Telah diuji pada Tanggal : 04 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Dr. Marpongahtun, M.Sc
Anggota :
1. Saharman Ghea, SSi, MSi, PhD 2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D
3. Prof. Dr. Thamrin, MSc 4. Dr. Jamahir Gultom
5. Prof. Dr. Yunazar Manjang
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Medan Sumatera Utara pada tanggal 12 Juli 1971, anak kedua dari Bapak Syaifuddin Lubis alm dan Ibu Ida Herawati Egon almh.
Penulis menimba ilmu di TK Tunas Gadjah Mada Medan pada tahun 1977-1978. Melanjutkan pendidikan di SD Inpres 066057 Medan pada Tahun 1978-1984, SMP W.R.
SUPRATMAN 1 Medan pada tahun 1984-1987, dan di Sekolah Menengah Analis Kesehatan Depkes RI Medan pada tahun 1987-1990. Kemudian melanjutkan jenjang
perkuliahan di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 1990-1999. Lalu melanjutkan kembali
pendidikan pada program Magister Ilmu Kimia di Universitas Sumatera Utara 2011-2013.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
penelitian tesis ini. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Sumatera
Utara c.q Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Utara yang memberikan beasiswa kepada saya sebagai Mahasiswa Program Magister Kimia di Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara. Dengan selesainya tesis ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, M.Sc
CTM, Sp.AK atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk menyelesaikan pendidikan program magister.
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi Magister Kimia Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D atas kesempatan yang
diberikan kepada saya untuk menjadi mahasiswa Program Magister Kimia di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Bapak Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk menyelesaikan
penelitian tesis ini. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi
– tingginya ditujukan kepada : 1. Dr. Marpongahtun, MSc selaku pembimbing utama dan Saharman Gea, SSi, MSi,
Ph.D, selaku anggota komisi pembimbing yang setiap saat dengan penuh perhatian memberikan bimbingan, motivasi dan saran dalam penyusunan tesis ini.
2. Kepala dan Staf Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU, Manager dan Staf PTPN III, khususnya Staf Laboratorium Bapak Sugimin dan Bapak Dhani, beserta asisten
atas fasilitas dan sarana yang diberikan. 3. BapakIbu Dosen Pascasarjana Program Studi Kimia yang telah membimbing dan
memotivasi saya sampai selesainya tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
4. Rekan –rekan Mahasiswa Magister Kimia S-2 Guru dan regular Angkatan 2011, dan
Kak Leli di Sekretariat Program Studi Magister Kimia yang telah banyak membantu dalam memberikan motivasi, saran selama menjalankan perkuliahan dan penelitian.
5. Keluarga tercinta: Alm. Papa Syaifuddin Lubis dan Almh. Ibunda Ida Herawati Egon, Alm. Papa Zainal Mudni dan Umak Arifah sebagai sumber motivasi terbesar
ananda dalam menyelesaikan perkuliahan, penelitian dan penulisan tesis ini. 6. Akhirnya saya mengucapkan terima kasih kepada Suami Tercinta Zainal Arif, S.Ag;
bintang-bintang kecil yang selalu berkilau indah di hati kami: Izzati Fadhilah, M. Zulhadi Asshiddiqi, Athifah Yumna, M. Zaky Aula dengan kasih sayang, cinta,
kesabaran, pengertian, doa restu dan dorongan sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan Magister Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara. Serta seluruh sahabat yang tak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
mendoakan saya, saya ucapkan terima kasih. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan
kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Hormat Penulis
FITHRI INDAWAHYUNI
Universitas Sumatera Utara
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOKOMPOSIT KARET ALAMORGANOBENTONIT MENGGUNAKAN
CETILTRIMETILAMONIUM BROMIDA, POLIETILEN GLIKOL DAN SODIUM DODESIL SULFAT SEBAGAI
PEMODIFIKASI PERMUKAAN ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan dan karakterisasi nanokomposit karet alamorganobentonit. Bentonit diisolasi dari clay yang berasal dari Kabupaten Benar
Meriah, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dimodifikasi secara organik dengan menggunakan CTAB, SDS dan PEG sebagai surfaktan kationik, anionik dan non-
ionik, dengan konsentrasi 2,5 M. Bentonit yang dimodifikasi ditambahkan ke dalam karet alam yang sudah dimastikasi , dengan perbandingan 1, 3, 5, 7 dan 9 phr
menggunakan two-roll mill pada temperatur kamar selama 11 menit. Untuk karakterisasi yang meliputi uji tarik, struktur, termal dan permukaan, produk dicetak
tekan pada 50 kN suhu 150
o
C selama 15 menit. Khusus untuk uji tarik, sampel dibuat dengan standard ASTM D635 Tipe-V. Berdasarkan hasil yang didapat dari uji tarik
dan stabilitas termal, sifat mekanik nanokomposit karet alamorganobentonit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan nanokomposit karet alambentonit
tanpa modifikasi. Nanokomposit karet alamorganobentonit PEG mulai mengalami kehilangan berat 5 pada suhu 13,44
o
C dan 10 pada suhu 12,73
o
C sehingga stabilitas termalnya meningkat jika dibandingkan dengan nanokomposit karet
alamorganobentonit mulai mengalami kehilangan berat 5 pada suhu 10,12
o
C dan 10 pada suhu 9,59
o
C. Spektra 2 Ɵ dari XRD menunjukkan pertambahan jarak antar
lapis bentonit. . Uji morfologi dengan SEM menunjukkan penyebaran yang merata pada nanokomposit karet alambentonit yang dimodifikasi dengan PEG.
Kata kunci: nanokomposit, karet alam, organo bentonit, surfaktan
Universitas Sumatera Utara
PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF NATURAL RUBBER ORGANOBENTONITE NANOCOMPOSITES MODIFIED ORGANICALLY
BY USING CETYLTRIMETHYLAMMONIUM BROMIDE, POLYETHYLEN GLYCOL AND SODIUM DODECYL SULFATE
ABSTRACT
The preparation and characterisation of natural rubberorganobentonite nanocomposites have been done. Bentonites isolated from clay obtained from Bener
Meriah District, Province of Nanggroe Aceh Darussalam were modified organically by using CTAB, SDS and PEG respectively as a cationic, an anionic, and a non-
anionic surfactant with the fixed concentration of 2,5 M. The modified bentonites were added to the masticated natural rubber in various composition with the ratio of
1, 3, 5, 7 and 9 phr and mixed them by using a two-roll mill at room temperature for 11 minutes. For characterizations including tensile, structural, thermal, and
morphological tests, the products were put in a hot-press at 50 kN at 150
o
C for 15 minutes. Specially for the tensile test, the samples were provided follow ASTM D635
type-V. The results show that the tensile strength and thermal stability of natural rubberorganobentonite nanocomposite were imporoved significantly compared to
natural rubber nanocomposite without any organically modification. Weight loss 5
of natural rubber nanocomposite compared to non-modified bentonit occurs at temperature 10,12
o
C and 10 at temperature 9,59
o
C, while the nanocomposite with organobentonit decompose 5 at a higher temperature at 13,44° C and 10 at
temperature 12,73°C, indicated an increase in thermal stability. The 2Ɵ from XRD
spectra shifts to the right and morphological tests showed nanocomposites natural rubberorganobentonite modified using PEG spread evenly in the natural rubber
compound.
Keywords: nanocomposite, natural rubber, organo bentonite, surfactant
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN xi
DAFTAR SINGKATAN xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1 1.1.Latar Belakang
1 1.2.Permasalahan
6 1.3.Pembatasan Masalah
6 1.4.Tujuan Penelitian
6 1.5.Manfaat Penelitian
6 1.6.Metodologi Penelitian
6 1.7.Waktu dan Lokasi Penelitian
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1.Bentonit 8
2.1.1 Jenis-jenis bentonit 9
2.1.2 Sifat fisika dan kimia bentonit 10
2.1.3 Kegunaan Bentonit 12
2.1.4 Bentonit Aceh 12
2.1.5 Modifikasi bentonit 14
2.1.6 Interkalasi Bentonit 15
2.2.Surfaktan 17
2.2.1 Cetiltrimetilamonium Bromida CTAB 19
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Polietilen Glikol PEG 20
2.2.3 Sodium Dodesil Sulfat SDS 21
2.3. Karet Alam
23 2.3.1.Sifat fisika dan kimia karet alam
26 2.3.2 Vulkanisasi karet alam
27 2.3.3.Bahan tambahan
29 2.4.Komposit
31 2.4.1.
Polimer Nanokomposit
31 2.4.2. Aplikasi dan penggunaan nanokomposit
33 2.5.
Analisis dan karakterisasi bahan polimer
34 2.5.1 Spektroskopi Infra merah Fourier Transform FTIR
34 2.5.2. Uji Tarik Tensile Strength
34 2.5.3 Kestabilan Termal TGA
39 2.5.4 Mikroskop Pemindai ElektronSEM
41 2.5.5. Difraksi Sinar-X XRD
41 2.5.6 Penentuan Ukuran Partikel PSA
43 BAB 3 METODE PENELITIAN
44
3.1.Alat – alat yang digunakan
44 3.2.Bahan
– bahan yang digunakan 44
3.3.Prosedur Penelitian 45
3.3.1.
Proses Preparasi Lempung Bentonit
45 3.3.2. Pembuatan Nanopartikel Bentonit
46 3.3.3.
Proses Preparasi Lempung Bentonit menjadi Organo-Bentonit 46
3.3.4. Mastikasi Karet Alam 47
3.3.5. Pengujian Viskositas Karet Alam Termastikasi 47
3.3.6. Pembuatan Nanokomposit Karet Alam-Bentonit 48
3.4.Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam-Bentonit 48
3.4.1. Uji KemuluranUji Tarik 48
3.4.2. Analisa Kestabilan Termal TGA 49
3.4.3. Analisis Permukaan dengan SEM 49
3.4.4. Analisis Difraksi Sinar-X XRD 50
3.5.Bagan Penelitian 51
3.5.1.
Proses Preparasi Lempung Bentonit
51 3.5.2. Pembuatan Nano Bentonit
52 3.5.3.
Proses Preparasi Lempung Bentonit menjadi Organo-Bentonit 53
3.5.4. Mastikasi Karet Alam 54
3.5.5. Pembuatan Nanokomposit Karet Alam-Bentonit 54
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 55
4.1.Hasil Penelitian 55
4.1.1 Analisis Ukuran Partikel Bentonit 56
4.1.2 Uji Viskositas Mooney Karet Alam 56
4.1.3. Hasil Uji Mekanik Nanokomposit Karet Alam-Organobentonit 58
4.1.3.1 Penentuan Modulus Elastisitas Nanokomposit Karet Alam- Organobentonit
58 4.1.3.2. Analisis Uji Kestabilan Termal
62 4.1.3.3 Analisis FTIR
65 4.1.3.4 Analisis Difraksi Sinar X XRD
71 4.1.3.5 Hasil Analisis Mikroskop Pemindai ElektronSEM
77
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 79
5.1.Kesimpulan 79
5.2.Saran 80
DAFTAR PUSTAKA 81
LAMPIRAN 88
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Nomor Judul
Halaman
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Bentonit
10 Tabel 2.2
Harga Rata-rata Kapasitas Tukar Ion 15
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Karet Alam
25 Tabel 4.1
Viskositas Karet Alam 56
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Sifat Mekanik Nanokomposit Karet
Alam-Organobentonit 60
Tabel 4.3 Data kehilangan berat 5 dan 10 setelah Pengujian TGA
65 Tabel 4.4
Data Analisis FT-IR pada Partikel Nanobentonit 66
Tabel 4.5 Sudut
2 Ɵ dan nilai d-spacing dari masing-masing puncak khas Bentonit
72 Tabel 4.6
Sudut 2 Ɵ dan nilai d-spacing dari masing-masing puncak khas
nanokomposit karet alambentonit 74
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul
Halaman
Gambar 2.1 Strukutur Kristal Montmorilonit 11
Gambar 2.2 Peta Kabupaten Bener Meriah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
13 Gambar 2.3 Skema dari Clay dan Organo-Clay
16 Gambar 2.4 Jenis-jenis Komposit
16 Gambar 2.5 Rumus Molekul CTAB
19 Gambar 2.6 Reaksi antara Garam Ammonium dengan Natrium
Bentonit 20
Gambar 2.7 Rumus Molekul PEG 20
Gambar 2.8 Modifikasi bentonit dengan adanya ikatan hidrogen PEG 21
Gambar 2.9 Rumus Molekul SDS 21
Gambar 2.10 Modifikasi permukaan bentonit oleh molekul SDS 23
Gambar 2.11 Monomer cis-1,4 Poliisoprena Pembentuk Molekul karet alam 28
Gambar 2.12 Vulkanisasi Karet Alam 28
Gambar 2.13 Distribusi Silikat Berlapis dalam Matriks Polimer 33
Gambar 2.14 Spesimen Uji Tarik dan Perilaku Polimer Termoplastik 35
Gambar 2.15 Kurva Hubungan terhadap Regangan 36
Gambar 2.16 Kurva Tegangan Regangan Bahan Kenyal 38
Gambar 2.17 Skema Termogram bagi Reaksi Dekomposisi Satu Tahap 41
Gambar 3.1 Gambar Spesimen Uji Tarik 48
Gambar 4.1 Hasil Analisis Pengukuran Nanopartikel Bentonit 51
Gambar 4.2 Bentonit Alam dan Partikel Nanobentonit setelah Miling 56
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Waktu Mastikasi terhadap
Universitas Sumatera Utara
Viskositas dan Berat Molekul Karet Alam 58
Gambar 4.4 Alat dan Sampel Uji Tarik 59
Gambar 4.5 Kurva Regangan-Tegangan Nanokomposit Karet Alam-Organobentonit
61 Gambar 4.6 Kurva Kestabilan Termal Nanokomposit Karet
Alam-Organobentonit 63
Gambar 4.7 Spektrum Analisis FTIR bentonit dan organobentonit 67
Gambar 4. 8 Spektrum Analisis FTIR dari CTAB 68
Gambar 4. 9 Spektrum Analisis FTIR dari PEG 69
Gambar 4.10 Spektrum Analisis FTIR dari SDS 70
Gambar 4.12 Difraktogram bentonit tidak termodifikasi dan bentonit termodifiksi
71 Gambar 4.13 Perbesaran Difraktogram bentonit tidak termodifikasi
dan bentonit yang dimodifikasi 73
Gambar 4.14 Difraktogram nanokomposit karet alambentonit tidak termodifikasi dan karet alam bentonit yang termodifikasi
74 Gambar 4.15 Perbesaran skala difraksi sinar X puncak khas bentonit
75 Gambar 4.16 Difraktogram karet alam
76 Gambar 4.17 Hasil SEM Bentonit Nanokomposit Karet Alam- CTAB
77 Gambar 4.18 Hasil SEM Bentonit Nanokomposit Karet Alam- PEG
77 Gambar 4.19 Hasil SEM Bentonit Nanokomposit Karet Alam- SDS
78
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
Halaman
Lampiran1 Daftar Konversi Mesh ke Mikron
88
Lampiran 2 Hasil Pengukuran Nanopartikel Bentonit 89
Lampiran 3 Data Hasil Pengukuran Viskositas Karet Alam 90
Lampitran 4 Data Hasil Uji Tarik Nanokomposit Karet AlamBentonit 92
Lampiran 5 Data Hasil Uji Tarik Nanokomposit Karet AlamBentonit-CTAB 93 Lampiran 6 Data Hasil Uji Tarik Nanokomposit Karet AlamBentonit-PEG
94 Lampiran 7 Data Hasil Uji Tarik Nanokomposit Karet AlamBentonit-SDS
95 Lampiran 8 Data Hasil Analisis Uji Kestabilan Termal Nanokomposit
Karet AlamBentonit 96
Lampiran 9 Data Hasil Analisis Uji Kestabilan Termal Nanokomposit Karet AlamBentonit-CTAB
97 Lampiran 10 Data Hasil Analisis Uji Kestabilan Termal Nanokomposit
Karet AlamBentonit-PEG 98
Lampiran 11 Data Hasil Analisis Uji Kestabilan Termal Nanokomposit Karet AlamBentonit-SDS
99 Lampiran 12 Spektrum FT-IR Nanokomposit Karet Alam Bentonit
100 Lampiran 13 Spektrum FT-IR Bentonit-CTAB
101 Lampiran14 Spektrum FT-IR Bentonit-PEG
102 Lampiran15 Spektrum FT-IR Bentonit-SDS
103 Lampiran16 Spektrum XRD Bentonit
104 Lampiran 17 Spektrum XRD Bentonit-CTAB
105 Lampiran18 Spektrum XRD Bentonit-PEG
107 Lampiran19 Spektrum XRD Bentonit-SDS
109 Lampiran 20 Spektrum XRD Nanokomposit Karet AlamBentonit
111 Lampiran 21 Spektrum XRD Nanokomposit Karet Alam
Bentonit-CTAB 113
Lampiran 22 Spektrum XRD Nanokomposit Karet AlamBentonit-PEG 115
Lampiran 23 Spektrum XRD Nanokomposit Karet AlamBentonit-SDS 117
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN CTAB
: Cetiltrimetilamonium Bromida EPDM
: Etilen Propilen Diena Monomer FT-IR
: Fourier Transform-Infra Red PEG
: Polietilen Glikol phr
: per hundred rubber PLS
: Polimer Berlapis Silikat PSA
: Particle Size Analyzer SDS
: Sodium Dodesil Sulfat SEM
: Scanning Electron Microscope SIR
: Standard Indonesian Rubber XRD
: X-Ray Difraction
Universitas Sumatera Utara
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOKOMPOSIT KARET ALAMORGANOBENTONIT MENGGUNAKAN
CETILTRIMETILAMONIUM BROMIDA, POLIETILEN GLIKOL DAN SODIUM DODESIL SULFAT SEBAGAI
PEMODIFIKASI PERMUKAAN ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan dan karakterisasi nanokomposit karet alamorganobentonit. Bentonit diisolasi dari clay yang berasal dari Kabupaten Benar
Meriah, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dimodifikasi secara organik dengan menggunakan CTAB, SDS dan PEG sebagai surfaktan kationik, anionik dan non-
ionik, dengan konsentrasi 2,5 M. Bentonit yang dimodifikasi ditambahkan ke dalam karet alam yang sudah dimastikasi , dengan perbandingan 1, 3, 5, 7 dan 9 phr
menggunakan two-roll mill pada temperatur kamar selama 11 menit. Untuk karakterisasi yang meliputi uji tarik, struktur, termal dan permukaan, produk dicetak
tekan pada 50 kN suhu 150
o
C selama 15 menit. Khusus untuk uji tarik, sampel dibuat dengan standard ASTM D635 Tipe-V. Berdasarkan hasil yang didapat dari uji tarik
dan stabilitas termal, sifat mekanik nanokomposit karet alamorganobentonit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan nanokomposit karet alambentonit
tanpa modifikasi. Nanokomposit karet alamorganobentonit PEG mulai mengalami kehilangan berat 5 pada suhu 13,44
o
C dan 10 pada suhu 12,73
o
C sehingga stabilitas termalnya meningkat jika dibandingkan dengan nanokomposit karet
alamorganobentonit mulai mengalami kehilangan berat 5 pada suhu 10,12
o
C dan 10 pada suhu 9,59
o
C. Spektra 2 Ɵ dari XRD menunjukkan pertambahan jarak antar
lapis bentonit. . Uji morfologi dengan SEM menunjukkan penyebaran yang merata pada nanokomposit karet alambentonit yang dimodifikasi dengan PEG.
Kata kunci: nanokomposit, karet alam, organo bentonit, surfaktan
Universitas Sumatera Utara
PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF NATURAL RUBBER ORGANOBENTONITE NANOCOMPOSITES MODIFIED ORGANICALLY
BY USING CETYLTRIMETHYLAMMONIUM BROMIDE, POLYETHYLEN GLYCOL AND SODIUM DODECYL SULFATE
ABSTRACT
The preparation and characterisation of natural rubberorganobentonite nanocomposites have been done. Bentonites isolated from clay obtained from Bener
Meriah District, Province of Nanggroe Aceh Darussalam were modified organically by using CTAB, SDS and PEG respectively as a cationic, an anionic, and a non-
anionic surfactant with the fixed concentration of 2,5 M. The modified bentonites were added to the masticated natural rubber in various composition with the ratio of
1, 3, 5, 7 and 9 phr and mixed them by using a two-roll mill at room temperature for 11 minutes. For characterizations including tensile, structural, thermal, and
morphological tests, the products were put in a hot-press at 50 kN at 150
o
C for 15 minutes. Specially for the tensile test, the samples were provided follow ASTM D635
type-V. The results show that the tensile strength and thermal stability of natural rubberorganobentonite nanocomposite were imporoved significantly compared to
natural rubber nanocomposite without any organically modification. Weight loss 5
of natural rubber nanocomposite compared to non-modified bentonit occurs at temperature 10,12
o
C and 10 at temperature 9,59
o
C, while the nanocomposite with organobentonit decompose 5 at a higher temperature at 13,44° C and 10 at
temperature 12,73°C, indicated an increase in thermal stability. The 2Ɵ from XRD
spectra shifts to the right and morphological tests showed nanocomposites natural rubberorganobentonite modified using PEG spread evenly in the natural rubber
compound.
Keywords: nanocomposite, natural rubber, organo bentonite, surfactant
Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi karet di Indonesia meningkat secara perlahan dari 2.440.347 ton di tahun 2009 menjadi 2.990.184 ton pada 2011. Kemudian jumlah ini terus meningkat di tahun
2012 sebesar 3.040.376 dan diperkirakan pada tahun 2013 sebesar 3.100.000 ton. Produksi karet Indonesia masih didominasi oleh karet rakyat dengan luasan terbesar
diusahakan oleh jutaan petani mandiri dan memberikan kontribusi besar dalam menghasilkan devisa negara. Selain itu, karet rakyat mampu menyerap CO
2
sebesar 121.942.555 ton per tahun yang dapat mengurangi pemanasan global Reducing
Global Warming . Dengan demikian proses produksi karet rakyat tetap dapat menjaga
nilai-nilai ramah lingkungan Environmentally Friendly Values Virdhani, 2013 Produksi karet ini tentu akan bisa ditingkatkan dengan memberdayakan lahan-
lahan kosong yang masih tersedia dan disertai dengan perbaikan sistem tanam yang lebih produktif. Namun, selain upaya perluasan lahan, inovasi peningkatan mutu dan
pemberian nilai tambah secara ekonomi pada produk-produk karet terus dilakukan sehingga produk-produk tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, bahkan
menjadi komponen barang-barang berteknologi tinggi. Salah satu cara adalah pemanfaatan mineral alam yang tersedia melimpah seperti montmorillonit MMT,
bentonit, zeolit dan clay Bandyopadhyay, 2011. Indonesia mempunyai deposit batuan bentonit yang sangat melimpah di
Indonesia dan tersebar di beberapa lokasi yaitu di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dengan jumlah cadangan lebih dari 380 juta ton. Ini merupakan aset yang
sangat potensial dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya Syuhada dkk, 2009. Sampai saat ini pengolahan bentonit masih terbatas, terutama bentonit alam
Aceh. Penelitian yang sudah dilakukan terhadap bentonit Aceh hanya sebatas penelitian tentang pemanfaatan bentonit seperti untuk pembuatan katalis Ramli dkk.,
Universitas Sumatera Utara
2003, untuk uji aktivitasnya pada reaksi kimia Sheilatina, 2005 dan Lubis, 2007 dan bentonit yang digunakan hanya bentonit dari salah satu daerah di Aceh Utara.
Aceh merupakan daerah yang banyak mengandung bentonit yang mencapai 2.618.224.030,20 ton Pusat Sumber daya geologi Aceh, 2009
Kandungan utama bentonit adalah mineral monmorilonit 80 dengan rumus kimia MxAl
4
- xMgxSi
8
O
20
OH
4
.nH
2
O. Kandungan lain dalam bentonit merupakan pengotor dari beberapa jenis mineral seperti kwarsa, ilit, kalsit, mika dan klorit.
Struktur monmorilonit terdiri dari 3 lapis yang terdiri dari 1 lapisan alumina AlO
6
berbentuk oktahedral pada bagian tengah diapit oleh 2 buah lapisan silika SiO
4
berbentuk tetrahedral. Diantara lapisan oktahedral dan tetrahedral terdapat kation monovalent maupun bivalent, seperti Na
+
, Ca
2+
dan Mg
2+
dan memiliki jarak d- spacing
sekitar 1,2 – 1,5 μm. Studi tentang organobentonit menjadi suatu hal yang
penting dalam pembuatan komposit berbasis bentonit. Lapisan-lapisan dalam bentonit teraglomerasi menggumpal karena adanya gaya tarik menarik antar partikel. Dengan
teknik tertentu seperti modifikasi permukaan gaya tersebut dapat dikurangi sehingga jarak antar lapis dalam struktur bentonit d-spacing akan bertambah besar 1,5 nm.
Modifikasi dapat dilakukan dengan penambahan surfaktan, dimana bentonit yang semula bersifat hidrofilik berubah menjadi hidrofobik sehingga memungkinkan
bentonit berinteraksi antarmuka dengan beberapa matriks polimer yang berbeda. Bentonit hasil modifikasi dengan rantai alkil organik panjang yang disebut organo-
clay. Tanpa perlakuan organik ini, bentonit tidak akan menyebar ke polimer dan tetap sebagai partikel berukuran mikron dan hanya sebagai pengisi biasa. Senyawa organik
yang paling umum digunakan adalah alkilamonium, yang memiliki berbagai panjang rantai dan adanya gugus fungsi, bisa sebagai amina primer, amina sekunder, amina
tersier atau amina kuarterner. Alkilammonium, sampai saat ini sangat sukses dalam sintesis dan dalam pengembangan bahan polimer nanokomposit Morgan, 2007.
Perubahan sifat bentonit merupakan hasil dari penggantian kation anorganik pada bentonit dengan kation organik surfaktan. Dengan masuknya surfaktan ke dalam
bentonit, d-spacing pada bentonit bertambah besar terinterkalasi. Pada proses
Universitas Sumatera Utara
pembuatan nanokomposit antara material polimer dan organoclay pada fasa leleh, diharapkan dengan adanya gaya puntir shear jarak antar layer pada organoclay akan
semakin membesar dan akhirnya terjadi delaminasi struktur pada bentonit atau lebih dikenal dengan istilah eksfoliasi, dimana lapisan-lapisan bentonit dalam ukuran nano
ini akan terdispersi dalam matriks polimer Syuhada, 2009. Kation eksternal dan internal dapat ditukar dengan ion organik atau non organik lainnya, seperti ion alkil
ammonium kuaterner Lagaly,1991. Syuhada pada tahun 2005 memodifikasi permukaan
bentonit dengan
menggunakan di-hydrogenatedtallow-
dimetilamoniumklorida DTAC dengan rumus kimia [CH
3 2
N
+
R
1
R
2
Cl], ternyata terjadi peningkatan stabilitas panas dan d-spacing dibandingkan bentonit murni. Yun-
Hwei Shen pada tahun 2000 meneliti beberapa jenis surfaktan untuk memodifikasi permukaan clay dengan membandingkan surfaktan non ionik dan kationik, dapat
disimpulkan bahwa surfaktan non ionik meningkatkan jarak antar lapis clay lebih baik dibandingkan dengan menggunakan surfaktan kationik. Singla et al, 2012
membuktikan bahwa pada modifikasi bentonit menjadi organobentonit terjadi peningkatan basal spacing sebanding dengan bertambahnya panjang rantai alkil dari
ion alkil ammonium kuaterner yang digunakan sebagai surfaktan. Bahan pengisi yang dimasukkan ke dalam suatu elastomer dalam upaya untuk
mengubah sifat bahan komposit sesuai yang diinginkan dan juga ditujukan untuk mengurangi biaya. Pengisi yang biasa digunakan dalam industri karet termasuk karbon
hitam, mineral pengisi seperti karbonat tanah liat, silika dan kalsium. Okada et al, 1995 meneliti bahwa karet akrilonitril-butadien dengan hanya 10 phr organoclay
dapat mencapai kekuatan tarik yang sama dengan menggunakan 40 phr karbon hitam. Permeabilitas gas dari Ethylene Propylene Diene Monomer EPDM-clay meningkat
30 jika dibandingkan dengan EPDM-pristin Usuki, 2002. Organoclay
meningkatkan derajat ikatan silang jika dibandingkan dengan karbon hitam, dimana hanya dengan 10 phr organoclay memiliki sifat mekanik yang sama seperti kompon
dengan menggunakan 40 phr karbon hitam Arroyo, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Nanofillers merupakan sebuah seni dan paling menarik di antara pengisi karena dapat berfungsi sebagai pengisi yang lebih baik dalam jumlah yang lebih sedikit.
Bidang nanoteknologi merupakan salah satu penelitian yang populer dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama nanokomposit berbasis karet untuk difungsikan
dalam berbagai aplikasi. Beberapa tahun terakhir ini nanokomposit polimer berlapis silikat PLS telah menarik minat yang besar karena dapat meningkatkan sifat material
yang luar biasa jika dibandingkan dengan polimer alami atau komposit konvensional. Peningkatan sifat ini meliputi peningkatan modulus Biswas, 2001, kekuatan dan
ketahanan panas Giannelis, 1998, penurunan permeabilitas gas Messersmith, 1995, mudah terbakar Gilman, 2000, serta peningkatan biodegradabilitas polimer Ray,
2002; Vijaylekshmi, 2009. Vijaylakshmi 2009 melakukan studi tentang pembuatan nanokomposit karet
alamclay nanokomposit dengan menggabungkan karet alam-g-maleat anhidrat dengan nanopartikel cloisit 30B. Penggunaan organoclay sebagai bahan pengisi juga
telah diteliti oleh Viet et al, 2008 dimana terjadi peningkatan modulus dan kekerasan nanokomposit karet alam. Carli et al, 2011, telah membandingkan silika dan
organoclay sebagai bahan pengisi untuk nanokomposit karet alam dimana 50 phr silika dapat digantikan dengan 4 phr organoclay dengan sifat mekanik yang sama.
Pemanfaatan nanokomposit karet alam-clay telah banyak digunakan dalam bidang automotif antara lain sebagai komponen badan kendaraan, seal, dan ban.
Nanokomposit dibutuhkan dalam hal ini harus bersifat tahan panas, murah, permeabilitas rendah, tahan lama, tahan kikis, hemat energi, tahan cuaca dan tidak
berisik. Sifat-sifat yang diperlukan ini dapat dipenuhi oleh nanokomposit karet alam- clay. Mineral clay mudah tersedia di alam dan tidak memerlukan pengolahan dan
modifikasi yang rumit untuk menghasilkan nanopartikel clay Bandyopadhyay, 2011. Dalam bidang non-automotif nanokomposit karet alamlempung menghasilkan
material yang lebih tahan lama dengan kualitas lebih baik dan telah digunakan untuk pembuatan bola tenis, basket dan bola kaki, sarung tangan dan barang jadi karet
lainnya Feeney, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Bentonit yang akan digunakan dari penelitian ini adalah dari bentonit alam Aceh dan telah diambil dari Kecamatan Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam NAD. Penelitian dilakukan dengan beberapa pengujian untuk menyelidiki karakteristik dari bentonit alam Kabupaten Bener Meriah
sehingga menjadi bentonit nanopartikel dan akan digunakan sebagai filler nanokomposit karet alamorganobentonit.
Selanjutnya penelitian ini membandingkan modifikasi organik dari surfaktan anion, kation dan non ionik untuk dijadikan nanofiller dalam komposit karet alam.
Karet alam dengan sifat istimewanya yang elastis, sementara nanopartikel bentonit yang telah dimodifikasi secara organik sedemikian rupa akan berikatan dengan karet
alam diharapkan dapat menghasilkan nanokomposit dimana adanya organobentonit diharapkan dapat meningkatkan kekuatan karet alam tanpa mengurangi sifat
elastisitasnya.
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang ditemui pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana teknik isolasi bentonit dan penyediaan nanopartikel bentonit
2. Bagaimana metode pembuatan organobentonit dengan menggunakan surfaktan anion, kation dan non ionik
3. Bagaimana memanfaatkan bentonit termodifikasi surfaktan tersebut untuk pembuatan nanokomposit karet alamorganobentonit
4. Bagaimana karakteristik bentonit termodifikasi surfaktan dan nanokomposit karet alamorganobentonit yang terbentuk.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Bentonit yang digunakan berasal dari Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten
Bener Meriah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Universitas Sumatera Utara
2. Karet Alam yang digunakan berasal dari Perkebunan PTPN III Kecamatan Dolok Merawan, Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara
3. Pembuatan nanopartikel bentonit dengan menggunakan high-energy Ball Mill 4. Modifikasi organobentonit menggunakan surfaktan CTAB, SDS dan PEG yang
didapat secara komersial 5. Pembuatan nanokomposit dengan cara pencampuran terbuka menggunakan two-
roll mill pada suhu kamar.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengisolasi bentonit dan mengubahnya menjadi nanopartikel bentonit 2. Memodifikasi permukaan nanopartikel bentonit menjadi bentonit termodifikasi
dan mengkarakterisasinya 3. Membuat nanokomposit karet alamorganobentonit
4. Menguji kekuatan tarik, kestabilan thermal, struktur dan uji morfologi dari nanokomposit karet alamorganobentonit.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah terhadap karet alam dan bentonit dalam menghasilkan nanokomposit serta memberikan sumbangan
bagi peningkatan teknologi industri khususnya industri karet dan bahan galian bentonit.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, yaitu untuk memodifikasi permukaan bentonit dan membuat nanokomposit karet alambentonit serta dilakukan dalam
beberapa tahap yaitu : Tahap I : Proses pembuatan dan karakterisasi nanopartikel bentonit
Tahap II : Pembuatan dan karakterisasi organobentonit dengan pemodifikasi permukaan
Universitas Sumatera Utara
CTAB, PEG dan SDS Tahap III: Pembuatan dan karakterisasi nanokomposit karet alamorganobentonit
Adapun variabel yang digunakan adalah : Variabel bebas
: Komposisi nanopartikel bentonit Variabel terikat
: Hasil analisa uji XRD, SEM, uji tarik dan uji kestabilan
termal, analisa ukuran partikel dan pengukuran viskositas
Variabel tetap : 1. Konsentrasi surfaktan 2,5 M
2. Temperatur Hot Press 150
o
C 3. Waktu vulkanisasi 15 menit
1.7. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari 2013 sampai dengan Mei 2013 di Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU, Laboratorium Pengujian Mutu Pabrik
Gunung Para PTPN III, Laboratorium Penelitian Teknik Kimia USU, Laboratorium Penelitian FMIPA ITB dan Laboratorium Teknik Kimia Politeknik Lhokseumawe.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bentonit
Bentonit merupakan istilah dalam dunia perdagangan untuk clay yang mengandung monmorillonit. Kandungan utama bentonit adalah mineral monmorilonit 80 dengan
rumus kimia [Al
l.67
Mg
0.33
Na
0.33
]Si
4
O
10
OH
2
. Warnanya bervariasi dari putih ke kuning, sampai hijau zaitun, coklat kebiruan. Bentonit berasal dari perubahan
hidrotermal dari abu vulkanik yang disimpan dalam berbagai air tawar misalnya, danau alkali dan cekungan laut fosil laut yang melimpah dan batu kapur, ditandai
dengan energi pengendapan yang rendah oleh lingkungan dan kondisi iklim sedang. Hamparan bentonit berkisar pada ketebalan dari beberapa sentimeter hingga puluhan
meter sebagian 0,3-1,5 m dan dapat lebih dalam lagi sampai ratusan kilometer. Bentonit banyak terdapat secara luas di semua benua. Kandungan lain dalam bentonit
merupakan pengotor dari beberapa jenis mineral seperti kwarsa, ilit, kalsit, mika dan klorit Utracki, et. al, 2004.
Bentonit dikenal dan dipasarkan dengan berbagai sinonim seperti sabun tanah liat, sabun mineral, wilkinite, staylite, vol-clay, aquagel,
ardmorite , dan refinite Johnston, 1961.
2.1.1 Jenis-jenis Bentonit
Klasifikasi bentonit dibuat dengan terlebih dahulu menyelidiki karakteristik struktural seperti komposisi kimia dan mineralogi, kapasitas tukar kation dan luas permukaan
spesifik. Bentonit alam baik natrium atau kalsium bentonit memiliki sifat dan kegunaan yang berbeda. Berdasarkan jenisnya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Na-bentonit
– Swelling bentonite Tipe Wyoming
Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering
berwarna putih atau krem, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan
Universitas Sumatera Utara
berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ion-
ion sodium Na
+
. Kandungan Na
2
O dalam natrium bentonit umumnya lebih besar dari 2. Karena sifat- sifat tersebut maka mineral ini sering dipergunakan untuk lumpur pemboran,
penyumbat kebocoran bendungan pada teknik sipil, bahan pencampur pembuatan cat, bahan baku farmasi, dan perekat pasir cetak pada industri pengecoran logam.
2. Ca-bentonit – non swelling bentonite.
Ca-bentonit ditandai dengan kemampuan penyerapan air dan kemampuan mengembang yang rendah dan tidak mampu untuk tetap tersuspensi dalam air.
Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi koloidal memiliki pH 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam
keadaan kering bersifat rapid slaking, berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat. Bentonit jenis ini sangat baik digunakan sebagai lempung pemucat warna pada
minyak kelapa Porta, 2010 dan Supeno, 2009.
2.1. 2 Sifat Fisika dan Kimia Bentonit
Sifat –sifat fisika bentonit antara lain berkilap lilin, umumnya lunak dan plastis,
berwarna pucat dengan kenampakan putih, hijau muda, kelabu hingga merah muda dalam keaadaan segar dan menjadi krem bila lapuk yang kemudian berubah menjadi
kuning, merah coklat hingga hitam. Bila diraba terasa licin seperti sabun. Bila dimasukkan ke dalam air, akan menyerap air, sedikit atau banyak, bila kena air hujan
bentonit dapat berubah menjadi bubur dan bila kering akan menimbulkan rekahan yang nyata. Sifat fisik lainnya berupa massa jenis 2,2-2,8 gL; indeks bias 1,547-1,557;
dan titik lebur 1330-1430
o
C Johnstone, 1961. Bentonit termasuk mineral yang memiliki gugus aluminosilikat. Unsur-unsur
kimia yang terkandung dalam bentonit diperlihatkan pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Bentonit Senyawa Na-Bentonit Ca-Bentonit
SiO
2
61,3-61,4 62,12 Al
2
O
3
19,8 17,33 Fe
2
O
3
3,9 5,30 CaO 0,6 3,68
MgO 1,3 3,30 Na
2
O 2,2 0,50 K
2
O 0,4 0,55 H
2
O 7,2 7,22 Sumber: Puslitbang Tekmira, 2005
Struktur bangun lembaran bentonit terdiri dari 2 lapisan tetrahedral yang disusun unsur utama Silika O, OH yang mengapit satu lapisan oktahedral yang
disusun oleh unsur M O,OH M = Al, Mg, Fe yang ditunjukkan pada Gambar 2. 1 yang disebut juga mineral tipe 2:1. Ruang dalam lembaran ini dapat menyusun hampir
85 dari bentonit Ray, 2003, Utracki, 2004. Struktur utama bentonit selalu bermuatan negatif walaupun pada lapisan
oktahedral ada kelebihan muatan positif yang akan dikompensasi oleh kekurangan muatan positif pada lapisan oktahedral. Hal ini terjadi karena terjadinya substitusi
isomorfik ion-ion, yaitu pada lapisan tetrahedral terjadi substitusi ion Si
4+
oleh Al
3+
, sedangkan lapisan oktahedral terjadi substitusi ion Al
3+
oleh Mg
2+
dan Fe
2+
. Ruang dalam lapisan bentonit dapat mengembang dan diisi oleh molekul-molekul air dan
kation-kation lain Alexandre dan Dubois, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Gambar. 2.1. Struktur Kristal Montmorillonit, terdiri dari tiga unit lapisan, yaitu dua unit lapisan tetrahedral mengandung ion silika yang
mengapit satu lapisan oktahedral mengandung ion besi dan magnesium
Montmorilonit umumnya berukuran sangat halus, sedangkan komponen- komponen dalam lapisan tidak terikat kuat. Jika mengadakan persentuhan dengan air,
maka ruang di antara lapisan mineral mengembang, menyebabkan volume clay dapat berlipat ganda. Terdapat tanda bahwa jarak dasar basal spacing montmorilonit
meningkat secara seragam jika terjadi penyerapan air. Beberapa peneliti mencatat bahwa meningkatnya jarak dasar dapat berlangsung perlahan-lahan, yaitu pertanda
pembentukan kulit hidrasi di sekeliling kation-kation yang terdapat di antara lapisan. Tingginya daya mengembang atau mengerut dari montmorilonit menjadi alasan kuat
mengapa mineral ini dapat menyerap dan memfiksasi ion-ion logam dan persenyawaan organik
Dari keanekaragaman jenis lempung, montmorilonit ditemukan dalam bentuk tanah kebanyakan. Tingginya daya plastis, mengembang dan mengkerut, mineral ini
menyebabkan tanah menjadi plastis jika basah dan keras jika kering. Retakan-retakan pada permukaan tanah akan terlihat jika permukaan tanah mengering.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Kegunaan Bentonit
Bentonit terutama digunakan dalam dalam pengecoran pasir, lumpur bor, pengecoran logam, absorben, sebagai campuran berbagai komposit, bahan makanan untuk unggas
dan hewan peliharaan, penjernihan, pembuatan makanan, kosmetik dan obat-obatan. Bentonit telah digunakan untuk penjernihan cairan terutama anggur putih dan jus.
Bentonit juga merupakan adsorben yang paling banyak digunakan, juga berfungsi sebagai zat pemutih bleaching dan katalis. Sekitar 6 juta ton bentonit diproduksi
setiap tahunnya Utracki, 2004.
2.1.4 Bentonit Aceh
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di ujung Barat Laut Pulau Sumatera, luasnya mencakup 12,26 Pulau Sumatera atau totalnya sekitar 55.390
km
2
. Provinsi ini memiliki 23 kota kabupaten dengan berbagai kekayaan alamnya
seperti minyak bumi dan gas alam. Disamping itu Aceh juga terkenal dengan sumber hutan dan mineralnya. Jenis bahan galian yang termasuk kelompok mineral logam dan
non logam. Kandungan mineral daerah Aceh cukup potensial, hal ini disebabkan oleh faktor geologi, terutama karena berada pada jalur patahan Sumatera dan adanya jalur
tunjaman subduction zone di sebelah barat Sumatra yang masih aktif sampai saat ini, akibat tujaman tersebut sebagian batuannya mengalami mineralisasi.
Bahan galian logam dan bukan logam di Aceh banyak yang belum di kembangkan dan dioptimalkan. Beberapa bahan galian logam, seperti emas, tembaga,
mangan, besi, timbal, pasir besi, belerang, batu bara, timah dan nikel dan bahan galian non logam yang banyak terdapat di Aceh diantaranya adalah pasir kuarsa, lempung,
sirtu, andesit, felspar, batu gamping, batu sabak, bentonit dan gabro, granit, basal, kuarsit, diorin dan andesit. Daerah-daerah yang mempunyai bentonit di Aceh adalah
Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Sabang, Kabupaten Aceh
Tengah, dan
Kabupaten Simeulue
http:bisnis investasi.
Acehprov.go.id pertambangan.php.
Kabupaten Bener Meriah dengan Ibukotanya Simpang Tiga Redelong terletak antara 40 33‘50‖ - 40 54‘50‖ δintang Utara dan 960 40‘75‖ – 970 17‘50‖ Bujur Timur
Universitas Sumatera Utara
dengan tinggi rata-rata di atas permukaan laut 100 - 2.500 meter. Kabupaten yang memiliki luas 1.919,69 km2 terdiri dari 10 kecamatan,dan 23 kampung
http:www.benermeriahkab.go.idindex.phptata-ruanggeografi-tofologi.
Gambar 2.2. Peta Kabupaten Bener Meriah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Secara adminitratif, batas-batas wilayah Kabupaten Bener Meriah adalah sebagai berikut : di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Aceh Tengah, di sebelah Timur
berbatasan dengan kabupaten Aceh Timur, di sebelah Utara dengan kabupaten Aceh Utara dan Bireuen, dan di sebelah selatan dengan kabupaten Aceh Tengah. Secara
geografis daerah ini terletak pada posisi koordinat 96
o
40‘ 15‘‘ – 97
o
19‘ 19‘‘ Bujur timur dan 4
o
34‘ 42‘‘ – 4
o
58‘ 13‘‘ δintang Utara. Desa Negeri Antara merupakan
Universitas Sumatera Utara
salah satu desa yang terletak di kecamatan Rime Gayo, kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Bireuen.
Hasil inventarisasi dan evaluasi Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral 2010, baik dari pengamatan lapangan
serta analisa laboratorium, di Kabupaten Bener Meriah, geologi yang teramati sebanyak 8 formasi dari 28 formasi dan terdapat 23 lokasi bahan galian bukan logam
berupa: andesit, bentonit, batu gamping, feldspar, granit, diorit, lempung, magnesit, batu mulia nephrit, serpentinit, sirtu dan tras. Endapan bentonit untuk Desa Negeri
Antara sampai saat ini belum diteliti.
2. 1. 5 Modifikasi Bentonit
Clay biasanya mengandung muatan negatif yang memungkinkan terjadinya reaksi pertukaran kation. Muatan ini berasal dari satu atau lebih dari beberapa reaksi yang
berbeda. Sumber utama dari muatan negatif tersebut, yaitu substitusi isomorfis dan disosiasi dari gugus hidroksil yang terbuka. Ion-ion yang dapat dipertukarkan adalah
ion-ion yang berada di sekitar mineral lempung silika alumina. Reaksi pertukaran ion bersifat stoikiometris dan berbeda dengan penyerapan atau sorpsi dan desorpsi.
Pertukaran ion adalah suatu proses dimana kation yang biasanya terdapat pada antarlapis kristal digantikan oleh kation dari larutan. Dalam air, kation pada
permukaan lapisan menjadi lebih mudah digantikan oleh kation lain yang terdapat dalam larutan, yang dikenal dengan‖exchangeable cation‖. Kemampuan tersebut
dinyatakan dalam mili equivalent per 100 gram clay kering yang disebut cation
exchange capacity CEC atau kapasitas tukar kation KTK. Kapasitas tukar kation KTK tanah didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk menyerap dan
mempertukarkan kation. Harga KTK mineral clay bervariasi menurut tipe dan jumlah koloid dalam clay tersebut. Tabel 2.2 menunjukkan harga rata-rata KTK berbagai
mineral clay. Diantara mineral-mineral yang lain, montmorilonit mempunyai harga KTK
yang paling tinggi. Faktor utama tingginya harga KTK pada montmorilonit yaitu
Universitas Sumatera Utara
pemutusan ikatan dan substitusi dalam struktur kristal. Pemutusan ikatan di sekitar sudut
satuan silika-alumina
dalam montmorilonit
akan menimbulkan
ketidakseimbangan muatan permukaan. Substitusi Al
3+
untuk Si
4+
dalam lembar tetrahedral dan substitusi ion-ion valensi lebih rendah, terutama Mg
2+
untuk Al
3+
dalam lembar oktahedral menghasilkan muatan yang tidak seimbang pada satuan struktur
montmorilonit Galimberti, 2011.
Tabel 2.2 Harga Rata-Rata Kapasitas Tukar Kation
Jenis Mineral KTK mek100 gram
Montmorillonit 80-120 Hektorit
120 Saponit 85
Vermikulit 150 Kaolinit 3-15
Sepiolit-palygorskit 20-30 Allophan
25 Imogolit
17-40 Sumber: Galimberti, 2011
2. 1. 6 Interkalasi Bentonit