tumbuh dari epitelium yang mengalami displasia proliferatif Price, 2003 yang disebabkan oleh mutasi gen adenomatus polyposis coli APC pada sel epitel
tunggal Allen, 1995. Aktivitas proliferasi sel yang berlebih pada sel yang termutasi menyebabkan sel bertansformasi menjadi sel kanker. Kanker kolon
dapat bermetastasis melalui beberapa jalur yaitu invasi langsung dari mukosa ke peritoneum melalui pembuluh darah dan melalui pembuluh limfe King, 2000.
Kanker kolon terjadi seperti karsinogenesis pada umumnya. Gen yang terlibat dalam karsinogenesis kanker kolon digolongkan menjadi 2 tipe. Tipe
pertama yaitu gen penyandi APC, DCC, dan K-ras yang berperan dalam transduksi sinyal saat replikasi sel. Gen tipe kedua yaitu p53, hMSH2, hMLH1,
hPMS1, dan hPMS2 yang merupakan tumor supressor gene, berperan dalam perbaikan DNA saat terjadi kesalahan dalam replikasi Calvert and Frucht, 2002.
Pada saat sintesis DNA, tumor supressor gene seperti hMSH2, hMLH1, hPMS1, dan hPMS2 memiliki peran penting dalam mekanisme proof reading sehingga
akan menekan proses terjadinya mutasi. Protein p53 berfungsi dalam menghentikan siklus sel ketika terjadi kerusakan DNA sehingga mekanisme
perbaikan DNA dapat berjalan optimal. Selain itu, jika perbaikan tidak berhasil diatasi, p53 akan memacu apoptosis Zekri, dkk., 2005.
C. Sel Kanker Kolon WiDr
Kultur sel kanker kolon WiDr merupakan sel adenokarsinoma kolon dari manusia. Sel ini menghasilkan Carcino Embrionik Antigen CEA, Colon Spesific
Antigen CSA, Transforming growth factor beta, keratin, epidermal growth
factor EGF receptor, dan p53 antigen expression ATCC, 2014. Apoptosis pada sel WiDr dapat terjadi melalui jalur independen p53, di antaranya melalui
aktivasi p73 Levrero, dkk., 2000. Sel WiDr memiliki kromosom triploid serta memproduksi antigen karsinoembrionik dan memerlukan rentang waktu sekitar 15
jam untuk dapat menyelesaikan 1 daur sel. Salah satu karakteristik dari sel WiDr ini adalah ekspresi sikolooksigenase-2 COX-2 yang tinggi yang memacu
proliferasi sel WiDr Palozza, dkk., 2005. Kultur sel ini dapat digunakan dalam berbagai penelitian, seperti
penelitian karsinogenisitas, agen anti tumor, dan aktivitas antitumor senyawa- senyawa baru. Sel ini memiliki platting efficiency tinggi, mengekspresikan
biomarker CEA dan memiliki doubling time yang singkat bila dibandingkan dengan kultur sel kanker kolon lainnya Palozza, dkk, 2005.
D. Apoptosis dan Nekrosis
Kematian sel merupakan suatu proses normal yang memiliki dua fungsi yaitu perbaikan jaringan dan pelepasan sel rusak yang mungkin membahayakan
tubuh. Proses kematian sel terdiri dari dua macam yaitu nekrosis dan apoptosis Gambar 2 Sudiana, 2008.
Apoptosis merupakan proses bunuh diri suatu sel secara terprogram yang penting dalam pengaturan homeostasis sehingga terjadi
keseimbangan jumlah sel melalui eliminasi sel yang rusak. Ciri-ciri morfologi terjadinya apoptosis adalah terjadinya pengkerutan sel, penonjolan membran,
kondensasi kromatin, dan fragmentasi inti sel Lowe dan Lin, 2000.
Apoptosis terjadi akibat aktivasi suatu protease yang mengandung sistein pada sisi aktifnya dan memotong protein targetnya pada titik spesifik asam
aspartat, protein ini disebut caspase Alberts, dkk., 2004. Caspase memiliki target intraseluler yang spesifik seperti protein dari selaput inti, DNA, dan sitoskeleton.
Pemecahan terhadap protein tersebut mengakibatkan terjadinya kematian sel Lodish, dkk., 2001. Caspase terdapat dalam setiap sel dalam bentuk prekursor
yang biasanya diaktifkan oleh caspase lain dan kemudian menghasilkan suatu proteolisis caspase secara berurutan Alberts, dkk., 2004.
Dua jalur utama pada proses apoptosis, yaitu jalur intrinsik jalur mitokondria dan jalur ekstrinsik jalur reseptor kematian. Sinyal dari protein
Bcl-2 seperti Bax menginisiasi jalur intrinsik yang memicu pelepasan sitokrom c oleh mitokondria. Sitokrom c mengikat Apaf-1, caspase 9 dan ATP membentuk
apoptosom. Apoptosom mengaktifkan caspase 3 yang mengakibatkan terjadinya apoptosis. Selain melepaskan sitokrom c, mitokondria juga melepaskan faktor
penginduksi apoptosis AIF yang memudahkan pemecahan DNA dan protein SmacDiablo yang menghambat Inhibitor of Apoptosis IAP. Jalur ekstrinsik
diinisiasi oleh pengikatan death activators seperti FasL, TNF pada death receptors transmembran. Pengikatan ini menyebabkan terjadinya interaksi dengan
protein adaptor di sitoplasma yaitu fas-associated protein with death domain FADD dan procaspase 8. Proscaspase 8 berubah menjadi caspase 8. Aktivasi
caspase 8 sama seperti aktivasi caspase 9 pada jalur intrinsik akan menyebabkan pengaktivan caspase efektor seperti caspase 3 dan terjadi apoptosis Elmore,
2007.
Nekrosis merupakan kematian sel disebabkan oleh adanya kerusakan pada sistem membran. Kerusakan membran ini disebabkan adanya aktivitas suatu
enzim lisozim. Aktivitas enzim lisozim dapat terjadi karena adanya kerusakan sistem membran oleh suatu faktor tertentu yang mengakibatkan membran
pembungkus enzim lisozim tersebut mengalami kebocoran. Kebocoran tersebut mengakibatkan lisozim tumpah ke sitosol dan akhirnya mencerna protein-protein
yang berada pada sitosol maupun protein-protein penyusun sistem membran dari sel tersebut Sudiana, 2008.
Nekrosis sel dicirikan dengan adanya pembengkakan dan ruptur organel internal yang kebanyakan mengenai mitokondria, dan stimulasi respons
peradangan. Salah satu faktor yang menyebabkan kematian sel secara nekrosis adalah hipoksia berkepanjangan, infeksi yang menghasilkan toksin dan radikal
bebas, dan kerusakan integritas membran sampai pada pecahnya sel. Respon imun dan peradangan sering dirangsang oleh nekrosis yang menyebabkan cedera lebih
lanjut dan kematian sel sekitar. Nekrosis sel dapat menyebar di seluruh tubuh tanpa menimbulkan kematian pada individu. Sel yang mengalami nekrosis akan
mengeluarkan seluruh isi sel termasuk mediator-mediator inflamasi sehingga menyebabkan reaksi inflamasi. Inflamasi yang berlebih akan menyebabkan respon
nyeri dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan terjadinya autoimun sehingga kematian sel secara apoptosis dalam terapi pengobatan kanker lebih diharapkan
Corwin, 2008.
Gambar 2. Perbedaan apoptosis dan nekrosis Van Cruchten, dkk., 2002
E. Siklooksigenase 2 COX-2