Manfaat Jelutung Dyera costulata Hook. f.

pantung jarenang, pantung gunung, pantung kapur, pantung tembaga, dan pulut Kalimantan. Jelutung dapat tumbuh dengan baik di tanah organosol dengan curah hujan tipe A dan B. Menurut klasifikasi iklim Oldeman, kategori A memiliki bulan basah lebih dari 9 kali berturut-turut dan tipe B memiliki bulan basah 7 hingga 9 kali berturut-turut. Daerah penyebaran jelutung antara lain meliputi wilayah Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur Handoyo 2011. Bentuk batang jelutung ini silindris tanpa banir, tinggi mencapai 50 – 80 m, tinggi bebas cabangnya 15 – 30 m, diameter mencapai 300 cm dengan tajuk yang tipis. Kulit batangnya berwarna kelabu kehitaman, permukaan halus dengan sisik agak persegi, kulit bagian dalam tebal, bila ditoreh akan keluar getah berwarna putih seperti susu kental. Pohon ini menggugurkan daunnya 1 kali dalam setahun. Bentuk daun bulat telur tetapi lebar di bagian atas mulai dari bagian tengah sampai berbentuk huruf A yang melebar di bagian tengah. Ukuran daun 12 – 25 x 6 – 11 cm. Bunga seperti karangan bunga berbentuk lingkaran dengan panjang 5 – 18 cm dan tidak berbulu. Mahkota berwarna putih BPTH Sulawesi 2004 dengan pola cabang yang tidak terlalu rapat. Sebagai tanaman endemik, penanaman jelutung tidak memerlukan manipulasi lahan yang terlalu tinggi karena telah tumbuh dan berkembang secara alami. Pohon ini secara alami tumbuh menyebar dengan jarak antara satu pohon dengan pohon lainnya 50 m DepHut 2008. Tekstur kayu jelutung relatif halus, berwarna putih, seratnya searah, kulit batangnya berwarna abu-abu gelap atau hitam dan licin Dishut 2008. Benih Dyera costulata bersifat rekalsitran sehingga harus disimpan dalam wadah kedap udara, seperti kantong plastik dalam ruang bersuhu 18 – 20 ºC dan kelembaban 60 – 70 ruang ber-AC. Dengan cara penyimpanan seperti ini maka daya berkecambah benih diharapkan dapat dipertahankan pada nilai 60 selama 3 bulan BPTH Sulawesi 2004.

2.2 Manfaat Jelutung Dyera costulata Hook. f.

Pohon jelutung dapat disadap sepanjang tahun dengan produksi lateks per pohonnya tergantung pada ukuran pohon dan cara penyadapannya. Rahmat Bastoni 2007 dan Handoyo 2011 menyatakan bahwa jelutung dapat mulai disadap pada umur 10 tahun, sedangkan untuk mutu lateks jelutung sendiri tergantung pada jenis pohon jelutung yang disadap serta perlakuan dan teknik penanganannya ketika pasca panen. Penyadapan yang optimal biasanya dilakukan pada pagi hari supaya lateks yang dihasilkan berjumlah banyak dan tidak membeku DepHut 2008. Getah jelutung ini biasa digunakan sebagai bahan baku permen karet, isolator dan soft compound ban. Untuk kayu jelutungnya sendiri berwarna putih kekuningan dengan tekstur halus, arah serat lurus dengan permukaan kayu yang licin mengkilap ini biasa digunakan sebagai bahan baku industri mebel, polywood, moulding, pulp, patung, dan pencil slate. Dyera costulata mampu menghasilkan lateks sekitar 2,5 kg lebih banyak dari Dyera laxiflora yang hanya menghasilkan 0,5 kg lateks. Di Kalimantan dari satu pohon jelutung rata-rata menghasilkan lateks sebanyak 50 kgpohontahun Siaran Pers DepHut 2004. Pemasaran kayu jelutung di dalam negeri bisa dibilang relatif baik, hal ini dikarenakan kebutuhan bahan baku industri pencil slate yang mencapai 180.670 m 3 per tahunnya Bastoni dan Lukman 2004 diacu dalam Bathimi 2009. Menurut Bathimi 2009, potensi jelutung sangat besar, diantaranya: 1. Kemampuan beradaptasi pada lahan rawa telah teruji. Daya adaptasi yang baik pada lahan rawa merupakan syarat mutlak bagi suatu jenis pohon yang akan digunakan untuk merehabilitasi lahan rawa terdegradasi. Jelutung mempunyai daya adaptasi yang baik pada lahan rawa yang selalu tergenang atau tergenang berkala. 2. Pertumbuhan yang relatif cepat. Jelutung mempunyai pertumbuhan yang relatif cepat, pada kondisi alami riap diameter pohon berkisar antara 1,5 cm – 2,0 cm per tahun. Pohon jelutung yang dibudidayakan dengan pemeliharaan semi intensif riap diameternya dapat mencapai 2,0 – 2,5 cm per tahun. 3. Dapat dibudidayakan dengan manipulasi lahan yang minimal. Jelutung dapat dikembangkan untuk hutan rakyat di lahan rawa dengan gangguan terhadap lahan yang sangat minimal. Hal ini diperkirakan disebabkan penanaman jelutung di lahan rawa dapat dilakukan tanpa pembuatan kanal untuk sistem drainase. 4. Hasil ganda getah dan kayu. 5. Masukan input biaya budidaya relatif rendah. Dalam jangka waktu tiga tahun biaya yang dikeluarkan pada pembangunan hutan tanaman jenis jelutung untuk bibit, penyiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan sekitar Rp 2,88 juta per hektar lahan. 6. Budidaya jelutung tidak sulit. Masyarakat telah mengenal jelutung. Kemiripan budidaya jelutung dengan karet menjadikan masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk membudidayakannya. Melihat potensi jelutung di atas, pengembangan usaha jelutung ini dirasakan mempunyai prospek yang sangat baik karena kedua jenis produk pohon jelutung ini getah dan kayu memiliki banyak manfaat.

2.3 Teknik Kultur in Vitro