Lingkungan Belanja Shopping Environment 1. Definisi Lingkungan Belanja
1. Informasi masuk dengan jalan “dipaksakan”. Stimuli yang dipaksakan ini ialah stimuli yang tidak kita cari, tetapi terpaksa kita terima, contohnya
kaki terinjak orang lain. 2. Informasi yang “dipilih”. Kita dihadapkan pada berbagai stimuli, dan kita
memilih stimulasi yang ada di hadapan kita, contohnya ketika sedang naik bus, banyak stimulasi yang ada di hadapan, namun hanya beberapa yang
teramati. 3. “Dicari”. Mencari stimulasi tertentu, contohnya menoleh ke kiri – kanan
untuk mencari seseorang. Jadi, stimuli ini diperoleh karena hasil usaha.
2.3. Lingkungan Belanja Shopping Environment 2.3.1. Definisi Lingkungan Belanja
Suatu bentuk fisik dan aspek ruang atau tempat dari lingkungan yang mencakup dari aktivitas konsumen. Misalnya stimulus yang berasal dari
warna, bunyi, pencahayaan, udara dan mencakup pengaruh ruang atau tempat dari orang atau objek yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen.
Kondisi fisik disekitar mempengaruhi persepsi konsumen melalui sensor mekanisme dari visi, pendengaran, penciuman, dan bahkan sentuhan. Aspek
fisik yang ada disekitar ini sangat penting bagi pengecer. Karena hal ini dapat mempengaruhi perilaku konsumern, sikap dan rasa percaya. Lingkungan fisik
ini penting untuk pengecer. Berikut dibawah ini pentingnya efek fisikal pada
lingkungan belanja menurut Belk http:komunikasi.upnyk.ac.idfilesPerilaku_konsumen_Bab_1.pdf:
1 Pengaruh komponen fisik Komponen fisik dari lingkungan belanja terbukti dalam mempengaruhi
adalah dengan cara memberikan musik atau pengumuman iklan atau promosi.
2 Pengaruh Kepadatan pada Konsumen Kepadatan yang terjadi ketika seseorang merasakan gerakannya
terbatas dikarenakan tempat yang terbatas atau sempit. Dapat dilihat pada gambar berikut di bawah ini menggambarkan bagaimana efek dari
kepadatan akan menirnbulkan perilaku apakah konsumen itu akan tetap di toko atau meninggalkan toko.
Gambar 2.1 Efek Kesesakan di Toko
Density of People
Perceived crowding
Perceived Control
Feeling Consumer
Behavior Stay or
Leave store
Consumer Choice level
Baker dalam Roy, 2003 mengemukakan kategori typology dari elemen lingkungan belanja menjadi tiga kategori: faktor sosial social factors, faktor
desain Design factors dan faktor perasa ambient factors.
Dalam penelitian ini lingkungan belanja yang terdiri dari dimensi social factor, overall image, design factor dan ambience factor merupakan faktor yang
mendorong respon emosional konsumen yaitu berupa pleasure, arousal, atau dominance untuk menciptakan perilaku belanja konsumen berupa perilaku
pendekatan dan penghindaran selama di minimarket.
Gambar 2.2 Model Mehrabian-Russell
EMOTIONAL STATES:
Pleasure Arousal
Dominance
ENVIROMENTAL STIMULI
APROACH OR
RESPONSE AVOIDANCE
Faktor sosial berhubungan dengan orang lain yang ada di toko Baker dalam Roy, 2003. Dari semua orang yang ada, pelayan sales people adalah yang
paling penting, karena sebagai komponen dari marketing mix. Seorang pemasar memiliki kontrol yang penting terhadap jumlah, tipe, dan perilaku.
Faktor perasa berhubungan terhadap elemen non visual dari lingkungan belanja seperti penciuman tata cahaya dan lain-lain. Akhirnya, semua image
toko image store telah ditunjukkan untuk mencari pengaruhnya terhadap
perilaku konsumen, seperti pemilihan toko. Oleh sebab itu, stimulus diperlihatkan oleh berbagai elemen dari lingkungan belanja dan diharapkan
mempengaruhi keadaan emosional konsumen sewaktu belanja.
Hubungan antara emosi dan preferensi atau pilihan didukung dengan baik dalam literatur tentang usaha eceran. Dalam penelitian Donovan dan
Rossiter dalam Semuel, 2005 yang mengkaji pengaruh emosi, kesenangan pleasure dan kegairahan arousal berdasarkan sejumlah hasil eceran.
Mereka menemukan bahwa kesenangan yang dihasilkan oleh eksposur pada suasana toko mempengaruhi perilaku belanja seperti tingkat pengeluaran
uang, jumlah waktu yang dihabiskan didalam toko serta keinginan untuk kembali berbelanja pada minimarket tersebut. Kegairahan atau kegembiraan
yang ditimbulkan oleh suasana toko merupakan pengaruh yang kurang penting terhadap perilaku eceran. Para peneliti lainnya menemukan bahwa
suasana hati mood memiliki hubungan yang positif dengan pengukuran citra toko, jumlah produk yang dibeli dan tingkat pengeluaran diatas apa yang
telah direncanakan oleh konsumen sebelumnya.
Perilaku berbelanja yang bersifat tiba-tiba dan direncanakan juga memiliki kaitan yang erat dengan keadaan emosional. Dengan menggunakan
metodologi simulasi kunjungan toko, Weinberg dan Bottwald 1982 menemukan bahwa para pembeli dengan perilaku berbelanja terencana
memiliki aktivitasi emosional yang lebih besar dari pada pembeli yang tidak terencana. Secara khusus, apabila dibandingkan dengan pembeli yang
terencana, pembeli tidak terencana memperlihatkan perasaan kesenangan, antusias dan kegembiraan yang lebih besar. O’Guinn dan Faber dalam
Rahayu, 2007 mengungkapkan bahwa yang menjadi motivasi utama terjadinya pembelian kompulsif adalah pencarian terhadap manfaat
psikologis dari proses pembelian tersebut, bukan pada produk yang dibeli.
• Mehrabian dan Russel dalam Semuel, 2005 memberikan dukungan empiris yang memadai kepada tiga variabel intervening, termasuk
dukungan psikologis. Mereka juga mengacu pada temuan Osgood 1957 dimensi evaluasi, aktivitas dan potensi dapat menjelaskan
penafsiran terhadap beberapa objek fisik dan peristiwa sosial, sebagai suatu dukungan terhadap konsep yang mereka miliki bahwa tiga
dimensi emosional ini adalah cukup memadai untuk menjelaskan berbagai respons emosional manusia terhadap stimulus lingkungan.
Wundt 1905 berpendapat bahwa seluruh emosi dapat ditentukan cirinya dalam hal kesenangan ketidaksenangan pleasure-
displeasure, ketegangan-rileksasi tension-relaxation dan kegembiraan-ketenangan excitement-quiescence Jelas bahwa
terdapat banyak kesamaan antara ketiga sistem tridimensional, walaupun hanya sistem yang diungkapkan oleh wundt dan sistem
Mehrabian-Russell dalam Semuel, 2005 yang secara khusus dirancang untuk menangani emosi.
Dalam penelitiannya Mehrabian dan Russell dalam Semuel, 2005 menjelaskan bahwa keadaan emosional adalah konsep sebagai variabel
penyeling. Ini untuk menunjukkan bahwa pengaruh dari lingkungan belanja terhadap perilaku belanja diperantarai oleh keadaan emosional.
Perubahan pada emosi dapat merubah keadaan emosional konsumen sehingga mempengaruhi perilaku belanja dan penilaian setelah belanja
sedangkan menurut O’guinn dan Faber, dalam Rahayu, 2007 emosi yang terjadi karena lingkungan belanja juga bisa berpengaruh pada daya beli
belanja dan bisa memberi kontribusi untuk mendorong dan memfokuskan keputusan membeli.
Secara konsep, keadaan emosional terdiri dari tiga dimensi: pleasure- displeasure kesenangan-ketidaksenangan, arousal-nonarousal kegairahan-
ketidakbergairahan, dan dominance-submissiveness kekuasaan- ketundukkan. Dimana Mehrabian dan Russell dalam Semuel, 2005
mengatakan bahwa respon emosional terhadap lingkungan belanja dapat dijelaskan oleh tiga dimensi:
a. Pleasure kesenangan, diukur dengan penilaian verbal dari reaksi terhadap lingkungan berupa tingkatan individu merasa senang, gembira,
atau puas dalam suatu situasi. b. Arousal kegairahan, diukur dengan penilaian verbal yang lebih luas
berupa tingkat dimana seseorang merasa sangat senang, atau aktif dalam sebuah situasi.
c. Dominance kekuasaan, diukur dari indikasi perasaan responden berupa perasaan ingin menguasai, mempengaruhi, ingin merasa dominant
terhadap suatu situasi di lingkungan belanja.
Dimensi ini mengasumsikan bahwa setiap lingkungan, termasuk lingkungan dari sebuah toko eceran, akan menghasilkan suatu kondisi emosional pada
seorang individu. Menurut Mehrabian dan Russell dalam Semuel, 2005 dimensi kegairahan arousal adalah konsep psikologi tentang “tingkat
perasaan yang sebagian besar diarahkan dengan laporan lisan. Gagasan dari konsep arousal sering disamakan dalam psikologi lingkungan sebagai
muatan atau isi. Sebuah muatan tinggi arousing dalam lingkungan yang nyaman menyebabkan perilaku pendekatan, sebagaimana muatan tinggi
lingkungan yang tidak nyaman menyebabkan perilaku penghindaran. Lingkungan yang bermuatan rendah tidak cukup memotivasi perilaku
pendekatan atau penghindaran.
Sedangkan, Russel dan Pratt dalam Ryu, 2005 dalam penelitiannya mengusulkan perubahan terhadap teori Mehrabian-Russell dengan
menghilangkan dimensi dominasi. Dimana hasil penelitiannya tersebut telah membuktikan adanya kecocokan antara dimensi kesenangan dan kegairahan
sangat meyakinkan untuk berbagai situasi, sedangkan dimensi dominasi adalah lebih lemah. Dalam penelitian terbarunya, Russel berpendapat bahwa
dominasi memerlukan sebuah penafsiran kognitif oleh orang tersebut dan oleh karena itu tidak secara murni dapat diterapkan dalam situasi yang
memerlukan respons emosional. Russel dan Pratt dalam Ryu, 2005 menemukan bahwa dua dimensi ortogonal dari kesenangan dan kegairahan
adalah cukup memadai untuk mewakili respons emosi seseorang terhadap berbagai jenis lingkungan. Skema dua dimensi yang diungkapkan oleh
Russel dan Pratt juga mengidentifikasi dua dimensi terkait yang dihasilkan oleh interaksi dari dua dimensi dasar, yang menghasilkan sebuah model
lingkaran yang terdiri dari delapan penjelasan tentang reaksi emosional terhadap lingkungan. Dalam skema Russel dan Pratt, deskriptor kondisi
emosional dapat diklasifikasikan sebagai sebuah garis vektor dari titik asal tanpa emosional.