Pola Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi

Romelda Proniastria Simamora : Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan Di Dalam Kontrak Konstruksi, 2008. USU Repository © 2009 Pengawas konstruksi merupakan salah satu pihak dalam kontrak konstruksi, yang bertugas melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai dengan selesai dan diserahterimakan. Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan dan badan usaha. Syarat menjadi seorang pengawas adalah apabila dinyatakan sebagai ahli yang profesional di bidang pengawasan. Bidang-bidang pekerjaan pengawasan meliputi pekerjaan: 71 a. pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi; a. Arsitektural, b. Sipil, c. Mekanikal, d. Elektrikal, dan atau e. Tata lingkungan Pasal 4 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta Jasa Konstruksi. Lingkup layanan jasa pengawasan pekerjaan konstruksi dapat terdiri dari: b. pengawasan keyakinan mutu dan ketetapan waktu dan proses perusahaaan dari hasil pekerjaan konstruksi. Secara strategis lingkup pelayanan jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terdiri dari jasa rancang bangun, perencanaan, pengadaan, dan peaksanaan terima jadi, dan penyelenggaraan pekerjaan terima jadi. Pengembangan layanan jasa perencanaan dan atau pengawasan lainnya dapat mencakup antara lain jasa manajemen proyek, manajemen konstruksi, penilaian kualitas, kuantitas, dan biaya pekerjaan.

E. Pola Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi

71 Ibid., hal. 96-97. Romelda Proniastria Simamora : Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan Di Dalam Kontrak Konstruksi, 2008. USU Repository © 2009 Meskipun pembuatan kontrak konstruksi didasari oleh iktikad baik dari para pihak, pasal mengenai hal ini harus diatur dengan baik, untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya sengketa atau perselisihan mengenai kontrak tersebut. Apabila hal ini tidak diatur dengan baik, maka sengketa atau perselisihan akan berlarut-larut atau berkepanjangan tanpa ada penyelesaian, Akan tetapi, meskipun sengketaperselisihan ini awalnya disepakati untuk diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat, tetapi yang sering terjadi adalah tidak ditetapkannya batas waktu musyawarah sehingga musyawarah berlangsung tanpa batas waktu. Oleh karena itu, batas waktu musyawarah untuk mufakat harus ditetapkan. “Lembaga yang akan menyelesaikan perselisihan atau sengketa harus ditetapkan secara tegas sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Pasal 36 dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Pasal 49 ayat 1”. 72 1. kerangka untuk mengakhiri atau menyelesaikan; Secara umum, pengertian pola penyelesaian sengketa adalah suatu bentuk atau kerangka untuk mengakhiri atau menyelesaikan sengketa yang timbul di antara para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa. Unsur-unsur yang tercantum dalam penyelesaian sengketa konstruksi, yaitu: 2. sengketa; 3. antara pengguna jasa dan penyedia jasa; 4. yang didasarkan pada kontrak konstruksi. 72 Nazarkhan Yasin, Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia, Op.Cit., hal. 87. Romelda Proniastria Simamora : Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan Di Dalam Kontrak Konstruksi, 2008. USU Repository © 2009 Richard L. Abeld mengemukakan pengertian sengketa dispute, yakni pernyataan publik mengenai tuntutan yang tidak selaras inconsistent calaim terhadap sesuatu yang bernilai. Unsur-unsur sengketa, yaitu: 1. adanya pernyataan publik; 2. mengenai tuntutan; 3. yang tidak selaras inconsistent calaim, dan 4. terhadap sesuatu yang bernilai. Di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jasa konstruksi dan kontrak yang dibuat oleh para pihak telah ditentukan cara penyelesaian sengketa yang muncul di antara pihak. Pola penyelesaian sengketa jasa kontruksi diatur dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Penjabaran dari pasal ini dapat dilihat pada Pasal 49 sampai dengan Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat dibagi menjadi 2 dua cara, yaitu melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan adalah cara penyelesaian sengketa antara pengguna jasa dan penyedia jasa dengan memilih penyelesaian melalui pengadilan. Dalam hal pilihan penyelesaian sengketa melalui pengadilan, prosedur dan prosesnya mengikuti ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata KUHAP. Putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan bersifat mengikat, artinya, putusan tersebut dapat dipaksakan pelaksanaannya. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan putusan secara sukarela, maka pengadilan dapat melaksanakan Romelda Proniastria Simamora : Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan Di Dalam Kontrak Konstruksi, 2008. USU Repository © 2009 eksekusi terhadap isi putusan pengadilan dengan cara paksa, yaitu dengan menggunakan alat-alat kepolisian. Akan tetapi, pada kenyataannnya bahwa pilihan penyelesaian sengketa melalui pengadilan kurang disukai dan diminati untuk menyelesaikan sengketa konstruksi, karena penyelesaiannya membutuhkan “waktu yang sangat lama bertahun-tahun, biaya yang tidak sedikit tidak resmi, sifatnya terbuka, para hakimnya hanya memiliki pengetahuan hukum, dengan kata lain para Hakim atau Jaksa tidak berlatar belakang disiplin ilmu teknik-seorang Insinyur, ahli ekonomi, atau arsitek”. 73 1. melalui pihak ketiga, yaitu Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau lazim disebut dengan alternaif penyelesaian sengketa Alternative Dispute Resolation-ADR adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak. Di dalam Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dapat dilakukan dengan 2 dua cara, yaitu: a mediasi yang ditunjuk oleh para pihak atau oleh lembaga arbitrase dan lembaga alternatif penyelesaian sengketa; b konsiliasi. Dengan demikian, bahwa penyelesaian sengketa konstruksi melalui lembaga di luar pengadilan dapat dilakukan dengan cara: 1. mediasi, 2. konsiliasi, 73 Nazarkhan Yasin, Mengenal Klaim Konstruksi Penyelesaian Sengketa Konstruksi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004, hal. 90. Romelda Proniastria Simamora : Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan Di Dalam Kontrak Konstruksi, 2008. USU Repository © 2009 3. arbitrase. Ketiga cara tersebut diatas, akan penulis uraikan sebagai berikut.

a. Mediasi

“Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa mediasi adalah pengikutsertaan pihak ketiga dalam proses penyelesaian sengketa, yang mana pihak ketiga tersebut bertindak sebagai penasihatpenengah mediator”. 74 Apabila mediator berhasil dalam menyelesaikan sengketa para pihak, maka hasil kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk kesepakatan tertulis, yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Kesepakatan yang dibuat oleh para pihak bersifat final dan mengikat kedua belah pihak. Tugas mediator adalah bertindak sebagai fasilitator, yaitu hanya membimbing para pihak yang bersengketa untuk mengatur suatu pertemuan dan mencapai suatu kesepakatan. Untuk menyelesaikan persoalan para pihak, pihak mediator dapat meminta bantuan penilai ahli. 75 1. menemukan jalan keluar dan pembaruan perasaan; Tujuan mediasi adalah memberikan kesempatan kepada para pihak untuk: 2. melenyapkan kesalahpahaman; 3. menentukan kepentingan yang pokok; 4. menemukan bidang-bidang yang mungkin dapat disetujui; 5. menyatukan bidang-bidang tersebut menjadi solusi yang disusun sendiri oleh para pihak. 74 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Op.Cit., hal. 122. 75 Ibid., hal. 123. Romelda Proniastria Simamora : Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan Di Dalam Kontrak Konstruksi, 2008. USU Repository © 2009 “Sedangkan manfaat yang paling esensi dari mediasi adalah cepat, murah, dan komunikasi antara para pihak. Mediasi ini difokuskan untuk menyelesaikan persoalan secara damai”. 76

b. Konsiliasi

Konsiliasi adalah suatu upaya untuk mendamaikan antara pengguna jasa dengan penyedia jasa terhadap sengketa yang timbul di bidang jasa konstruksi Penyelesaian sengketa dengan menggunakan jasa konsiliasi dilakukan dengan bantuan seorang konsiliator Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Syarat menjadi konsiliator, yaitu: a. ditunjuk berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa; b. harus mempunyai sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh lembaga. Tugas konsiliator adalah menyusun dan merumuskan upaya penyelesaian untuk ditawarkan kepada para pihak. Apabila rumusan tersebut disetujui oleh para pihak, maka solusi yang dibuat konsiliator menjadi rumusan pemecahan masalah. Rumusan pemecahan masalah dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis. Kesepakatan tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik.

c. Arbitrase

Penyelesaian sengketa kontrak konstruksi dengan menggunakan cara arbitrase mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase 76 Ibid., hal. 122-123. Romelda Proniastria Simamora : Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan Di Dalam Kontrak Konstruksi, 2008. USU Repository © 2009 Alternaif Penyelesaian Sengketa. Arbitrase adalah penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum berdasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 30 Tahun 1999. “Bentuk perjanjian arbitrase adalah dibuat secara tertulis”. 77 Biasanya klausula arbitrase ini dicantumkan pada bagian akhir kontrak konstruksi. Contoh klausula arbitrase yang sederhana : “Apabila di kemudian hari terjadi perselisihan mengenai isi perjanjian ini, maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan tersebut pada tingkat pertama dan terakhir melalui arbitrase”. Yang dimaksud perjanjian arbitrase adalah klausula atau pasal yang mengatur tentang penyelesaian sengketa yang tercantum dalam kontrak. Biasanya disebut klausula arbitrase atau Arbitration Clause atau dalam bahasa hukum disebut Pactum Arbitri. 78 a. seorang wakil dari Pihak Pertama Pengguna Jasa sebagai anggota; Dalam praktiknya bahwa para pihak yang mengadakan kontrak konstruksi telah mencantumkan cara penyelesaian sengketa yang muncul di antara para pihak. Salah satu cara adalah melalui lembaga arbitrase. Keanggotaan arbitrase ini terdiri dari: b. seorang wakil dari Pihak Kedua Penyedia Jasa sebagai anggota; c. seorang ahli sebagai Ketua, yang pengangkatannya disetujui oleh pengguna jasa dan penyedia jasa. 77 Ibid., hal. 124. 78 Nazarkhan Yasin, Mengenal Klaim Konstruksi Penyelesaian Sengketa Konstruksi, Op.Cit., hal. 90-91. Romelda Proniastria Simamora : Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan Di Dalam Kontrak Konstruksi, 2008. USU Repository © 2009 “Para arbiter inilah yang mengadakan persidangan dan mengambil keputusan untuk menyelesaikan berbagai kasus yang muncul di antara para pihak. Putusan yang dihasilkan bersifat final dan mengikat”. 79 Kegagalan bangunan diartikan sebagai keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan, dan kesehatan kerja, dan atau keselamatan umum sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir Penyelesaian perselisihan akan diteruskan melalui Pengadilan, apabila melalui cara tersebut di atas tidak tercapai penyelesaian.

BAB IV TANGGUNGJAWAB PARA PIHAK TERHADAP TERJADINYA

KEGAGALAN BANGUNAN DI DALAM KONTRAK KONSTRUKSI 79 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Loc.Cit., hal. 124.