xxxix d. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta;
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan senagai biaya;
f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan lain karena jaminan pengembalian uang;
g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil
usaha dari koperasi; h. Royalty;
i. Sewa dan penghasilan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta; j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi; o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerja bebas; p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
D. Penagihan Pajak dan Penyanderaan
Ketika wajib pajak atau penanggung pajak memiliki utang pajak dan belum atau tidak melunasinya, maka Direktorat Jendral Pajak akan
xl melakukan upaya-upaya penagihan. Menurut UU No. 19 tahun 1997
tentang penagihan pajak dengan surat paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 19 tahun 2000 pada pasal 1 No 9, yang dimaksud
dengan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan serangkaian tindakan-
tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak, dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika, dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita. Sedangkan utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar
termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut UU no 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata
cara perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 16 tahun 2000, pada pasal 18 ayat 1 disebutkan yang menjadi dasar penagihan
pajak adalah Surat Tagihan Pajak STP, Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar SKPKB, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat keputusan keberatan, dan Putusan Banding.
Adapun pengertian yang menjadi dasar penagihan pajak tersebut adalah:
xli STP Surat Tagihan Pajak adalah Surat untuk melakukan tagihan
pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. SKPKB Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah Surat ketetapan
pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. SKPKBT Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah
Surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
Surat Keputusan Pembetulan adalah Surat yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan
ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, surat tagihan pajak, surat
keputusan keberatan, surat keputusan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, atau surat keputusan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak. Surat Keputusan Keberatan adalah Surat keputusan atas keberatan
terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan aoleh Wajib Pajak.
Putusan Banding adalah Putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Semua jenis tunggakan pajak ini timbul karena adanya kesalahan dalam memperhitungkan pajak yang terhutang. Sehingga sesuai dengan
xlii system self assessment yang kita anut, kemudian fiskus akan memberikan
ketetapan tentang pajak yang seharusnya terutang dan selisihnya menjadi tunggakan pajak yang harus dibayar.
Penyanderaan merupakan salah satu upaya Direktorat Jendral Pajak dalam melaksanakan penagihan utang pajak, bahkan bisa disebut sebagai
upaya terakhir. Menurut UU No 19 tahun 2000, pada pasal 1 no 21 yang dimaksud dengan penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu
kebebasan penanggung pajak dengan menempatkan ditempat tertentu. Agar penyanderaan tidak dilaksanakan sewenang-wenang dan juga
tidak bertentangan dengan rasa keadilan bersama, maka diberikan syarat- syarat tertentu, baik syarat yang bersifat kuanitatif, yakni memenuhi utang
pajak dalam jumlah tertentu sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000, maupun syarat yang bersifat kualitatif yakni diragukan itikad baik
penanggung pajak dalam melunasi hutang pajak, serta telah dilaksanakan penagihan pajak sampai dengan surat paksa.
Dengan demikian, pejabat mendapatkan data dan informasi yang akurat yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk mengajukan
permohonan izin penyanderaan. Penyanderaan hanya dilaksanakan secara sangat selektif, hati-hati dan merupakan upaya terakhir.
Penyanderaan terhadap
penanggung pajak
hanya dapat
dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh pejabat setelah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan atau
Gubernur. Dalam prakteknya, menurut Direktur Jendral Pajak,
xliii penyanderaan baru bisa dilakukan setelah melalui 12 tahap perizinan
yakni: 1. Izin dari juru sita Kantor Pelayanan Pajak.
2. Izin Kepala Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak. 3. Izin Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
4. Izin Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, dan Penyidikan Pajak Kantor Wilayah
5. Izin Kepala Kantor Wilayah. 6. Izin Kepala Sub Direktorat Penagihan pada Direktorat
Pemeriksaan, Penagihan dan Penyidikan Pajak. 7. Izin Direktur Pemeriksaan.
8. Izin Sekretaris Jendral Pajak dan Tim tenaga pengkaji Direktorat Jendral Pajak.
9. Izin Direktur Jendral Pajak. 10. Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan
11. Sekretaris Jendral Department Keuangan 12. Menteri Keuangan.
Masa penyanderaan paling lama 6 enam bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 enam bulan. Penanggung pajak
yang disandera dilepas jika: a. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas.
b. Apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perintah penyanderaan itu telah terpenuhi.
xliv c. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap.
d. Atau berdasarkan pertimbangan tertentu dari Mentri Keuangan atau Gubernur.
Penanggung pajak yang disandera dapat mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan hanya kepada pengadilan Negeri.
E. Kepatuhan Wajib Pajak.