Dekomposisi Nilai Singular Singular Value Decomposition

akibatnya 1 = 1 , … , � dan berdasarkan hal itu, maka 1 = 1 Λ 1 . 2.4 Vektor-vektor kolom dari 1 akan membentuk suatu himpunan ortonormal karena = 1 � 1 � 1 �, 1 � = 1 � � = 1 � � � � = 1 � � � 2 = � 2 � � = � � = Dari persamaan 2.3 maka setiap , 1 � berada dalam ruang kolom dan dimensi dari ruang kolom tersebut adalah �, sehingga 1 , … , � membentuk basis ortonormal untuk . Berarti ruang vektor = ⊥ mempunyai dimensi − �. Misalkan �+1 , … , adalah basis ortonormal untuk dan 2 = �+1 , … , = 1 2 Karena 1 , … , � dan �+1 , … , membentuk basis ortonormal, berarti kita dapat menuliskan 1 , … , � , �+1 , … , sebagai kombinasi linear 1 1 + + � � + �+1 �+1 + + = 0 sehingga 1 , … , akan membentuk basis ortonormal untuk ℝ . Akibatnya adalah matriks ortogonal, dan dari persamaan 2.1 dan 2.4 diperoleh Λ = 1 2 = Λ 1 1 2 = Λ 1 1 = 1 1 = . Contoh 2.5.2 Tentukan dekomposisi nilai singular dari matriks = 1 1 1 1 Penyelesaian: Langkah 1 : akan dihitung = 1 1 1 1 1 1 1 1 1 = 2 2 2 2 . Langkah 2 : mencari nilai-nilai eigen dan nila-nilai singular dari . Dengan menerapkan persamaan karakteristik, � � = det 2 − � 2 2 2 − � = 2 − � 2 − 4 = 4 − 4� + � 2 − 4 = 0 � 2 − 4� = � � − 4 = 0 didapatkan nilai-nilai eigen � 1 = 4 dan � 2 = 0. Akibatnya nilai-nilai singular dari , adalah � 1 = � 1 = 2 dan � 2 = � 2 = 0. Langkah 3 :mencari vektor-vektor eigen dari dan kemudiaan membentuk matriks . Dari nilai-nilai eigen yang telah diperoleh, dapat dicari vektor eigen yang bersesuaian dengan �. Untuk � 1 = 4, dengan mensubstitusikan nilai � 1 ke − ��, diperoleh − 4� = 2 − 4 2 2 2 − 4 = − 2 2 2 −2 . Kemudian agar mendapatkan vektor eigen dari � 1 , harus dihitung bahwa − � 1 � = , − 2 2 2 −2 2 = dan bentuk matriks diperbesar sistem tersebut dapat dinyatakan sebagai − 2 2 2 −2 . kemudian dengan menggunakan eliminasi Gauss diperoleh − 2 2 2 −2 − 1 2 1 1 −1 2 −2 −2 1 + 2 1 −1 . Dari bentuk eselon baris didapat bahwa − 2 = 0 atau = 2 , sehingga = 2 = 2 2 = 2 1 1 Jadi, vektor-vektor eigen dari � 1 mempunyai bentuk 2 1 1 , 2 ℝ. Dengan proses normalisasi dapat dibentuk 1 sebagai 1 = = 2 2 2 1 2 = 1 1 2 = 1 2 1 1 = 1 2 1 2 = 2 2 2 2 Untuk � 2 = 0, dengan mensubstitusikan nilai � 2 ke − ��, diperoleh − 0� = 2 − 0 2 2 2 − 0 = 2 2 2 2 . Kemudian agar mendapatkan vektor eigen dari � 2 , harus dihitung bahwa − � 2 � = , 2 2 2 2 2 = dan bentuk matriks diperbesar sistem tersebut dapat dinyatakan sebagai 2 2 2 2 kemudian dengan menggunakan proses eliminasi Gauss diperoleh 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 2 2 + −2 1 1 1 . Dari bentuk eselon baris didapat bahwa + 2 = 0 atau = − , sehingga = 2 = 1 − 1 = 1 1 −1 Jadi, vektor-vektor eigen dari � 2 mempunyai bentuk 1 1 −1 , 1 ℝ. Dengan proses normalisasi dapat dibentuk 2 sebagai 2 = = 2 2 2 1 2 = 1 −1 2 = 1 2 1 −1 = 1 2 − 1 2 = 2 2 − 2 2 . Dari vektor 1 dan 2 yang diperoleh dapat dibentuk matriks = 1 , 2 = 2 2 2 2 2 2 − 2 2 Langkah 4 : menentukan ruang baris dari = 1 1 1 1 Dengan mereduksi menjadi bentuk eselon baris, maka didapatkan matriks = 1 1 sehingga 1,1 membentuk basis untuk ruang baris dari . Karena dan ekivalen baris, maka matriks memiliki ruang baris yang sama sehingga rank dari adalah 1. Langkah 5 : menentukan matriks Dari langkah 4, diketahui bahwa matriks mempunyai rank 1 sehingga dapat dibentuk basis ortonormal untuk . Dengan menggunakan persamaan 2.3 , diperoleh 1 = 1 � 1 1 = 1 2 1 1 1 1 2 2 2 2 = 1 2 2 2 = 2 2 2 2 . Untuk mencari vektor-vektor kolom yang lain, maka harus dibentuk suatu basis ortonormal untuk . Karena itu perlu ditunjukkan bahwa vektor-vektor kolom dari = 1 1 1 1 , membentuk basis untuk , sehingga 1 1 1 1 −1 1 + 2 1 1 . Bentuk eselon baris tersebut melibatkan dua peubah bebas 1 dan 3 2 = − 1 − 0 3 , misalkan 1 = dan 3 = , maka = 1 2 3 = 1 − − 0 1 = 1 −1 + 1 , ℝ Sehingga diperoleh basis dari adalah 2 = 1, −1,0 dan 3 = 0,0,1 , dan vektor 2 dan 3 saling ortogonal. Selanjutnya akan dilakukan proses normalisasi sehingga 2 = 2 2 = 1 −1 2 = 1 2 1 −1 = 2 2 1 −1 = 2 2 − 2 2 3 = 1 Akibatnya, = 1 , 2 , 3 = 2 2 2 2 2 2 − 2 2 1 . Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa = 1 , 2 , 3 dan = 1 , 2 , maka didapat = 3 = 2 dan � = min 3,2 = 2. Kemudian dapat dibentuk matriks diagonal Λ dengan entrinya adalah nilai- nilai singular yang diperoleh pada langkah 2, Λ = 2 . Dari hasil , Λ, dan dapat dibentuk dekomposisi nilai singular dari matriks sebagai = Λ ,dengan = 2 2 2 2 2 2 − 2 2 1 ; Λ = 2 ; dan = 2 2 2 2 2 2 − 2 2 , = Λ = 2 2 2 2 2 2 − 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 − 2 2 . Apabila adalah matriks yang ortogonal, maka invers dari dapat dihitung sebagai −1 = Λ −1 , dengan Λ −1 = 1 σ 1 1 σ 2 ⋱ 1 σ . Contoh 2.5.3 Diberikan matriks = 2 2 −1 1 , carilah dekomposisi nilai singular untuk −1 untuk matriks . Penyelesaian: Dari matriks = 2 −1 2 1 2 2 −1 1 = 5 3 3 5 diperoleh nilai eigen � 1 = 8 dan � 2 = 2. Dengan nilai eigen tersebut dapat dihasilkan vektor- vektor eigen yang bersesuaian dengan � 1 dan � 2 sebagai � 1 = − 1 2 − 1 2 dan � 2 = − 1 2 1 2 . Selain itu, diperoleh juga nilai singular dari matriks sebagai � 1 = 2 2 dan � 2 = 2. Akibatnya, 1 = 1 � 1 � 1 = 1 2 2 2 2 −1 1 − 1 2 − 1 2 = − 1 2 = 1 � 2 � 2 = 1 2 2 2 −1 1 − 1 2 1 2 = 1 Jadi, SVD dari matriks adalah = Λ = − 1 1 2 2 0 2 − 1 2 − 1 2 − 1 2 1 2 . Dengan SVD matriks dapat ditentukan invers matriks sebagai −1 = Λ −1 = − 1 2 − 1 2 − 1 2 1 2 1 2 2 1 2 − 1 1 = 1 4 − 1 2 1 4 1 2 .

2.6 Norma Matriks dan Bilangan Kondisi

Dalam menyelesaikan masalah sistem linier, akurasi dari penyelesaian menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan. Sebab, semakin akurat penyelesaian yang didapat maka semakin kecil pula galat yang terjadi. Keakuratan penyelesaian sangat bergantung pada seberapa sensitif matriks koefisien dari sistem terhadap adanya perubahan kecil yang terjadi. Sensitifitas dari matriks dapat diukur dengan bilangan kondisi condition number matriks tersebut. Bilangan kondisi suatu matriks taksingular didefinisikan dari sudut pandang norma matriks dan norma inversnya. Sebelum membahas bilangan kondisi, perlu dipelajari tipe-tipe dari norma- norma matriks.

2.6.1 Norma Matriks

Berdasarkan penjelasan dalam subbab sebelumnya, kita telah membahas mengenai perhitungan norma pada ruang vektor di ℝ . Selanjutnya pada subbab ini akan dijelaskan perhitungan norma pada ruang vektor di × . Suatu fungsi . : × → ℝ disebut norma matriks, jika untuk sebarang , × dan ℝ, memenuhi: i ii = 0 jika dan hanya jika = iii = iv + + Teorema 2.6.1.1 Andaikan . adalah norma vektor pada ℝ , maka = max =1 adalah norma matriks. Bukti: Akan dibuktikan bahwa = max =1 memenuhi definisi norma. i Untuk setiap = 1, max =1 akibatnya, max =1 = 0 ii Jika = 0, maka max =1 = 0. Berarti = untuk setiap ℝ , dan � = 1 sehingga � = untuk = 1,2, … , . Oleh karena itu haruslah suatu matriks nol. Jika = dan ℝ , maka = . Berarti max =1 = 0 sehingga = 0. iii = max =1 = max =1 = iv + = max =1 + max =1 + max =1 + max =1 + Akibat 2.6.1.2 Untuk setiap ≠ 0, dapat ditulis sebagai vektor tak nol = sehingga = max =1 = max ≠0 . = max ≠0 = max ≠0 . Akibat 2.6.1.3 Untuk setiap matriks dan ≠ , maka terdapat norma natural . , sehingga Bukti: max =1 . = . . Dengan mengganti definisi norma vektor pada Teorema 2.6.1.1 dapat diturunkan beberapa norma matriks. Apabila norma vektor . yang digunakan dalam definisi adalah norma vektor . ∞ , maka ∞ = max ∞ =1 ∞ . disebut sebagai norma- ∞ matriks. Sedangkan, jika digunakan norma vektor . 2 , maka 2 = max 2 =1 2 . disebut sebagai norma- 2 matriks. Teorema 2.6.1.4 Jika adalah matriks × dengan = , maka ∞ = max 1 =1 . Bukti: i Akan ditunjukkan bahwa ∞ max 1 =1 Misalkan adalah matriks berukuran × 1, dengan ∞ = max 1 = 1. Diberikan matriks berukuran × , sehingga ∞ = max 1 = max 1 =1 max 1 =1 max 1 . Karena max 1 = ∞ = 1, maka ∞ max 1 =1 dan akibatnya, ∞ = max ∞ =1 ∞ max 1 =1 .