3
3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada negara-negara berkembang atau pada suatu negara yang sedang berkembang pesat pada umumnya atau dengan sendirinya masyarakat di
negara tersebut akan berkembang menjadi masyarakat modern. Di mana sisi lain masyarakat modern sebagian besar sudah membawa implikasi kepada
penyimpangan, adapun bentuk tindakan menyimpang dari masyarakat
modern itu sendiri salah satunya adalah perilaku seks bebas.
Namun bagi masyarakat modern, seks bebas sudah menjadi aktifitas yang wajar. Seks
bebas dilakukan sebagai salah satu aktifitas seksual oleh mereka yang memiliki ataupun tidak memiliki pasangan, kapan saja dan di mana saja,
tanpa harus terikat dengan pasangan tersebut. Hubungan seks bebas sebelum menikah pada akhirnya akan membawa resiko, seperti kehamilan.
Suatu kehamilan yang tidak diinginkan, karena tidak sesuai dengan tuntutan dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, mengakibatkan
terjadinya pengguguran kandungan sebagai suatu jalan yang dianggap dapat
memecahkan permasalahan mereka.
4
4 Masalah seks pada remaja seringkali mencemaskan para orang tua, juga
pendidik, pejabat pemerintah, para ahli, dan masyarakat. Dengan demikian dibutuhkan sifat yang sangat bijaksana dari orang tua, pendidik, dan
masyarakat pada umumnya. Serta tentunya para remaja itu sendiri, agar mereka dapat melewati masa transisi itu dengan baik. Adapun yang
dimaskud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama
jenis. Sarwono, 2007. Bentuk tingakah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan
bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak
berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkan. Akan tetapi, pada bagian perilaku seksual yang lain,
dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada para gadis yang terpasa menggugurkan kandungannya.
Simkins dalam Sarwono, 2007.
Akibat dari psikososial lainnya adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah jika seorang gadis tiba-tiba hamil.
Juga akan terjadi cemoohan dan penolakan dari masyarakat sekitarnya. Akibat lainnya adalah terganggunya kesehatan dan resiko kehamilan serta
5
5 kematian bayi yang tinggi. Selain itu, juga ada akibat-akibat putus sekolah
dan akibat-akibat ekonomis karena diperlukan ongkos perawatan, dan lain- lain. Sanderowitz Paxman dalam Sarwono, 2007.
Menurut Prof. DR Dr Nukman Moeloek, Sp And, Ketua PKBI DKI Jakarta menyatakan dari 2.479 responden berusia 15-24 tahun, mereka yang
mengaku berhubungan seksual saat berpacaran sebanyak 14,73. Kebanyakan melakukannya dengan pacar 74,89 Sebagian besar
responden berpacaran di rumah 61,54. Selain itu, sekolah, kampus, tempat rekreasi, bioskop, tempat bekerja, rumah teman dan rumah saudara
menjadi pilihan untuk menghabiskan waktu berduaan bersama pasangan mereka. Pintu-pintu menuju hubungan seksual bahkan menjangkau rumah
kos dan hotel, motel, atau losmen. Meski remaja yang berpacaran di hotel jumlahnya kecil, tapi di tempat itu pula mereka selalu berhubungan seksual.
Survei PKBI Jakarta juga mencatat bahwa responden yang mengaku telah berhubungan seksual, 40 di antaranya tidak memakai alat kontrasepsi.
Alasannya, hampir 60 mengatakan tidak nyaman menggunakan alat kontrasepsi. http:abortus.blogspot.com
Menurut Gulardi HW dalam Maria Ulfah, 2006 Aborsi ialah berhentinya mati dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20 minggu dihitung haid
terakhir atau berat janin kurang dari 500g atau panjang janin kurang dari
6
6 25cm. Sedangkan menurut Mardjono Reksodiputro dalam Maria Ulfah, 2002
aborsi ialah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum hasil konsepsi dapat lahir secara alamiah dengan adanya kehendak merusak hasil konsepsi
tersebut. Umumnya aborsi terjadi pada masa tiga bulan pertama kehamilan. Akan tetapi, pada prinsipnya aborsi mempunyai dua arti yang berbeda, yaitu
keguguran kandungan yang tidak disengaja abortus spontan yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai keguguran dan keguguran
kandungan yang sengaja dilakukan abortus provocatus yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai pengguguran. Biasanya yang kedua
istilah inilah yang sering mengundang pro dan kontra di tengah masyarakat .
Menurut Siswanto Agus Wilopo Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, BKKBN. Setiap tahun terjadi 2,6 juta kasus aborsi di
Indonesia. Jika dirata-rata, setiap jamnya terdapat 300 wanita telah menggugurkan kandungannya. Tidak semua kehamilan diinginkan atau
disambut baik kehadirannya. Dua pertiga 50 juta dari 75 juta kehamilan yang tidak diinginkan di dunia akan berakhir dengan aborsi disengaja; 20 juta
diantaranya dilakukan secara tidak aman. Aborsi tidak aman berkontribusi 13 78.000 terhadap kematian ibu di dunia. Aborsi tidak aman selalu
menjadi masalah kesehatan masyarakat. Dan secara formal, aborsi tidak aman diperkirakan menyumbang 11,1 pada kematian ibu.
http:www.kesrepro.info?q=node228.
7
7 Pada saat dan setelah melakukan aborsi seorang perempuan bisa
mengalami kematian mendadak karena pendarahan hebat, pembiusan gagal, kematian lambat akibat infeksi, rahim sobek, kerusakan leher rahim, kanker
payudara, kanker indung telur, kanker leher rahim, kanker hati, kelainan plasenta, kemandulan, infeksi rongga panggul dan infeksi lapisan rahim.
Pendapat tersebut dikemukakan oleh Dr Boyke Dian Nugraha, Ginekolog dan Konsultan Seks dalam sebuah acara seminar yang digelar Badan Kerohanian
Islam Mahasiswa IPB Bogor. Mayoritas perempuan pelaku aborsi, terang Boyke, secara psikologis akan menderita.
Sebuah penelitian menunjukkan mereka yang kehilangan harga diri 82, berteriak-teriak histeris 51,
mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi 63, ingin bunuh diri 28, terjerat obat-obatan terlarang dan tidak bisa menikmati hubungan seksual 41.
http:cindien.multiply.comreviewsitem33.
Masa remaja adalah satu masa yang pasti dilewati oleh setiap orang setelah masa kanak-kanak berakhir. Remaja oleh Hurlock 2000 dibagi atas dua
masa yaitu masa remaja awal yang diperkirakan berada pada rentang usia tiga belas atau empat belas tahun hingga usia tujuh belas tahun. Masa kedua
adalah masa remaja akhir dengan rentang usia tujuh belas tahun hingga dua puluh tiga atau dua puluh empat tahun. Sekolah adalah lingkungan
pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah adalah sekolahnya. Anak
8
8 remaja yang sudah duduk dibangku SMP atau SMA umumnya menghabiskan
waktu sekitar tujuh jam sehari disekolahnya. Ini berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dihabiskan disekolah. Tidak
mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar. Sebagai lembaga pendidikan, sebagai mana halnya dengan
keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Menurut Sarwono 2007, sebagai lembaga pendidikan sekolah mengajarkan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat disamping mengajarkan
keterampilan dan kepandaian kepada siswanya. Dimulai dari mata pelajaran yang diberikan, kegiatan pembiasaan mengenai pengadaan peraturan
sekolah hingga kegiatan ekstra kulikuler di sekolah yang bersangkutan. Lebih khusus MA melakukan penanaman nilai-nilai moral yang diperoleh dari mata
pelajaran agama yang dibebankan lebih banyak dari pada SMA, yaitu sebanyak 30 dari mata pelajaran yang ada. Dengan demikian siswa MA
memiliki pengalaman pelajaran agama lebih banyak dibandingkan dengan siswa SMA. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Adams Gullota dalam
Sarwono, 2007 bahwa agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa menerangkan mengapa dan untuk apa seseorang ada didunia. Agama
menawarkan perlindungan dan rasa aman, khususnya bagi meraka yang sedang mencari identitas dirinya.
9
9 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas SLTA berada pada rentang usia remaja. Setelah remaja memasuki jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama STLP
maka remaja memasuki jenjang SLTA dengan mata pelajaran yang lebih kompleks, lingkungan baru dengan norma dan peraturan baru yang
menuntutnya untuk lebih bersikap dewasa. Pada masa ini remaja lebih spesifik dalam memilih teman, khususnya teman sebaya karena orientasinya
tidak lagi sekedar bermain tetapi juga untuk teman berbagi rasa. Di Indonesia terdapat berbagai lembaga pendidikan setaraf dengan SLTA Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas. Antara lain Sekolah Menegah Atas SMA dan juga sekolah yang berciri khas agama seperti MA Madrasah Aliyah.
Bagi sebagian orang yang merasa ingin memperdalam ilmu agama disamping ilmu-ilmu umum lainnya maka mereka lebih cenderung untuk
memilih MA Madrasah Aliyah. Mereka juga mengharapkan perkembangan diri dan kepribadian karena dianggap ketika mendapatkan porsi pelajaran
agama yang lebih banyak, maka sedikit banyak akan merubah perspektifnya. Sedangkan bagi orang tertentu memilih SMA Sekolah Menengah Umum
menjadai alternatif pilihan, karena dianggap lebih konsen mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu umumnya. SMA Sekolah Menengah Atas dan M A
Madrasah MA adalah lembaga tingkat atas setelah SMP atau MTS. Namun perbedaannya SMA merupakan lembaga pendidikan umum yang berada
10
10 dibawah pembinaan dan kebijakan DEPDIKNAS Depertemen Pendididkan
Nasional, sedangkan MA merupakan pendidikan umum berciri khas agama Islam yang berada dibawah pembinaan dan kebijakan DEPAG Depertemen
Agama. Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang : “Perbedaan Sikap Terhadap Aborsi Pra Nikah Pada Remaja Yang bersekolah di SMA
dan MA”
1.2 Identifikasi Masalah