-Undang Hak Tanggungan itu.
27
Ada beberapa asas dari Hak Tanggungan yang perlu dipahami untuk membedakan Hak Tanggungan dari jenis jaminan utang yang lain. Asas- asas Hak
Tanggungan tersebut adalah
28
a. Memberikan kedudukan yang diutamakan Preferent bagi kreditor Pemegang Hak
Tanggungan. Hal ini berarti bahwa kreditor pemegang hak tanggungan mempunyai hak di dahulukan di dalam mendapatkan pelunasan atas piutangnya
dari pada kreditor-kreditor lainnya atas hasil penjualan benda yang dibebani hak tanggungan tersebut;
:
b. Selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada artinya
benda-benda yang dijadikan objek hak tanggungan itu tetap terbebani hak tanggungan walau di tangan siapapun benda itu berada. Jadi meskipun hak atas
tanah yang menjadi objek hak tanggungan tersebut telah beralih atau berpindah-
26
Ibid
27
Ibid
28
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda- benda yang berkaitan dengan tanah
Universitas Sumatera Utara
pindah kepada orang lain, namun hak tanggungan yang ada tetap melekat pada objek tersebut dan tetap mempunyai kekuatan mengikat.
29
c. Memenuhi Asas Spesialitas dan Publisitas. Asas Spesialitas maksudnya wajib
dicantumkan berapa yang dijamin serta benda yang dijadikan jaminan, juga identitas dan domisili pemegang dan pemberi Hak Tanggungan yang wajib
dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Asas Publisitas maksudnya wajib dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dan wajib
didaftarkan pada Kantor Pertanahan. d.
Asas Droit de Suite yang memiliki arti Asas berdasarkan hak suatu kebendaan seseorang yang berhak terhadap benda itu mempunyai kekuasaanwewenang untuk
mempertahankan atau menggugat bendanya dari tangan siapapun juga atau dimanapun benda itu berada.
e. Asas droit de preference yang memiliki arti Keistimewaan yang bersangkutan
dengan hasil penjualan tanah yang dijadikan jaminan, dalam hubungannya dengan kreditur-kreditur lain yang tidak mempunyai hak yang lebih mendahulu.
f. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya, artinya dapat di eksekusi seperti
putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan pasti.
30
Asas-asas dari Hak Tanggungan di dalam UUHT meliputi :
29
Sutan Remy Sjahdani,,op. cit, hal. 15
30
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Jakarta: Djambatan, 1997, halaman. 15, 38
Universitas Sumatera Utara
a. Asas publisitas ini dapat diketahui dari Pasal 13 ayat 1 UUHT yang
menegaskan bahwa : “Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan”. Pendaftaran Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk
lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan tersebut terhadap pihak ketiga.
b. Asas spesialitas ini dapat diketahui dari Penjelasan Pasal 11 ayat 1 yang
menyatakan bahwa : “ketentuan ini menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT. Tidak dicantumkannya secara
lengkap hal-hal yang disebut dalam APHT mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum”. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi
asas spesialitas dari Hak Tanggungan, baik mengenai subjek, objek maupun utang yang dijamin
c. Asas tidak dapat dibagi-bagi ditegaskan dalam Pasal 2 ayat 1, bahwa Hak
Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam APHT sebagaimana dimaksud pada ayat 2
31
Setelah menunggu selama 34 tahun sejak Undang-undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria UUPA menjanjikan akan adanya
Undang-undang tentang Hak Tanggungan. Undang-undang No.4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah telah
disahkan pada tanggal 9 April 1996. Singkatan resmi dari nama Undang-undang
31
Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT Semarang : Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2002, halaman 55
Universitas Sumatera Utara
tersebut adalah “Undang-Undang Hak Tanggungan” UUHT. Dengan telah diundangkannya UUHT tersebut, terwujudlah sudah unifikasi hukum tanah nasional.
Lembaga Hak Tanggungan yang diatur oleh Undang-Undang ini adalah dimaksudkan sebagai pengganti dari Hypotheek selanjutnya disebut dengan hipotik sebagaimana
diatur dalam buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan Creditverband yang diatur dalam staastblad 1908-542
sebagaimana telah diubah dengan staatsblad 1937-190, yang berdasarkan pasal 57 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agararia
UUPA, masih diberlakukan sementara sampai dengan terbentuknya Undang-undang tentang Hak Tanggungan tersebut.
32
Selanjutnya Norma Hukum dari Hak tanggungan ini di dalam beberapa pasal juga mengatur perihal eksekusi hak tanggungan yang sebelumnya pernah menjadi
obyek Putusan Mahkamah Agung No. 3201 sebagaimana disebut di atas. Dengan demikian dalam praktek hukum terdapat dua norma hukum yang dapat dijadikan
sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan eksekusi hak tanggungan tersebut. Di satu sisi mengatur pelaksanaan eksekusi hak tanggungan harus melalui Ketua Pengadilan,
di sisi lain pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dapat dilaksanakan atas kekuasaan sendiri tanpa melalui Ketua Pengadilan sebagaimana disebut dalam Pasal 6 UUHT’.
33
Pasal 6 UUHT secara jelas menyebutkan bahwa:
32
St. Remy Syahdeny, op.cit, hlm. 1-2
33
Taufiqurrohman Syahuri, Hukum Konstitusi Hukum Konstitusi Proses dan Prosedur erubahan UUD Di Indonesia 1945-2002 Serta Perbandingannya Dengan Konstitusi Negara Lain di
Dunia.. Bogor : Ghalia Indonesia, 2004, halaman 15
Universitas Sumatera Utara
“Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri
melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”.
Memperhatikan bunyi Pasal 6 di atas, dapat ditarik beberapa unsur sebagai berikut:
a. Debitor cidera janji;
b. Hak menjual obyek hak tanggungan ditangan Pemegang Hak tanggungan Pertama;
c. Penjualan obyek melalui pelelangan;
d. Hak mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan
Dengan demikian apabila unsur a terbuktiterpenuhi, maka pemegang hak tanggungan berhak menjual obyek hak tanggungan asalkan dilakukan melalui
pelelangan. Pemegang hak tanggungan juga berhak mengambil bagian dari hasil penjualannya itu untuk memenuhi membayar pelunasan hutangnya pihak pemberi hak
tanggungan. Untuk memiliki kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tersebut maka dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT dicantumkan janji
sebagaimana diperintahkan dalam 11ayat 2 e yang berbunyi : “Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji- janji, antara lain
janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji”
Universitas Sumatera Utara
Pemberian kewenangan untuk menjual sendiri atas obyek hak tanggungan melalui pelelangan ini sesuai dengan tujuan dikeluarkannya UUHT. Penjelasan
umum UUHT angka 9 menyatakan: Salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam
pelaksanaan eksekusinya, jika debitor cidera janji. Walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang
perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-Undang ini, yaitu yang mengatur lembaga parate eksekusi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia yang Diperbarui Het Herziene Indonesisch Reglement dan Pasal 258 Reglemen Acara Hukum Untuk
Daerah Luar Jawa dan Madura Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura. Sehubungan dengan itu pada sertipikat Hak
Tanggungan, yang berfungsi sebagai surat-tanda-bukti adanya Hak Tanggungan, dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANANYANG MAHA ESA”, untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mernpunyai kekuatan hukum tetap.
Selain itu sertifikat hak tanggungan tersebut dinyatakan sebagai pengganti grosse acte Hypotheek, yang untuk eksekusi Hypotheek atas tanah ditetapkan sebagai syarat
dalam melaksanakan ketentuan pasal-pasal kedua Reglemen di atas. Agar ada kesatuan pengertian dan kepastian mengenai penggunaan ketentuan-ketentuan
tersebut, ditegaskan lebih lanjut dalam Undang-Undang ini, bahwa selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, peraturan mengenai eksekusi
Hypotheek yang diatur dalam kedua Reglemen tersebut, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.
34
Disamping itu Undang-undang Hak Tanggungan juga memiliki sifat yang mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada. Hal ini tercantum
dalam UUHT pasal 7 yang berbunyi : “Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangansiapa pun obyek tersebut
berada”. Selanjutnya terdapat aturan bahwa yang memberikan Hak Tanggungan adalah
orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan perbuatan hukum terhadap
34
Penjelasan Umum Undang-Undang Hak Tanggungan Angka 9
Universitas Sumatera Utara
objek Hak Tanggungan, hal tersebut tercantum dalam UUHT pasal 8 ayat 1 yang berbunyi :
“Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak
Tanggungan yang bersangkutan” Selain itu Hak Tanggungan juga memiliki jangka waktu pendaftaran setelah
Akta Pemberian Hak Tanggungan ditandatangani, hal ini tercantum dalam UUHT pasal 13 ayat 2 yang berbunyi :
“Selambat-lambatnya 7 tujuh hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 2, PPAT wajib
mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan”.
Di dalam aturan Undang-Undang Hak Tanggungan sendiri dalam hal melakukan eksekusi hak tanggungan secara tegas mengatur hal tersebut dalam pasal
20 ayat 1 huruf a dan b yang berbunyi : “a hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau b titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2, obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.”
Universitas Sumatera Utara
Salim HS juga mengemukakan dalam Hak Tanggungan juga dapat dikelompokkan aturan sebagai berikut
35
a. mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditor pemegang Hak
Tanggungan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996; :
b. tidak dapat dibagi-bagi Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996;
c. hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada Pasal 2 ayat 2 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996; d.
dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut Pasal 4 ayat 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996;
e. dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada
di kemudian hari Pasal 4 ayat 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Dengan syarat diperjanjikan secara tegas;
f. sifat perjanjian adalah tambahan accesoir Pasal 10 ayat 1, Pasal 18 ayat 1
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996; g.
dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada Pasal 3 ayat 1 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996;
h. dapat menjamin lebih dari satu utang Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996; i.
mengikuti objek dalam tangan siapa pun objek itu berada Pasal 7 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996;
35
Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2012, halaman 102-103.
Universitas Sumatera Utara
j. tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan;
k. hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu Pasal 8, Pasal 11 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996; l.
wajib didaftarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996; m.
pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti; n.
dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu Pasal 11 ayat 2 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996.
Walaupun tidak disebutkan secara tegas, tetapi mengingat Hak Tanggungan merupakan bagian dari pengaturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria vide Pasal 51 juncto Pasal 57 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka
bisa disimpulkan, bahwa hak-hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan sebagaimana disebut diatas adalah hak-hak atas tanah menurut Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
36
“Hak tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada dan yang akan ada yang merupakan satu
kesatuan dengan tanahnya, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam akta pemberian hak
tanggungan yang bersangkutan.” Disamping
itu, menurut Pasal 4 ayat 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
berbunyi:
36
Irma Devita Purnamasari, op.cit, hlm. 42
Universitas Sumatera Utara
Jadi selain tanah, bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanahnya dapat dijadikan objek hak tanggungan. Perhatikan baik-
baik syarat “merupakan satu-kesatuan” dengan tanahnya. Namun, perlu diperhatikan dengan baik bahwa penyebutannya adalah: “juga dapat dibebankan “pada hak atas
tanah....”, dari cara penyebutan mana kita tahu bahwa bangunan, tanaman dan hasil karya itu hanya bisa menjadi objek hak tanggungan kalau tanah diatas mana
bangunan itu berdiri, tanaman itu tumbuh dan hasil karya itu berada juga dijaminkan dengan Hak Tanggungan. Benda-benda di luar tanah, yang disebutkan dalam Pasal 4
ayat 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah tidak bisa dijaminkan dengan
Hak Tanggungan terlepas dari tanahnya.
37
Penyebutan “yang merupakan satu-kesatuan dengan tanah tersebut” mengingatkan kita pada syarat “dipersatukan secara permanen atau nagelvast” dan
“dengan akar tertancap dalam tanah atau wortelvast” pada hipotik. Jadi, walaupun Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
menganut asas hukum adat dan karenanya menganut asas pemisahan horisontal, namun disini di syaratkan harus merupakan satu-kesatuan dengan tanahnya.
38
Dapat dibayangkan apa yang menjadi satu-kesatuan dengan tanah adalah apa yang berada di atas tanah, maka menurut penjelasan Pasal 4 ayat 4 Undang-Undang
37
Sudaryanto.W. “Pokok-pokok Kebijaksanaan Undang-Undang Hak Tanggungan” Seminar Nasional Undang-Undang Hak Tanggungan, Tanggal 10 April 1996. Jakarta : Fakultas Hukum
Universitas Trisakti, 1996, halaman 7
38
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 5
Universitas Sumatera Utara
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ternyata meliputi juga bangunan yang ada di
permukaan tanah, seperti basement. Jadi, yang ada di bawah tanah hanya meliputi bangunan, atau bagian dari bangunan, yang ada di bawah tanah, dan ada
hubungannya dengan tanah yang ada di atasnya. Tambang dan mineral tidak termasuk didalamnya.
Sudikno Mertokusumo mengatakan ada tiga macam eksekusi yang dikenal oleh hukum secara perdata yaitu:
39
1. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 197 HIR dan seterusnya dimana seorang dihukum untuk membayar sejumlah uang.
2. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR, dimana seorang dihukum untuk melaksanakan suatu perbuatan.
3. Eksekusi pembayaran uang, yang dalam praktik banyak dilakukan akan tetapi tidak diatur dalam HIR.
Eksekusi yang diatur dalam pasal 197 HIR dan seterusnya dimana seorang di hukum untuk membayar sejumlah uang. Apabila seseorang enggan untuk dengan
sukarela memenuhi bunyi putusan dimana ia dihukum untuk membayar sejumlah uang, maka apabila sebelum putusan dijatuhkan telah dilakukan sita jaminan, maka
sita jaminan itu setelah dinyatakan sah dan berharga menjadi sita eksekutorial. Kemudian eksekusi dilakukan dengan cara melelang barang milik orang yang
dikalahkan, sehingga mencukupi jumlah yang harus dibayar menurut putusan hakim dan ditambah semua biaya sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut. Apabila
sebelumnya belum dilakukan sita jaminan, maka eksekusi dilanjutkan dengan menyita sekian banyak barang-barang bergerak, apabila tidak cukup juga barang-
39
Ibid
Universitas Sumatera Utara
barang tidak bergerak milik pihak yang dikalahkan sehingga cukup untuk membayar jumlah uang yang harus dibayar menurut putusan beserta biaya-biaya pelaksanaan
putusan tersebut. Penyitaan yang dilakukan ini disebut sita eksekutorial. Eksekusi yang diatur dalam pasal 225 HIR, dimana seorang dihukum untuk
melaksanakan suatu perbuatan. Pasal 225 HIR mengatur tentang beberapa hal mengadili perkara yang istimewa. Apabila seseorang dihukum untuk melakukan
suatu pekerjaan tertentu tetapi ia tidak mau melakukannya maka hakim tidak dapat memaksa terhukum untuk melakukan pekerjaan tersebut, akan tetapi hakim dapat
menilai perbuatan tergugat dalam jumlah uang, lalu tergugat dihukum untuk membayar sejumlah uang untuk mengganti pekerjaan yang harus dilakukannya
berdasarkan putusan hakim terdahulu. Eksekusi rill yang dilakukan melalui eksekusi pembayaran sejumlah uang
tidak hanya didasarkan pada putusan pengadilan saja, tetapi dapat juga didasarkan pada bentuk akta tertentu yang oleh Undang-Undang ”disamakan” nilainya dengan
putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pembayaran sejumlah uang, antara lain berupa
40
a. Grosse Akta Pengakuan Hutang;
:
b. Grosse Akta Hipotek;
c. Creditverband;
40
M. Yahya Harahap, Ruang lingkup Permasalahan eksekusi bidang perdata, Edisi ke 2 Jakarta`: Sinar Grafika, 2006, halaman 26
Universitas Sumatera Utara
d. Hak Tanggungan HT;
e. Jaminan Fidusia
Hak Tanggungan di dalam UUHT tidaklah dibangun dari suatu yang belum ada. Hak Tanggungan dibangun dengan mengambil alih atau mengacu asas-asas dan
ketentuan-ketentuan pokok dari hipotik yang diatur oleh KUHPerdata. Oleh karena itu, dalam penelitian ini disamping menyajikan asas-asas dan ketentuan-ketentuan
pokok dari Hak Tanggungan menurut UUHT, juga dilakukan perbandingan asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok dari Hak Tanggungan tersebut dengan asas-asas dan
ketentuan-ketentuan pokok dari hipotik yang diatur dalam KUHPerdata. Bila kedua lembaga jaminan ini dibandingkan, banyak asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok
dari hipotik yang diambil alih atau ditiru dari hipotik. Namun, ada pula asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok Hak Tanggungan yang berbeda. Bahkan, ada asas-asas
dan ketentuan-ketentuan pokok dari Hak Tanggungan yang baru yang tidak terdapat di dalam Hipotik.
41
Dalam ketentuan hukum perdata dinyatakan bahwa suatu benda yaitu segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang, memberikan hak kebendaan zakelijke recht
yaitu suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Hak kebendaan ini kemudian memberikan 2
dua fungsi kepada pihak yang memilikinya sesuai dengan sifat yang dimiliki benda tersebut, yaitu hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Lembaga hak
41
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 5
Universitas Sumatera Utara
tanggungan merupakan salah satu dari hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan.
42
Di sisi lain kedudukan preferensi hak tanggungan, secara jelas diatur dalam Pasal 5 UUHT, bahwa peringkat masing-masing hak tanggungan ditentukan tanggal
pendaftaran hak tanggungan tersebut. Kemudian dalam Pasal 7 UUHT hak kebendaan droite de suite secara tegas dinyatakan bahwa hak tanggungan tetap mengikuti
objeknya dalam tangan siapapun.
43
Pemberian pembiayaan selalu meminta jaminan dari debitor, jaminan yang dimaksud adalah keyakinan kreditor atas kemampuan debitor untuk melunasi
utangnya. Keyakinan tersebut diperoleh setelah kreditor menilai watak character, kemampuan capacity, modal capital, agunan collateral dan prospek usaha dari
debitor condition of economy. Seringkali kreditor tidak saja memegang agunan pokok yaitu barang yang dibiayai dengan pembiayaan bank, tetapi juga meminta
agunan tambahan dari debitor berupa barang yang tidak dibiayai oleh pembiayaan yang diikat secara hukum. Konsekuensinya jika pembiayaannya macet, maka kreditor
dapat memperoleh prioritas pengembalian dananya dengan mencairkan melelang agunan yang diberikan nasabah.
44
42
R.Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan Ke-24 Jakarta : Intermarsa, 1992,
halaman 60
43
St. Remy Syahdeny, op.cit, hlm. 22
44
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Jakarta : Program Pasca Sarjana, FH UI, 2002, halaman. 30
Universitas Sumatera Utara
2. Kerangka Konsepsi
Konsepsi berasal dari bahasa latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berpikir, daya berpikir khususnya penalaran dan
pertimbangan.
45
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi adalah pendapat, pangkalan pendapat. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa
sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.
46
Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil
penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut: Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan
pengertian atau penafsiran mendua dubius dari suatu istilah yang dipakai.
a. Eksekusi adalah melaksanakan secara paksa upaya hukum paksa putusan
Pengadilan dengan bantuan kekuatan umum.
47
b. Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam UUPA berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, pelunasan hutang tertentu, yang
45
Komarudin dan Yola Tjuparman, Komardudin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah Jakarta : Bumi Aksara, 2000, halaman 122
46
Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fudicia, Suatu Tinjauan Keputusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan : PPS USU, halaman 35
47
M. Yahya Harahap, Op. cit, halaman 1
Universitas Sumatera Utara