Jumlah Daun Multiplikasi Tunas

Pada metode perbanyakan mikro pre-existing meristem penggunakan BA yang merupakan salah satu jenis sitokinin dikombinasikan dengan GA 3 dapat mendorong perbanyakan mikro tunas aksilar tanaman pohpohan.Pada tahap inisiasi tunas, aplikasi BA dengan konsentrasi 0 – 2 mg l -1 pada GA 3 0 mg l -1 pola responnya linear, sedangkan konsentrasi BA pada GA 3 0.5 dan 1 mg l -1 pola responnya kuadratik pada peubah saat muncul tunas. Eksplan yang relatif lebih mudah di induksi tunasnya adalah eksplan yang memiliki jaringan meristem seperti bakal tunas pada buku Harahap et al 2015. Menurut Heddy 1996 respon terhadap GA 3 meliputi peningkatan pembelahan sel dan pembesaran sel dalam mendorong pertumbuhan dan mempengaruhi terbentuknya tunas. Pada tahap multiplikasi tunas, perlakuan konsentrasi BA 0.0 mg l -1 sampai 1.0 mg l -1 menunjukkan pola respon secara linear terhadap peubah jumlah eksplan bertunas, jumlah tunas per eksplan, jumlah daun dan tinggi tunas. Semakin tinggi konsentrasi BA menyebabkan semakin banyak sel yang kompeten dalam satu jaringan sehingga potensi regenerasi menjadi lebih tinggi Veltcheva dan Svetieva 2005. Salisbury dan Ross 1992 menunjukkan bahwa sitokinin dapat mendorong pertumbuhan tanaman, karena sitokinin merangsang pembelahan sel melalui sintesis protein dimana protein ini dibutuhkan untuk proses mitosis. Lakitan 1996 menyatakan bahwa sitokinin juga bisa meningkatkan plastisitas sel dan peningkatkan gula tereduksi sehingga akan menyebabkan potensial osmotik sel menurun, air diserap lebih banyak sehingga tekanan turgor meningkat kemudian menyebabkan pembesaran sel. 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Pohpohan tumbuh dengan baik pada media dihaluskan dengan konsentrasi optimum IBA berkisar antara 89.25 sampai 104.75 ppm dan media tidak dihaluskan berkisar antara 98.00 – 105.50 ppm untuk aksesi Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati pada peubah tinggi tunas. Pada peubah jumlah daun diperoleh konsentrasi optimum IBA pada media dihaluskan antara 98.93 – 108.62 ppm dan media tidak dihaluskan berkisar antara 101.08 – 108.60 ppm untuk aksesi Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati. Pada tahap inisiasi tunas, aplikasi BA dengan konsentrasi 0 – 2 mg l -1 pada GA 3 0 mg l -1 pola responnya linear, sedangkan konsentrasi BA pada GA 3 0.5 dan 1 mg l -1 pola responnya kuadratik pada peubah saat muncul tunas. Pada tahap multiplikasi tunas, perlakuan konsentrasi BA 0.0 mg l -1 sampai 1.0 mg l -1 menyebabkan pola respon linear pada peubah jumlah eksplan bertunas, jumlah tunas per eksplan, jumlah daun dan tinggi tunas.

6.2 Saran

Perbanyakan bibit pada stek batang pohpohan dapat menggunakan IBA dengan konsentrasi antara 89.25 – 108.62 ppm baik pada media dihaluskan maupun media tidak dihaluskan. Inisiasi dan multiplikasi tunas pohpohan secara in-vitro dapat menggunakan konsentrasi BA berkisar antara 1.19 – 1.32 mg l -1 . DAFTAR PUSTAKA Alviana VF, Susila AD. 2009. Optimasi dosis pemupukan pada budidaya cabai Capsicum annum L. menggunakan irigasi tetes dan mulsa polyethylene. J Agron Indonesia. 371:2833. Amalia R, Fidrianny I, Sukrasno S. 2006. Review of chemistry ingredients ethyl acetate extract leaves pohpohan Pilea trinervia Wight. [Thesis]. Bandung [ID]. Institut Teknik Bandung. Andarwulan N, Batari R, Sandrasari DA, Bolling B, Wijaya H. 2010. Flavonoid content and anti0xidant activity of vegetables from Indonesia. Food Chemistry 121:1231-1235. Anwar, N. 2007. Pengaruh Media Multiplikasi terhadap Pembentukan Akar pada Tunas In vitro Nenas Ananas comocus L Merr. cv. Smooth Cayenne di Media Pengakaran. [Skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Baihaki A. 2003. Aspek Sosial Ekonomi dalam Pemanfaatan dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati Jawa Barat. J. Ekol BioverTop. 22:54-60. Batari R. 2007. Identifikasi senyawa favanoid pada sayuran indigenous Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Bhojwani S.S, Razdan MK. 1983. Plant Tissue Culture: Theory and Practice. Development in Crop Science. Amsterdam: Elsevier Press. Boulay M, 1987. In Vitro Propagation of Tree Species dalam Bonga JM dan Durzan [eds.]. Plant Tissue and Cell Culture. Plant Biology. Vol 3. New York:Alan R.Liss, Inc. Budiarto K and Rosario T.L. 2005 . Stock plant productivity of twlve chrysanthemum Dendranthema grandiflora [Ramat.] Kitam varietas grown under covered and open conditions. Philipines Agric. Sci. 884: 418-430. Chahardehi AM, Ibrahim D, Sulaiman SF. 2009. Antioxidant Activity and Total Phenolic Content of Some Medicinal Plant in Urticaceae. J. Biol. Sci 32:27-31. Chakrabarty D, Mandal A.K.A, Datta S.K. 2000. Retrieval of new colourd chrysanthemum through organogenesis. Current Science, 789:1060- 1061. Cordeiro SZ, Simas NK, Henriques AB, Sato A. 2013. Micropropagation and callogenesis in Mandevilla guanabarica Apocynaceae, an endemic plant from Brazil. Crop Breeding and Applied Biotechnology. 14:108-115. Crawford, J.H. 2003. Cheremisinoff and R.P Ouellette ed.Composting of Agricultural Waste in Biotechnology Applications and Research, Paul N, 6877. Darliah I. Mariska W. Handayati R. Purmananingsih dan Sutater T. 2001. Respon beberapa kultivar lili terhadap media perakaran secara in-vitro.J. Sain Teks499-458. Debnath, M. 2008. Clonal propagation and antimicrobial activity of an endemic medicinal plant Stevia rebaudiana. Journal of Medicinal Plants Research 245-51. Deepa VS. Rajaram K, Kumar MA, Das S, Kumar PS. 2011. High frequency regeneration and shoot multiplication in Andrographis lineata wall. Ex.