3. DKI Kumulatif
Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi, nama lainnya adalah dematitis kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah
faktor fisis, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan, misalnya deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air. DKI
kumulatif mungkin terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu
bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak seminggu- minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan
rentetan kontak merupakan faktor penting. Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
hiperkeratosis dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris fisur, misalnya pada kulit tumit tukang cuci
yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Keluhan penderita pada umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak fisur. Ada kalanya kelainan
hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah mengganggu, baru mendapat perhatian.
DKI kumulatif sering berhubungan denga pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan di tangan dibandingkan dengan bagian lain tubuh. Contoh
pekerjaan yang beresiko tinggi untuk DKI kumulatif yaitu: tukang cuci, kuli bangunan, montir di bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut.
4. Reaksi Iritan
Reaksi iritan merupakan dermatitis subklinis pada seseorang yang terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam
beberapa bulan pertama pelatihan. Kelainan kulit monomorf dapat berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri, menimbulkan
penebalan kulit skin hardening, kadang dapat berlanjut menjadi DKI kumulatif.
5. DKI Traumatik
Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejala seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu.
Paling sering terjadi ditangan
6. DKI Noneritematosa
DKI noneritematosa merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai perubahan fungsi sawar stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis.
7. DKI Subyektif
Juga disebut DKI sensori; kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa seperti tersengat pedih atau terbakar panas setelah kontak dengan
bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat.
2.3.5 Diagnosis
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinik. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat
sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang terjadi penyebabnya. Sebaliknya, DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran