Teknik Kultur in Vitro

4. Hasil ganda getah dan kayu. 5. Masukan input biaya budidaya relatif rendah. Dalam jangka waktu tiga tahun biaya yang dikeluarkan pada pembangunan hutan tanaman jenis jelutung untuk bibit, penyiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan sekitar Rp 2,88 juta per hektar lahan. 6. Budidaya jelutung tidak sulit. Masyarakat telah mengenal jelutung. Kemiripan budidaya jelutung dengan karet menjadikan masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk membudidayakannya. Melihat potensi jelutung di atas, pengembangan usaha jelutung ini dirasakan mempunyai prospek yang sangat baik karena kedua jenis produk pohon jelutung ini getah dan kayu memiliki banyak manfaat.

2.3 Teknik Kultur in Vitro

Kultur in vitro adalah teknik budidaya sel, jaringan, dan organ tumbuhan dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme Santoso Nursandi 2003. Kultur in vitro ini biasa disebut juga dengan kultur jaringan tissue culture. Menurut Nugroho dan Sugito 2002, teknik kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi atau mengambil bagian tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, dan kemudian menumbuhkannya dalam kondisi aseptik bebas hama dan penyakit. Selanjutnya bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan menjadi tanaman lengkap. Teknik budidaya secara kultur jaringan ini disebut juga dengan teknik budidaya in vitro. Kultur in vitro mempunyai potensi sangat besar dalam program pemuliaan serta penyediaan benih dan bibit berkualitas Yuwono 2008. Menurut Ellyzarti 1986 teknik ini mempunyai kelemahan dasar yaitu memerlukan investasi awal yang cukup tinggi dan pelaksana harus memiliki keterampilan dan ketekunan serta pengetahuan biologi dan kimia yang memadai. Akan tetapi pernyataan ini bisa disiasati dengan berbagai cara sehingga tidak perlu modal yang tinggi serta pengetahuan yang memadai karena semua itu bisa diraih seiring berjalannya usaha yang dilakukan. Dasar kultur jaringan adalah totipotensi yaitu kemampuan setiap sel dari mana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan dalam lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi tumbuhan yang sempurna Suryowinoto 1991 diacu dalam Hendaryono dan Wijayani 1994. Noerhadi 1974 diacu dalam Ellyzarti 1986 menyatakan bahwa jaringan tanaman yang diambil dari bagian tertentu jika ditumbuhkan dalam medium yang sesuai dengan kondisi steril akan mengalami pertumbuhan kalus dalam tahap permulaan yang merupakan sel yang tidak teroganisir. Pada keadaan yang menguntungkan kalus selanjutnya dapat membentuk organ-organ baru tanaman seperti tunas, batang, dan akar. Untuk mendapatkan persentase keberhasilan yang lebih besar, kultur jaringan sebaiknya menggunakan jaringan meristem karena jaringan meristem adalah jaringan muda yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dindingnya tipis, belum mempunyai penebalan dari zat pectin, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil Hendaryono Wijayani 1994. Menurut Purwaningsih 2003, penggunaan meristem aksilar dapat menghasilkan multiplikasi tunas aksilar secara cepat, sehingga bibit yang dihasilkan dalam jumlah besar dapat ditempuh dalam waktu yang relatif singkat. Santoso dan Nursandi 2003 menyatakan bahwa prinsip kerja dari kultur jaringan terdiri dari: 1. Kegiatan isolasi bagian tanaman yang akan digunakan sebagai bahan tanam eksplan dari tanaman induknya, 2. Penanaman bahan tanam eksplan pada medium yang tepat sehingga terjadi percepatan induksi totipotensi, 3. Terpenuhinya kondisi aseptik bebas dari kontaminan atau mikroorganisme. Secara umum teknik kultur jaringan dibagi menjadi lima tahapan, yaitu seleksi eksplan dan persiapan, inisiasi dan pembuatan kondisi yang steril, perkembangbiakkan tunas aksiler multiplikasi, pengakaran dan aklimatisasi Acquaah 2004. 1. Seleksi Eksplan dan Persiapan Eksplan adalah bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan inisiasi dalam kultur jaringan. Pada dasarnya eksplan dapat diambil dari semua bagian tumbuhan baik dari jaringan akar, batang, dan daun atau berupa sel merismatik, kambium, dan embrio yang belum mengalami perubahan bentuk dan kekhususan fungsi Acquaah 2004. Namun akan lebih baik jika eksplan diambil dari bagian yang masih muda Conger 1981 diacu dalam Isnaeni 2008. Ukuran eksplan yang digunakan disesuaikan dengan tujuan dari pembiakkannya. Ukuran eksplan yang lebih besar cenderung lebih mudah terkontaminasi, namun eksplan yang kecil memiliki persentase kematian jaringan yang lebih tinggi Conger 1981 diacu dalam Isnaeni 2008. 2. Inisiasi dan Pembuatan Kondisi yang Steril Proses inisiasi merupakan salah satu tahap yang penting dalam teknik kultur jaringan untuk menentukan langkah selanjutnya. Oleh karena itu inisiasi kultur yang terbebas dari kontaminan merupakan hal yang harus dilakukan. Inisiasi adalah penanaman bagian tumbuhan sebagai eksplan untuk ditumbuhkan pada media kultur jaringan. Pada tahap ini dilakukan kegiatan sterilisasi eksplan untuk mendapatkan kultur aseptik. Eksplan yang telah disterilisasi kemudian ditanam pada media prekondisi untuk memastikan eksplan telah terbebas dari kontaminan dan jaringan berisiasi untuk tumbuh. 3. Perkembangbiakkan Tunas Aksiler Multiplikasi Multiplikasi merupakan kegiatan memindahkan tunas-tunas dari dalam wadah kultur secara aseptik yang tumbuh dari hasil induksi dan ditanam lagi dalam botol kultur lain yang berisi media dan hormon yang mampu merangsang pertunasan. Tujuan utama dari proses multiplikasi ini adalah perbanyakan pucuk atau tunas atau klon tumbuhan dan meningkatkan terjadinya percabangan aksial dan pembentukan pucuk secara adventif. 4. Pengakaran Proses pengakaran dapat dilakukan dengna penggunaan media yang ditambahkan ZPT jenis auksin. Wattimena 1988 diacu dalam Isnaeni 2008 menyatakan bahwa pemberian auksin diketahui dapat memicu pertumbuhan tunas dan akar. Proses ini dilakukan untuk mempersiapkan plantlet agar dapat ditanam di lapang. 5. Aklimatisasi Aklimatisasi merupakan tahap pemindahan plantlet dari kondisi aseptik in vitro ke kondisi lapang ex vitro atau dari keadaan heterotrof ke keadaan autotrof. Proses aklimatisasi merupakan proses yang menentukan apakah kultur jaringan berhasil atau tidak karena pada tahap ini akan diketahui apakah tumbuhan yang diaklimatisasi dapat bertahan hidup di lapang atau tidak. Proses aklimatisasi sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keberhasilan aklimatisasi sebaiknya lingkungan tumbuhnya harus mendekati lingkungan asalnya pada saat pembiakan. Selain itu, pemberian hara tumbuhan yang cukup pada media maupun penyemprotan daun akan sangat membantu proses aklimatisasi Mattjik 2005 diacu dalam Isnaeni 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan morfologis tanaman dalam kultur jaringan dapat digolongkan menjadi empat golongan utama, yaitu:  Genotipe dari bahan tanaman yang digunakan,  Media, mencakup tentang komponen penyusun media dan juga zat pengatur pertumbuhan tanaman yang digunakan,  Lingkungan tumbuh, yaitu keadaan fisik tempat kultur ditumbuhkan,  Fisiologi jaringan tanaman sebagai eksplan Wattimena 1992. Seperti yang disebutkan di atas, salah satu faktor yang berperan penting dalam menentukan keberhasilan kegiatan kultur jaringan adalah media tanam. Media tanam merupakan tempat tumbuh untuk tumbuhnya eksplan. Menurut Soerianegara 1994 diacu dalam Hidayat 2009, media tanam dalam kultur jaringan tumbuhan dibedakan menjadi dua yaitu media dasar dan media perlakuan. Bentuk media tanam yang digunakan dalam kultur jaringan ada 3 yaitu media tanam bentuk padat, semi padat, dan cair. Pada umumnya, media dasar yang sering digunakan adalah media dasar Murashige dan Skoog. Menurut Acquaah 2004 media kultur jaringan mengandung komponen yang dapat dikategorikan menjadi empat kelompok unsur mineral, senyawa organik, zat pengatur tumbuh, dan sistem penyokong.

2.4 Colchicine