keadaaan sel dalam satu preparat yang dianggap mewakili seluruh keadaan sel dalam satu preparat. Hasil diketahui dengan bantuan blind reader. Tiga orang
diminta untuk menghitung jumlah sel yang mengalami apoptosis, nekrosis, dan sel hidup tanpa mengetahui perlakuan yang diberikan terhadap sel yang diamati.
Tabel I perlakuan ekstrak etanol daun sirih menunjukkan sel yang mengalami apoptosis sebanyak 71,4 ± 5,5 sel. Penelitian yang dilakukan oleh Immanuel
2015 didapatkan presentase apoptosis doksorubisin terhadap kanker kolon WiDr sebesar 92,92 ± 2,20, hal ini menunjukkan ekstrak etanol daun sirih dapat
menginduksi apoptosis walaupun tidak sebesar doksorubisin. Setelah dilakukan uji double staining terhadap ekstrak etanol daun sirih, analisis aktivitas antikanker
dilanjutkan menggunakan metode imunositokimia untuk mengetahui interaksi molekuler ekstrak etanol daun sirih terhadap COX-2.
D. Uji Penekanan Ekspresi COX-2 oleh Ekstrak Etanolik Daun Sirih dengan Metode Imunositokimia
Imunositokimia merupakan uji yang dilakukan dalam penelitian dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan ekstrak dalam menghambat
ekspresi COX-2, suatu protein yang banyak diekspresikan oleh sel kanker WiDr. Metode imunositokimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
indirect tidak langsung yang dapat memberikan hasil lebih sensitif karena antibodi primer dikenali oleh antibodi sekunder yang berikatan kovalen dengan
marker sehingga membuatnya mudah terdeteksi Alberts, dkk., 1994.
Pada penelitian ini, antibodi primer yang digunakan adalah antibodi monoklonal primer COX-2. Antibodi ini berikatan dengan reseptor COX-2 yang
ada di sel kanker kolon WiDr dan memberikan warna coklat gelap ketika diberi pewarna DAB dari reagen imunositokimia.
A B C
D
Gambar 8. Hasil Imunositokimia Sel kanker Kolon WiDr. Keterangan: A Kontrol sel dengan antibodi B kontrol sel tanpa antibodi C perlakuan ekstrak
794,23
µgmL D perlakuan doksorubisin 21 µgmL
Sel yang mengekspresikan COX-2 : Sel yang tidak mengekspresikan COX-2 :
Berdasarkan pengamatan, pewarnaan secara enzimatis oleh peroksidase menyebabkan adanya warna yang berbeda antara sel yang mengekspresikan COX-
2 berlebih dan sel yang tidak mengekspresikan COX-2. Sel yang mengekspresikan COX-2 berlebih berwarna coklat gelap Gambar 8A, sel yang
sedikit mengekspresikan COX-2 berwarna coklat pudar sedangkan sel yang tidak mengekspresikan COX-2 berwarna ungu Gambar 8B. Warna coklat terjadi pada
sel karena pewarna DAB yang bereaksi dengan H
2
O
2
dari Horse Radish
Peroxidase HRP, sehingga menimbulkan warna coklat gelap, sedangkan HRP berikatan pada antibodi primer dan antibodi sekunder yang aktif bekerja pada
COX-2. Pada sel WiDr yang telah diberi perlakuan ekstrak etanol daun sirih Gambar 8C, sel yang mengekspresikan COX-2 berlebih semakin sedikit
dibandingkan pada kontrol sel. Sel yang berwarna coklat gelap mengekspresikan COX-2 berlebih dengan perlakuan doksorubisin Gambar 8D lebih sedikit
dibandingkan dengan perlakuan ekstrak etanol daun sirih, hal ini menandakan bahwa ektrak daun sirih menekan ekspresi COX-2 walaupun tidak sebesar
perlakuan dengan doksorubisin. Distribusi ekspresi COX-2 dapat diketahui dan dihitung menggunakan
metode scoring system. Perhitungan skor COX-2 dilakukan dengan menghitung persentase sel yang mengekspresikan COX-2. Hasil positif atau negatif pada
pengujian imunositokimia atau ada tidaknya suatu protein dapat dilakukan dengan metode skoring secara semi kuantitatif. Skoring dilakukan dengan menghitung
presentase sel yang mengekspresikan COX-2 dalam suatu preparat.
Tabel II. Jumlah rata-rata sel yang mengekspresikan COX-2 dalam tiap perlakuan.
Preparat Rata-rata ± SD
Skoring Kontrol Sel
61,43 ± 5,21 +++
Perlakuan Ekstrak 37,00 ± 2,29
++
Doksorubisin 34,32 ± 2,57
++
Ket. : - = 10; + = 25; ++ = 50; +++ = 75; dan ++++ = 90
Hasil perhitungan menggunakan metode scoring system berdasarkan analisis t-
berpasangan α = 0,05 menunjukkan bahwa penekanan ekspresi COX-2 pada kelompok perlakuan dan kontrol sel adalah berbeda bermakna. Hasil
perhitungan jumlah rata-rata sel yang mengekspresikan protein COX-2 pada kelompok perlakuan 40,73 ± 2,53 lebih kecil dibandingkan kontrol sel 61,43 ±
5,21. Pada penelitian Immanuel 2015, rata-rata jumlah sel yang mengekspresikan COX-2 pada doksorubisin sebesar 34,32 ± 2,57. Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirih memiliki kamampuan menekan ekspresi protein COX-2 pada sel WiDr walaupun tidak sebesar doksorubisin.
Jumlah sel yang mengekspresikan COX-2 dihitung secara blind yang melibatkan 3 orang blind reader yang tidak mengetahui perlakuan yang diberikan
terhadap sel yang diamati. Hal ini dilakukan untuk menghindari subyektivitas. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa daun sirih dapat menghambat ekspresi
protein COX-2 dan memiliki potensi yang berbeda tidak bermakna secara statistik dengan uji t-
berpasangan α = 0,05. Jumlah rata-rata sel yang mengekspresikan COX-2 pada tabel II mengalami penurunan pada perlakuan ekstrak etanol daun
sirih.
Tabel III. Hasil uji statistik t-test berpasangan ekspresi COX-2 antara ekstrak etanol daun sirih dan kontol sel pada uji imunositokimia. BB=Berbeda bermakna, BTB=Berbeda tidak
bermakna
Perlakuan Kontrol Sel
Ektrak Daun Sirih
Doksorubisin Kontrol Sel
BB BB
Ekstrak Etanol Daun Sirih
BB BTB
Doksorubisin BB
BTB
Untuk mengetahui perbedaan bermakna dilanjutkan dengan analisis t- berpasangan α = 0,05 menunjukkan hasil t
hitung
sebesar -21,75 µgmL dan t
tabel
sebesar 4,30 µgmL, karena t
hitung
lebih kecil dari pada t
tabel
maka kedua data berbeda signifikan. Pada tabel III dapat dilihat bahwa adanya perbedaan bermakna
antara jumlah COX-2 pada sel kanker yang telah diberi perlakuan dengan ekstrak etanol daun sirih dengan jumlah COX-2 pada kontrol sel. Uji imunositokimia
dalam penelitian ini menghasilkan bahwa aktivitas antikanker ekstrak etanol daun sirih diperantarai oleh penekanan ekspresi protein COX-2 yang merupakan
biomarker yang dapat dijadikan molekul target dalam antikanker. Pada penekanan ekspresi COX-2 ekstrak etanol daun sirih, senyawa aktif
yang memiliki aktivitas tersebut belum diteliti lebih lanjut pada penelitian ini, namun ada dugaan bahwa senyawa aktifnya adalah flavonoid, karena pada
penelitian Perera, dkk.,2001 melaporkan bahwa flavonoid berperan dalam regulasi enzim COX-2. Pada penelitian Achmad, Armun, Supriatno, dan Singgih
2014, senyawa flavonoid mempunyai kemampuan menghambat aktivasi Nuclear Factors Kappa B NF-
қB. NF-κB merupakan protein regulator ekspresi sejumlah gen yang berperan dalam proses pembentukan kanker, protein anti apoptosis, gen
pengatur adhesi molekul, dan gen pengatur siklus sel. NF- κB dipertahankan dalam
sitoplasma oleh protein inhibitor IκB. Inaktivasi NF-κB oleh flavonoid
diperantarai melalui penghambatan ikatan DNA dengan NF- κB. Beberapa
mediator dalam jalur transduksi di antaranya fosfoinositid 3-kinase Akt diketahui mengaktivasi NF-
κB melalui fosforilasi dari IκB. NF-κB yang teraktivasi bertranslokasi ke inti dan menyebabkan transkripsi beberapa gen
misalnya COX-2. Flavonoid diketahui menghambat jalur fosfoinositid 3-kinase Akt, sehingga tidak dapat mengaktivasi NF-
κB. NF-κB yang tidak teraktivasi tidak dapat bertranslokasi ke inti dan tidak meregulasi COX-2.
48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN