72
Kegiatan usaha yang terdapat pada PT. BRI Syariah KCP Binjai adalah sebagai berikut:
108
1. Produk pembiayaan syariah, seperti Murabahah jual-beli barang jadi, Istishna
jual-belipesan membuat barang, Ijarah sewa leasing, Musyarakah bagi
hasil dan Qardh pinjaman kebajikan 2.
Produk simpanan syariah, seperti Giro Wadiah, Tabungan Britama Syariah dengan prinsip
Wadi’ah, Tabungan
Zakat, Tabungan Haji,
Deposito Mudharabah dan
3. Jasa perbankan seperti Wakalah transfer, kliring
109
Berdasarkan jenis produk bank syariah yang dijalankan oleh
PT. BRI Syariah
KCP Binjai
terlihan salah
satu produk
pembiayaannya adalah
perjanjian atau pembiayaan istishna jual-belipesan membuat barang yang menjadi objek pembahasan penelitian ini.
B. Pengertian Akad dan Pengaturannya
Dalam oprasional Bank Syari’ah aqad merupakan suatu hal yang sangat esessial, oleh karena itu setiap pelaku dalam industri perbankan syariah, termasuk
pengelola bankpemilik danapengguna dana, serta otoritas pengawas harus memiliki
108
Hasil Wawancara dengan Bapak M. Indra Kusuma Staf Bagian Adminitrasi Pembiayaan ADP Bank Rakyat Indonesia BRI Syari’ah Cabang Binjai, 03 Oktober 2011
109
Hasil Wawancara dengan Bapak M. Indra Kusuma Staf Bagian Adminitrasi Pembiayaan ADP Bank Rakyat Indonesia BRI Syari’ah Cabang Binjai, 03 Oktober 2011
Universitas Sumatera Utara
73
kesamaan cara pandang terhadap Akad-Akad produk penghimpunan dan penyaluran dana bank syariah.
110
Akad yang berasal dari kata al-‘Aqd jamaknya al-‘Uqud menurut bahasa mengandung arti al-Rabtb. al-Rabtb yang berarti, ikatan, mengikat.
111
Menurut Mustafa al-Zarqa’ dalam kitabnya al-Madhkal al-Fiqh al’Amm, bahwa yang
dimaksud al-Rabtb yang dikutib oleh Ghufron A. Mas’adi yakni ; “Menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satu pada yang lainnya hingga
keduanya bersambung
dan menjadi
seperti seutas
tali yang
satu.”
112
Selanjutnya akad menurut bahasa juga mengandung arti al-Rabthu wa al syaddu yakni ikatan yang bersifat indrawi hissi seperti mengikat sesuatu dengan tali
atau ikatan yang bersifat ma’nawi seperti ikatan dalam jual beli.
113
Dari berbagai sumber bahwa pengertian akad menurut bahasa intinya sama yakni akad secara
bahasa adalah pertalian antara dua ujung sesuatu. Guna
terbentuknya akad,
maka diperlukan
unsur pembentuk
akad, hanya
saja, di
kalangan fuqaha
terdapat perbedaan
pandangan berkenaan
dengan unsur pembentuk tersebut rukun dan syarat akad. Menurut jumhur fuqaha, rukun akad terdiri atas:
110
Point menimbang huruf b, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 746Pbi2005 Tentang Akad
Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah
111
Abd. Bin Nuh dan Oemar Bakry, Kamus Arab, Indonesia, Inggris, Mutiara, Jakarta, 1964, hlm. 112
112
Mustafa al-Zarqa’, al-Madkal al-Fiqh al-‘amm, Darul Fikri, 1967 – 1968, Beirut, hlm. 291. Dikutip oleh Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 75
113
Abd. Ar-Rahman bin ‘Aid, ‘Aqad al-Muqawalah, Maktabah al-Mulk, Riyad, 2004, hlm. 25.
Universitas Sumatera Utara
74
1. Al-‘Aqidain, yakni para pihak yang terlibat langsung dengan akad
2. Mahallul Akad, yakni objek akad, yakni sesuatu yang hendak diakadkan
3. Sighat Akad, pernyataan kalimat akad yang lazimnya dilaksanakan melalui
pernyataan ijab dan qabul.
114
Kata “akad” berasal dari bahasa Arab ‘aqada artinya mengikat atau mengokohkan atau secara bahasa pengertiannya adalah ikatan, mengikat.
115
Akad dikatakan ikatan al-rabath maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan
dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya, hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.
116
Dalam Al-Qur’an kata al-aqdu terdapat pada surat Al-Maidah ayat 1 bahwa manusia diminta untuk memenuhi akadnya. Menurut Gemala Dewi beliau mengutip
pendapat Fathurrahman Djamil, istilah al-aqdu dapat disamakan dengan istilah verbentenis dalam KUH Perdata.
117
Menurut fiqh
Islam, kata
“akad” berarti
perikatan, perjanjian
dan permufakatan ittifaq. Dalam kaitan ini peranan Ijab pernyataan melakukan ikatan
dan Qabul
pernyataan menerima
ikatan sangat
berpengaruh pada
objek
114
Afdawaiza, Terbentuknya Akad dalam Hukum Perjanjian Islam, Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008, hal 182, dalam Wahbah Az-Zuhaili. 1989. A l-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu. Damaskus: Dar al-Fikr. IV. 92.
115
H.M. Azhari, Jenis-Jenis Akad Dalam Perbankan Syari’ah tabarru dan tijari, http:www.pa-tanahgrogot.net Diakses April 2011.
116
Ibid.
117
Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Prenada Media, Jakarta 2005, hlm 43.
Universitas Sumatera Utara
75
perikatannya, apabila ijab dan qabul sesuai dengan ketentuan syari’ah, maka munculah segala akibat hukum dari akad yang disepakati tersebut.
118
Menurut Musthafa Az-Zarka yang dikutip H.M.Azhari bahwa suatu akad
merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama
berkeinginan mengikatkan
dirinya. Kehendak
tersebut sifatnya
tersembunyi dalam hati, oleh karena itu menyatakannya masing-masing harus mengungkapkan dalam suatu pernyataan yang disebut Ijab dan Qabul.
119
Syarat umum yang harus dipenuhi suatu akad menurut ulama fiqh antara lain, pihak-pihak yang melakukan akad telah cakap bertindak hukum, objek akad harus
ada dan dapat diserahkan ketika akad berlangsung, akad dan objek akadnya tidak dilarang syara’, ada manfaatnya, ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis dan
tujuan akad harus jelas dan diakui syara’. Kemudian Hasbalah Thaib mengatakan bahwa suatu perjanjian menurut
jumhur ulama dikatakan dengan akad, dan secara terminilogi akad didefinisikan dengan pertalian ijab pernyataan melakukan ikatan dan qabul pernyataan
penerima sesuai dengan kehendak syaria’at yang mempengaruhi pada objek perikatan.
120
Lebih lanjut pengertian akad menurut istilah yakni terdapat definisi banyak beragam diantaranya ;
118
H.M. Azhari, Op.Cit., http:www.pa-tanahgrogot.net Diakses April 2010.
119
Ibid.
120
M. Hasballah Thaib, Op.Cit., hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
76
1 Ibnu ‘Abidin dalam Kitabnya Radd al-Muhtar ‘ala ad-Dur al-Mukhtar yang dikutib oleh Nasrun Haroen. Definisi akad yakni : Pertalian ijab pernyataan
melakukan ikatan dan qabul pernyataan penerimaan ikatan sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada obyek perikatan.
121
2 Definisi yang dikemukakan oleh Wahbah Al Zuhaili dalam kitabnya al Fiqh Al Islami wa adillatuh yang dikutib oleh Rachmat Syafei. Artinya “Ikatan
antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi.”.
122
3 Definisi yang dikemukakan oleh ‘Abdul Rahman bin ‘Aid dalam karya ilmiahnya ‘Aqad al-Maqawalah yang maksudnya “Pertalian ijab dan qabul
sesuai dengan kehendak syariat pada segi yang tampak dan berdampak pada obyeknya.
123
4 Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy definisi akad ialah ; perikatan antara ijab dengan qabul secara yang dibenarkan syara’ yang menetapkan keridlaan
kedua belah pihak.
124
Berdasarkan definisi di atas jelaslah bahwa definisi-definisi akad tersebut di atas dapat diketahui bahwa akad tersebut meliputi subyek atau pihak-pihak, obyek
121
Ibnu ‘Abidin, Radd al-Muktar ‘ala ad-Dur al-Mukhtar, dikutib oleh Nasrun Haroen, Fiqh Mu’amalah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2007, hlm 97.
122
Wahbah Al Zuhaili, Al Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, dikutib oleh Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2006, hal. 43.
123
‘Abd. Ar-Rahman Bin ‘Aid, ‘Aqad., hlm. 26
124
T.M. Hasbi Ash-Shieddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, PT. Bulan Bintang, Jakarta, hlm. 21
Universitas Sumatera Utara
77
dan ijab qabul. Dengan kata, lain akad merupakan perbuatan ijab qabul yang menyatakan para pihak melakukan persesuaian kehendak sesuai dengan syari’at dan
berpengaruh pada objek perikatan. Adapun yang menjadi dasar-dasar akad diantaranya :
a. Firman Allah dalam Al Qur’an Surat Al Maidah ayat 1 yang artinya hai orang-
orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
125
Ketentuan dalam ayat di atas menghendaki agar setiap mu’min berkewajiban menunaikan apa yang telah dia janjikan dan akadkan baik
berupa perkataan maupun perbuatan, selagi tidak bersifat menghalalkan barang haram atau
mengharamkan barang halal. Dan kalimat tersebut adalah merupakan asas ‘Uqud.
126
b. Dalam kaidah fiqh dikemukakan pula bahwa “hukum asal dalam transaksi adalah
keridlaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan”. Keridhaan yang dimaksud adalah keridhaan dalam transaksi adalah
merupakan prinsip. Oleh karena itu, transaksi barulah sah apabila didasarkan kepada keridlaan kedua belah pihak.
127
Dalam hukum Islam telah menetapkan beberapa asas akad yang berpengaruh kepada pelaksanaan akad yang dilaksanakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan
adalah sebagai berikut :
125
Departemen Agama RI., Al Qur’an dan Terjemahan, CV Toha Putra, Semarang, 1989, hlm. 156
126
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, diterjemahkan oleh Bahrun Abubakar dkk., Terjemahan Tafsir Al Maraghi, PT. Karya Toha Putra, Semarang, 1993, Juz. VI. hlm. 81
127
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
78
a. asas kebebasan berkontrak b. asas perjanjian itu mengikat
c. asas konsensualisme d. asas ibadah
e. asas keadilan dan keseimbangan prestasi. f. asas kejujuran amanah.
128
Asas kebebasan
berkontrak didasarkan
firman Allah
dalam Surat
Maidah ayat 1 yang artinya :” Hai orang-orang yang beriman, penuhi aqad-aqad itu ………. “.
129
Kebebasan berkontrak pada ayat ini disebutkan dengankata “akad- akad” atau dalam teks aslinya adalah al-‘uqud, yaitu bentuk jamak menunjukkan
keumuman artinya orang boleh membuat bermacam-macam perjanjian dan perjanjian-perjanjian itu wajib dipenuhi. Namun kebebasan berkontrak dalam hukum
Islam ada batas-batasnya yakni sepanjang tidak makan harta sesama dengan jalan batil. Sesuai firman Allah Surat An Nisaa’ ayat 29 yang artinya, “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu ………………“.
130
Asas perjanjian
itu mengikat
dalam Al
Qur’an memerintahkan
memenuhi perjanjian seperti pada surat Al ‘Israa ayat 34 yang artinya, “ …dan penuhilah janji : sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya”.
131
128
Syamsul Anwar, “Hukum Perjanjian Syariah”, Makalah disampaikan dalam rangka Stadium General Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, diselenggarakan
F.H. UMY, Yogyakarta tanggal 14 Maret 2006.
129
Departemen Agama RI., Op.Cit., hlm. 156
130
Ibid., hlm. 122
131
Ibid., hlm. 429
Universitas Sumatera Utara
79
Asas konsensualisme juga didasarkan surat An-Nisaa’ ayat 29 yang telah dikutip di atas yakni atas dasar kesepakatan bersama. Asas ibadah merupakan
asas yang berlaku umum dalam seluruh muamalat selama tidak ada dalil khusus yang melarangnya. Ini didasarkan kaidah fiqh yang menyatakan bahwa “hukum asal dalam
semua bentuk
muamalah adalah
boleh dilakukan
kecuali ada
dalil yang
mengharamkannya”.
132
Asas keadilan dan keseimbangan prestasi asas yang menegaskan pentingnya kedua belah pihak tidak saling merugikan. Transaksi harus didasarkan keseimbangan
antara apa yang dikeluarkan oleh satu pihak dengan apa yang diterima. Asas kejujuran dan amanah, dalam bermuamalah menekankan pentingnya
nilai-nilai etika di mana orang harus jujur, transparan dan menjaga amanah. Menurut Abdul Manan asas-asas akad adalah sebagai berikut : a. kebebasan, b. persamaan dan
kesetaraan, c. keadilan, d. kerelaan, e. tertulis. Di samping asas-asas tersebut di atas Gemala Dewi dkk, menambah dua asas yakni asas Ilahiyah dan asas kejujuran.
133
C. Rukun dan Syarat Akad sebagai Unsur Pembentuk Akad