26
sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berlaku pada tanggal 1 Januari 2010
Zuraida, 2011:9.
3.1.4 Sistem Pemungutan Pajak
Secara umum ada 3 tiga sistem pemungutan pajak yang digunakan: Siahaan, 2004: 22
a Official Assessment System Suatu sistem yang memberikan wewenang kepada pemerintah fiskus
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat pasif dan menunggu penetapan pajak
oleh fiskus, kemudian membayar pajak yang terutang sesuai dengan besarnya ketetapan pajak yang ditetapkan oleh fiskus.
b Selft Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan,
dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Dalam
sistem ini, Wajib Pajak harus aktif, untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang, sedangkan fiskus
hanya tertugas memberikan arahan, pembinaan, dan pengawasan kepada Wajib Pajak agar dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya.
27
c Withholding System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Dalam sistem ini, pihak yang ditentukan sebgai pemungut atau pemotong
pajak oleh Undang-Undang Pajak diberi kewenangan dan kewajiban untuk memotong atau memungut pajak yang terutang dari Wajib Pajak dan harus segera
menyetorkannya ke kas negara sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Apabila pihak ketiga tersebut melakukan kesalahan atau penyimpangan,
kepadanya akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
3.1.5 Jenis dan Pembagian Pajak
Adapun jenis dan pembagian pajak sebagai berikut: Ikatan Akuntansi Indonesia, 2011:7
1 Menurut Golongan a.
Pajak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang
bersangkutan, misalnya Pajak Penghasilan PPh. b.
Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, contohnya Pajak Pertambahan Nilai PPN.
2Menurut Sifatnya a.
Pajak Subsektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada subjeknya, yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri
Wajib Pajak, misalnya PPh.
28
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang didasarkan pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak, misalnya PPN dan PPnBM. 3 Menurut Pemungutannya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai Rumah Tangga Negara, contohnya PPh, PPN, PPnBM, dan Materai.
b. Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintahan daerah dan digunakan
untuk membiayai Rumah Tangga Negara, contohnya PPh, PPN, PPnBM,
dan Materai. 3.1.6 Utang Pajak
Dalam hukum pajak, terdapat 2 dua jenis kewajiban pajak yang menjadi dasar mengapa setiap orang Wajib Pajak harus membayar pajak yang terutang.
Kedua kewajiban tersebut adalah: Siahaan, 2004: 117 1. Kewajiban Pajak Subjektif
Kewajiban pajak subjektif adalah kewajiban yang melekat pada subjeknya subjek pajak. Pada umumnya setiap orang yang bertempat tinggal di Indonesia
memenuhi kewajiban pajak subjektif terhadap Indonesia. Kewajiban pajak subjektif ini juga dapat dikembangkan terhadap orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tetapi memiliki hubungan ekonomis dengan Indonesia. Bagi orang yang berada di luar Indonesia bertempat
tinggal di luar Indonesia, kewajiban pajak subjektifnya terpenuhi jika beberapa syarat dipenuhi. Syarat tersebut antara lain yang bersangkutan mempunyai
hubungan ekonomis tertentu dengan Indonesia sebagaimana ditentukan dalam
29
Undang-Undang Pajak di Indonesia. Misalnya memperoleh penghasilan yang bersumber di Indonesia, mempunyai perusahaan di Indonesia, dan lain-lain.
2. Kewajiban Pajak Objektif Kewajiban pajak objektif adalah kewajiban yang melekat pada objeknya
objek pajak, seperti yang di tentukan dalam Undang-Undang Pajak, di mana kewajiban pajak objektif hanya timbul pada saat dipenuhinya taatbestand
keadaan yang nyata. Seseorang memenuhi kewajiban pajak objektif jika melakukan perbuatan yang memenuhi syarat pengenaan pajak sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Pajak di Indonesia. Sebagaimana pada kewajiban subjektif, kewajiban objektif juga dapat
diberlakukan terhadap orang pribadi atau badan yang berada di luar Indonesia bukan merupakan Wajib Pajak dalam negeri Indonesia. Orang atau badan yang
bertempat tinggal di luar Indonesia memenuhi kewajiban pajak objektif jika memenuhi taatbestand sesuai dengan ketentuan perpajakan Indonesia. Misalnya,
orang atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Indonesia memperoleh penghasilan dari sumber-sumber tertentu yang ada di Indonesia
melakukan pekerjaan bebas atau memiliki saham perusahaan yang berkedudukan di Indonesia. Dalam hal ini orang pribadi atau badan tersebut telah memiliki
kewajiban pajak objektif yang dapat membuatnya dikenakan pajak oleh Indonesia.
3.1.7Timbulnya Utang Pajak
Secara umum utang pajak timbul digolongkan dalam ajaran material dan ajaran formal Siahaan, 2004: 126.
30
1.Ajaran Material Menurut ajaran material, utang pajak timbul karena adanya Undang-
Undang Pajak dan peristiwa keadaan perbuatan tertentu taatbestand, serta tidak menunggu dari tindakan pihak fiskus pemerintah. Utang pajak timbul karena
bunyi undang-undang saja, tanpa diperlukan perbuatan manusia. Jadi, sekalipun tidak dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus, asalkan terdapat suatu
taatbestand sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak, maka telah timbul utang pajak.
2. Ajaran Formal Menurut ajaran formal, utang pajak timbul karena ada ketetapan dari pihak
pemungut pajak yaitu pemerintah atau aparatur pajak fiskus sehingga pajak terutang pada saat diterbitkannya surat ketetapan pajak. Tanpa adanya surat
ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh fiskus, maka tidak ada utang pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Atau dengan kata lain, walaupun taatbestand
telah dipenuhi, akan tetapi apabila belum dikeluarkan surat ketetapan pajak, maka belum ada suatu utang pajak.
3.1.8Berakhirnya Utang Pajak
Berakhirnya utang pajak merupakan salah satu tujuan dalam pelaksanaan pemungutan pajak. Dalam hukum pajak, ada beberapa cara berakhirnya utang
pajak sebagai berikut Siahaan, 2004: 134. 1. Pelunasan Pembayaran Pajak
Umumnya utang pajak berakhir dengan pembayaran ke kas negara atau tempat lain yang ditunjuk oleh negara seperti bank-bank pemerintah, kantor pos
dan giro, dan lain-lain. Pembayaran pajak yang mengakibatkan berkhirnya utang
31
pajak adalah pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak atas semua pajak yang terutang yang timbul akibat adanya taatbestand yang ditentukan oleh undang-
undang, termasuk sanksi administrasi dan biaya penagihan pajak yang timbul dalam pelaksanaan pemungutan pajak yang dimaksud.
2. Kompensasi Pengimbangan Dalam hukum pajak, kompensasi pembayaran dapat dilakukan jika Wajib
Pajak untuk satu jenis pajak mempunyai kelebihan pembayaran pajak sedangkan untuk lain jenis terdapat kekurangan pembayaran pajak. Kelebihan pembayaran
pajak untuk satu jenis pajak tersebut dapat digunakan untuk membayar kekurangan pembayaran atas jenis pajak lain utang pajak lainnya yang juga
terutang olehnya. 3. Penghapusan Utang
Dalam hukum pajak dimungkinkan pula berakhirnya pajak melalui penghapusan terhadap kewajiban pajak karena Wajib Pajak mengalami
kebangkrutan sehingga mengalami kesulitan keuangan. Untuk menentukan apakah seseorang pailit atau tidak diperlukan penyelidikan yang saksama oleh
fiskus dengan tujuan nantinya tindakan fiskus dapat dipertanggungjawabkan. 4. Kadaluwarsa atau Lewat Waktu
Menurut Undang-Undang KUP, utang pajak akan kadaluwarsa setelah lampau waktu 10 sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya masa pajak, tahun pajak, atau bagian tahun pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu, apabila telah lewat waktu 10 sepuluh tahun sejak pajak terutang
atau berakhirnya masa pajak, tahun pajak, atau bagian tahun pajak Wajib Pajak
32
belum membayar lunas pajaknya dan fiskus tidak melakukan tindakan penagihan pajak, secara hukum utang pajak tersebut telah berakhir dengan sendirinya.
5. Pembebasan Pembebasan pajak merupakan pengakhiran utang pajak yang dilakukan
oleh fiskus tanpa persetujuan pihak Wajib Pajak. Hal ini dilakukan jika ada permohonan atau keadaan ekonomi Wajib Pajak yang mengalami kemunduran
keuangan. Pembebasan pajak menurut Undang-Undang Pajak umumnya hanya diberikan terhadap sanksi administrasinya saja.
6.Penundaan Penagihan Dengan cara ini penagihan pajak terutang dapat ditunda dalam jangka
waktu tertentu. Jika kemudian Wajib Pajak ternyata mampu lagi untuk melunasi utang pajaknya, maka barulah ditagih. Jika tidak dapat juga ditagih maka barulah
dihapuskan pajaknya.
3.2 Penagihan Pajak