Hubungan antar Skor Karakteristik Utama Penelitian Korelasional
53
Korelasi linear
Bentuk korelasi linear positif dapat dilihat pada contoh penelitian mengenai korelasi penggunaan internet dan tingkat depresi seorang siswa diatas. Skor yang rendah pada
penggunaan internet akan diikuti dengan skor yang rendah pada tingkat depresi. Gambar dibawah ini menunjukkan korelasi linear negatif dimana nilai yang rendah pada satu
variabel justru terkait dengan nilai yang tinggi pada variabel lain.
Korelasi nonlinear dan tidak berkorelasi
Gambar dibawah ini tidak menunjukkan adanya korelasi apapun antar skor. Skor pada satu variabel tidak memberikan prediksi apapun mengenai skor pada variabel lain. Tidak ada
pola yang membentuk keterkaitan antar skor pada kedua variabel.
Distribusi kurvalinear atau korelasi nonlinear ditandai oleh hubungan antar skor yang membentuk grafik menyerupai huruf U. Bentuk distribusi pada
54 gambar dibawah ini menunjukkan adanya peningkatan, datar, dan penurunan pada nilai Y
sepanjang sumbu X.
Jika dikaitkan dengan contoh penelitian sebelumnya, maka pola data yang muncul adalah sebagai berikut: saat siswa menggunakan internet secara berlebihan, efek yang
muncul adalah rasa depresi Y meningkat. Akan tetapi, terdapat suatu titik dimana internet justru mengatasi perasaan depresi yang dialami seorang siswa. Saat itulah depresi mulai
menunjukkan penurunan Y menurun. Koefisien korelasi product moment r dapat digunakan untuk menilai dan
menjelaskan hubungan antar variabel pada korelasi berpola linear. Khusus pada korelasi yang membentuk pola kurvalinear, koefisien r tidak dapat digunakan. Pada pola
kurvalinear, koefisien korelasi yang digunakan adalah Spearman rho r
x
, serta untuk data yang berasal dari skala pengukuran ordinal ranking. Jika salah satu variabel adalah
kontinyu yang diukur dengan skala interval atau rasio, dan variabel yang lain adalahkategori dengan skala pengukuran nominal misal laki-laki dan perempuan, maka
koefisien yang digunakan adalah point-biserial correlation. Contohnya, jika peneliti ingin mengaitkan nilai interval kontinyu mengenai tingkat depresi dengan variabel dikotomi
berupa jenis kelamin perempuan dan laki-laki, point-biserial correlation digunakan untuk mengubah variabel dikotomi menjadi nilai numerik 1 untuk laki-laki dan 2 untuk
perempuan. Jenis koefisien korelasi lain adalah koefisien phi yang digunakan untuk menentukan
derajat dan arah asosiasi pada kondisi dimana kedua variabel bersifat dikotomi.
55 Contohnya, pada suatu penelitian, peneliti ingin mengaitkan penggunaan obat-obatan
terlarang dengan jenis kelamin jawaban yang diharapkan adalah iya dan tidak. Kedua variabel dikotomi pada penelitian diatas akan dikonversikan menjadi nilai nominal laki-
laki=1, perempuan=2; tidak menggunakan obat-obatan terlarang=1,menggunakan obat- obatan terlarang=2. Penghitungan selanjutnya menggunakan rumusan Pearson.
Pengertian DerajatKekuatan Korelasi
Derajat korelasi ditandai dengan koefisien korelasi antar variabel yang berada pada rentang -1,00 hingga +1,00, dimana nilai 0,00 menunjukkan tidak adanya korelasi sama
sekali. Hubungan antar variabelskor ini dapat memberikan gambaran mengenai adatidaknya hubungan antar skor yang dapat diprediksi.
Kekuatan korelasi antar variabel ditandai dengan simbol matematika berupa + atau – dan angka +1,00 dan -1,00. Simbol matematika menunjukkan arah korelasi dan angka
menunjukkan kekuatan korelasi. Selain itu, peneliti kerap kali mengkuadratkan nilai
korelasi yang hasilnya merujuk pada seberapa besar perubahan pada variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Angka yang menunjukkan proporsi penjelasan variabel
terikat oleh variabel bebasn disebut dengan koefisien determinasi. Sebagai contoh, jika r = +,70 atau -,70, hasil pengkuadratannya adalah r
2
= .49 atau 49. Hal ini menunjukkan bahwa hampir separuh 49 variabilitas Y dapat dihitung dengan menggunakan X. Dalam
penelitian, misalnya, dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua memiliki pengaruh sebesar 49 terhadap tingkat kepuasan siswa pada sekolah r
2
= 49. Teori lain yang menjelaskan tentang standar penafsiran kekuatan hubungan antar
variabel dikemukakan oleh Cohen dan Manion 1994 melalui penjelasan berikut:
Koefisien .20 - .35: hubungan yang sangat minim. Nilai koefisien memungkinkan untuk mengetahui hubungan antar variabel tapi tidak
memungkinkan untuk mengkaji prediksi.
Koefisien .35 -.65: Jika koefisien korelasi berada pada nilai diatas .35, peneliti dapat melakukan prediksi dalam lingkup yang terbatas.
Koefisien .66 - .85: Jika korelasi berada pada rentangan ini, maka hubungan antar variabel dapat diprediksi dengan baik. Koefisien pada rentangan ini
dianggap sangat baik.
Koefisien .86 keatas: Korelasi jenis ini umumnya dijumpai pada penelitian mengenai construct validity atau test-retest reliability. Setiap peneliti tentunya
menginginkan validitas dan reliabilitas instrumen penelitiannya pada rentangan
56 ini. Jika dua variabel dalam penelitian atau lebih menunjukkan keterkaitan,
koefisien korelasi setinggi ini sangat jarang diperoleh.
Adanya hubungan antar variabel tidak cukup hanya dengan menghitung koefisien korelasi, namun juga harus memastikan bahwa hubungan itu bersifat signifikan secara
statitistika. Untuk memastikannya perlu dilakukan uji hipotesis dengan menetapkan level signifikansinya, misalnya p0,05 atau p 0,01. Jika koefisien korelasi dua variabel dapat
mencapai derajat signifikan diatas, maka peneliti dapat menyatakan dengan yakin bahwa
terdapat hubungan antara dua variabel tersebut.