2.3. Tindakan Ibu
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya
diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya dinilai baik. Inilah yang disebut praktek practice begitu juga dengan
tindakan practice kesehatan seperti mengimunisasikan anaknya Notoatmodjo, 2003.
Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan atau peran serta. Untuk mewujudkan suatu sikap menjadi suatu perbuatan nyata atau peran serta
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi
dari suaminya dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor
dukungan dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orangtua atau mertua dan lain-lain Notoatmodjo, 2003.
1. Persepsi perception Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. 2.
Respons terpimpin guided response Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh
adalah indikator praktek tingkat dua.
Universitas Sumatera Utara
3. Mekanisme mechanism Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengimunisasikan anaknya pada umur-
umur tertentu tanpa menunggu ajakan atau perintah.
2.4. Imunisasi
Imunisasi merupakan upaya yang dilakukan guna mencegah penyakit tertentu, dengan jalan memberikan kekebalan secara pasif. Bayi yang diimunisasi
berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Kekebalan imunitas seseorang dapat diperoleh sejak lahir yaitu imunitas bawaan innate immunity dan
ada juga imunitas yang diperoleh acquired immunity. Proses terjadinya imunitas dalam tubuh ada secara aktif yaitu apabila seseorang menderita penyakit tertentu
seperti cacar air varicella dan campak measles atau diberikan imunisasi DPT, BCG dan lain-lain. Dikatakan imunitas secara aktif yaitu karena tubuh sendiri yang
berusaha membuat pertahanan dengan membentuk antibodi setelah terinfeksi dengan bibit penyakit tadi, maupun melalui rangsangan dengan memberikan vaksin yang
berisikan kuman-kuman penyakit yang telah dilemahkan atau toxin kuman penyakit yang disebut toxoid Markum, 1987.
Kekebalan yang diperoleh secara aktif biasanya bertahan lama, malah seumur hidup. Selain kekebalan aktif tersebut ada juga yang diperoleh secara pasif
yaitu kekebalan yang diperoleh karena bawaan sejak lahir, misalnya bayi yang baru lahir sampai berumur di bawah sembilan bulan tidak akan terkena campak karena
Universitas Sumatera Utara
dalam tubuhnya telah ada antibodi yang diperoleh dari ibunya sewaktu berada dalam kandungan Markum, 1987.
2.4.1. Perkembangan Imunisasi di Indonesia
Di Indonesia, program imunisasi telah dimulai sejak abad ke 19 untuk membasmi penyakit cacar di Pulau Jawa. Kasus cacar terakhir di Indonesia
ditemukan pada tahun 1972 dan pada tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan negara bebas cacar. Tahun 1977 sampai dengan tahun 1980 mulai diperkenalkan
imunisasi BCG, DPT dan TT secara berturut-turut untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC anak, difteri, pertusis dan tetanus neonatorum.
Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai diperkenalkan antigen polio dan campak yang dimulai di 55 buah kecamatan dan dikenal sebagai Kecamatan Pengembangan
Program Imunisasi PPI Depkes RI, 2005. Pada tahun 1984, cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru mencapai
4. Dengan strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan menjadi 73 pada akhir tahun 1989. Strategi ini terutama ditujukan untuk memperkuat
infrastruktur dan kemampuan manajemen program. Dengan bantuan donor internasional antara lain WHO, UNICEF, USAID program berupaya
mendistribusikan seluruh kebutuhan vaksin dan peralatan rantai dinginnya serta melatih tenaga vaksinator dan pengelola rantai dingin . Pada akhir tahun 1989,
sebanyak 96 dari semua kecamatan di tanah air memberikan pelayanan imunisasi dasar secara teratur Depkes RI, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Dengan status program demikian, pemerintah bertekad untuk mencapai UCI yaitu komitmen internasional dalam rangka Child Survival pada akhir tahun 1990.
Dengan penerapan strategi mobilisasi sosial dan pengembangan Pemantauan Wilayah Setempat PWS, UCI ditingkat nasional dapat dicapai pada akhir tahun 1990.
Akhirnya lebih dari 80 bayi di Indonesia mendapat imunisasi lengkap sebelum ulang tahunnya yang pertama. Depkes RI, 2000.
Dengan capaian program Imunisasi dasar rutin lebih dari 80, selama 10 tahun sejak tahun 1995 sampai 2005, maka di Indonesia tidak ditemukan kasus polio.
Tetapi pada Maret 2005, ditemukan virus polio liar yang berasal dari Nigeria di desa Cidahu Jawa Barat. Kemudian kasus polio menyebar ke beberapa provinsi. Sehingga
untuk memutus rantai penularannya, pemerintah segera melakukan imunisasi serentak pada daerah-daerah yang terdapat kasus polio. Kemudian imunisasi dilanjutkan
dengan 5 kali putaran Pekan Imunisasi Nasional pada tahun 2005 dan 2006. Dengan dilakukannya upaya imunisasi tersebut, sampai saat ini tidak ada lagi kasus polio liar
di Indonesia Anonim, 2009 Mulai tahun 1992 diperkenalkan imunisasi Hepatitis B di beberapa kabupaten
di beberapa propinsi dan mulai tahun 1997 imunisasi Hepatitis B dilaksanakan secara nasional. Sampai saat ini program imunisasi di Indonesia secara rutin memberikan
antigen BCG, DPT, Polio, Campak, dan hepatitis B Anonim, 2009.
2.4.2. Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat,
Universitas Sumatera Utara
karena dengan imunisasi tubuh akan membuat zat antibodi dalam jumlah yang cukup banyak sehingga anak menjadi kebal atau imun terhadap penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi tersebut Ranuh, 2001.
Program imunisasi dasar merupakan salah satu program priorotas Dirjen PPMPL Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Adapun
dalam imunisasi dasar meliputi DPT, Polio, BCG, Campak dan Hepatitis. Sebagai sasaran adalah bayi berumur 0-1 tahun. Tujuan dari imunisasi dasar adalah
tercapainya kekebalan Penyakit yang dapat Dicegah Dengan Imunisasi PD3I pada masyarakat Depkes RI, 2005.
Tanpa imunisasi sekitar 2 dari 100 kelahiran hidup akan meninggal karena batuk rejan, 2 dari 100 kelahiran hidup akan meninggal karena tetanus. Imunisasi
yang dilakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak dari penyakit-penyakit tertentu. Walaupun saat ini fasilitas pelayanan untuk imunisasi
telah tersedia di masyarakat tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap Depkes RI, 1997.
2.4.3. Lima Imunisasi Dasar Lengkap 1 Imunisasi BCG Bacillus Calmette Guerin
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat
terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang berat seperti TBC pada selaput otak, TBC Milier pada seluruh lapangan
paru atau TBC tulang. Imunisasi BCG ini merupakan vaksin yang mengandung
Universitas Sumatera Utara
kuman TBC yang telah dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan diberikan pada bayi umur 2 atau 3 bulan, kemudian cara pemberian
imunisasi BCG melalui intra dermal. Efek samping pada BCG dapat terjadi ulikus pada daerah suntikan dan dapat terjadi limfadenitis regional, dan reaksi panas
Hidayat, 2005.
TBC merupakan penyakit yang banyak dijumpai di Indonesia. Kuman TBC masuk ke dalam tubuh manusia, utamanya melalui paru-paru dengan cara menghirup
udara yang terkontaminasi dengan kuman TBC. Anak-anak yang terpapar oleh kuman TBC untuk pertama kalinya, akan menderita penyakit TBC yang dikenal dengan
sebutan komplek primer. Kuman yang berhasil ditangkap di saluran pernapasan bronkhus, lalu diseret ke dalam kelenjar limfe. Namun karena kuman TBC ini amat
bandel untuk dimatikan, kadang kuman TBC malah bisa menginfeksi kelejar limfe. Bila anak dengan pertahanan tubuh yang cukup karena memliki status gizi yang baik,
maka umumnya tubuh dapat menahan serangan infeksi TBC, dan penyakitnya tidak berkembang. Sampai tahap tersebut anak yang bersangkutan sukses menahan
serangan kuman TBC. Pada anak-anak penyakit TBC dapat menimbulkan komplikasi, menjalar ke otak dan menimbulkan meningitis meningitis tuberculosa.
Penyakit ini sangat berbahaya, karena menimbulkan kematian dan kelainan saraf apabila survive dan dapat menimbulkan kecacatan yang permanen Achmadi, 2006.
Daya kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksin BCG amat bervariasi. 85 persen daya kekebalan yang telah ditimbulkan oleh pemberian vaksin BCG semasa
lahir akan menurun efektifitasnya ketika anak menjelang dewasa. Meskipun terdapat
Universitas Sumatera Utara
kontroversi terhadap pemberian vaksin BCG, terutama dalam hal kemampuan perlindungan terhadap serangan TBC, ada kesepakatan bahwa pemberian BCG dapat
mencegah timbulnya komplikasi seperti radang otak atau meningitis yang diakibatkan oleh TBC pada anak. Dengan demikian, BCG masih bermafaat khususnya dalam
mencegah timbulnya cacat pascameningitis. Dengan kata lain, vaksin BCG masih diperlukan bagi anak-anak Achmadi, 2006.
2 Imunisasi DPT Diptheri, Pertusis, dan Tetanus
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri. Imunisasi DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri
yang telah dihilangkan sifat racunnya akan tetapi masih dapat merangsang pembentukan zat anti toksoid. Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah tiga kali,
dengan maksud pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit tahap pengenalan terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti,
kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Waktu pemberian imunisasi DPT melalui intra muskular.
Efek samping pada DPT mempunyai efek ringan dan efek berat, efek ringan seperti pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam sedangkan efek
berat dapat menangis hebat kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan shock Hidayat, 2005.
Universitas Sumatera Utara
3 Imunisasi Polio
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini
adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah empat kali. Waktu pemberian imunisasi polio pada umur 0-11 bulan dengan interval
pemberian 4 minggu. Cara pemberian imunisasi melalui oral Hidayat, 2005.
4 Imunisasi Campak
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular. Kandungan vaksin ini adalah
virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali. Waktu pemberian imunisasi campak pada umur 9-11 bulan. Cara pemberian
imunisasi campak melalui subkutan kemudian efek sampingnya adalah dapat terjadi ruam pada tempat suntikan dan panas Hidayat, 2005.
5 Imunisasi Hepatitis B
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis yang kendungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian
imunisasi hepatitis tiga kali. Waktu pemberian imunisasi hepatitis B pada umur 0-11 bulan. Cara pemberian imunisasi ini adalah intramuskular Hidayat, 2005.
2.4.4. Usia dan Jadwal Imunisasi
Usia yang baik untuk diberikan imunisasi secara lengkap adalah sebelum bayi mendapat infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, berilah
Universitas Sumatera Utara
imunisasi sedini mungkin setelah bayi lahir dan usahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi berumur 1 tahun, hal ini berkaitan dengan semakin menurunnya daya
tahan tubuh bayi yang diperoleh dari ibunya. Khusus untuk campak dimulai segera setelah anak berusia 9 bulan, kemungkinan besar pembentukan zat kekebalan dalam
tubuh anak dihambat oleh karena masih adanya zat kekebalan yang berasal dari darah ibu.
Urutan pemberian jenis imunisasi, berapa kali harus diberikan serta jumlah dosis juga sudah ditentukan sesuai dengan kebutuhan tubuh bayi. Penggabungan
pemberian imunisasi DPT dengan Hepatitis B HB yang dinamakan DPT+HB Combo dengan tujuan untuk meningkatkan cakupan jenis imunisasi, mengurangi
jumlah suntikan imunisasi dan menghemat biaya vaksin.Untuk jenis imunisasi yang harus diberikan lebih dari sekali juga harus diperhatikan rentang waktu antara satu
pemberian dengan pemberian berikutnya. Untuk lebih jelasnya seperti terdapat pada tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Umur
Vaksin Tempat
Bayi lahir di rumah : 0 bulan
HB1 Rumah
1 bulan BCG, Polio1
Posyandu 2 bulan
DPTHB kombo1, Polio2 Posyandu
3 bulan DPTHB kombo2, Polio3
Posyandu 4 bulan
DPTHB kombo3, Polio4 Posyandu
9 bulan Campak
Posyandu Bayi lahir di RSBidan Praktek :
0 bulan HB1, Polio1, BCG
RS Bidan 2 bulan
DPTHB kombo1, Polio2 RS Bidan
3 bulan DPTHB kombo2, Polio3
RS Bidan 4 bulan
DPTHB kombo3, Polio4 RS Bidan
9 bulan Campak
RS Bidan Sumber : Depkes RI, 2005.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, polio, dan campak. Berikut ini akan dijelaskan secara
ringkas mengenai bahaya penyakit-penyakit tersebut :
a. Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa disebut juga batuk darah. Penyakit ini menyebar melalui pernafasan
lewat bersin atau batuk . Gejala awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk
terus-menerus, nyeri dada dan mungkin batuk darah. Gejala lain tergantung pada organ yang diserang. Tuberculosis dapat menyebabkan kelemahan dan kematian
Depkes RI, 2005. b. Difteri
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernafasan. Gejala awal
penyakit adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Difteri dapat
menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernafasan yang berakibat kematian Depkes RI, 2005.
c. Pertusis