commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertanian Indonesia adalah pertanian tropikal, karena sebagian besar daerahnya berada di daerah khatulistiwa yang memotong Indonesia hampir
menjadi dua. Disamping pengaruh khatulistiwa, ada dua faktor alam lain yang ikut memberi corak pertanian Indonesia. Pertama, bentuknya sebagai
kepulauan dan kedua, topografinya yang bergunung-gunung. Letaknya yang berhubungan antara dua lautan besar yaitu Lautan Indonesia dan Lautan
pasifik, serta dua benua daratan yaitu Australia dan Asia, juga ikut mempengaruhi iklim Indonesia terutama dalam perubahan arah angin dari
daerah tekanan tinggi ke daerah tekanan rendah. Bentuk tanah bergunung- gunung memungkinkan adanya variasi suhu udara yang berbeda-beda pada
suatu daerah tertentu. Pada daerah pegunungan yang makin tinggi, pengaruh iklim tropik makin berkurang dan digantikan oleh semacam iklim sub-tropik
setengah panas dan iklim setengah dingin Mubyarto, 1994 : 6. Kondisi tanah yang beragam dan iklim yang baik untuk pertanian
memungkinkan penanaman berbagai jenis komoditi pertanian, seperti karet, kopi, lada, tanaman holtikultura. Usaha tani merupakan tumpuan sebagian
besar petani di Indonesia. Kegiatan ini belum mampu meningkatkan pendapatan petani secara riil. Keseluruhan mata rantai kegiatan ekonomi di
sektor pertanian memiliki nilai tambah yang paling kecil. 1
commit to user 2
Umumnya jenis tanah di Indonesia dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Tanah pegunungan berapi yang umunya sangat subur dengan susunan
tanah yang baik 2. Tanah datar aluvial yang subur tapi dengan susunan yang agak berat
3. Tanah tersier yang kurang subur Perkembangan ekonomi di sektor pertanian sangatlah penting karena
merupakan salah satu penopang hidup di negara agraris, perkembangan di sektor pertanian akan memberikan dampak yang positif bagi sektor lain
sehingga perlu penanganan yang serius. Usaha-usaha di sektor pertanian meliputi bidang-bidang pertanian, tanaman pangan, perkebunan, perikanan,
peternakan dan kehutanan. Sektor pertanian khususnya yang menyangkut tanaman perkebunan rakyat masih mempunyai prospek yang cerah dalam
rangka usaha peningkatan produksi untuk mencukupi kebutuhan domestik maupun ekspor.
Tebu sugar cane adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis.
Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak
dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatera. Proses pembuatan gula adalah batang tebu yang sudah dipanen diperas
dengan mesin pemeras mesin press di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula
pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan
commit to user 3
gula 5, ampas tebu 90 dan sisanya berupa tetes molasse dan air. Daun tebu yang kering dalam bahasa Jawa, dadhok adalah biomassa yang
mempunyai nilai kalori cukup tinggi. Ibu-ibu di pedesaan sering memakai dadhok
itu sebagai bahan bakar untuk memasak, selain menghemat minyak tanah yang makin mahal, bahan bakar ini juga cepat panas. Konversi energi
pabrik gula, daun tebu dan juga ampas batang tebu digunakan untuk bahan bakar boiler, yang uapnya digunakan untuk proses produksi dan pembangkit
listrik.
S ecara historis, industri gula merupakan salah satu industri perkebunan
tertua dan terpenting di Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia pernah mengalami era kejayaan industri gula pada tahun 1930-an dengan
jumlah pabrik gula PG yang beroperasi 179 pabrik, produktivitas sekitar 14,80, dan rendemen 11
−13,80. Produksi puncak mencapai sekitar 3 juta ton dan ekspor gula 2,40 juta ton. Berbagai keberhasilan tersebut didukung
oleh kemudahan dalam memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja murah, prioritas irigasi, dan disiplin dalam penerapan teknologi Simatupang, 1999.
Industri gula Indonesia kini hanya didukung oleh 60 PG yang aktif, yaitu 43 PG dikelola oleh BUMN dan 17 PG oleh swasta Dewan Gula
Indonesia 2000. Luas areal tebu yang dikelola pada tahun 1999 mencapai
341.057 ha yang umumnya terkonsentrasi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sulawesi Selatan.
commit to user 4
Tabel 1.1 Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia Ton 1995 - 2008
Tahun Karet
Kering Minyak
Sawit Biji Sawit
Coklat Kopi
Teh Kulit
Kina Gula Tebu
1
Tembakau
1
1995 341,000
2,476,400 605,300
46,400 20,800 111,082
300 2,104,700
9,900 1996
334,600 2,569,500
626,600 46,800 26,500
132,000 400
2,160,100 7,100
1997 330,500
4,165,685 838,708
65,889 30,612 121,000
500 2,187,243
7,800 1998
332,570 4,585,846
917,169 60,925 28,530
132,682 400
1,928,744 7,700
1999 293,663
4,907,779 981,556
58,914 27,493 126,442
917 1,801,403
5,797 2000
375,819 5,094,855
1,018,971 57,725 28,265
123,120 792
1,780,130 6,312
2001 397,720
5,598,440 1,117,759
57,860 27,045 126,708
728 1,824,575
5,465 2002
403,712 6,195,605
1,209,723 48,245 26,740
120,421 635
1,901,326 5,340
2003 396,104
6,923,510 1,529,249
56,632 29,437 127,523
784 1,991,606
5,228 2004
403,800 8,479,262
1,861,965 54,921 29,159
125,514 740
2,051,642 2,679
2005 432,221
10,119,061 2,139,652
55,127 24,809 128,154
825 2,241,742
4,003 2006
554,634 10,961,756
2,363,147 67,200 28,900
115,436 800
2,307,000 4,200
2007 578,486
11,437,986 2,593,198
68,600 24,100 116,501
500 2,623,800
3,100 2008
613,487 11,623,822
2,646,577 71,300
25,600 114,861
500 2,800,900
3,200 Catatan :
1 Termasuk produksi yang menggunakan bahan mentah dari perkebunan rakyat Angka sementara
Sumber : www.bps.go.id Produktifitas gula dari tahun 1995-1997 terus mengalami kenaikan
tetapi pada saat krisis moneter terjadi yaitu pada tahun 1998 produksi gula mengalami penurunan yang cukup banyak dari 2,187,243 ton menjadi
1,928,744 ton dan puncaknya pada tahun 2000 sebesar 1,780,130 ton. Tahun 2001 sektor perkebunan khususnya gula mulai mengalami peningkatan dalam
hal hasil produksi dengan meningkatnya produksi sebesar 44,445 ton dari tahun sebelumnya setelah itu produksi gula terus meningkat dari tahun ke
tahun. Penurunan produksi dan kenaikan defisit gula disebabkan oleh
berbagai faktor internal dan eksternal yang saling terkait. Penurunan produksi disebabkan oleh penurunan areal dan produktivitas. Contoh, rendemen
kadar kandungan gula didalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen
yang
commit to user 5
dicapai pada tahun 1970-an masih sekitar 10, tetapi rata-rata rendemen pada 5 tahun terakhir hanya 6,92 Dewan Gula Indonesia 1999. Kebijakan
pemerintah yang lebih memihak kepada usaha tani padi juga menyebabkan menurunnya areal tebu Soentoro, 1999. Contoh, rasio antara harga dasar
gabah dan harga provenue harga jual yang semula sekitar 2,40, pada dekade terakhir terus menurun menjadi 1,80 pada tahun 1998. Harga gula di pasar
internasional yang terus menurun dan mencapai titik terendah pada tahun 1999 juga menjadi penyebab kemunduran industri gula Indonesia. Penurunan harga
gula ini terutama disebabkan oleh kebijakan hampir semua negara produsen dan konsumen utama yang melakukan intervensi terhadap industri dan
perdagangan gula. Hampir semua negara menerapkan tarif impor lebih dari 50. Di samping itu, kebijakan dukungan harga price support dan subsidi
ekspor masih dilakukan oleh negara-negara besar seperti Eropa Barat dan Amerika Serikat. Hal ini memposisikan Indonesia pada situasi persaingan
yang tidak adil unfair. Ada dua tipe pengusahaan tanaman tebu secara umum. Pabrik gula
PG swasta, kebun tebu dikelola dengan menggunakan manajemen perusahaan perkebunan estate dimana PG sekaligus memiliki lahan HGU
Hak Guna Usaha untuk pertanaman tebunya, seperti Indo Lampung dan Gula Putih Mataram. Untuk PG milik BUMN, terutama yang berlokasi di
Jawa, sebagian besar tanaman tebu dikelola oleh rakyat, dengan demikian PG di Jawa umumnya melakukan hubungan kemitraan dengan petani tebu. Pabrik
Gula secara umum lebih berkonsentrasi pada pengolahan, sedangkan petani
commit to user 6
sebagai pemasok bahan baku tebu dengan sistem bagi hasil petani memperoleh sekitar 66 dari produksi gula petani, sedangkan PG sekitar 34
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Industri gula terus mengalami kemunduran dengan membiarkannya
jelas akan menimbulkan masalah bagi Indonesia karena alasan berikut. Pertama, industri gula melibatkan sekitar 1,40 juta petani dan tenaga kerja
yang mempunyai ketergantungan ekonomi yang sangat kuat pada industri gula. Walaupun sebagian dari mereka dapat melakukan kegiatan lain di non
gula, sebagian dari mereka sulit untuk beralih pada usaha tani yang lain Bakrie dan Susmiadi 1999.
Kebangkrutan industri gula juga berkaitan dengan investasi yang sangat besar yang tidak dapat dialihkan ke bidang lain atau disebut investasi
terperangkap. Nilai investasi untuk membangun satu PG berkisar antara US 130
−170 juta sehingga investasi yang terperangkap untuk 60 PG sekitar Rp50 triliun Susmiadi, 1998. Kedua, gula merupakan kebutuhan pokok yang
mempunyai pengaruh langsung terhadap inflasi dengan ketergantungan kebutuhan pokok yang harganya sangat fluktuatif dengan koefisien keragaman
harga tahunan sekitar 48 akan berpengaruh negatif terhadap upaya pencapaian ketahanan pangan Pakpahan, 2000. Simatupang et al. 2000
menyebutkan bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu indikator stabilitas ekonomi. Beban devisa untuk mengimpor gula akan terus meningkat
yang pada 5 tahun terakhir telah mencapai US 200 juta Direktorat Jenderal Perkebunan, 2000.
commit to user 7
Perbaikan sistem produksi tebu di tingkat petani di Pulau Jawa memiliki arti yang sangat strategis, khususnya pada wilayah-wilayah yang
secara teknis dan ekonomis mempunyai potensi untuk dikembangkan. Sekitar 80 persen bahan baku pabrik gula PG di Pulau Jawa sampai saat ini berasal
dari tebu rakyat. Produktifitas tebu dan harga gula yang rendah serta biaya usahatani yang makin meningkat, telah mendorong terjadinya penurunan
kualitas bahan baku yang disediakan petani. Pertanian seharusnya tidak lagi dilihat sebagai usaha kecil yang tidak
memiliki prospek dimasa depan, baik dilihat secara keuntungan maupun kualitas produk. Pentingnya usahatani yang baik dalam aspek pertanian
maupun aspek ekonomi yang mampu meningkatkan efisiensi. Analisis usahatani digunakan untuk mengoptimalisasi produk sehingga dapat dilihat
efisiensi penggunaan faktor produksi. Faktor-faktor produksi di dalam pertanian lebih berhubungan dengan sumber daya seperti tanah, tenaga kerja
dan modal. Faktor pendukung lain seperti bibit, pupuk, pestisida dan alat-alat produksi yang mampu menunjang produksi. Kegiatan penyelenggaraan
usahatani setiap petani berusaha agar hasil panennya banyak, dengan penelitian yang lebih mendalam tampak bahwa petani mengadakan
perhitungan-perhitungan ekonomi dan keuangan walaupun tidak secara tertulis. Petani harus mengahadapi pilihan antara menggunakan bibit lokal
yang sudah biasa digunakan dengan bibit unggul yang belum pernah digunakan, walaupun tanpa ditulis diatas kertas petani akan memperhitungkan
untung ruginya Mubyarto, 1989:67.
commit to user 8
Pabrik gula seharusnya menjadi lebih ringan dan sederhana tugas dan pekerjaanya, dimana hanya bertugas menggiling tebu untuk dijadikan gula
namun kenyataan yang terjadi tidak demikian, pekerjaan teknis memang menjadi jauh lebih ringan, tetapi dalam pekerjaan non-teknis beban pekerjaan
menjadi lebih berat. Pabrik gula menjadi bagian dari pemerintah yang bertugas mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada petani Tebu Rakyat
Intensifikasi dan menjadi salah satu anggota terpenting dalam satuan pelaksana program-program pemerintah yang berhubungan dengan Tebu
Rakyat Intensifikasi. Berdasarkan uraian di atas, maka diadakan sebuah penelitian yang berjudul ”ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU
PADA PABRIK GULA GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN TAHUN 2010”.
B. Rumusan Masalah