Norma Matriks Norma Matriks dan Bilangan Kondisi

Teorema 2.6.1.4 Jika adalah matriks × dengan = , maka ∞ = max 1 =1 . Bukti: i Akan ditunjukkan bahwa ∞ max 1 =1 Misalkan adalah matriks berukuran × 1, dengan ∞ = max 1 = 1. Diberikan matriks berukuran × , sehingga ∞ = max 1 = max 1 =1 max 1 =1 max 1 . Karena max 1 = ∞ = 1, maka ∞ max 1 =1 dan akibatnya, ∞ = max ∞ =1 ∞ max 1 =1 . ii Sekarang akan ditunjukkan bahwa ∞ max 1 =1 . Misalkan � adalah suatu bilangan bulat dengan � =1 = max 1 =1 dan vektor , dengan koordinat = 1 jika � −1 jika � Diberikan ∞ = 1 dan � = � , untuk setiap = 1,2, … , . Sehingga ∞ = max 1 =1 � =1 = � =1 = max 1 =1 maka, ∞ = max ∞ =1 ∞ max 1 =1 . Berdasar i dan ii diperoleh ∞ = max 1 =1 . Teorema 2.6.1.5 Jika adalah matriks × dengan dekomposisi nilai singular Λ , maka 2 = � 1 dimana, � 1 adalah nilai singular terbesar dari matriks . Bukti: Karena dan adalah ortogonal, 2 = Λ 2 = Λ 2 sifat matriks ortogonal iv Λ 2 = max =1 Λ 2 2 = max =1 � 1 2 1 2 + � 2 2 2 2 + + � 2 2 1 2 + 2 2 + + 2 max =1 � 1 2 1 2 + � 1 2 2 2 + + � 1 2 2 1 2 + 2 2 + + 2 max =1 � 1 2 1 2 + 2 2 + + 2 1 2 + 2 2 + + 2 = max =1 � 1 1 2 + 2 2 + + 2 1 2 + 2 2 + + 2 � 1 . Jika dipilih = � 1 , maka Λ 2 2 = � 1 sehingga 2 = Λ 2 = � 1 . Contoh 2.6.1.6 Hitunglah ∞ dan 2 dari matriks = 1 1 −1 2 Penyelesaian: 1. Untuk dapat menghitung ∞ maka diperlukan menghitung nilai maksimum yang ada pada setiap baris dari matriks , sehingga 1 = 1 + 1 = 2 3 =1 2 = −1 + 2 = 3 =1 3 Jadi, ∞ = max 2,3 = 3. 2. Untuk menghitung 2 maka diperlukan mencari nilai-nilai eigen dari matriks kemudian menentukan nilai singularnya. = 1 −1 1 2 1 1 −1 2 = 2 −1 −1 5 � � = det 2 − � −1 −1 5 − � = 2 − � 5 − � − 1 = 0 = 10 − 2� − 5� + � 2 − 1 = � 2 − 7� + 9 = 0. Untuk mencari nilai eigennya digunakan � 1,2 = 7 ± 49 − 4.1.9 2 = 7 ± 13 2 sehingga � 1 = 7 2 + 13 2 dan � 2 = 7 2 − 13 2 , dari hasil tersebut diperoleh � 1 = � 1 = 2,3028 dan � 2 = � 2 = 1,3028. Berdasarkan nilai singular yang diperoleh, maka 2 = � 1 = 2,3028.

2.6.2 Bilangan Kondisi

Norma matriks dapat digunakan untuk memperkirakan sensitivitas sistem linier terhadap perubahan yang terjadi pada matriks koefisiennya. Definisi 2.6.2.1 Suatu matriks disebut berkondisi buruk ill-condition apabila perubahan yang relatif kecil dalam entri-entri menyebabkan perubahan yang relatif besar pada penyelesaian = �. Sedangkan, matriks dikatakan berkondisi baik well-condition jika perubahan yang relatif kecil dalam entri-entri mengakibatkan perubahan yang relatif kecil dalam penyelesaian = �. Jika matriks adalah matriks berkondisi buruk, maka perhitungan terhadap = � memberikan hasil penyelesaian yang kurang begitu akurat. Hal ini disebabkan karena galat-galat kecil yang terjadi dalam proses perhitungan memberikan efek yang sangat drastis terhadap hasil penyelesaian sehingga menyebabkan galat yang sangat besar. Sebaliknya, apabila matriks tersebut berkondisi baik maka akan didapat perhitungan yang memberikan hasil penyelesaian akurat untuk meyelesaikan sistem = �. Secara umum, akurasi dari penyelesaian bergantung pada kondisi matriks yang bersangkutan. Misalkan adalah matriks taksingular × yang memenuhi sistem = �. Jika adalah penyelesaian eksak terhadap sistem = � dan ′ adalah penyelesaian yang menghampiri penyelesaian eksak dari sistem = �, maka selisih di antara dan ′ menghasilkan galat perhitungan yang ditulis sebagai � = − ′ . Untuk menguji keakuratan dari ′ dilakukan dengan cara mensubstitusikan kembali ′ ke dalam sistem = � sehingga diperoleh ′ = � ′ . Kemudian akan dihitung selisih dari � ′ dengan � sehingga diperoleh = � − � ′ = � − ′ , dimana vektor r ini adalah vektor sisa. Dengan menggunakan norma . diperoleh �− ′ � = � , dimana � disebut sebagai sisa relatif. Sisa relatif memberikan nilai perkiraan dari galat relatif, dan nilai perkiraan tersebut bergantung pada kondisi matriks . Secara umum, jika matriks berkondisi buruk maka sisa relatif akan lebih kecil dari galat relatifnya. Sebaliknya, untuk matriks berkondisi baik maka sisa relatif dan galat relatif akan saling berdekatan. Karena = � − ′ = − ′ = � dan adalah matrik taksingular × , maka � = −1 , sehingga dengan menggunakan Akibat 2.6.1.3 diperoleh � −1 2.5 dan = � � 2.6 dari ketaksamaan 2.5 dan 2.6 diperoleh � −1 2.7 Karena nilai merupakan penyelesaian eksak terhadap = �, dan adalah matrik taksingular maka = −1 �. Sehingga dengan menggunakan ketaksamaan 2.7 , didapatkan � −1 � 2.8 Dari ketaksamaan 2.7 dan 2.8 diperoleh 1 −1 � � −1 � Bilangan −1 disebut sebagai bilangan kondisi dari matriks yang diberikan dengan lambang cond , sehingga 1 cond � � cond � 2.9 Ketaksamaan 2.9 tersebut menunjukkan hubungan galat relatif � terhadap sisa relatif � , bahwa semakin bilangan kondisi mendekati nilai 1, maka galat relatif dan sisa relatif akan berdekatan. Namun jika bilangan kondisi besar, maka galat relatif akan beberapa kali lebih besar dari sisa relatif. Bilangan kondisi dari sesungguhnya memberikan informasi penting mengenai kondisi matriks . Misalkan ′ adalah matriks baru yang dibentuk dengan mengganti sejumlah kecil entri-entri dari . Maka, kita dapat membentuk matriks � = ′ − sehingga ′ = + �, dimana entri- entri dari � relatif lebih kecil daripada entri-entri pada . Matriks akan berkondisi buruk jika untuk suatu matriks seperti � memberikan pengaruh buruk pada perhitungan penyelesaian terhadap ′ ′ = � dan = �. Hal tersebut mengakibatkan selisih dari kedua hasil penyelesaian tersebut menjadi sangat besar bedanya. Bilangan kondisi dapat digunakan untuk membandingkan perubahan penyelesaian relatif terhadap ′ , dengan perubahan relatif dalam matriks . Dari = −1 � = −1 ′ ′ = −1 + � ′ = −1 ′ + −1 � ′ = ′ + −1 � ′ diperoleh, − ′ = −1 � ′ Dengan menggunakan Akibat 2.6.1.3, maka − ′ −1 � ′ atau − ′ ′ −1 � 2.10 Jika ruas kanan pada ketaksamaan 2.10 dikali , diperoleh − ′ ′ −1 � = cond � 2.11 Untuk lebih memahami maksud dan perhitungan dari ketaksamaan 2.11 akan digunakan . ∞ . Perhatikan contoh berikut.