Untuk Kalangan Guru dan Diknas Kolaka Utara. Guru mengemban misi

Kunandar. 2009. Guru Profesional. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Mangkunegara, AA. Anwar Prabu 2006. Evaluasi Kinerja SDM, Bandung: PT RefikaAditema, Cet. Ke-10, Mangkunegara, A. A. Anwar Prabu 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT.Rosda Karya Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: RemajaRosdakarya. Muslich, M. 2007. Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik. Jakarta:PT. Bumi Aksara Nasir, U. 2007. Manajemen Peningkatan Kinerja Guru. Bandung: Mutiara Ilmu. Peraturan Pemerintah RI No 19 Tahun 2005. Tentang Standar Nasional Pendidikan.Jakarta: Eko Jaya. Rasyidin Waini. 2007. Pedagogik Teo ris “dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogian Simanjutak, Payaman J 2005. Manajemen Evaluasi Kinerja, Lembaga PenerbitFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Tim. 2009. Buku 3. Panduan Penyusunan Portofolio. Jakarta: Dikti. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Fokus Media Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta;Sinar Grafika InternetJurnal Department of Education. 2003. Certification Program for School Leaders CPSL. Online Tersedia: http: www.doc.k12.hi.uspersonnelschool admincert_cpsl.htm Illinois State Board of Education. 2003. Minimum Requirements for State Certificates. File:A:Certification Minimum Requirement Booklet.htm PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PENJAMINAN MUTU TERHADAP KINERJA GURU SD NEGERI DI KECAMATAN KOTABUMI SELATAN KABUPATEN LAMPUNG UTARA Ganjar Winata 1 , Lasiman 2 , dan Muhammad Misbah 3 1,2,3 Universitas Negeri Jakarta, UPBJJ-Universitas Terbuka Bandar Lampung, Universitas Negeri Jakarta abotnathayahoo.co.id aldaagusetyawatiayugmail.com misbaheducatorgmail.com Abstract The purpose of this research is to describe and analyze the influence between: 1 principal leadership with teachers performance, 2 quality assurance with teachers performance also 3 principal leadership and quality assurance simultaneously with teachers performance on public elementary schools in South Kotabumi district on North Lampung regency. The kind of this research is quantitative by using method of ex post facto. The samples use Slovin formula as much 101 from 136 teachers who teach on public elementary schools in South Kotabumi district on North Lampung regency. Data are obtained from questionnaire and documentation, then analyzed by used correlational technique and regression both simple and double. Hypothesis test is done by Product Moment correlation and double correlation, which have been done before with normality and homogeneity test. The results of this research are: 1 there is positive influence between principal leadership with teachers performance, it means that getting better teachers perception about principal leadership, the teachers performance will be better too, 2 there is positive influence between quality assurance with teachers performance, it means that getting better teachers perception about quality assurance, the teachers performance will be better too 3 there is positive influence between principal leadership and quality assurance with teachers performance, it means that getting better teachers perception about principal leadership and quality assurance, the teachers performance will be better too. Keywords: principal leadership, quality assurance, teachers performance Abstrak Tujuan dari penelitian adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh: 1 kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru, 2 penjaminan mutu terhadap kinerja guru serta 3 kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu secara simultan terhadap kinerja guru SD Negeri di Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara. Jenis penelitian ini kuantitatif dengan menggunakan metode ex post facto. Sampel menggunakan rumus Slovin sebanyak 101 dari 136 guru yang mengajar di SD Negeri di Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara. Data diperoleh melalui angket dan dokumentasi, kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasional dan regresi baik secara sederhana maupun ganda. Pengujian hipotesis dilakukan dengan korelasi Product Moment dan korelasi ganda, yang sebelumnya telah dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Hasil penelitian sebagai berikut: 1 terdapat pengaruh yang positif antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru, mengandung arti bahwa semakin baik persepsi guru mengenai kepemimpinan kepala sekolah maka semakin baik pula kinerjanya, 2 terdapat pengaruh yang positif antara penjaminan mutu terhadap kinerja guru, mengandung arti bahwa semakin baik persepsi guru mengenai penjaminan mutu maka semakin baik pula kinerjanya, 3 terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu terhadap kinerja guru, mengandung arti bahwa semakin baik persepsi guru mengenai kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu maka semakin baik pula kinerjanya. Kata kunci: kepemimpinan kepala sekolah, penjaminan mutu, kinerja guru PENDAHULUAN Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang mudah, karena sumber daya manusia yang berkualitas bukan hanya dilihat dari penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi dilihat juga dari sikap dan mentalitasnya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pendidikan bangsanya, karena dengan pendidikan yang berkualitas diharapkan akan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas pula, dan pada akhirnya dapat mendukung perkembangan pembangunan nasional. Mutu proses pembelajaran sangat erat kaitannya dengan peran dan tugas guru di sekolah, karena guru secara langsung berhadapan dengan siswa dalam pelaksanaan pendidikan. Menurut Sardiman 2005:125 bahwa guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Seorang guru saat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, dituntut memiliki beberapa kemampuan dan keterampilan tertentu. Kemampuan dan keterampilan tersebut sebagai bagian dari kompetensi profesionalisme guru yang mutlak dimiliki oleh guru agar tugasnya sebagai pendidik dapat terlaksana dengan baik. Salah satu faktor yang menjadi tolak ukur keberhasilan sekolah adalah kinerja guru. Kinerja guru yang dimaksud adalah hasil kerja guru yang direfleksi dalam cara merencanakan, melaksanakan, menilai dan menindaklanjuti proses pembelajaran yang intensitasnya dilandasi dengan etos kerja, serta disiplin guru dalam pembelajaran. Kinerja guru atau prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Agar dapat mencapai kinerja yang baik itu banyak faktor yang mempengaruhi, dalam hal ini diduga kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu mempunyai kontribusi terhadap kinerja guru. Oleh karena itu perlu dikaji lebih lanjut mengenai kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu dalam kaitannya dengan kinerja guru. Kepala sekolah selaku pimpinan tertinggi di sekolah dianggap berhasil jika dapat meningkatkan kinerja guru melalui berbagai macam bentuk kegiatan pembinaan terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah. Untuk itu kepala sekolah harus mampu menjalankan peran dan tanggungjawabnya sebagai seorang manajer pendidikan, pemimpin pendidikan, supervisor pendidikan dan administrator. Menurut Simamora 2000:26 bahwa kepala sekolah diharapkan mampu menciptakan suasana kerja yang nyaman dan kondusif di sekolah, sehingga setiap guru dapat bekerja dengan maksimal. Menurut Soebagia 2000:161 bahwa kepemimpinan pendidikan memerlukan perhatian yang utama, karena melalui kepemimpinan yang baik kita harapkan akan lahir tenaga-tenaga berkualitas dalam berbagai bidang sebagai pemikir, pekerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Berkenaan dengan hal tersebut, kualitas kepemimpinan kepala sekolah akan sangat menentukan kualitas pembelajaran di sekolah. Jika kualitas kepemimpinan kepala sekolah baik, maka pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan baik dan dipastikan guru bekerja secara optimal. Peningkatan dan penjaminan mutu pendidikan harus dicapai dengan pengembangan dan peningkatan mutu SDM. Menurut Ali Rokhmad Kompas, 2011 bahwa mutu pendidikan adalah kesesuaian sifat-sifat atribut produknya dengan kebutuhan para pelanggannya peserta didik, masyarakat, dunia kerja, dan lain-lain. Peningkatan dan penjaminan mutu pendidikan diperlukan banyak pihak yang terkait untuk terlibat baik langsung maupun tidak langsung, terutama peran serta warga sekolah guru, kepala sekolah, staf dan murid, peran serta masyarakat dan para orang tua, sehingga perlu terus didorong dan diberdayakan serta disusun perencanaan atau persiapan yang matang mulai dari awal hingga akhir proses pendidikan. Pada konteks pendidikan, pengertian mutu pendidikan mencakup input, proses, output dan outcome pendidikan. Input pendidikan merupakan segala sesuatu yang harus tersedia karena diperlukan untuk berlangsungnya proses yaitu kebijakan mutu yang memuat maksud dan tujuan sekolah, sumber daya yang memadai, adanya kemampuan prestasi yang tinggi, fokus kepada konsumen siswa dan input manajemen. Proses pendidikan adalah melakukan perubahan sesuatu menjadi sesuatu yang lain, yaitu efektivitas proses belajar-mengajar, kepemimpinan sekolah yang kuat, pengelolaan tenaga kependidikan, adanya budaya mutu, teamwork yang dinamis, kewenangan dan kemandirian, partisipasi warga sekolah dan masyarakat, transparansi manajemen, sistem evaluasi dan perbaikan yang berkelanjutan serta akuntabilitas. Dalam hal ini, sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses adalah input dan hasil proses adalah output. Output pendidikan adalah kinerja sekolah yang berupa prestasi yang diukur dari kualitas, efektivitas, produktivitas, efisiensi, inovasi, kualitas dan moral kerja. Peningkatan mutu pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia beserta jajarannya berusaha mewujudkan peningkatan mutu pendidikan dari tahun ke tahun melalui berbagai variasi kebijakan strategis, seperti kebijakan yang menyangkut Kurikulum 2013, akreditasi sekolah, penyediaan anggaran Bantuan Operasional Sekolah BOS, perbaikan Manajemen Berbasis Sekolah MBS, Ujian Akhir Nasional UAN dan peningkatan mutu guru melalui peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi guru. Di samping itu dilakukan juga peningkatan mutu pendidikan secara lebih sistematis yaitu dengan cara penerapan sistem penjaminan mutu quality assurance di tingkat sekolah khususnya sekolah dasar. Penerapan sistem penjaminan mutu di tingkat sekolah diyakini akan dapat meningkatkan partisipasi seluruh elemen sekolah dalam menetapkan standar mutu, mengupayakan mutu, dan selanjutnya mewujudkan penjaminan mutu sekolahnya. Menurut Rinda Hedwig yang dikutip oleh Wiyono 2008:4 bahwa sistem penjaminan mutu bisa dilakukan baik secara menyeluruh maupun dalam bentuk berjenjang. Secara meyeluruh berarti seluruh proses yang terkait di dalam penyelenggaraan satuan pendidikan tersebut seperti penerimaan siswa baru, proses belajar mengajar, hingga proses meluluskan lulusan yang dijaminkan mutunya. Sedangkan yang dimaksud dengan bertahap adalah satuan pendidikan bisa melakukan penjaminan mutu hanya pada proses pembelajarannya saja. Penulis mengkaji fenomena yang terjadi pada guru-guru SD Negeri di Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara yang terdiri dari 8 SD Negeri dengan jumlah kurang lebih 136 orang belum memenuhi harapan Pemerintah, lembaga, orangtua ataupun masyarakat. Secara umum persoalan tersebut meliputi sebagian guru yang kurang berhasil dalam mengajar dikarenakan mereka kurang disiplin dan juga kurang termotivasi untuk mengajar. Hal ini dapat dilihat dari etos kerja guru SD, yaitu: belum tepat waktu dalam bertugas, sering datang terlambat dan pulang belum waktunya, serta sebagian guru belum memiliki kualifikasi akademik S1 dan sebagian guru pula belum membuat perangkat pembelajaran. Kecenderungan kinerja guru yang masih rendah dapat dilihat dari data hasil pengawasan sekolah tahun 2012-2013. Data laporan hasil kegiatan kepengawasan sekolah tahun pelajaran 2012-2013 pada tingkat SD Negeri di Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara dapat diketahui: 1 63 guru belum menerapkan strategi pembelajaran yang bervariasi, 2 65 guru belum menerapkan struktur kegiatan pembelajaran yang efektif, 3 70 guru belum memperbaiki kinerja mengajar melalui Penelitian Tindakan Kelas PTK, dan 4 42 guru dalam pengembangan silabus belum melakukan analisis konteks. Melihat kondisi tersebut penulis tertarik untuk meneliti pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu terhadap kinerja guru SD Negeri di Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis: 1 Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SD Negeri di Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara, 2 Pengaruh penjaminan mutu terhadap kinerja guru SD Negeri di Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara, 3 Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu secara bersama-sama terhadap kinerja guru SD Negeri di Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara. TINJAUAN PUSTAKA Kinerja Guru Kata kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance atau job performance, sering disingkat performance saja. Menurut Arikunto 2002:23 bahwa performance merupakan sesuatu yang dapat diamati oleh orang lain. Sesuatu yang mengacu pada perbuatan atau tingkah laku seseorang yang dapat diamati di dalam kelompok. Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena kinerja sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau yang diperlihatkan atau kemampuan kerja, dengan kata lain kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja. Kinerja guru atau prestasi kerja merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja guru akan baik jika guru telah melaksanakan unsur-unsur yang terdiri atas kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar. Kinerja seorang guru dilihat dari sejauh mana guru tersebut melaksanakan tugasnya dengan tertib dan bertanggungjawab, kemampuan menggerakkan dan memotivasi siswa untuk belajar dan kerjasama dengan guru lain. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu hasil atau taraf kesuksesan yang dicapai oleh pekerja dalam bidang pekerjaannya, menurut kriteria yang diberlakukan untuk pekerjaan tersebut. Sedang kinerja guru adalah tingkat keberhasilan guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik guna mencapai tujuan institusi pendidikan. Kinerja guru dalam melaksanakan tugas dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern, yaitu: intelegensi; sikap dan disiplin; minat; persepsi; motivasi; pengetahuan dan kemampuan; keadaan fisiologis; insentif atau gaji; keamanan dan perlindungan; sarana dan prasarana; iklim kerja; dan gaya kepemimpinan atasan. Kepemimpinan Kepala Sekolah Suatu organisasi kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting, karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Seorang pemimpin organisasi mempunyai peran yang sangat kuat untuk mempengaruhi bawahannya agar mau melakukan tindakan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Toha 2004:264 bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi orang lain, atau seni mempengaruhi manusia baik perorangan maupun kelompok. Sedangkan menurut pendapat Mulyasa 2003:51 yang mendefinisikan kepemimpinan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang lain yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan. Menurut Hersey dan Blanchard 1992 dalam Dharma dan Husaini 2008:10 ada empat gaya kepemimpinan yang efektif, yaitu telling, selling, participating dan delegating. Ciri-ciri telling pemberitahuan: tinggi tugas dan rendah hubungan, pemimpin memberikan instruksi atau keterangan bagaimana cara mengerjakan, kapan harus selesai, dimana pekerjaan dilaksanakan dan pengawasan, komunikasi biasanya satu arah. Ciri-ciri selling penawaran atau penjualan: tinggi tugas dan tinggi hubungan, pemimpin menawarkan gagasannya dan bawahan diberikan kesempatan berkomentar, pemimpin masih banyak melakukan pengarahan, komunikasi sudah dua arah. Ciri-ciri participating pelibatan bawahan: tinggi hubungan dan rendah tugas, pemimpin dan bawahan saling memberikan gagasan, pemimpin dan bawahan sama-sama membuat keputusan. Ciri-ciri delegating pendelegasian: rendah hubungan dan rendah tugas, pemimpin melimpahkan wewenangnya kepada bawahan, bawahan mendapat wewenang membuat keputusan sendiri. Penjaminan Mutu Pada bidang pendidikan yang menjadi pelanggan layanan jasa adalah para siswa, orang tua dan masyarakat. Oleh karena itu, pelayanan pendidikan yang bermutu adalah pemberian layanan jasa pendidikan di sekolah yang dapat memberikan kepuasan kepada para siswa di sekolah dan masyarakat atau orang tua siswa, sejalan dengan ini Ikke D. Sartika 2002:8 mengemukakan bahwa k ualitas pada dasarnya dapat berupa kemampuan, barang dan pelayanan, kualitas pendidikan dapat menunjuk kepada kualitas proses dan kualitas hasil produk. Suatu pendidikan dapat bermutu dari segi proses yang sudah tentu sangat dipengaruhi kualitas masukannya jika proses belajar mengajar berlangsung secara efektif dan peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna meaningful learning dan juga memperoleh pengetahuan yang berguna baik bagi dirinya maupun bagi orang lain functional knowledge yang ditunjang secara wajar oleh sumber daya manus ia, dana, sarana dan prasarana . Jadi berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan mutu pelayanan pendidikan adalah adanya jaminan proses atau layanan penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan mampu memenuhi keinginan para siswa dan masyarakat kepuasan pelanggan. Pada lingkungan sistem pendidikan, khususnya persekolahan, tuntutan akan penjaminan mutu quality assurance merupakan gejala yang wajar, karena penyelenggaraan pendidikan yang bermutu merupakan akuntabilitas publik. Setiap komponen pemangku kepentingan pendidikan orang tua, masyarakat, dunia kerja, pemerintah dalam peranan dan kepentingannya masing-masing memiliki kepentingan terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Penanganan mutu secara menyeluruh dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang terkait mulai dari hulu sampai hilir, mencakup semua proses yang dilakukan sesuai standar mutu quality control, penjaminan mutu quality assurance, ke arah peningkatan mutu berkelanjutan continuous quality improvement. Penjaminan mutu dan peningkatan mutu pendidikan memerlukan standar mutu, dilakukan dalam satu prosedur tata kerja yang jelas, strategi, kerja sama dan kolaborasi antar pemangku kepentingan; dan dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa pendidikan di Indonesia menggunakan delapan standar yang menjadi acuan dalam membangun dan meningkatkan kualitas pendidikan. Standar Nasional Pendidikan SNP merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, ada delapan standar yang menjadi kriteria minimal tersebut, yaitu: 1 Standar isi; 2 Standar proses; 3 Standar kompetensi lulusan; 4 Standar pendidik dan tenaga kependidikan; 5 Standar sarana dan prasarana; 6 Standar pengelolaan; 7 Standar pembiayaan; dan 8 Standar penilaian pendidikan. Standar Nasional Pendidikan SNP bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta keberadaan bangsa yang bermartabat. Salah satu upaya dalam melaksanakan penjaminan mutu untuk tingkat sekolah, khususnya SD adalah dengan didirikannya Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan LPMP. Pada pelaksanaannya secara berkala dan berkelanjutan LPMP akan membantu sekolah baik secara akademis maupun manajemen, agar sekolah itu dapat berkembang secara optimal, sehingga dapat mencapai standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional Pendidikan BSNP. Dengan demikian sekolah tersebut akan menjadi contoh bagi sekolah lain dalam mengembangkan pola manajemen untuk mencapai standar nasional pendidikan. METODE DAN SAMPLING Jenis penelitian adalah penelitian survei, yaitu penelitian yang bertujuan mem- berikan gambaran fenomena yang diamati dengan lebih mendetail, misalnya disertai data numerik, karakteristik dan pola hubungan antar variabel, hal tersebut sesuai dengan pendapat Sugiyono 2009:115. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan prosedur penelitian deskriptif inferensial dengan membedakan variabel ke dalam variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi dan variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi. Variabel bebasnya adalah kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu, sedangkan variabel terikat adalah kinerja guru. Sejalan dengan sifat penelitian deskriptif korelasional, peneliti berusaha menggambarkan fakta-fakta sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Selanjutnya, fakta tersebut diolah dan dianalisis untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat lalu menggunakan analisis korelasi dan regresi. Data yang diperoleh akan digunakan untuk menggambarkan karakteristik dari populasi berdasarkan variabel yang sudah ditentukan. Populasi dalam penelitian ini adalah guru-guru di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara, yang berjumlah 136 orang. Dari populasi tersebut diambil 101 orang sebagai sampel penelitian. Jumlah tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus Slovin pada taraf signifikan 5. Untuk menentukan jumlah sampel di tiap-tiap sekolah digunakan teknik proportional random sampling, yaitu penarikan sampel secara acak atas kelompok populasi dengan memperhatikan proporsi setiap kelompok dalam strata populasi sehingga proporsi populasi yang paling kecil pun dapat terwakili. Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini dimaksudkan sebagai cara mengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi yang terdapat di lokasi penelitian. Pemilihan teknik pengumpulan data dengan angket didasarkan atas alasan bahwa responden memiliki waktu yang cukup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan; setiap responden menghadapi susunan dan cara pengisian yang sama atas pertanyaan yang diajukan; responden mempunyai kebebasan memberikan jawaban; dan dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden dalam waktu yang cepat. Melalui teknik angket ini akan dikumpulkan data yang berupa jawaban tertulis dari beberapa responden atas sejumlah pertanyaan yang diajukan di dalam angket tersebut. TEMUAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Mendeskripsikan data hasil penelitian merupakan langkah yang tidak bisa di- pisahkan dengan kegiatan analisis data sebagai prasyarat untuk memasuki tahap pembahasan dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian. Sebanyak 101 orang guru SD Negeri di Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara yang diambil sebagai sampel telah mengisi angket yang diajukan. Sebelum pengisian angket dilaksanakan oleh guru, peneliti memberikan penjelasan tentang cara pengisian angket dimaksud. Peneliti menjelaskan bahwa data yang telah diungkap dalam penelitian ini adalah kinerja guru Y, kepemimpinan kepala sekolah X 1 dan penjaminan mutu X 2 . Kemudian dari seluruh data yang diperoleh, masing-masing akan dicari skor tertinggi dan terendah, rata-rata, simpangan baku dan variannya. Pembahasan Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Berdasarkan analisis statistik antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru diperoleh koefisien korelasi r = 0,128 dan koefisien determinasi r 2 = 0,016. Hal ini berarti ada hubungan yang kuat antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru dan kontribusi kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru sebesar 1,6. Hasil ini memperlihatkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kinerja guru. Jika kepala sekolah melaksanakan peran kepemimpinannya dengan baik, maka guru akan melaksanakan tugasnya dengan senang hati, sehingga tujuan sekolah dapat dengan mudah dicapai. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mulyasa 2003:126 yang menyatakan kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Kepala sekolah selaku pimpinan tertinggi di sekolah dianggap berhasil jika dapat meningkatkan kinerja guru melalui berbagai macam bentuk kegiatan pembinaan terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah. Untuk itu kepala sekolah harus mampu menjalankan peran dan tanggungjawabnya sebagai seorang manajer pendidikan, pemimpin pendidikan, supervisor pendidikan dan administrator. Kepala sekolah diharapkan mampu menciptakan suasana kerja yang nyaman dan kondusif di sekolah, sehingga setiap guru dapat bekerja dengan maksimal. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soebagia 2000:161 yang menyatakan ke- pemimpinan pendidikan memerlukan perhatian yang utama, karena melalui kepemimpinan yang baik kita harapkan akan lahir tenaga-tenaga berkualitas dalam berbagai bidang sebagai pemikir, pekerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Berkenaan dengan hal tersebut, kualitas kepemimpinan kepala sekolah akan sangat menentukan kualitas pembelajaran di sekolah. Jika kualitas kepemimpinan kepala sekolah baik, maka pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan baik dan dipastikan guru bekerja secara optimal. Adanya pengaruh yang positif kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru membuktikan bahwa teori yang menyatakan kepemimpinan kepala sekolah akan menentukan kondisi guru dan diduga dapat meningkatkan kinerjanya dalam kepustakaan sejalan dengan kerangka berpikir yang diajukan. Dengan demikian, lewat penelitian ini terbukti bahwa kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor penentu bagi kinerja guru, disamping faktor-faktor lainnya. Pengaruh Penjaminan Mutu Terhadap Kinerja Guru Berdasarkan analisis statistik antara penjaminan mutu terhadap kinerja guru diperoleh koefisien korelasi r = 0,546 dan koefisien determinasi r 2 = 0,299. Hal ini berarti ada hubungan yang kuat antara penjaminan mutu dengan kinerja guru dan kontribusi penjaminan mutu terhadap kinerja guru sebesar 29,9. Hasil ini memperlihatkan bahwa penjaminan mutu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kinerja guru. Kontribusi penjaminan mutu sebesar 29,9 terhadap kinerja guru merupakan sumbangan yang cukup berarti untuk meningkatkan kinerja guru. Guru sebagai tenaga kependidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan tujuan pendidikan, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang akan menghasilkan tamatan yang diharapkan. Guru merupakan sumber daya manusia yang menjadi perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan pendidikan. Maka kinerja guru harus selalu ditingkatkan mengingat tantangan dunia pendidikan untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global semakin ketat. Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa guru mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya peningkatan mutu. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Bab VI Pasal 28 ayat 1 disebutkan bahwa “Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk me wujudkan tujuan nasional”. Adanya pengaruh yang positif penjaminan mutu terhadap kinerja guru membuktikan bahwa teori yang menyatakan penjaminan mutu akan menentukan kondisi guru dan diduga dapat meningkatkan kinerjanya dalam kepustakaan sejalan dengan kerangka berpikir yang diajukan. Dengan demikian, melalui penelitian ini terbukti bahwa penjaminan mutu merupakan salah satu faktor penentu bagi kinerja guru, disamping faktor-faktor lainnya. Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Penjaminan Mutu Terhadap Kinerja Guru Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh koefisien korelasi ganda r = 0,557 dan koefisien determinasi r 2 = 0,311. Hal ini berarti ada pengaruh yang kuat antara kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu secara simultan terhadap kinerja guru di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara. Kemudian kontribusi kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu terhadap kinerja guru sebesar 31,1 dan selebihnya 68,9 dipengaruhi oleh faktor lain. Adanya korelasi yang positif kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu secara bersama-sama terhadap kinerja guru membuktikan bahwa teori yang menyatakan kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu secara bersama-sama akan menentukan kondisi guru dan diduga dapat meningkatkan kinerjanya dalam kepustakaan sejalan dengan kerangka berpikir yang diajukan. Dengan demikian, melalui penelitian ini terbukti bahwa kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu secara bersama-sama merupakan salah satu faktor penentu bagi kinerja guru, disamping faktor-faktor lainnya. KESIMPULAN Kesimpulan dihasilkan dari temuan dan pembahasan hasil penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru dengan kadar kekuatan pengaruh yang positif. Mengandung arti bahwa semakin baik persepsi seorang guru mengenai kepemimpinan kepala sekolah, maka semakin baik pula kinerjanya. 2. Terdapat pengaruh penjaminan mutu terhadap kinerja guru dengan kadar kekuatan pengaruh yang positif. Mengandung arti bahwa semakin baik persepsi seorang guru mengenai penjaminan mutu, maka semakin baik pula kinerjanya. 3. Terdapat pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu secara bersama-sama terhadap kinerja guru dengan kadar kekuatan pengaruh yang positif. Mengandung arti bahwa semakin baik persepsi seorang guru mengenai kepemimpinan kepala sekolah dan penjaminan mutu, maka semakin baik pula kinerjanya. Hasil dalam penelitian ini membuktikan bahwa variabel penjaminan mutu lebih berpengaruh secara positif dibandingkan variabel kepemimpinan kepala sekolah, terhadap variabel kinerja guru. REFERENSI Amri, Sofan. 2013. Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar dan Menengah: dalam Teori, Konsep dan Analisis hal. 34. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek hal. 23. Jakarta: PT. Rineka Cipta. D. Sartika, Ikke. 2002. Quality Service In Education. Edisi Khusus Untuk Kalangan Mahasiswa hal. 8. Bandung: Kantor Yayasan Potensia. Dharma Husaini. 2008. Kepemimpinan Kepala Sekolah Madrasah yang Efektif. Jurnal Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 32, 10. Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi hal. 51-126. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 bab VI tentang Standar Nasional Pendidikan, 281. Diunduh dari https:www.presidenri.go.id Rokhmad, Ali. 2011. Serba-serbi Mutu Pendidikan hal. 7. Jakarta: Surat Kabar Kompas. Sardiman, A.M. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar hal. 125. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Simamora, Henry. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia hal. 26. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YPKN. Soebagia, A. 2000. Manajemen Pendidikan Indonesia hal. 161. Jakarta: Ardadirya. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan hal. 115. Bandung: Alfabeta. Wiyono. 2008. Implementasi TQM di Perguruan Tinggi hal. 4. Bandung: STT Telkom. Toha. 2004. Kepemimpinan dalam Manajemen hal. 264. Jakarta: Raja Grafindo Persada. THE DEVELOPMENT OF CONSTRUCTIVISTIC- BASED BLENDED LEARNING MODEL Khaeirudin 1\ 1 The Departement of Curriculum and Instructional Technology, State University of Jakarta Khaerudin_tpyahoo.com Abstract The purpose of this research is to develop of contructivistic- based blended learning model. The methods applied were a four step research and development model which cover stages of initiation, development, evaluation as well as implementation. The Research produce the learning model that consists of a procedural model and physical model. The evaluation includes five phases which were evaluation of peer, expert, one-to-one evaluation, limited test and field test. According to data analysis that constructivistic-based blended learning model is effective in achieving the learning competencies. Key words: Development, blended learning, constructivistic-based, procedural model, physical model Abstrak Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran blended berbasis pendekatan konstruktivistik. Penelitian menggunakan metode penelitian dan pengembangan Research and Developmen yang meliputi empat tahap, yaitu penelitian pendahuluan, pengembangan, evaluasi, dan implementasi. Penelitian menghasilkan model yang terdiri dari model prosedural dan model fisik. Model telah dievaluasi secara formatif dan sumatif. Dalam model formatif dilakukan melalui empat fase, yaitu evaluasi oleh teman sejawat, evaluasi ahli, evaluasi satu-satu, dan tesuji terbatas. Sedangkan tes sumatif dilakukan melalui uji lapangan. Berdasarkan analisis data ditemukan bahwa model pembelajaran blended yang dikembangkan efektif untuk mencapai hasil belajar yang ditentukan. Kata kunci: Pengembangan, Pembelajaran Blended, Pendekatan Konstruktivistik, Model Prosedural, Model Fisik PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, khususnya dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi TIK telah mengubah kehidupan dan peradaban umat manusia. Hampir semua aspek kehidupan manusia tidak lagi dapat melepaskan diri dari pengaruh TIK, seperti aspek budaya, politik, pertahanan keamanan, dunia kerja, ekonomi, pekerjaan rumah tangga, dan tentunya juga dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan, khususnya di daerah perkotaan, pemanfaatan TIK bukan lagi sebagai pilihan, tetapi sudah menjadi keharusan keniscayaan, karena sebagian besar ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang berkembang didasarkan pada dan disebarkan dengan TIK. Konsekuensinya adalah suatu lembaga yang ingin berkembang tidak ada pilihan lain, selain dari harus ikut memanfaatkan TIK, baik sebagai sumber belajarnya maupun hanya dijadikan sebagai alat untuk membantu melaksanakan tugas-tugas administrasinya. Menyadari akan pentingnya peran TIK dalam dunia pendidikan maka Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud, telah menetapkan untuk memanfaatkan TIK sebagai salah satu sarana yang akan digunakan untuk sistem informasi persekolahan dan pembelajaran termasuk pengembangan pembelajaran secara elektronik Depdiknas, 2005. Di samping itu TIK juga akan digunakan untuk mengatasi masalah pemerataan, relevansi, dan tata kelola pendidikan di Indonesia. Hal ini tampak dalam rencana strategis renstra Kemendiknas tahun 2005 – 2009 yang menetapkan program “Perluasan Pendidikan Melalui ICT dan TV-Edukasi” untuk mengatasi masalah pemerataan pendidikan; program “Pengembangan Pembelajaran Berbasis ICT dan TV, termasuk Program Pendidikan Nonformal, dan Pendidikan Agama dan Keagamaan”, untuk mengatasi masalah rendahnya mutu, relevansi dan daya saing keluaran output pendidikan; dan program “Peningkatan Kualitas Tata Kelola Melalui Aplikasi Sistem Informasi Manajemen SIM” untuk mengatasi masalah lemahnya tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik dalam hal pengelolaan pendidikan Depdiknas, 2005. Dari renstra di atas terlihat bahwa Kemendikbud sebelumnya Kemendiknas menyadari betul bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing keluaran adalah melalui pemanfaatan TIK. Oleh karena itulah, maka selama ini Kemdikbud telah mengembangkan berbagai program berbasis TIK di lingkungan Kemendikbud, diantaranya adalah program “Jejaring internet di sekolah-sekolah Schools Internet Network ”; Program E-Edukasi; Program INHERENT Indonesian Higher Education Network; dan Program “Jaringan Pendidikan Nasional Jardiknas” Supangkat, 2007. Pada dimensi praktis, pengaruh dari pemanfaatan TIK juga telah merubah pola pikir dan pola tindak mahasiswa. Saat ini mereka telah menyadari apa yang mereka inginkan dalam proses perkuliahan. Mereka memiliki harapan dan tuntutan dari proses perkuliahan yang dialaminya. Secara umum mereka mengharapkan menjadi orang-orang yang profesional untuk dapat bekerja pada saatnya mereka lulus kuliah; mereka juga ingin memiliki kemampuan untuk memilih tentang bagaimana dan apa yang ingin mereka pelajari, dan kapan mereka mempelajarinya. Perkembangan TIK juga telah membuka peluang dan mendorong terjadinya revolusi dalam cara orang belajar dan bagaimana informasi disampaikan, termasuk dalam dunia pendidikan. Lebih jauh lagi, maraknya pemanfaatan TIK dalam dunia pendidikan telah mengubah pola dan interaksi pembelajaran. Berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK telah dikembangkan oleh banyak ahli pendidikan yang bekerjasama dengan ahli teknologi informasi dan komunikasi. Berbagai istilah model pembelajaran yang berbasis TIK lahir, seperti e-learning, web-based learning, online learning, distance learning, dan juga blended learning. Model pembelajaran e-learning adalah model pembelajaran yang banyak mendapat perhatian. Zastrocky, Yanosky dan Harris menegaskan bahwa pada tahun 2004, e-learning telah digunakan oleh 50 siswa dan menjadi 59 pada tahun 2005. Sementara itu, hampir 40 dosen di PT menggunakan e-learning sebagai suplemen dari perkuliahan tatap- mukanya. Kondisi ini diharapkan terus meningkat, sehingga pada tahun 2009, diharapkan lebih dari 50 dosen di PT menyampaikan materi kuliahnya dengan memanfaatkan e- learning yang dikombinasikan dengan tatap-muka, dan pada tahun 2009, juga diprediksi akan lebih banyak lagi mahasiswa yang mengikuti kuliah hybrid daripada kuliah hanya tatap-muka atau online . Penelitian pendahuluan yang dilakukan Khaerudin 2009 terhadap para dosen pengampu mata kuliah “Evaluasi Hasil Belajar” di lingkungan UNJ menunjukkan: dilihat dari aspek proses pembelajaran yang dilakukan para dosen selama ini, semua dosen 100 menyatakan telah memiliki dan sekaligus menggunakan silabus sebagai acuan dalam melaksanakan perkuliahan; Sebanyak 87 dosen telah menyiapkan materi kuliah di awal semester; Sebanyak 93 dari mereka menyatakan telah memiliki bahan ajar yang mereka siapkan dalam bentuk makalah hand-out dan PowerPoint; Hal ini sejalan dengan peralatan yang mereka gunakan dalam perkuliahan yaitu dalam bentuk laptop dan LCD projector 87; Demikian juga dengan pendekatan perkuliahan yang mereka laksanakan, sebagian besar dari mereka 80 menyatakan menggunakan pendekatan yang mengkombinasikan antara pendekatan student center oriented dengan pendekatan teacher center oriented. Sementara itu model perkuliahan yang mereka terapkan 87 adalah dalam bentuk sepenuhnya tatap-muka, dan hanya 13 diantara mereka yang menyatakan dalam bentuk kombinasi antara tatap-muka dan online. Itupun dengan frekuensi pertemuan tatap-muka yang masih sangat dominan antara 70 - 90. Dari penelitian pendahuluan tersebut juga terdeteksi bahwa hanya 67 dosen yang merasa puas dengan hasil belajar mahasiswanya, sementara sisanya 33 menyatakan kurang puas. Sementara itu, dilihat dari aspek kesiapan para dosen dalam pemanfaatan e- learning, secara garis besar juga dapat dikatakan sudah siap. Hal ini terlihat dari sebanyak 93 dari mereka telah memiliki komputer yang terkoneksi dengan internet, bahkan sebanyak 87 dosen komputer yang dimilikinya dalam bentuk laptop. Demikian juga pada saat mereka di kantor, telah tersedia komputer yang terkoneksi dengan internet yang mereka dapat gunakan selama ada di kantor. Hal lain yang menggembirakan adalah semua dosen 100 menyatakan bahwa mereka telah menggunakan komputer untuk keperluan perkuliahan, sekalipun baru 60 diantara mereka yang memanfaatkan internet untuk perkuliahan, dan 80 yang memanfaatkan internet untuk menambah sumber belajar. Di lihat dari aspek sikap dosen terhadap pemanfaatan e-learning, terlihat baru 87 dosen yang manyadari bahwa internet merupakan sumber belajar yang sangat kaya untuk perkuliahan; bahkan hanya 60 yang setuju kalau internet dinilai sebagai media yang efektif untuk perkuliahan. Sedikit lebih besar 73 dosen yang setuju kalau internet dikatakan dapat dijadikan sebagai media yang efesien untuk perkuliahan. Fokus Masalah Melihat sejumlah keunggulan pembelajaran berbasis TIK yang dikenal dengan e- learning, online learning, maupun web-based learning, di samping itu adanya tuntutan perkembangan TIK yang semakin kuat, maka sudah selayaknya mereka yang selalu ingin mengikuti perkembangan iptek dan ingin melakukan inovasi dalam pembelajarannya, berpikir dan mencoba untuk memanfaatkan berbagai model pembelajaran berbasis TIK. Namun di sisi lain, karena model pembelajaran ini belum familiar bagi sebagian manajemen perguruan tinggi, maka untuk memanfaatkan model pembelajaran e-learning secara penuh masih terkendala oleh adanya aturan administratif yang mensyaratkan adanya pertemuan tatap-muka antara dosen dan mahasiswa minimal 80 dari seluruh jumlah pertemuan. Di samping itu, melihat kenyataan yang ada, dimana mereka yang menyatakan telah memanfaatkan e-learning, sesungguhnya tidak melaksanakannya secara penuh, mereka masih mengkombinasikannya dengan pembelajaran tatap-muka. Oleh karena itu, penggunaan istilah yang tepat dengan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi di atas adalah model pembelajaran blended learning. Tuntutan lain yang perlu mendapat perhatian serius dari para perancang pembelajaran adalah bahwa pembelajaran harus memberi kesempatan kepada para mahasiswa untuk secara aktif berusaha mengonstruk sendiri pengetahuan dan kompetensi yang harus dimilikinya. Peran dosen hanya sebagai fasilitator dan stimulator aktivitas mahasiswa untuk belajar dalam arti yang sesungguhnya, yaitu mahasiswa bukan hanya mendengar, mencatat, dan menghafal materi yang disampaikan dosen. Tetapi mereka harus mencari, mengkaji, merumuskan sendiri pengetahuan yang harus dikuasainya, sehingga pada akhirnya menguasai kompetensi yang harus dimilikinya. Memperhatikan kondisi di atas dan berdasarkan pengamatan, baik secara langsung tidak terstruktur mengamati proses pembelajaran yang dilakukan para dosen, melalui perbincangan informal, maupun hasil penelitian pendahuluan ternyata masih sedikit dosen yang telah memanfaatkan internet e-learning sebagai model pembelajarannya. Kalaupun ada, dosen yang memanfaatkan e-learning, mereka belum mengembangkannya secara sistematis, sistemik, dan terintegrasi. Di sisi lain permasalahan yang tampak dalam pembelajaran adalah proses pembelajaran yang terjadi selama ini masih berupa pengajaran, dimana siswa berperan hanya sebagai penerima dan pasif, sedangkan dosen mengambil peran yang dominan. Materi kuliah disusun dan disampaikan secara sistematis oleh dosen. Namun melihat pola dan karakteristik pembelajaran tatap-muka dengan pembelajaran e-learning yang berbeda, tentunya memerlukan perencanaan dan pengelolaan pembelajaran yang juga berbeda. Pembatasan Masalah Beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah 1 apakah para dosen mengembangkan bahan belajar yang dirancang khusus untuk pembelajaran berbasis TIK e-learning? 2 apakah model pembelajaran TIK e-learning dapat dirancang untuk melibatkan mahasiswa dalam mengonstruksi sendiri pengetahuannya? 3 Model pembelajaran TIK e-learning seperti apa yang memungkinkan mahasiswa mengonstruk sendiri pengetahuannya? 4 Bagaimana merancang pembelajaran berbasis TIK e- learning yang dapat mendorong mahasiswa untuk mengonstruk sendiri pengetahuannya? 5 Bagaimana mengombinasikan model pembelajaran berbasis TIK e-learning dengan pembelajaran tatap-muka yang efektif? 6 Kondisi seperti apa yang memungkinkan dilaksanakannya pembelajaran yang memadukan model pembelajaran berbasis TIK e- learning dengan pembelajaran tatap-muka? 7 Bagaimana merancang pembelajaran yang memadukan pembelajaran berbasis TIK e-learning dengan pembelajaran tatap-muka? Perumusan Masalah Bagaimana mengembangkan model pembelajaran yang memadukan pembelajaran tatap-muka dengan pembelajaran e-learning yang berbasis pendekatan konstruktivistik? Dengan kata lain bagaimana mengembangkan model pembelajaran blended learning yang berbasis pendekatan konstruktivistik? ACUAN TEORITIK Hakikat Model Pembelajaran Pengertian model yang dikemukakan oleh Rivett, menyatakan bahwa model sebagai “a set of logical relationship either qualitative or quantitative, which will link together the relevan features of the reality with which we are concerned Hanson, 2001. Beauchamp mendeskripsikan model dilihat dari sudut pandang fungsinya, yaitu “Functionally, models are used to represent events and event interactions in a highly compact and illustrative manner Hanson, 2001. Gustafson dan Branch mendefinisikan model sebagai “a simple representation of more complex form, processes, and functions of physical phenomena or ideas Gustafson dan Branch, 1997. Meyer, W. J. mengatakan bahwa model adalah sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif Trianto, 2009, dan Miarso yang menyatakan bahwa “model adalah representasi suatu proses dalam bentuk grafis danatau naratif, dengan menunjukkan unsur- unsur utama serta strukturnya. Dalam hal ini memungkinkan penafsiran model naratif ke dalam bentuk grafis, atau sebaliknya Miarso, 1988. Hakikat Pembelajaran Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Reigeluth mendefinisikan pembelajaran “as a way of organizing and sequencing information for the learner which may include any or all of a number of essential elements, such as presentation of information and provision of examples, practice, and feedback Reigeluth, 1983. Gagne dan Briggs menyatakan bahwa pembelajaran dilakukan untuk membantu mahasiswa belajar Gagne, 1974. Carey dalam buku Definisi Teknologi Pendidikan Terjemahan Yusufhadi Miarso yang mengatakan bahwa pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ikut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu Miarso, 1989. Miarso sendiri mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadinya perubahan yang relatif permanen pada diri orang lain Miarso, 2004. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Smaldino dkk, yang mendefinisikan pembelajaran sebagai penyusunan informasi dan lingkungan untuk memfasilitasi belajar Smaldino, 2008. Model Pembelajaran Reigeluth menyatakan bahwa model pembelajaran adalah rangkaian komponen-komponen strategi pembelajaran yang terintegrasi, antara lain komponen: pentahapan dan urutan ide isi materi; penggunaan ikhtisar dan ringkasan; penggunaan contoh; penggunaan praktek; dan penggunaan strategi yang berbeda-beda untuk memotivasi mahasiswa. Suatu model pembelajaran memperlihatkan seluruh aspek pembelajaran yang berbeda-beda, dalam rangka meraih hasil belajar terbaik melalui antisipasi kondisi belajar tertentu, yang dideskripsikan secara detil Reigeluth, 1983. Joyce mengemukakan bahwa: models of teaching is a description of a learning environment, including our behavior as teachers when that model is used. These model have many uses, ranging from planing lesson and curriculum to designing instructional materials, including multimedia programs Joyce, 2009. Gustafson mendefinisikan pengembangan pembelajaran sebagai suatu prosedur yang diorganisasi dengan mencakup tahapan-tahapan menganalisis, mendesain, mengembangkan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi pembelajaran Gustafson, 1997. Lebih lanjut Gustafson menjelaskan bahwa pengembangan pembelajaran mencakup sedikitnya empat aktivitas utama, yaitu 1 menganalisis latar setting dan kebutuhan pemelajar, 2 mendesain serangkaian spesifikasi untuk suatu lingkungan pemelajar yang efektif, efesien dan relevan, 3 mengembangkan semua pemelajar dan materi manajemen, dan 4 mengevaluasi hasil pengembangan baik evaluasi formatif maupun sumatif Gustafson, 1997. Gustafson dan Branch mengidentifikasi enam model pengembangan pembelajaran yang dikategorikan sebagai pengembangan pembelajaran yang berorientasi pada sistem system orientation, yaitu Instructional Development Institute IDI dari National Special Media Institute, Interservices Procedures for Instructional Systems Development IPISD Branson, Diamond, Smith and Ragan, Gentry, and Dick and Carey Gustafson, 1997. Pendekatan Konstruktivistik Teori Belajar Konstruktivistik Marlowe, mendefinisikan konstruktivisme sebagai suatu teori tentang bagaimana kita belajar Marlow, 1998. Sedangkan Fosnot mendefinisikan konstruktivisme sebagai suatu teori tentang pengetahuan dan belajar. Menurut pandangan teori ini, pengetahuan dibangun melalui berbagai alat, sumber, pengalaman, dan konteks. Palincsar sebagaimana dikutip Woolfolk menyatakan bahwa “banyak teori dalam ilmu kognitif mencakup banyak jenis konstruktivism karena teori-teori ini berasumsi bahwa individu mengkonstruk sendiri struktur kognitif yang dimilikinya dengan menginterpretasi pengalamannya dalam situasi khusus Woolfolk, 2004. Richard A. Schuck seorang profesor dari Universitas of Oregon dalam Gagnon Jr., menyatakan bahwa konstruktivis secara khusus merujuk pada asumsi bahwa perkembangan manusia terjadi oleh konstruksi pengetahuan secara individual dan sosial Gagnon, 2001. Duffy bahwa “Constructivism, like objectivism, holds that there is a real world that we experience. … There are many ways to structure the world, and there are many meanings or perspectives for any event or concept Dufy, 1992. Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan bukanlah suatu informasi yang dapat dipindahkan pada seseorang, untuk kemudian dihafal, diingat kembali, dan diterapkan pada situasi lain. Tetapi, pengetahuan adalah suatu pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dengan dunia, orang, dan benda. Vygotsky memandang bahwa belajar pada individu terjadi karena adanya interaksi sosial antara individu dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Proses internalisasi dan konstruksi pengetahuan dalam diri individu terjadi karena adanya transformasi dari kegiatan eksternal ke internal, sebagai hasil dari interaksi sosial antara individu dengan lingkungannya Woolfolk, 2004. Pembelajaran Konstruktivistik Para ahli konstruktivistik menyarankan suatu pendekatan dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan memberikan pemelajar kesempatan untuk mendapatkan pengalaman konkrit, bermakna, dan kontekstual dengan cara mencari bentuk, mengajukan pertanyaan, dan mengkonstruk model, konsep, dan strategi yang mereka miliki. Fosnot menyatakan yang menjadi tujuan dari pembelajaran model ini adalah adanya otonomi, hubungan sosial yang saling menguntungkan, dan pemberdayaan Fosnot, 1996. Vygotsky menyebutnya sebagai pembelajaran sosiokultural Gasong, 2009. Mayer melihat pembelajaran konstruktivis ini dengan menunjukkan indikator-indikator yang terdapat dalam komponen pembelajaran, diantaranya komponen hasil belajar, aktivitas belajar, dan jenis tes yang digunakan. Dilihat dari dimensi hasil belajarnya bahwa belajar konstruktivis ditandai oleh kemampuan mengingat dan mentransfer hasil dengan baik Mayer, 1984, 1996. Mayer dan Robin menyatakan bahwa belajar konstruktivis lebih menekankan pada aktivitas kognitif pemelajarnya daripada pada aktivitas fisiknya. Vygotsky menekankan bahwa pembelajaran terjadi harus melalui interaksi antara aspek internal dan eksternal dan menekankan pada lingkungan sosial. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi pada saat siswa dihadapkan pada suatu masalah atau tugas yang belum pernah dihadapi sebelumnya, namun masalah tersebut masih ada dalam jangkauan kemampuannya atau berada dalam zona of proximal development ZPD mereka Gasong, 2009. Hakikat Blended Learning Pengertian Blended Learning Larry Howard dalam makalahnya yang berjudul “Adaptive Blended Learning Environments” yang disampaikan dalam “9th International Conference on Engineering Education” di Nashville menyatakan bahwa Blended learning is a phrase introduced by the distance learning community in recognizing the value of synchronous learning activities, like face-to-face interactions with instructors and collaborative work with peers, as complements to activities performed asynchronously by individual learners Howard, 2006. Gerald Prend ergast seorang Direktur Training di “Abacus Learning System, UK” menyatakan bahwa blended collaborative learning is essentially a tutor-led distance learning method that blends available face-to-face and online techniques on a foundation framework of facilitated asynchronous confrencing metode belajar jarak jauh yang memadukan pembelajaran tatap-muka dan teknik online atas suatu landasan kerangka kerja konfrensi asynchronous yang terfasilitasi Prendesgast. Khan mengemukakan “blended learning combines multiple delivery media that are designed to complement each other and promote learning and application-learned behavior Khan, 2005. Allison Littlejohn dan Chris Pegler dalam bukunya berjudul “Preparing for Blended e-Learning” menyatakan bahwa “The conventional teaching approaches and e-learning elements within a single course or programme is commonly refered to as blended learning LittleJohn, 2007. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kajian teoretik di atas, peneliti sampai pada kerangka berpikir berikut: bahwa model pembelajaran blended learning adalah suatu model pembelajaran yang mengombinasikan antara pembelajaran tatap-muka dengan pembelajaran online. Permasalahan pokok yang harus mendapatkan perhatian serius dalam mendesain pembelajaran blended learning adalah kita harus menentukan kompetensimateri mana yang sesuai dilaksanakan melalui pembelajaran tatap-muka, dan kompetensimateri mana yang sesuai untuk dilaksanakan melalui online learning. Pertimbangan pokok yang harus dijadikan acuan dalam menjawab permasalahan ini adalah terkait dengan karakteristik kompetensimateri yang akan dikaji mahasiswa. Apabila kompetensimateri tersebut berupa pemahaman dan pengembangan konsep, atau belajar yang akan dilakukan mahasiswa berupa proses mengonstruksi pengetahuan, maka pembelajaran secara online menjadi pilihan. Sedangkan apabila kompetensimateri yang harus dikuasai mahasiswa berupa keterampilan yang menuntut proses belajar dalam bentuk kegiatan praktek danatau kompetensimateri yang menuntut interaksi sosial yang intens, maka pembelajaran tatap- muka yang dinilai paling sesuai. Di samping itu, untuk kompetensimateri yang bersifat kognitif namun memerlukan diskusi dan latihan yang intens juga dapat dilaksanakan melalui pembelajaran tatap-muka. Sementara itu yang dimaksud dengan model pembelajaran yang berbasis pendekatan konstruktivistik adalah suatu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk secara aktif mendapatkan pengalaman konkrit, bermakna, dan kontekstual dengan cara mencari bentuk, mengajukan pertanyaan, dan mengonstruksi model, konsep, dan strategi yang mereka miliki. Oleh karena itu yang menjadi tujuan dari pembelajaran ini adalah adanya otonomi pada mahasiswa, dan terjadinya hubungan sosial yang saling menguntungkan dan adanya pemberdayaan. Indikator lain dari sebuah pembelajaran yang berbasis pendekatan konstruktivistik adalah kompetensi yang harus dikuasai mahasiswa berupa kemampuan mengonstruksi dan mentransfer pengetahuan dengan baik, sementara jenis aktivitas belajarnya lebih menekankan pada aktivitas kognitif daripada aktivitas fisiknya; dan jenis tes yang digunakan lebih bervariasi yang mencakup tes kemampuan mengonstruksi dan juga kemampuan mentransfer. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran blended learning berbasis pendekatan konstruktivistik adalah suatu model pembelajaran yang dilaksanakan secara kombinasi antara tatap-muka dan online yang disesuaikan dengan karakteristik kompetensimateri yang harus dikuasai mahasiswanya, dan dikondisikan agar pembelajaran menuntut mahasiswa secara aktif mencari, mengonstruksi, dan menyebarkan pengetahuan yang diperolehnya. Dengan demikian peran yang harus diemban mahasiswa dalam konteks ini adalah mahasiswa sebagai producer, publisher, audience, dan peer reviewer pengetahuan yang dipelajarinya. Mengacu pada kerangka berpikir di atas, yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah bentuk model pembelajaran blended learning yang berbasis pendekatan konstruktivistik? Pertanyaan tersebut dapat dirinci ke dalam tiga pertanyaan berikut: 1 Bagaimana langkah-langkah mengembangkan perangkat pembelajaran blended learning berbasis pendekatan konstruktivistik? 2 Bagaimanakah langkah-langkah melaksanakan pembelajaran blended learning berbasis pendekatan konstruktivistik? 3 Program sistem seperti apa yang memungkinkan dilaksana-kannya pembelajaran blended learning berbasis pendekatan konstruktivistik? 2. Langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan untuk menguji keefektifan model pembelajaran blended learning berbasis pendekatan konstruktivistik yang telah dikembangkan? METODOLOGI PENELITIAN Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah diperolehnya suatu model pembelajaran blended learning, yaitu suatu model pembelajaran yang memadukan antara pembelajaran tatap-muka dengan pembelajaran online learning yang berbasis pendekatan konstruktivistik. Tujuan khususnya adalah melalui penelitian ini akan diperoleh perangkat model pembelajaran blended learning, dan sekaligus pedoman model pembelajaran blended learning. Perangkat model pembelajaran mencakup rencana perkuliahan silabus dan RPP, bahan ajar dan sistem evaluasi untuk pembelajaran tatap muka dan online learning, serta program pembelajaran online learning. Sedangkan pedoman model pembelajaran berisi serangkaian prosedur bagaimana membangun dan mengelola pembelajaran blended learning, baik bagi dosen maupun mahasiswa. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Negeri Jakarta, khususnya di program studi Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan. Penelitian awal dilaksanakan pada semester ganjil tahun akademik 20092010. Sedangkan penelitian lapangan dalam rangka uji coba produk dilaksanakan pada semester ganjil tahun akademik 20102011. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan mixed methods research, yaitu suatu pendekatan penelitian yang menggabungkan penelitian secara kualitatif dan kuantitatif dalam satu penelitian. Jenis dan Sumber Data Dalam proses evaluasi akan diperoleh sejumlah data baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Sumber data terdiri dari teman sejawat dalam bidang desain pembelajaran, bidang teknologi informasi dan komunikasi, dan bidang materi, para ahli dalam bidang desain pembelajaran, bidang teknologi informasi dan komunikasi, dan bidang materi, mahasiswa, dan juga dari log kuliah online. Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan Mengacu pada model Gall Borg, yaitu terdiri dari 10 langkah berikut: 1 Melakukan studi pendahuluan, 2 Merencanakan pengembangan model pembelajaran, 3 Mengembangkan model pembelajaran, 4 Melakukan uji coba pada tahap awal, 5 Melakukan revisi model pembelajaran, 6 Melaksanakan uji lapangan utama, 7 Merevisi model pembelajaran, 8 Melakukan uji lapangan dalam konteks yang nyata, 9 Merevisi produk final, dan 10 Implementasi dan diseminasi. Perencanaan dan Penyusunan Model Proses ini dilaksanakan dengan menggunakan rujukan utama desain pembelajaran Dick and Carey, yang mencakup 10 langkah, yaitu: 1 Mengidentifikasi Tujuan Pembelajaran Umum, 2 Melaksanakan Analisis Pembelajaran, 3 Menganalisis Konteks dan Pembelajar, 4 Merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus, 5 Mengembangkan Tes Acuan Patokan, 6 Mengembangkan Strategi Pembelajaran, 7 Mengembangkan dan Menyeleksi Materi Pembelajaran, 8 Mendesain dan Melaksanakan Evaluasi Formatif Pembelajaran, 9 Revisi Pembelajaran, dan 10 Mendesain dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif. Instrumen Penelitian Dalam upaya mengumpulkan data yang diperlukan, khususnya pada tahap pendahuluan dan tahap evaluasi, dikembangkan instrumen sesuai dengan kebutuhan data dan informasi yang ingin dikumpulkan, yaitu dalam bentuk angket dan tes. Teknik Analisis Data dan Pembahasan Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif kuantitatif dan juga analisis inferensial. Data kualitatif dianalisis dengan cara mendeskripsikannya secara naratif. Prosedur analisis data kualitatif ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu proses reduksi data, penyajian data, pengambilan kesimpulan. Ada tiga teknik dalam membahas hasil analisis data, yaitu triangulation, circling, shuffling and filling. HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Hasil Pengembangan Prototipe Model Pembelajaran Blended Learning Berbasis Pendekatan Konstruktivistik Pada Mata Kuliah Evaluasi Hasil Belajar Proses penelitian dan pengembangan yang dilakukan telah menghasilkan apa yang disebut model pembelajaran blended learning dengan pendekatan konstruktivistik, yaitu model tentang langkah-langkah pengembangan pembelajaran blended learning berbasis pendekatan konstruktivistik, model tentang pelaksanaan pembelajaran blended learning berbasis pendekatan konstruktivistik, dan model fisikal dalam bentuk program pembelajaran online learning yang dilengkapi dengan silabus, rencana pelaksanaan perkuliahan RPP, kompilasi bahan ajar, dan alat evaluasi, baik dalam bentuk cetak maupun digital. Hasil Uji Coba dan Perbaikan Model Pembelajaran Blended Learning dengan Pendekatan Konstruktivistik pada Mata Kuliah Evaluasi Hasil Belajar Pada tahap ini evaluasi dilakukan dalam 4 tahap, yaitu tahap pertama evaluasi dilakukan oleh teman sejawat peer evaluation; tahap kedua evaluasi dilakukan para ahli expert evaluation; tahap ketiga evaluasi dilakukan melalui uji coba dan evaluasi satu-satu one to one evaluation; dan tahap keempat evaluasi dilakukan melalui uji coba dalam skala terbatas. Pada setiap akhir tahap dilakukan revisi atas program online learning yang dievaluasi berdasarkan masukan dari responden teman sejawat, ahli, dan para mahasiswa. Hasil Evaluasi Teman Sejawat Peer Evaluation Teman Sejawat Bidang Desain Pembelajaran Secara umum, te man sejawat bidang desain pembelajaran menilai “Secara umum model ini cukup mengimplementasikan prinsip-prinsip konstruktivistik yang memberi kemungkinan bagi responden untuk membangun pengetahuan dan kompetensi yang diperlukan”. Teman Sejawat Bidang Teknologi Informasi Secara umum evaluator TI menyampaikan komentar “Sistem Pembelajaran Kuliah Online yang dikembangkan ini sudah merepresentasikan konsep Blended Learning. Beberapa target peningkatan kualitas yang dapat dilakukan secara rinci dapat dilihat pada tabel di atas” Teman Sejawat Bidang Materi Secara umum materi pembelajaran ini sudah bagus dan memadai untuk membekali mahasiswa mencapai kompetensi yang digariskan; Perlu monitoring apakah tugas yang dikerjakan dibuat sendiri atau paling sedikit berperan dalam kelompok; Mungkin perlu diinformasikan kepada mahasiswa bahwa mata kuliah ini adalah mata kuliah keahlian untuk semua lulusan UNJ bidang pendidikan yang berimplikasi pada kualitas dan profesionalitas seorang pendidik. Oleh sebab itu, perlu dicermati, misalnya pada saat membuat instrumen perlu kajian yang benar, mengolah nilai, dll. Gambar 1: Gambar 2: Hasil Evaluasi Ahli Expert Evaluation Kaji Ahli Bidang Desain Pembelajaran Berdasarkan penilaian para ahli dalam bidang desain pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa program online learning ini dinilai sangat baik. Kesimpulan ini mengindikasikan bahwa program online learning ini akan mendukung terjadinya proses pembelajaran blended learning yang berbasis pendekatan konstruktivistik berjalan dengan baik. Kaji Ahli Bidang Teknologi Infor-masi dan Komunikasi Mengacu pada hasil penilaian yang dilakukan oleh para ahli teknologi informasi dan komunikasi, dapat disimpulkan bahwa program online learning ini dapat dinilai baik. Kesimpulan ini mengindikasikan bahwa program online learning yang dikembangkan akan mendukung terjadinya proses pembelajaran blended learning yang berbasis pendekatan konstruktivistik berjalan dengan baik pula. Kaji Ahli Bidang Materi Komentar umum dan masukan dari para ahli materi diantaranya adalah “Agar materi disajikan dalam bahasa Indonesia; Agar ada petunjuk bagi mahasiswa dalam menggunakan bahan ajar; Agar dilengkapi dengan petunjuk yang sistematis”. Berdasarkan hasil penilaian dari para ahli di atas terhadap komponen-komponen pembelajaran dalam program online learning dapat disimpulkan bahwa program online learning tersebut dinyatakan sangat baik. Ini berarti bahwa program online learning ini diyakini akan dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran blended learning dengan pendekatan konstruktivistik pada mata kuliah EHB. Uji Coba dan Evaluasi Satu-satu One to one evaluation Berdasarkan hasil uji coba satu-satu dapat disimpulkan bahwa program online learning yang telah dikembangkan, dilihat dari dimensi desain program dinilai menarik, dan dilihat dari dimensi aksesibilitas program dapat dinyatakan telah berjalan dengan baik. Kondisi ini akan sangat mendukung untuk terjadinya proses pembelajaran dengan model blended learning dengan pendekatan konstruktivistik berjalan dengan efektif dan menarik. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dilihat dari komponen pembelajarannya, program online learning yang dikembangkan akan dapat mendukung pelaksanaan model pembelajaran blended learning berbasis pendekatan konstruktivistik secara efektif dan menarik. Uji Coba dan Evaluasi Skala Terbatas Berdasarkan hasil uji coba skala terbatas dapat disimpulkan bahwa program online learning yang telah dikembangkan, dilihat dari dimensi desain program dinilai menarik, dan dilihat dari dimensi aksesibilitas program dapat dinyatakan telah berjalan dengan baik. Kondisi ini akan sangat mendukung untuk terjadinya proses pembelajaran dengan model blended learning dengan pendekatan konstruktivistik berjalan dengan efektif dan menarik. Berdasarkan hasil uji coba skala terbatas, dapat disimpulkan bahwa dilihat dari komponen pembelajarannya, program online learning yang dikembangkan akan dapat mendukung pelaksanaan model pembelajaran blended learning berbasis pendekatan konstruktivistik pada mata kuliah EHB secara efektif dan menarik. Hasil Uji Coba Efektivitas Model Pembelajaran Blended Learning Berbasis Pendekatan Konstruktivistik Pada Mata Kuliah Evaluasi Hasil Belajar Uji coba lapangan dilakukan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran blended learning, khususnya program pembelajaran online learning. Uji coba dilakukan terhadap 32 mahasiswa yang mengikuti mata kuliah evaluasi hasil belajar. Efektivitas diukur dengan dua cara, yaitu melalui penyebaran angket untuk mendapatkan pendapat mahasiswa tentang program pembelajaran blended learning yang mereka gunakan dalam perkuliahan, dan dari uji perbedaan hasil pre-test dan post-test yang dihitung dengan menggunakan rumus t-test. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan SPSS. Data hasil analisis menunjukkan bahwa selisih rerata mean skor pre-test dan post-test sebesar -25.256. Sementara uji-t yang menguji H : µ pre-test = µ post-test , memberikan nilai t = -10.847 dengan derajat kebebasan 31. Sedangkan nilai p-value untuk uji dua sisi 2- tailed sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05. Data ini membuktikan bahwa hipotesis statistik H : µ pre-test = µ post-test ditolak . Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa rerata mean skor pre-test dan post-test tidak sama berbeda secara signifikan. Berdasarkan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa rerata skor pre-test dan post-test berbeda, dan perbedaanya signifikan berarti. Ini berarti bahwa model pembelajaran blended learning yang digunakan mahasiswa efektif, karena menghasilkan hasil belajar yang berarti bagi mahasiswa. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Kesimpulan Pertama, proses penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan telah menghasilkan model pembelajaran blended learning berbasis pendekatan kontruktivistik. Model ini terdiri dari model prosedural dan model fisikal. Model prosedural merupakan hasil konstruksi dari kajian teori yang diwujudkan dalam bentuk gambar. Model prosedural yang berhasil dikembangkan terdiri dari model tentang langkah-langkah pengembangan perangkat pembelajaran blended learning berbasis pendekatan konstruktivistik, dan model tentang pelaksanaan pembelajaran blended learning berbasis pendekatan konstruktivistik. Sedangkan model fisikal diwujudkan dalam bentuk program sistem pembelajaran blended learning yang dilengkapi dengan dokumen yang terdiri dari silabus, RPP, kompilasi materi, dan sistem evaluasi. Kedua, selama proses pengembangan dilakukan evaluasi formatif untuk mengetahui kelemahan-kelamahan dari program, sehingga dapat segera dilakukan revisi. Melalui kegiatan evaluasi ini telah diperbaiki sejumlah kelemahan program, baik yang menyangkut aspek desain pembelajaran, aspek teknologi informasi dan komunikasi, serta aspek materi content. Evaluasi dan revisi dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, dimulai dari evaluasi teman sejawat peer evaluation, kaji ahli expert judgment, evaluasi satu-satu one-to-one evaluation, dan evaluasi terbatas atau evaluasi kelompok-kecil small-gorup evaluation. Ketiga, di akhir pengembangan dilakukan uji lapangan field-trial evaluation untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran blended learning berbasis pendekatan konstruktivistik. Uji efektivitas dilakukan dengan cara menganalisis hasil pre-test dan post- test dengan menggunakan program SPSS. Di samping itu juga dikumpulkan data tentang pendapat dan penilaian mahasiswa atas model pembelajaran blended learning yang mereka ikuti. Hasilnya analisis dengan menggunakan SPSS menyimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata skor pre-test dan rerata skor post-test. Ini menunjukkan bahwa model pembelajaran blended learning, efektif. Implikasi Pertama, model pembelajaran blended learning ini akan berimplikasi pada perubahan aturan yang mempersyaratkan mahasiswa harus hadir dalam kegiatan tatap- muka minimal 80. Paling tidak harus dilakukan redefinisi tentang kehadiran. Kalau selama ini yang dimaksud dengan “hadir” adalah mahasiswa secara fisik datang ke kelas, namun dengan penerapan model ini kehadiran bisa dilakukan melalui kehadiran secara online. Kedua, dengan berhasilnya dikembangkan model pembelajaran blended learning ini menambah khasanah keilmuan bidang Teknologi Pendidikan, khususnya yang menyangkut model-model pembelajaran yang selama ini telah ada. Sebagai sebuah disiplin ilmu terapan, teknologi pendidikan dalam perkembangannya selalu memanfaatkan perkembangan dalam bidang lain. Demikian juga dengan model pembelajaran blended learning, ini merupakan penerapan dari disiplin ilmu terkait, khususnya dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi, psikologi, dan tentunya dalam bidang pendidikan. Sesungguhnya model ini bukanlah model yang baru, karena sejumlah perguruan tinggi di Indonesia dan dunia telah mengembangkannya. Hanya mereka menggunakan istilah e- learning, online learning, fleksibel learning atau istilah lain yang intinya sama yaitu melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan komputer internet sebagai salah satu media penyampainya dan menggunakan suatu program learning content management system untuk mengelola materi dan proses pembelajarannya. Istilah blended learning masih jarang digunakan , sekalipun dalam implementasinya, sesungguhnya mereka tetap melaksanakan pembelajaran blended. Ketiga, universitas dapat menerapkan kebijakan dan mendorong para dosen untuk melaksanakan pembelajaran berbasis internet blended learning dengan mengadopsi model ini. Dengan demikian para dosen dapat merencanakan dan melaksanakan pembelajaran blended secara efektif. Keempat, pimpinan perguruan tinggi dituntut untuk memberi perhatian lebih dan mendorong para dosen untuk melaksanakan proses pembelajaran blended. Namun program ini memerlukan infrastruktur yang baik, seperti server yang besar dan aman, akses dan jaringan cepat dan bandwith yang juga besar. Saran Pertama, agar model ini dapat dilaksanakan dengan baik, perlu ada pelatihan bagi para dosen tentang cara mengembangkan pembelajaran blended learning, yang di dalamnya mencakup cara mendesain pembelajaran berbasis pendekatan konstruktivistik, dan pengembangan bahan ajar digital. Kedua, perlu dikembangkan kebijakan pada tingkat universitas tentang berbagai aturan yang memungkinkan diterapkannya model ini, seperti aturan tentang kehadiran mahasiswa di kelas minimal 80. Ketiga, pimpinan perguruan tinggi perlu segera meningkatkan infrastruktur untuk mendukung kelancaran proses pembelajaran blended learning. DAFTAR PUSTAKA Anderson, Orin W., David R. Krathwohl. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing. A Revision of Bloom’s of Educational Objectives. New York: Addison Wesley Longman Inc., 2001. Cole, Jason, Helen Foster. Using Moodle, Teaching with the Popular Open Source Course Management System.Second Edition. Bejing: O’Reilly Media Inc., 2008. Creswell, John W. V.L. Plano Clark. Educational Research, Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. New Jersey: Prentice Hall, 2008. Dabbagh, Nada, Brenda Bannan-Ritland. Online Learning: Concept, Strategies, and Application. New Jersey: Pearson Education Inc., 2005. Dick, Walter, Lou Carey, James O Carey. The Systematic Design of Instruction. Sixth Edition. Boston: Pearson Education, Inc., 2005. Duffy, Thomas M., David H. Jonassen. Editor Constructivism and The Technology of Instruction. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc., 1992. Fornot, Catherine Twomey. Constructivism: Theory, Perspective, and Practice. New York: Teacher College Press, 1996. Gasong, Dina. Model Pembelajaran Konstruktivistik Sebagai Alternatif Mengatasi Masalah Pembelajaran. http:www.google.co.idsearch?hl=idq=22 model+pembelajaran222BkonstruktivistikbtnG=Telusurimeta = diunduh Jumlat, 20 Maret 2009. Gagne, Robert M. Leslie J. Briggs. Principles of Instructional Design. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc. 1974. Gagne, Robert M., Walter W. Wagner, Katharine C. Golas, dan John M. Keller. Principles of Instructional Design. Fifth Edition. Belmont, CA: Thomson Learning Inc., 2005. Gagnon Jr., George W., Michelle Collay. Designing for Learning: Six Element in Constructivist Classrooms. California: Corwin Press, Inc., 2001. Gall, Meredith D. Joyce P.Gall Walter R. Borg. Educational Research An Introduction, Third Edition. Boston: Pearson Education Inc, 1983. ……... Educational Research An Introduction, Eighth Edition. Boston: Pearson Education Inc, 2007. Gustafson Branch. Survey of Instructional Development Models. New York: Clearinghouse on Information Technology, Syracuse University, 1997. Hanson, Kenneth T., Curriculum Planning: Integrating Multiculturalism, Constructivism, and Education Reform. New York: McGraw-Hill Higher Education, 2001. Howard, Larry, Zsolt Remenyi, Gabor Pap. “Adaptive Blended Learning Environments”. 9th International Conference on Engineering Education. Vanderbilt University, Institute for Software Integrated Systems, Nashville, TN 37235, July 23 – 28, 2006. Januszewski, Alan, Michael. Educational Technology: A Definition with Commentary. New York: Taylor Francis Group, LLC, 2008. Joyce, Bruce, Marsha Weil, and Emily Calhoun. Models of Teaching. Boston: Pearson Education, Inc., 2009. Kearsley, Greg. Online Education, Learning and Teaching in Cyberspace. Belmont: Wadsworth, 2000. Khaerudin , “Penilaian Kebutuhan Pemanfaatan E-Learning di Universitas Negeri Jakarta”, Parameter, Vol. 16,No. 1, Juni 2009. Khan, Badrul, Managing E-Learning Strategies: Design, Delivery, Implementation and Evaluation. Hershey: Information Science Publishing, 2005. Littlejohn, Allison, Chris Pegler. Preparing for Blended E-Learning. New York: Routledge, 2007. Mayer, Richard E. “Designing Instruction for Constructivist Learning” dalam buku Instructional-Design Theories and Models: A New Paradign of Instructional Theory, Volume II. Charles M. Reigeluth Ed.. New Jersey: Lawrence Erlbaum Ass. Inc., 1999. Marlowe, Bruce A., Marilyn L. Page. Creating and Sustaining the Constructivist Classroom. California: Corwin Press, Inc., 1998. Miarso, Yusufhadi. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media, 2004. ……………. Survey Model Pembelajaran Instruksional. Jakarta: Dirjen Dikti: 1988. Prendergast, Geard. Blended Collaborative Learning: Online Teaching of Online Educators. Reigeluth, Charles M. Instructional-Design Theories and Models: An Overview of Their Current Status. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 1983. …………Instructional-Design Theories and Models: A New Paradigm of Instructional Theory, Volume II New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers, 1999. …………Instructional-Design Theories and Models: Building a Common Knowledge Base, Volume III New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers, 2009. Reiser, Robert A., John V. Dempsey. Trends and Issues in Instructional Design and Technology. Second Edition. New Jersey: Pearson Education Inc. 2007. Seels, Barbara B., Rita R. Richey. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya. Terjemahan. 1994. Schank, Roger C. Designing World-Class E-Learning. New York: McGraw-Hill, 2002. Smaldino, Sharon E., Deborah L. Lowther, dan James D. Russel. Instructional Technology and Media for Learning. Eight Edition. Ohio:Pearson Prentice Hall, 2008. Suparman, Atwi, Aminudin Zuhair. Pendidikan Jarak Jauh, Teori dan Praktek. Jakarta: Universitas Terbuka, 2004. Tashakkori, Abbas dan Charles Teddie, Mixed Methodology: Combining Qualitative and Quantitative Approahes. California: Sage Publications, Inc, 1998. Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Preanada Media Group, 2009. Woolfolk, Anita, Educational Psychology, Ninth Edition. Boston: Pearson Education, Inc., 2004. THE IMPACT ANALYSIS OF SCHOOL BRAND IMAGE , SERVICE QUALITY, CUSTOMER SATISFACTION TOWARDS SMART SMS SCHOOL MANAGEMENT SYSTEM AN EXPERIMENT RESEARCH OF QUALITY EDUCATIONAL MANAGEMENT SERVICES M.Hosnan 1 1 Ministry Of Education And Culture ,Faculty Of Education State University Of Tirtayasa Serang - Banten Indonesia , And International Education Counselor AMEC - TOPSI San Diego CA 92121 - USA . husnan.Internationalgmail.com Abstract This study focuses on how to measure the customer satisfaction in the School brand Image, service quality towards the satisfaction aspects considered of the ServQual criteria in SMART SMS. The questionnaires developed were using ServQual criteria that manipulate the qualitative data of quality attributes into quantitative value and Likert scale based on the quantitative values. By comparing the results data of Likert scale and ServQual criteria related to the service delivered, the measurement carried out in this study is towards the service of management of Education especially in Smart School Management SystemSMART SMS . The correlation among them, based on what the functional and dysfunctional of ServQual domain compared to the Likert scale, are to validate what the main criteria required for the improvement priorities against customer satisfaction. This is due to the method are ambiguity for justifying the improvement of priorities required. Keywords : Quality , Service ,School Brand Image,Customer Satisfaction, ,Smart School Management . PENDAHULUAN Kemajuan dalam bidanag ilmu pengetahuan dan teknologi dan pergaulan antar bangsa di dunia akan membawa dampak baik bersifat positif maupun bersifat negatif terhadap dunia pendidikan. dunia pendidikan kita saat ini mengalami banyak permasalahan antara lain rendahnya mutu pendidikan,pemerataan kesempatan dalan memperoleh pendidikan, dan masalah relevansi dengan dunia kerja. Memasuki reformasi birokrasi gelombang kedua yang telah dicanangkan pemerintah sejak akhir tahun 2010 melalui Peraturan Presiden RI Nomor 81 tahun 2010 tenatng grand design reformasi birokrasi 2010-2025 dan RBI no 20 tahun 2010 tentang road map Reformasi Birokrasi; dan dalam Renstra 2010-2014 Kemdiknas telah berkomitmen dan menetapkan Visi “Terselenggaranya layanan prima pendidikan nasional untuk membentuk insan Indonesia cerdas komprehenship “. Untuk mencapai Visi ini ditetapkan misi 5K yaitu: Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas, Kesetaraan, dan Kepastian. Misi 5K tersebut merupakan arah kebijakan strategis pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kemdiknas agar masyarakat Indonesia secara bertahap dan sisitematis memperoleh haknya untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu sesuai amanat konstitusi. Keunggulan suatu bangsa tidak hanya diukur dan bertumpu semata mata pada kekayanaan sumber daya alam yang dimilki oleh suatu bangsa, melainkan juga dilihat pada ketersediaan dan keunggulan sumber daya manusia SDM yang berkualitas, yaitu tenaga pendidik terdidik serta mampu menghadapi tantangan seiring dengan perubahan perubahan yang terjadi di segala bidang kehidupan manusia khususnya dlam kehidupan era globalisasi. Dalam kaitan dengan itu pendidikan di sekolah memilki peranan yang sangat penting dan strategis dan memiliki faktor yang sangat menentukan dan meyiapkan sumberdaya manusia berkualitas. Dalam Era Nitizen dan Globalisasi ditandai dengan fenomena globalisasi Abad ke-21, yaitu terjadinya proses perubahan hubungan antar bangsa dan antar negara tanpa terikat oleh batas geososial politik atau geonasional ideologis. Seluruh dunia cenderung menjadi satu dan membentuk saling ketergantungan tanpa mengenal batas batas yang jelas apapun sifat batas - batas tersebut. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah Kepala Sekolah sebagai Manajer perlu menerapkan pendekatan SMART SMS atau Manajemen Mutu MM; pendekatan ini ternyata mengalami kesuksesan dibidang industri yang diterjemahkan dari Total Quality Management TQM. Pendekatan manajemen ini sejak tahun 1980an mulai diterapkan dalam bidang pendidikan di negara maju dan ternyata memilki dampak dan berhasil dengan baik. Kepala sekolah sebagai manajer perlu memahami dan mencoba menerapakan pendekatan sistem manajemen mutu yang SMART di lingkungan sekolahnya. Kualitas Quality adalah fenomena multi-dimensi dengan demikian, untuk mencapai kualitas pelayanan Service Quality tanpa membedakan aspek penting dari kualitas adalah mustahil. Dalam pembahasannya tentang kualitas pelayanan, Gronroos 2000 mengacu pada tiga dimensi output kualitas, yaitu kualitas teknis, kualitas kinerja pelayanan, dan gambaran mental organisasi. Lehtinen dan Lehtinen dikutip dalam Harrison, 2000 disebut dimensi kualitas fisik, interaktif kualitas, dan kualitas organisasi sebagai tiga dimensi kualitas pelayanan. Meskipun upaya ini telah memiliki peran utama dalam pembagian kualitas pelayanan menjadi kualitas proses dan kualitas output, tetapi mereka tidak cukup detail . pada dasar ini, Zeithaml et al. 1996 telah disebut sepuluh dimensi kualitas pelayanan dalam penelitian utama mereka . Brand ,Menurut Kotler., Armstorng 2012:243 Brand merupakan serangkaian asosiasi yang dipersepsikan oleh individu sepanjang waktu, sebagai hasil pengalaman langsung maupun tidak langsung atas sebuah brand tertentu. Brand adalah segala hal yang digambarkan oleh persepsi dan perasaan konsumen mengenai produkhasil dan kinerjanya dan segala hal lainnya yang berarti bagi konsumen.Menurut AMA America Marketing Association kotler 2007:332 mereka adalah nama istilah, symbol, atau rancangan, kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengindetifikasi barang atau jasa penjual penyedia layanan pendidikan atau kelompok penjual penyedia layanan pendidikan dan untuk mendiferensiasikanya dari Produk atau jasa atau layanan dari pesaing. Seperti yang telah kita lihat bahwa brand merupakan sesuatu yang digunakan oleh customer untuk mengidentifikasi barang atau jasa atau kelompok pelaksana pendidikan penjual penyedia layanan pendidikan untuk membedakan produk hasil pendidikan jasa dari pesaing sekolah lain. School Brand Image Citra merek Sekolah,Menurut Kotler dan Keller, 2009:403 adalah persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh konsumen, seperti yang dicerminkan asosiasi yang tertanam dalam ingatan konsumen. Pengertian Brand Image Keller 2003 : a. Bahwa anggapan tentang Brand yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen. b. Cara orang berpikir tentang sebuah brand secara abstrak dalam pemikiran mereka, sekalipun pada saat mereka memikirkannya, mereka tidak berhadapan langsung dengan produkhasil. Membangun Brand Image yang positif dapat dicapai dengan program pemasaran yang kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang membedakannya dengan produk lain. Kombinasi yang baik dari elemen-elemen yang mendukung dapat menciptakan Brand Image yang kuat bagi konsumen sebagai penerima layanan pendidikan. Menurut Kotler 2012 mendefinisikan School Brand Image sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu brand. Karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu brand sangat ditentukan oleh Brand Image tersebut, Kotler juga menambahkan bahwa School Brand Image merupakan syarat dari brand yang kuat. School Brand Image penting untuk diketahui karena Brand Image dibentuk melalui kepuasan konsumen customer satisfactions. Penjual penyedia layanan pendidikan dengan sendirinya diperoleh melalui kepuasan konsumen, sebab konsumen yang puas selain akan memesanberminat kembali , juga akan mengajak calon pembeli atau teman lainnya untuk memasuki lembaga pendidikan yang sudah dipilihnya. Fakta menunjukkan bahwa kualitas yang dirasakan dari produkhasil pendidikan menjadi faktor kompetisi paling penting dalam bisnis dunia pendidikan dan telah menjadi alasan penamaan era bisnis hadir sebagai Kualitas Era Peeler, 1996, akibatnya, intelektual pemasaran layanan dan peneliti telah menawarkan beberapa metafora dari masalah ini sebagai contoh, Berry dikutip dalam Kandampully, 1998:423 menyebutnya senjata kompetisi yang paling kuat dan Clow 1993 menyebutnya memberi hidup darah organisasilembaga Pendidikan. Dalam penelitian lebih lanjut, mereka menemukan korelasi kuat antara dimensi-dimensi, dengan demikian mereka mengkombinasikan dimensi ini dan menerapkan dimensi lima kali lipat dari Reliability, Responsiveness , Assurance, Empathy dan Tangibles sebagai dasar untuk membuat alat untuk menguji kualitas layanan, yang dikenal sebagai Servqual. Mereka dalam penelitian menekankan bahwa servqual merupakan skala yang langgeng dan dapat diandalkan kualitas pelayanan Parasuraman et al 1994 . Servis quality atau layanan berkualitas dengan penyedia layanan mungkin salah satu fenomena yang paling dieksplorasi dalam dunia bisnis pendidikan, namun demikian kepuasan masih diperlakukan kontroversial dalam berbagai penelitian ilmiah: mulai dari definisi dan penyelesaiannya akan artinya pentingnya untuk hubungan jangka panjang pelanggan dengan penyedia layanan. Analisis Secara sistemik menegaskan bahwa layanan kepuasan pelanggan dapat didefinisikan dari dua perspektif yang berbeda : Transaksional dan relasional orientasi, didefinisikan dari transaksional perspektif sebagai reaksi emosional setelah pengalaman diskonfirmasi yang bekerja pada sikap dasar tingkat konsumsi dan spesifik Oliver , 1981 itu digunakan untuk berpikir bahwa , ketika pelanggan puas dia akan menggunakan jasa sebuah Lembaga berulang kali. Jadi mengacu Bitner, Hubbert 1994 kepuasan pelanggan dapat didefinisikan sebagai pelanggan secara keseluruhan puas dengan organisasi berdasarkan semua pertemuan dan pengalaman dengan partikulasi organisasi, namun orientasi relasional muncul konsepsi berubah kepuasan kepada konstruk penilaian secara keseluruhan . Kepuasan didefinisikan sebagai respon pemenuhan konsumen Oliver 1997 . Ini adalah penilaian bahwa suatu produk atau fitur layanan, atau produk atau layanan itu sendiri disediakan atau menyediakan tingkat menyenangkan pemenuhan terkait dengan layanan Pendidikan , termasuk tingkat bawah atau over pemenuhan . Szymanski dan Henard 2001:13 mencatat bahwa penelitian sebelumnya pada konsumen kepuasan difokuskan terutama pada efek dari harapan, disconfirmation of harapan, kinerja, mempengaruhi, dan ekuitas pada kepuasan. Pentingnya harapan telah diakui dalam studi sebelumnya pada pelanggan kepuasan misalnya Churchill Surprenant, 1982 ; Oliver, 1980 ;Tse Wilton, 1988. Harapan pelanggan adalah keyakinan tentang suatu produk atau lulusan dari suatu lembaga pendidikan misalnya Olson Dover, 1979 yang berfungsi sebagai standar perbandingan atau titik referensi terhadap kinerja produk yang dinilai Oliver, 1980 ; Bearden Teel, 1983 itu paradigma diskonfirmasi harapan menunjukkan bahwa konsumen satisfie disaat produkhasil kualitas lulusan berperforma lebih baik dari yang diharapkan diskonfirmasi positif , tidak puas ketika harapan konsumen melebihi kinerja produk yang sebenarnya negative disconfirmation , dan kepuasan netral ketika kinerja produk sesuai harapan nol disconfirmation konfirmasi Oliver, 1980; Churchill Surprenant , 1982; Oliver Sarbo , 1988; Bearden Teel , 1983. Beberapa peneliti telah meneliti berbagai jenis perbandingan alternatif standar samping harapan seperti norma berbasis pengalaman Woodruff, Cadotte , Jenkins, 1983; Cadotte , Woodruff Jenkins, 1987 teori ekuitas Oliver Swan, 1989; Tse Wilton , 1988 keinginan Spreng Olshavsky ,1993 , dan kinerja yang ideal Tse Wilton , 1988. Semua ini telah diuji secara empiris dalam hal kepuasan pelanggan penelitian ketidakpuasan sebagai standar perbandingan. Sebagai Lembaga penyedia layanan pendidikan yang cukup terkenal di Indonesia sekolah dengan katagori baik , dalam pengoprasiannya tentu saja tidak luput dari berbagai masalah. Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh semua lembaga pendidikan katagori baik yaitu Service Quality, Customer Satisfaction KepuasanPelanggan, school Brand Image yang terkadang kala mengalami penurunan, yang berdampaknya Animo masyarakat Orang tua terhadap lembaga pendidikan itu sendiri. Service quality mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap Smart SMS Lembaga penyedia layanan pendidikan itu sendiri. Dapat di nilai dari jasa yang berperan sebagai service quality berdampak pada Smart SMSschool manjemen System . Customer Satisfaction Kepuasan Pelanggan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap purchase intention Lembaga penyedia layanan pendidikan itu sendiri. Dapat di nilai dari barang dan jasa yang berperan sebagai Kepuasan pelanggan berdampak pada Purchase intention. School Brand Image mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap Smart SMS Lembaga penyedia layanan pendidikan itu sendiri. Dapat di nilai dari kualitas Lulusan yang berperan sebagai Brand Image berdampak pada Smart SMS School Manajemen System . Terlepas dari standar-standar komparatif sebagai faktor kepuasan lainnya, peneliti telah dieksplorasi dengan beberapa prediktor potensial kepuasan seperti kualitas produk layanan misalnya Chiou , Droge , Hanvani Chi , 2002; Sivadas Baker - Prewitt 2000 , Bei Chiao, 2001; nilai yang dirasakan misalnya Yang Peterson , 2004 ; pengalaman layanan perhotelan desain misalnya Pullman Gross , 2004 ; manfaat hubungan konsumen misalnya Reynolds Beatty , 1999 , dan ritel toko image Koo , 2003; Bloemer Ruyter , 1998 . Untuk studi ini , respon kepuasan akan tercermin pada tingkat sayang untuk merek yang sejalan dengan saran oleh Jacoby dan Chestnut 1978 dan Oliver 1997, 1999 . Oliver 1999 mencatat bahwa konsumen di tahap afektif akan mengembangkan sikap positif terhadap merek atau keinginan merek sebagai akibat dari penggunaan berulang memuaskan dari waktu ke waktu berdasar beberapa identifikasi masalah pada pembahasan diatas maka Kajian dalam tulisan ini hanya dibatasi pada “Analisa dampak shool Brand image, Service quality ,Customer Satisfaction terhadap SMART SMS School Manajemen System “ di lembaga pendidikan di Indonesia. Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui beberapa faktor yang kepuasan pelanggan dan dampaknya. Tujuannya adalah untuk, 1. Menggambarkan terapan kualitas pelayanan servqual dimensi secara detail manajemen kualitas layanan, 2. Mengetahui kualitas pelayanan servqual dimensi yang membuat pelanggan puas, dan 3. Mengetahui kualitas pelayanan servqual dimensi yang dominan dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan. Penelitian mengenai servis QualityKualitas layanan pada lembaga Pendidikan sekolah serta berbagai hal yang mempengaruhinya ,diharapkan akan dapat memberikan manfaat kepada pihak pihak tertentu stake holder yang memiliki keterkaitan implementasi program kegiatan Servis Quality kualitas layanan di 235 lembaga pendidikan Khususnya sekolah dasar yang berada di seluruh Indonesia. Manfaat penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang Servis Kualitas Layanan pada lembaga Pendidikan atau sekolah yang dapat digunakan sebagai alat pembinaan, pengembangan, dan peningkatan mutu serta tingkat kelayakan suatu sekolah dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan di tingkat sekolah dasar. Penelitian ini juga dimaksudkan sebagai wahana untuk peningkatan layanan terhadap sekolah, baik kualitas, produktivitas, efektivitas, efisiensi, dan inovasinya, dan untuk memberikan jaminan kepada publik bahwa Sekolah tersebut menyediakan layanan pendidikan yang memenuhi standar kualitas manajemn kinerja sekolah, dan memberikan jaminan kepada publik bahwa siswa dilayani oleh sekolah yang benar-benar memenuhi persyaratan standar kualitas layanan kinerja sekolah yang baik dan berkualitas serta memenuhi standar mutu secara nasional. Disamping itu manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan umpan balik feed back bagi sekolah yang bersangkutan sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan, pengembangan, peningkatan kinerjanya, membantu pengembangan lembaga sekolah melalui pemberian informasi untuk wahana pembinaan, pengembangan, dan peningkatan Manajemen kinerja dalan kualitas layanan serta kepuasan pelanggan dalam lembaga pendidikan secara mikro, meso, dan makro. METODE PENELITIAN Kegiatan penelitian dilakukan melalui survei crosssectional yang ditetapkan terhadap 235 sekolah sebagai responden di beberapa lembaga pendidikan khususnya Sekolah Dasar Indonesia. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan reliabilitas metode, korelasi dan regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa layanan yang ditawarkan oleh unit beberapa lembaga memiliki dampak positif dan signifikan dalam membangun kepuasan pelanggan. Temuan dari penelitian empiris ini menegaskan kembali pandangan bahwa Service Quality dimensi sangat penting untuk kepuasan pelanggan di sektor pendidikan yang sedang berkembang dengan tinggi potensi pertumbuhan dan peluang di negara berkembang cepat seperti halnya di Indonesia serta dapat menjadi rujukan Pendahuluan untuk Ukuran Kualitas Pelayanan. Mengukur kualitas layanan sulit karena karakteristik yang unik kualitas layanan yang menyangkut intangibility, heterogenitas, ketidakterpisahan dan rusaknya Bateson, 1995 Kualitas pelayanan ini terkait dengan konsep persepsi dan harapan Parasuraman et al, 1985, 1988; Lewis dan Mitchell, 1990 . Persepsi pelanggan hasil kualitas layanan dari perbandingan harapan sebelum diberikan layanan dengan actual service dari pengalaman mereka. Layanan ini akan dianggap baik jika persepsi melebihi harapan, dan akan dianggap baik atau memadai jika hanya sama dengan harapan , layanan akan digolongkan sebagai buruk , miskin atau kekurangan jika tidak sesuai dengan harapan mereka Vázquez et al . , 2001. Parasuraman et al berdasarkan perspektif ini mengembangkan skala untuk mengukur kualitas layanan yang sebagian besar populer dikenal sebagai servqual. Skala operationalizes kualitas pelayanan ini menghitung perbedaan antara harapan dan persepsi, evaluasi baik dalam kaitannya dengan 22 item yang mewakili lima dimensi kualitas pelayanan yang dikenal sebagai tangibles , kehandalan , respon , jaminan dan empatiperduli Tangibility, Reliability, Responsiveness, Assurance , Empathy Analisis data Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan SPSS V13 . Uji statistik yang digunakan adalah analisis frekuensi , analisis faktor , analisis reliabilitas , dan analisa regresi. Meskipun layanan dapat dianggap sebagai jenis produk Pendidikan perlu diketahui juga bahwa jasa memiliki karakteristik sendiri yang mencakup intangibility, heterogenitas, dan ketidakterpisahan Parasuraman et al . , 1985 C.Hipotesis Penelitian Gambar 1. Konsepsi Model Penelitian Berdasarkan pembahasan masalah sebagaimana tersebut diatas dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Ada pengaruh antara Service Quality secara parsial terhadap SMART SMS menuju manajemen mutu sekolah yang baik .

2. Ada pengaruh antara Kepuasan Pelanggan secara parsial terhadap SMART SMS

menuju manajemen mutu sekolah yang baik.

3. Ada pengaruh antara School Brand Image secara parsial terhadap SMART SMS

menuju manajemen mutu sekolah yang baik.

4. Ada pengaruh antara School Brand image ,Service Quality, Kepuasan Pelanggan,

secara simultan terhadap SMART SMS menuju manajemen mutu sekolah yang baik dan berkualitas. Customer Satisfaction Perceived Services Quality Reliability Responsiveness Assurance Empathy Tangibles  School Brand Image S SMART SMS SCHOOL MANAGEMENT SYSTEM Kajian Teoritik. S M A R T : merupakan suatu pendekatanmetode yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan model Design and Development Resarch termasuk pendidikan Winner.1999, Bardsford, 2003. Metode atau pendekatan SMART ini sangat bermanfaat dalam dunia pendidikan dengan beberapa karakteristiknya. SMART merupakan akronim dari : S = Specific Spesifik artinya : Program yang diajukan kegiatannya jelas, operasional dan didukung oleh data serta gambar yang mampu menimbulkan keyakinan bahwa kegiatan dapat dilakukan. M = Measurable dapat diukur artinya : Program yang diajukan dapat terukur tingkat pelaksanaan dan keberhasilannya dengan menggunakan standar yang dikembangkan atau disepakati oleh masing masing pelaksana atau pengguna. A = Attainable dapat dicapai artinya : Program yang diusulkan dapat dicapai sesuai dengan kemampuan pemerintah yaitu kementerian pendidikan dan kebudayaan serta kementerian kementerian lain yang terkait dengan pendidikan. R = Realistic sesuai kebutuhan artinya: Program kegiatan ini sesuai dengan kebutuhan rencana pengembangan kementerian dan lembaga lembaga terkait tidak mengada ada sehingga sesuai dengan pola perencanaannya. T = Time-bounds berjangka waktu artinya : Program kegiatan yang dilaksanakan mengikuti pentahapan dan jangka waktu pelaksanaan yang telah ditentukan. Suatu sekolah harus menunjukkan kepada Publik bahwa sekolahnya mememilki tata kelola sekolah yang baik,karena tatakeloala tersebut dapat meningkatkan kualitas layanan pendidikan bagi siswanya yang pada akhirnya akan bermuara pada pencapaian tujuan sekolah, adapun tujuan dari SMART SMS terdiri dari unsur-unsur yang harus diperbaiki antar lain : a. Perbaikan Manajemen Sekolah b. Perbaikan Manajemen Adm. Sekolah c. Perbaikan Manajemen guruketenagaan d. Perbaikan Manajemen SDM Pendidikan e. Perbaikan Manajemen Pelaporan f. Perbaikan Manajemen Keuangan g. Akreditasi Sekolah Mandiri ASMEDS h. Manajemen External Resources MER komite sekolah, dewan pendidikan, forum komunikasi i. Help Desk Program Pembimbingan j. Perbaikan Manajemen Pustaka k. Dukungan Pemeliharaan. Service atau layanan memiliki tanggung jawab untuk menyediakan pelanggan sarana untuk sepenuhnya menyadari fungsi yang diinginkan dari produk hasil atau jasa selama yang diharapkan Dale H. Besterfield 2009: 12. Jasa ialah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan menyebabkan perpindahan kepentingan apapun. Produksinya bisa dan bisa juga tidak terikat pada suatu produkhasil layanan Kotler 2005:428. Layanan adalah kegiatan ekonomi yang ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lain. sering kali berbasis kinerja. Dari definisi tersebut terlihat jelas bahwa service merupakan suatu konsep yang berbicara bahwa layanan memiliki peran yang penting bagi produk dan jasa oleh suatu Lembaga karena service sebagai pencerminan bagaimana Lembaga pendidikan tersebut berjalan sesuai dengan tuntutan keinginan pelangganmasyarakat dan orang tua.