Analisis Uji Kestabilan Termal Thermogravimetric Analysis TGA

proton ion H 3 O + dan Na + sebagai ion penukar. Tingkat adsorpsi pada bagian ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan surfaktan kationik Hower, 2006.

4.1.3.2 Analisis Uji Kestabilan Termal Thermogravimetric Analysis TGA

TGA merupakan suatu teknik untuk mengukur perubahan jumlah dan laju dalam berat dari material sebagai fungsi dari suhu atau waktu dalam atmosfer yang terkontrol. Pengukuran digunakan unuk menentukan komposisi material dan memprediksi stabilitas termalnya pada suhu mencapai 1000 o C. Teknik ini dapat mengkarakterisasi material yang menunjukkan kehilangan atau pertambahan berat akibat dekomposisi, oksidasi atau dehidrasi Elmer, 2010. Kurva analisis TGA dari nanokomposit karet alamorganobentonit dilihat pada Gambar 4.6. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.6. Kurva Kestabilan Termal TGA Nanokomposit Karet AlamOrganobentonit Hasil pengujian pada sampel nanokomposit karet alambentonit menunjukkan kestabilan panas sampel pada temperatur 49,46 hingga 55,58 o C. Pada temperatur 100 200 300 400 500 20 40 60 80 100 b e ra t suhu O C KA-bentonit KA-bentonit CTAB KA-bentonit SDS KA-bentonit PEG Universitas Sumatera Utara range ini tidak tampak perubahan berat secara signifikan. Pada pemanasan berikutnya sampel mengalami penurunan berat hingga 10 pada temperatur 55,8 hingga 343,93 o C. Setelah pemanasan pada temperatur 343,93 o C pengurangan berat turun tajam hingga tersisa 41,22 berat sampel pada temperatur pemanasan 400 o C. Setelah pemanasan diatas temperatur 400 o C C penurunan berat berlanjut hingga tersisa 0,09 berat pada temperatur akhir pemanasan 488,79 o C. Pada sampel nanokomposit karet alambentonit CTAB menunjukkan sampel tersebut stabil terhadap panas hingga pada temperatur 330 o C. Pada temperatur 49,46 hingga 330 o C tidaklah terjadi pengurangan berat yang signifikan. Sampel baru menunjukkan perubahan yang drastis setelah pemanasan di atas temperatur 330 o C. Pengurangan berat turun tajam hingga tersisa 0,07 berat sampel pada temperatur akhir pemanasan 481,86 o C. Pada sampel nanokomposit karet alambentonit PEG menunjukkan sampel tersebut stabil pada temperatur 45,6 hingga 351,4 o C. Perubahan baru terjadi setelah pemanasan diatas temperatur 351,47 o C. Berat akhir dari pemanasan temperatur 493,35 o C adalah sebesar 0,08 dari total berat. Pada sampel nanokomposit karet alambentonit SDS menunjukkan sampel tersebut stabil pada temperatur 47,16 hingga 345,7 o C. Perubahan baru terjadi setelah pemanasan diatas temperatur 345,7 o C. Berat akhir dari pemanasan temperatur 496,28 o C adalah sebesar 0,07 dari total berat. Penelitian yang dilakukan oleh Zhang 2011 menunjukkan bahwa stabilitas termal dari polimer dipengaruhi oleh 5 atau 10 pengurangan berat awal. Semakin tinggi temperatur yang dibutuhkan untuk menghasilkan 5 atau 10 pengurangan berat, semakin stabil jenis polimer tersebut. Pengurangan berat nanokomposit karet alamorganobentonit dapat dilihat pada Tabel 4.3. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3. Kehilangan berat 5 dan 10 setelah pengujian TGA No Sampel 15 mg Kehilangan berat 5 o C Kehilangan berat 10 o C 1 Karet AlamBentonit 10,12 9,59 2 Karet AlamBentonit CTAB 13,23 12,54 3 Karet AlamBentonit PEG 13,44 12,73 4 Karet AlamBentonit SDS 11,87 11,25 Berdasarkan Tabel 4.3, untuk pengujian pada nanokomposit karet alambentonit pengurangan 5 berat awal terjadi pada temperatur 10,12 o C. Sedangkan pengurangan 5 berat awal nanokomposit karet alambentonit CTAB terjadi pada temperatur 13,23 o C. Pengurangan 5 berat awal nanokomposit karet alambentonit PEG terjadi pada temperatur 13,44 o C. Pengurangan 5 berat awal nanokomposit karet alambentonit SDS terjadi pada temperatur 11,87 ⁰C. Ini menunjukan bahwa sifat stabilitas termal paling baik dimiliki oleh nanokomposit karet alambentonit PEG, kemudian nanokomposit karet alambentonit CTAB, dan yang paling rendah adalah nanokomposit karet alambentonit SDS. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lalikova, et al, 2011, pada tahap pertama terjadi kehilangan air dari permukaan nanokomposit dan antar lapisan bentonit, selanjutnya kehilangan air menyebabkan dekomposisi dari struktur OH.

4.1.3.3. Analisis FT – IR

Dokumen yang terkait

Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

2 126 72

Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

7 76 146

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam - Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

0 2 18

Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

0 0 13

Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

0 0 36

Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

0 0 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit - Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

0 0 36

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

0 0 7

Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

0 1 20

Analisis dan Karakterisasi Pembuatan Nanokomposit Karet Alam/Bentonit dengan Glysidil Metacrilate

0 0 8