Romelda Proniastria Simamora : Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan Di Dalam Kontrak Konstruksi, 2008.
USU Repository © 2009
adalah sesuai dengan asas “kepatutan” jika di pengadilan hakim menafsirkan bahwa resiko inflasidevaluasi mata uang tersebut dipikul bersama secara
fifty-fifty
.
3. Kontrak Tidak Melanggar Prinsip Kepentingan Umum
Suatu pembuatan dan pelaksanaan suatu kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum openbaar orde. Hal ini disebabkan karena sesuai dengan
prinsip hukum yang universal dan sangat mendasar bahwa kepentingan umum tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan pribadi. Oleh karena itu, jika ada suatu
kontrak yang bertentangan dengan kepentinganketertiban umum, maka kontrak tersebut sudah pasti bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, dan sesuai
dengan Pasal 1339 K.U.H.Perdata hal tersebut tidak dibenarkan.
4. Kontrak Harus Sesuai dengan Kebiasaan.
Pasal 1339 K.U.H.Perdata menentukan pula bahwa suatu kontrak tidak hanya mengikat terhadap isi dari kontrak tersebut, melainkan mengikat dengan hal-hal
yang merupakan kebiasaan.
C. Asas-asas Hukum Kontrak.
Di dalam hukum kontrak dikenal banyak asas, untuk itu penulis akan menguraikan asas-asas yang terdapat dalam suatu kontrak satu persatu.
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak freedom of contract merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Asas kebebasan berkontrak ini dapat
dianalisa dari ketentuan Pasal 1338 ayat 1 K.U.H.Perdata, yang berbunyi
Romelda Proniastria Simamora : Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan Di Dalam Kontrak Konstruksi, 2008.
USU Repository © 2009
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”
Dengan menekankan pada kata “semua”, maka pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat bahwa kita diperbolehkan
membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja, dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang-undang. Atau dengan
perkataan lain : dalam soal perjanjian, kita diperbolehkan untuk membuat undang- undang bagi kita sendiri. Pasal-pasal dari hukum perjanjian hanya berlaku, apabila
atau sekedar kita tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjian- perjanjian yang kita adakan itu.
33
“Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut, tidak lain dari pernyataan bahwa “tiap perjanjian mengikat kedua pihak”. Tetapi dari peraturan ini, dapat
ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan”.
34
a. membuat atau tidak membuat perjanjian;
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan bagi para pihak untuk:
b. mengadakan perjanjian dengan siapapun;
c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
d. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan, dan
e. kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari sifat Buku III BW
yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak dapat menyimpanginya mengesampingkannya, kecuali terhadap pasal-pasal tertentu
yang sifatnya memaksa.
35
33
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1984, hal. 14.
34
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 1980, hal. 127.
35
Ahmadi Miru, Op.Cit., hal. 4.
Romelda Proniastria Simamora : Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan Di Dalam Kontrak Konstruksi, 2008.
USU Repository © 2009
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan
oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaiscance melalui ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, Jhon Locke dan Ressaue.
Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya. Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada
golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan yang lemah ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah, sehingga pihak yang
lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat. Pada akhir abad ke-19, akibat desakan paham etis dan sosialis, paham
individualisme mulai pudar, terlebih sejak berakhirnya Perang Dunia II. Paham ini tidak mencerminkan keadilan. Masyarakat ingin pihak yang lemah lebih mendapat
perlindungan. Oleh karena itu, kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti relatif dikaitkan dengan kepentingan umum. Pengaturan substansi
kontrak tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak akan tetapi perlu diawasi. Pemerintah sebagai pengemban kepentingan umum menjaga keseimbangan
kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Melalui penerobosan hukum kontrak oleh pemerintah terjadi pergeseran hukum kontrak ke bidang hukum
publik. Melalui campur tangan pemerintah ini terjadi pemasyarakatan vermastchappelijking hukum kontrak.
36
2. Asas Konsensualisme