2 Polietilen Glikol PEG 3. 1. Sifat Fisika dan Kimia Karet Alam

Gambar 2.6. Reaksi antara Garam Ammonium dengan Na-bentonit 2. 2. 2 Polietilen Glikol PEG PEG termasuk golongan polieter yang banyak digunakan dalam industri obat-obatan. Selain itu PEG juga berfungsi sebagai surfaktan nonionik. Rumus molekulnya H-O- CH 2 -CH 2 n-OH dengan berat molekul bervariasi. Gambar. 2.7. Rumus Molekul PEG Sebagai surfaktan nonionik. PEG akan teradsorbsi ke partikel-partikel bentonit dengan adanya ikatan hidrogen. Dengan adanya ikatan hidrogen ini, gaya tarik elektrostatis akan berkurang Wayne, 2006. Shen 2001, dalam percobaannya menyimpulkan bahwa penggunaan PEG sebagai surfaktan nonionik lebih stabil dan memiliki kapasitar tukar ion yang lebih besar dibandingkan dengan surfaktan kationik. Si Si Si Si O O O O O O O O H-O-CH 2 -CH 2 -n H-O-CH 2 -CH 2 -n H-O-CH 2 -CH 2 -n H-O-CH 2 -CH 2 -n O O O O O O O O Universitas Sumatera Utara Si Si Si Si Gambar 2.8. Modifikasi bentonit dengan adanya ikatan hidrogen PEG berikatan dengan SiO 2 bentonit dan membentuk antar lapis bentonit yang lebih besar setelah dimodifikasi Gambar 2.8 menjelaskan mekanisme modifikasi bentonit dengan adanya ikatan hidrogen pada molekul PEG, menyebabkan PEG dapat terinterkalasi ke permukaan bentonit. 2. 2. 3 Sodium Dodesil Sulfat SDS SDS merupakan surfaktan anionik dengan rumus molekul CH 3 CH 2 11 SO 3 Na dan berat molekul 288,372 gmol. SDS banyak digunakan sebagai bahan pembuatan detergen. SDS tidak bersifat karsinogenik walaupun mudah mengiritasi kulit. Gambar. 2.9. Rumus Molekul Sodium Dodesil Sulfat Surfaktan anionik bermuatan negatif sehingga sulit untuk bereaksi ke dalam lapisan bentonit. Zhang, et al 2010 dan Chen, et al 2011 mengemukakan bahwa surfaktan anionik dapat masuk ke dalam lapisan bentonit sebagai pasangan ion dengan proton ion H3O + dan Na + ataupun Ca 2+ sebagai ion penukar. Secara teori, surfaktan anionik dapat teradsorbsi pada bagian ujung struktur bentonit yang bermuatan positif meskipun tingkat adsorpsi pada bagian ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan adsorpsi oleh surfaktan kationik Hower, 1970. Universitas Sumatera Utara Secara teori, surfaktan anionik dapat teradsorbsi pada bagian ujung struktur bentonit yang bermuatan positif meskipun tingkat adsorpsi pada bagian ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan adsorpsi oleh surfaktan kationik Hower, 1970. Surfaktan anionik bermuatan negatif sehingga sulit untuk bereaksi ke dalam lapisan bentonit. Zhang, et al 2010 dan Chen, et al 2011 mengemukakan bahwa surfaktan anionik dapat masuk ke dalam lapisan bentonit sebagai pasangan ion dengan proton ion H 3 O + dan Na + ataupun Ca 2+ sebagai ion penukar. Gambar 2.9 menunjukkan modifikasi bentonit oleh SDS. a bentonit b penyisipan molekul SDS di antara permukaan partikel bentonit c terjadi peningkatan jarak antar lapis bentonit dengan adanya interkalasi SDS Gambar 2.10 Modifikasi permukaan bentonit oleh molekul SDS Universitas Sumatera Utara

2.3 Karet Alam

Karet alam adalah material polimer yang didapat dari tanaman Havea braziliensis yang merupakan tanaman daerah tropis dan tumbuh optimal di dataran rendah dengan ketinggian 0-200 m dpl. Makin tinggi tempat, pertumbuhan karet makin lambat dan hasilnya lebih rendah Ariyantoro, 2006. Lateks adalah suatu koloid dari partikel karet dalam air. Lateks Hevea brasiliensis merupakan sitoplasma dari sel-sel pembuluh lateks yang mengandung partikel karet dan non karet yang tersuspensi dalam medium cair yang mengandung banyak bahan- bahan terlarut yang disebut serum. Serum lateks mengandung bahan-bahan terlarut ion-ion anorganik dan ion-ion logam yang masuk ke dalam lateks saat lateks disadap. Lateks yang terkumpul digumpalkan dengan asam format Hani, 2009. Koagulum yang terkumpul kemudian digiling dengan roll mil, untuk membuang kelebihan air dan dikeringkan. Sebagian besar kemudian diolah dalam bentuk bal dan lembaran Ciesielski, 1999. Ion kalium pada lateks terdapat dalam jumlah paling besar. Kandungan ion magnesium yang terdapat dalam lateks amoniakal cukup rendah, hal ini dikarenakan sebagian besar ion magnesium membentuk endapan magnesium amonium posfat dengan amonium. Kandungan ion besi dalam lateks komersial sangat bervariasi karena adanya kontaminasi dari kontainer yang dipakai. Karet alam merupakan suatu senyawa polimer hidrokarbon yang panjang. Partikel karet berbentuk bulat berukuran antara 5 nm – 3 mm. Unit dasar dari karet alam adalah senyawa yang mengandung 5 atom karbon dan 8 atom hidrogen yang membentuk suatu senyawa isoprena C 5 H 8 . Karet alam terdiri dari 1000-5000 unit isoprena yang berikatan secara kepala ke ekor head to tail dengan susunan geometri 98 cis-1,4- poliisoprena dan 2 trans-1,4-poliisoprena Archer et.al., 1963. Karet alam tidak murni poliisoprena, tapi mengandung sekitar 95 poliisoprena dan 5 bagian non karet seperti lemak, glikolipid, fosfolipid, protein, senyawa-senyawa anorganik, dan lain-lain, mempunyai berat molekul 200.000-500.000, dengan dua ikatan rangkap yang Universitas Sumatera Utara biasanya digunakan dalam reaksi kimia Simpson, 2002. Rumus molekul karet cis-1,4 poliisoprena dengan unit pembentuknya isoprena dapat dilihat pada Gambar. 2.11. n Gambar 2.11 Monomer cis-1,4 poliisoprena pembentuk molekul karet alam Komposisi kimia karet alam dapat dilihat pada Tabel 2. 3. Tabel 2.3. Komposisi kimia karet alam Sumber: Tanaka, 1998 Bahan-bahan selain karet yang terdapat di dalam lateks, seperti lipid dapat berperan sebagai antioksidan. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai penstabil sistem koloid lateks juga berperan sebagai bahan yang mempercepat proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. Protein dan lipid yang ada di dalam lateks dapat membentuk senyawa fosfolipoprotein, berupa membran bermuatan negatif yang melapisi partikel karet. Membran sejenis ini menyebabkan partikel-partikel karet terdispersi secara stabil di dalam serum lateks. Lapisan dalam adalah lapisan hidrofobik dan lapisan luar adalah lapisan hidrofilik. Lapisan hidrofilik mengandung No Bahan Kadar 1 Hidrokarbon karet 93,7 2 Fosfolipid lemak 2,4 3 Glikolipid 1,0 4 Protein 2,2 5 Karbohidrat 0,4 6 Bahan-bahan organik 0,2 7 Lain-lain 0,1 Universitas Sumatera Utara protein dan sabun Tanaka, 1998. Bahan-bahan tersebut cenderung rusak dan terbuang pada penggumpalan yang berlangsung secara alami. Meskipun struktur kimia polimer karet alam selalu sama, poli isoprene, karet alam digolongkan ke dalam kelas berdasarkan tingkat kotorannya. Jenis yang paling populer adalah karet lembaran Rubber Smoke Sheet dan Karet remah Crumb Rubber yang digolongkan dalam SIR Standard Indonesian Rubber 5, 10, dan 20. Semakin kecil angkanya maka semakin sedikit kadar kotorannya sehingga harganyapun semakin mahal Ciesielski,1999.

2. 3. 1. Sifat Fisika dan Kimia Karet Alam

Karet alam dikenal sebagai elastomer yang memiliki sifat lunak tetapi cukup kenyal sehingga akan kembali ke bentuknya semula setelah diubah-ubah bentuk. Perlakuan secara kimia terhadap karet alam menggambarkan jenis proses yang digunakan untuk memperbaiki sifat polimer. Karet alam termasuk ke dalam kelompok elastomer yang berpotensi besar dalam dunia perindustrian. Struktur molekulnya berupa jaringan network dengan berat molekul tinggi dan dengan tingkat kristalisasi yang relatif tinggi, sehingga mampu menyalurkan gaya-gaya bahkan melawannya jika dikenai beban statis maupun dinamis. Hal ini menyebabkan karet alam memiliki kuat tarik tensile strength, daya pantul tinggi rebound resilience, kelenturan flexing, daya cengkeram yang baik, kalor timbul yang rendahtidak mudah panas heat build up, elastisitas tinggi, daya aus yang tinggi, m emiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan groove cracking resistance, plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah, daya lekat, daya redam, dan kestabilan suhu yang relatif baik. Sifat-sifat unggul ini menyebabkan karet alam banyak digunakan untuk barang-barang industri terutama ban. Universitas Sumatera Utara Akan tetapi, karet alam juga memiliki kelemahan. Karet alam merupakan hidrokarbon tidak polar dengan kandungan ikatan tidak jenuh yang tinggi di dalam molekulnya. Struktur karet alam tersebut menyebabkan keelektronegatifannya rendah, sehingga polaritasnya juga rendah. Kondisi demikian mengakibatkan karet mudah teroksidasi, tidak tahan panas, ozon, degradasi pada suhu tinggi, dan pemuaian di dalam oli atau pelarut organik. Berbagai kelemahan tersebut telah membatasi bidang penggunaan karet alam, terutama untuk pembuatan barang jadi karet teknik yang harus tahan lingkungan ekstrim. Hal ini menyebabkan penggunaan karet alam banyak digantikan oleh karet sintetik Hani, 2009. Sejak satu dekade lalu seiring dengan berkembang pesatnya nanoteknologi di seluruh dunia, penelitian tentang nanokomposit berbasis karet yang diperkuat dengan partikel nanometer seperti montmorillonite, kaolin, nano-kalsium karbonat, nanosilica, nano-magnesium hidroksida, attapulgite clay, and halloysite telah menjadi perhatian para peneliti di pusat-pusat penelitian karet Gonzales, dkk, 2008. Ciri umum dari nanokomposit ini adalah tidak lagi bergantung pada bahan berbasis petrokimia dan umumnya memanfaatkan bahan yang terbaharukan, ramah lingkungan serta harga murah. Harga karet alam semakin menaik akibat tingginya permintaan pasar sementara lahan untuk memperlebar kebun penanaman pohon karet semakin berkurang. Bencana alam yang kerap mengganggu produksi karet juga ikut meyebabkan harga karet semakin mahal. Demikian juga halnya arang hitam yang diproduksi dari bahan petrokimia semakin mahal. Untuk itu, penelitian tentang nanokomposit berbasis karet alam yang diperkuat dengan serat atau partikel alam berukuran nano sangat penting dalam pembuatan dan penyediaan produk karet dengan kualitas tinggi tetapi harga rendah dan ramah lingkungan. 2. 3. 2 Vulkanisasi Karet Alam Masalah utama karet alam adalah taktisitas atau cara penyusunan polimer yang teratur isotaktik. Masalah taktisitas karet alam dapat diselesaikan oleh Charles Goodyear Universitas Sumatera Utara 1839 yang menemukan metode vulkanisasi karet alam dengan belerang sehingga karet alam dapat diubah elastisitasnya. Vulkanisasi karet alam melibatkan pembentukan ikatan silang –S–S– di antara rantai poliisoprena. Vulkanisasi karet berguna untuk menghasilkan karet alam dengan derajat elastisitas sesuai harapan. Pada vulkanisasi karet alam, penyisipan rantai-rantai pendek dari atom belerang akan mengikat secara silang di antara dua rantai polimer karet alam. Jika jumlah ikatan silang relatif besar, polimer dari karet alam menjadi lebih tegar Gambar 2. 12. Gambar. 2.12. Pada vulkanisasi karet alam, makin banyak ikatan silang, makin tegar karet yang terbentuk. Sejak Goodyear melakukan percobaan memanaskan karet dengan sejumlah kecil sulfur, proses ini menjadi metode terbaik dan paling praktis untuk merubah sifat fisik dari karet. Proses ini disebut vulkanisasi. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada karet alam, namun juga pada karet sintetis. Telah diketahui pula bahwa baik panas maupun sulfur tidak menjadi faktor utama dari proses vulkanisasi. Karet dapat divulkanisasi atau mengalami proses curing tanpa adanya panas. Contohnya dengan bantuan sulfur klorida. Banyak pula bahan yang tidak mengandung sulfur tapi dapat memvulkanisasi karet. Bahan ini terbagi dua yaitu oxidizing agents seperti selenium, telurium dan peroksida organik. Serta sumber radikal bebas seperti akselerator, senyawa azo dan peroksida organik. Universitas Sumatera Utara Banyak reaksi kimia yang berhubungan dengan vulkanisasi divariasikan, tetapi hanya melibatkan sedikit atom dari setiap molekul polimer. Definisi dari vulkanisasi dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang menurunkan laju alir elastomer, meningkatkan tensile strength dan modulus. Meskipun vulkanisasi terjadi dengan adanya panas dan sulfur, proses itu tetap berlangsung secara lambat. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil bahan organik atau anorganik yang disebut akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya, akselerator membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal sebagai aktivator, yang dapat berfungsi sebagai aktivator adalah oksida-oksida logam seperti ZnO. Vulkanisasi dapat dibagi menjadi dua kategori, vulkanisasi nonsulfur dengan peroksida, senyawa nitro, kuinon atau senyawa azo sebagai curing agents; dan vulkanisasi dengan sulfur, selenium atau telurium.

2. 3. 3. Bahan Tambahan

Dokumen yang terkait

Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

2 126 72

Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

7 76 146

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam - Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

0 2 18

Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

0 0 13

Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

0 0 36

Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

0 0 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit - Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

0 0 36

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

0 0 7

Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

0 1 20

Analisis dan Karakterisasi Pembuatan Nanokomposit Karet Alam/Bentonit dengan Glysidil Metacrilate

0 0 8