Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat

a b Gambar 31 Beberapa spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi: a randu dan b saga.

5.2.7 Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat

Terdapat sembilan sumber pengetahuan masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan obat untuk pengobatan. Sumber-sumber pengetahuan tumbuhan obat dapat pada setiap kecamatan dapat dilihat pada Gambar 32, Gambar 33 dan Gambar 35. Sumber pengetahuan secara turun temurun mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya merupakan sumber pengetahuan terbanyak di setiap kecamatan. Sumber pengetahuan secara turun-temurun diperoleh melalui orang tua dan leluhur. Persentase sumber pengetahuan tersebut di setiap kecamatan berkisar antara 58 – 84. Artinya, lebih dari separuh spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berasal dari pengetahuan secara turun-temurun. Banyaknya tumbuhan obat yang dikenal dan dimanfaatkan melalui pengetahuan secara turun-temurun menunjukkan bahwa sebenarnya masyarakat masih memegang dan melaksanakan pengetahuan yang diajarkan oleh orang tua atau leluhurnya dalam pemanfaatan tumbuhan obat, meskipun tentu saja jumlah spesies tumbuhan dan intensitas pemanfaatannya tidak sebanyak dahulu. Hal tersebut disebabkan telah banyaknya spesies tumbuhan yang mulai sulit ditemukan, bahkan sudah tidak ada lagi di sekitar lingkungan masyarakat. Selain itu, telah banyaknya obat kimia yang mudah diperoleh dan lebih praktis digunakan serta adanya fasilitas kesehatan yang dibangun di sekitar tempat tinggal masyarakat pun membuat masyarakat mulai enggan menggunakan tumbuhan obat. Biasanya pengetahuan secara turun-temurun yang masih dipegang masyarakat berupa pengetahuan mengenai ramuan tumbuhan obat sederhana. Sederhana yang dimaksud, yaitu tidak terlalu banyak spesies tumbuhan yang digunakan, sederhana dalam mengolah dan dalam menggunakannya. Ramuan tumbuhan obat sederhana tersebut biasanya dimanfaatkan untuk mengobati penyakit-penyakit ringan yang sering diderita masyarakat. Gambar 32 Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat Kecamatan Jalancagak. Sumber pengetahuan spesies tumbuhan obat dan pemanfaatannya yang berasal dari kerabat merupakan sumber pengetahuan yang banyak dimanfaatkan masyarakat di kecamatan-kecamatan lokasi penelitian. Masyarakat mudah terpengaruh oleh perilaku, pemikiran dan perasaan warga lain dalam lingkungan masyarakat tersebut atau oleh masyarakat lainnya terhadap suatu hal, karena seringkali interaksi dalam dan antar masyarakat bersifat persuasif. Dalam hal pemanfaatan tumbuhan obat, seringkali seorang warga ikut menggunakan suatu tumbuhan obat karena melihat atau mendapat saran dari warga lainnya. Pengaruh tersebut akan semakin besar seiring dengan semakin dekatnya hubungan warga dalam suatu masyarakat atau dengan masyarakat lainnya. Kecamatan Jalancagak memiliki persentase sumber pengetahuan dari kerabat terkecil. Hal tersebut disebabkan terdapat daerah-daerah di Kecamatan Jalancagak yang terletak berjauhan hingga interaksi antar masyarakat yang tinggal di dalamnya pun lebih kecil dibandingkan di daerah lainnya. Gambar 33 Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat Kecamatan Dawuan. Masyarakat yang mengetahui mengenai tumbuhan obat dan manfaatnya dari pengobat dukun, tukang urut, paraji dan lain-lain tidak terlalu banyak. Kecamatan Jalancagak merupakan kecamatan yang masyarakatnya paling sedikit mengetahui tentang tumbuhan obat dan manfaatnya dari pengobat. Hal tersebut disebabkan karena jumlah pengobat di kecamatan tersebut yang menggunakan tumbuhan obat sebagai media penyambuhan tidak banyak, terutama pengobat berupa dukun dan tukang urut. Paraji dukun beranak cukup banyak ditemukan di Kecamatan Jalancagak, mencapai dua hingga tiga orang pada setiap desanya, namun sudah banyak yang tidak menggunakan tumbuhan obat. Paraji yang ditemui merupakan paraji terdidik yang bertugas mendampingi bidan desa dan membantu merawat bayi. Namun, paraji-paraji tersebut masih diperbolehkan menganjurkan penggunaan tumbuhan obat dalam merawat kesehatan ibu setelah melahirkan. Masyarakat juga mendapat pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya dari media cetak, berupa koran, buku, majalah dan lain-lain. Jumlah masyarakat yang mendapat pengetahuan dari sumber tersebut cukup kecil, yaitu hanya 2 – 5. Hal tersebut menunjukan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di kecamatan-kecamatan lokasi penelitian masih rendah. Masyarakat yang mendapatkan pengetahuan mengenai spesies tumbuhan obat dan pemanfaatannya dari media cetak biasanya merupakan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari sekolah dasar, karena masyarakat dengan tingkat pendidikan tersebut lebih mudah mendapatkan akses terhadap sumber pengetahuan tersebut. Media cetak yang dijadikan sumber pengetahuan tersebut, diantaranya Majalah Trubus, Majalah Mangle dan Koran Giwangkara. Seperti media cetak, masyarakat yang mendapat pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya dari media elektronik pun sedikit, hanya 1 pada setiap kecamatannya. Hal tersebut disebabkan mulai berkurangnya acara yang memberikan pengetahuan tentang tumbuhan obat dan pemanfaatanya di media-media elektronik yang mudah diakses masyarakat, seperti TV dan radio. Jika pun ada, masyarakat biasanya akan memilih tayangan lain yang dianggap lebih menarik. TVRI merupakan salah satu stasiun televisi yang pernah diketahui masyarakat menanyangkan acara mengenai pengobatan secara tradisional dengan tumbuhan obat dengan menghadirkan narasumber yang kompeten di bidang tersebut. Namun, banyak masyarakat yang sudah jarang atau bahkan tidak lagi menonton saluran tersebut. Media cetak dan media elektronik sebenarnya merupakan media yang ampuh untuk penyebaran informasi terhadap masyarakat. Media elektronik terutama dapat diakses semua kalangan masyarakat tanpa membedakan usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan tingkat ekonomi. Pemberian pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya akan sangat efektif dilakukan melalui media ini, namun dengan pengemasan acara yang lebih menarik dan tetap mendidik. Sumber pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatanya melaui ilham mimpi, tirakat, salat dan lain-lain tidak diperoleh oleh setiap orang dan sembarangan orang. Masyarakat yang mendapat pengetahuan dari hal tersebut biasanya merupakan masyarakat yang pernah memiliki riwayat sakit yang berat dan pengobat. Masyarakat dengan riwayat sakit yang berat akan berupaya melakukan berbagai cara untuk kesembuhannya. Salah satunya adalah dengan rajin melaksanakan ibadah untuk memohon kesembuhan pada Tuhan. Pengobat di Kecamatan Dawuan yang mendapatkan pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya dengan cara belajar, melalui ilham mimpi, tirakat, shalat dan lain-lain dan dari pengetahuan secara turun temurun mengatakan bahwa penyakit yang diderita seseorang dapat merupakan penyakit secara lahir atau penyakit kebatinan. Menurut pengobat tersebut, penyakit yang bersifat lahir atau pun kebatinan dapat diobati menggunakan tumbuhan obat, namun untuk penyakit yang bersifat kebatinan, selain menggunakan tumbuhan obat, pengobatannya pun memerlukan ritual, bacaan atau syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi penderita selain menggunakan tumbuhan obat. Sebagai contoh, pemanfaatan air rebusan bunga labu kuning Cucurbita moschata dengan bunga atau daun senggugu Clerodendron serratum dan daun salak Salacca zalacca yang dipakai mandi dipercaya dapat mengobati penyakit ayan. Dalam penggunaannya, air rebusan spesies-spesies tumbuhan tersebut harus dipakai mandi selama tujuh kali pada setiap hari kelahiran penderita dan digunakan setiap pukul tujuh pagi atau malam serta penderita harus dimandikan langsung oleh orangtuanya. Selain itu, rebusan kulit batang kelor Moringa oleoifera dan turi Sesbania grandiflora juga dipercaya dapat menyembuhkan penyakit reumatik. Untuk mempercepat penyembuhan, penderita disarankan menendang-nendang batang kelor tersebut setiap hari. Mitos atau syarat-syarat yang melengkapi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat tersebut tentu saja perlu dianalisis lebih lanjut. Meskipun terdengar tidak masuk akal, namun seringkali mitos atau syarat tersebut sebenarnya mengandung arti yang dapat dijelaskan. Misalnya, dalam pemanfaatan daun tertentu untuk obat disarankan jumlahnya ganjil atau dalam jumlah tertentu tergantung hari kelahiran penderita penderita yang lahir hari Senin menggunakan dua lembar daun, penderita yang lahir pada hari Selasa menggunakan lima lembar daun dan seterusnya. Mungkin saja, jumlah-jumlah daun tersebut sebenarnya merupakan dosis yang tepat bagi pengobatan, mengingat tidak semua spesies tumbuhan cocok digunakan oleh setiap orang. Dokter, bidan dan mantri desa merupakan sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat yang dikelompokan sebagai medis. Spesies tumbuhan obat yang disarankan oleh dokter, bidan dan mantri tersebut biasanya merupakan spesies tumbuhan yang memang kandungannya telah diteliti secara ilmiah dan telah terbukti berkhasiat obat. Daun sirsak misalnya, kini banyak diresepkan atau sekedar dianjurkan oleh dokter. Hal tersebut disebabkan hasil riset di mancanegara yang menginformasikan adanya senyawa aktif acetogenesis dalam daun sirsak yang sangat manjur dan selektif mengatasi target sasaran dalam pengobatan penyakit kanker Duryatmo 2011. Terdapat juga dokter yang membuat dan memberikan ramuan obat tradisional yang telah dikemas secara modern dan siap pakai pada pasiennya. Salah seorang warga yang menderita kanker payudara di Desa Tambakmekar, Kecamatan Jalancagak hingga kini masih mengkonsumsi obat tersebut, disamping juga mengkonsumsi ramuan tumbuhan obat yang dibuat sendiri yang diberitahukan dokter dan kerabatnya. Meskipun pada akhirnya operasi tetap dilakukan, namun warga tersebut mengaku dengan mengkonsumsi tumbuhan obat, kondisinya lebih baik. Gambar 34 Obat yang terbuat dari tumbuhan obat yang dibuat dan dikemas oleh salah seorang dokter untuk mengobati penyakit kanker payudara. Komposisi salah satu obat kanker payudara yang dikonsumsi warga tersebut, yaitu daun sirsak Annona muricata, rimpang temulawak Curcuma xanthorrhiza , rimpang kunir putih Curcuma zedoaria dan daun jambu batu Psidium guajava. Masing-masing spesies tumbuhan tersebut, memiliki efek farmakologis terhadap kanker payudara, misalnya kunir putih memiliki efek menghentikan pertumbuhan sel kanker sitostatika, menghentikan pendarahan hemostatika dan menghilangkan rasa sakit anti piretik. Obat lainnya terdiri dari sambiloto dan temulawak. Temulawak memiliki efek farmakologis terhadap kanker payudara, yaitu sebagai sitostatika, anti piretik, anti inflamasi, menghilangkan atau menetralkan racun anti toksik dan meningkatkan daya tahan tubuh imunostimulan Winarto et al. 2007. Temulawak dapat diberikan bersama daun sirsak kepada pasien kanker yang juga mengidap maag. Temulawak melindungi lambung dari keasaman tinggi akibat konsumsi daun sirsak yang bersifat asam Wiguna 2011. Spesies-spesies tumbuhan obat yang merupakan komposisi obat untuk kanker payudara tersebut terdapat di sekitar lingkungan masyarakat dan seringkali juga dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati penyakit tertentu. Sebenarnya masyarakat pun dapat membuat obat untuk penyakit yang berat, seperti kanker dengan memanfaatkan spesies-spesies tumbuhan obat tersebut. Hanya saja dalam pembuatannya perlu diperhatikan cara pengolahan yang benar dan dosis yang tepat. Warga yang mendapatkan pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya dengan belajar terdapat di Kecamatan Dawuan. Salah seorang warga belajar dari orang yang mempunyai pengetahuan banyak mengenai hal tersebut dan dari buku-buku. Menurutnya, pengobatan dengan menggunakan tumbuhan obat itu bersifat ekstruktif, artinya reaksinya tidak cepat namun akurat pada organ yang sakit. Hal tersebut yang menyebabkan pengobatan dengan tumbuhan obat hampir tidak memiliki efek samping. Berbeda dengan obat kimia yang bersifat destruktif. Pengetahuan mengenai tumbuhan obat yang diperoleh dari belajar dan buku-buku tersebut seringkali dibagikan pada masyarakat lainnya. Gambar 35 Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat Kecamatan Tambakdahan. Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat lainnya berupa seminar kesehatan dan melihat komposisi obat herbal dan jamu. Warga yang mendapatkan pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan manfaatnya melalui komposisi obat herbal dan jamu pada awalnya merupakan pembeli produk-produk tersebut. Setelah diamati pada bagian komposisinya, ternyata spesies tumbuhan obat yang merupakan komposisi obat herbal dan jamu tersebut dapat ditemukan di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Karena itu, warga tersebut pun mulai membuat sendiri ramuan tumbuhan obat sesuai komposisi yang tertulis pada obat herbal dan jamu tersebut.

5.2.8 Potensi tumbuhan obat di sekitar lingkungan masyarakat