Formulasi Tablet Hisap Ekstrak Etanol Sirih (Piper betle L.) Dan Kapur Sirih (CaCO3) Dengan Mikrokristalin Selulosa (Avicel) Sebagai Pengikat Serta Pengaruhnya Terhadap Kadar CD4 Dalam Darah

(1)

(AVICEL) SEBAGAI PENGIKAT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KADAR CD4 DALAM DARAH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

Disusun oleh : NIDA NURNABILA NIM : 106102003369

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H/2011 M


(2)

(3)

ii

NAMA : NIDA NURNABILA NIM : 106102003369

JUDUL : FORMULASI TABLET HISAP EKSTRAK ETANOL SIRIH (Piper betle L.) DAN KAPUR SIRIH (CaCO3) DENGAN MIKROKRISTALIN SELULOSA (AVICEL) SEBAGAI PENGIKAT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KADAR CD4 DALAM DARAH

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

DR. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt Farida Sulistiawati, M.Si, Apt

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DR. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt NIP. 1956010619851010001


(4)

iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul

FORMULASI TABLET HISAP EKSTRAK ETANOL SIRIH (

Piper betle

L

.) DAN KAPUR SIRIH (CaCO

3

) DENGAN MIKROKRISTALIN

SELULOSA (AVICEL) SEBAGAI PENGIKAT SERTA PENGARUHNYA

TERHADAP KADAR CD4 DALAM DARAH

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh

Nama : Nida Nurnabila NIM : 106102003369

Menyetujui,

Pembimbing :

1. Pembimbing I DR. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt ………...

2. Pembimbing II Farida Sulistiawati, M.Si, Apt ………...

Penguji :

1. Ketua Penguji DR. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt ………...

2. Anggota penguji I Ismiarni Komala, M.Sc, PhD, Apt………...

3. Anggota penguji II Sabrina, M.Farm, Apt ………...

4. Anggota penguji III Nurmeilis, M.Si, Apt ………...

Mengetahui

DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Prof. Dr (hc). Dr. M. K Tadjudin, Sp, And Tanggal lulus : 20 Juni 2011


(5)

iv

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN.

Jakarta, Maret 2011

Nida Nurnabila 106102003369


(6)

MOTTO

Life is struggle and life is competition If we are able to live it than we will continue to live

But if we give up than we will die, left behind And mired in powerlessness

But the merciful god No difficulties are not ended Therefore try and continue to strive

(Author, 150311)

Love is a catastrophe for the people who are weak (Author, 150311)


(7)

vi

Alhamdulillahirobbil alamin, sujud syukurku kehadirat Illahi Robbi atas segala nikmat dan kemudahan yang telah diberikan-Nya.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada : *Kakekku tercinta H. Agus Effendi, S. Ag*

Sebagai wujud bakti dan rasa hormatku yang telah memberikan segala bentuk do a, dorongan, kasih-sayang dengan penuh ketulusan dan keikhlasan. Afwan atas segala khilaf yang telah ananda lakukan.

*Ayahanda Drs. H. Endang Hidayat , MM dan Ibunda Dra. Hj. Neneng Hulliyah, MMPd*

yang selalu memberikan limpahan kasih sayang serta memberikan semangat dan dukungan, baik secara moril maupun materiil dan juga untaian do a yang selalu dipanjatkan dalam setiap langkah yang penulis lakukan.

*Adik-adikku tersayang Dea, Fahmi, dan Salma*

Perjalananmu masih panjang. Semoga cita-cita kalian tercapai, berjuanglah untuk terus maju melangkah menjadi lebih baik.

*Sebagai ungkapan rasa cintaku bagi rekan, sahabat, serta teman-temanku*

Terimakasih atas motivasi yang tak henti, tawa, kebersamaan, harapan sehingga aku mampu bertahan.


(8)

vii

*Seluruh pejuang intelektual sejati*

Rasional yang tinggi dan spiritual yang dalam akan menghantarkan pada keikhlasan.

*Sang Maha Allah SWT*

Salah satu jalan untuk semakin dekat dengan-Mu Kuharap selalu ruh illahi menyertai jiwaku.

*Almamater-ku*


(9)

viii Bismillaahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillahirobbil’aalamiin, puji syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT, yang tanpa henti sedetikpun senantiasa melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Formulasi Tablet Hisap Ekstrak Etanol Sirih (Piper betle L.) Dan

Kapur Sirih (CaCO3) Dengan Mikrokristalin Selulosa (Avicel) Sebagai Pengikat Serta Pengaruhnya Terhadap Kadar CD4 Dalam Darah”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan tingkat Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari perhatian, bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak yang sungguh berarti dan berharga bagi penulis. Dengan rasa tulus ikhlas dan dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. DR (hc). dr. M. K Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. M Yanis Musdja, M.Sc, Apt, selaku Pembimbing dan Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Nurmeilis M.Si, Apt, selaku Sekretaris Program Studi Farmasi. 4. Ibu Farida Sulistiawati M.Si, Apt, selaku pembimbing yang telah

memberikan waktu, tenaga, pikiran, bimbingan serta motivasi kepada penulis selama penelitian.

5. Dosen-dosen Program Studi Farmasi yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk penulis.


(10)

ix

6. Kak Via dan Kak Eris yang telah banyak membantu selama penelitian berlangsung.

7. Teman–teman seperjuangan Farmasi angkatan 2006 kelas A dan B.

Semoga silaturahmi kita bisa tetap terus terjaga, karena kita adalah keluarga.

8. Adik-adikku jurusan Farmasi, terimakasih banyak untuk partisipasinya.

9. Ibu Isnawati serta teman-teman kost-an Cheryl-Haikal, terimakasih untuk dukungannya.

10. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

Semoga kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, dicatat sebagai amal sholeh dan dibalas oleh Allah SWT. Dan penulis berharap, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang farmasi dan dunia kesehatan pada umumnya. Amin.

Jakarta, Maret 2011

Penulis


(11)

x

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Sirih (Piper betle L.) ... 7

2.1.1 Klasifikasi ... 7

2.1.2 Nama Daerah ... 7

2.1.3 Pertelaan... 8

2.1.4 Ekologi dan Penyebaran ... 9

2.1.5 Budidaya ... 9

2.1.6 Kandungan Kimia ... 11

2.1.7 Khasiat dan Kegunaan ... 11

2.1.8 Efek Farmakologi ... 12

2.2 Deskripsi Kapur Sirih... 13


(12)

xi

2.3 Simplisia... 15

2.3.1 Definisi Simplisia ... 15

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia 16 2.4 Ekstraksi... 20

2.4.1 Metode Ekstraksi ... 20

2.5 Ekstrak ... 23

2.5.1 Proses Pembuatan Ekstrak ... 25

2.6 Tablet Hisap ... 27

2.6.1 Definisi Tablet Hisap ... 27

2.6.2 Bahan Tambahan Tablet Hisap... 28

2.6.3 Monografi Bahan Formulasi Tablet Hisap ... 31

2.6.4 Metode Pembuatan Tablet Hisap ... 35

2.6.5 Parameter Sifat Fisik Massa Tablet ... 37

2.6.6 Evaluasi Tablet ... 39

2.7 Sistem Imunitas Tubuh ... 41

2.7.1 CD4 (Cluster of Differentiation4)... 42

2.7.2 Imunomodulator... 43

2.7.3 Kontrol Pembanding ... 44

BAB III. KERANGKA KONSEP ... 45

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 46

4.2 Alat dan Bahan Penelitian... 46

4.2.1 Alat Penelitian... 46

4.2.2 Bahan Penelitian... 46

4.3 Prosedur Penelitian ... 47

4.3.1 Pemeriksaan Simplisia (Determinasi) ... 47

4.3.2 Pembuatan Serbuk Simplisia Daun Sirih ... 47

4.3.3 Penapisan Fitokimia ... 48

4.3.4 Pembuatan Ekstrak Kental ... 52

4.3.5 Karakterisasi Ekstrak ... 52


(13)

xii

4.4.2 Evaluasi Tablet... 58

4.5 Uji Kesukaan (Hedonic test)... 59

4.6 Uji CD4... 60

4.7 Analisa Data... 61

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 63

5.1.1 Identifikasi Serbuk Sirih ... 63

5.1.2 Karakterisasi Ekstrak ... 64

5.1.3 Formula Tablet Hisap... 65

5.1.4 Evaluasi Massa Tablet... 65

5.1.5 Evaluasi Tablet... 67

5.1.6 Uji Kesukaan (Hedonic test) ... 68

5.1.7 Uji CD4 ... 70

5.2 Pembahasan... 71

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 80

6.2 Saran... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persentase kompresibilitas terhadap sifat aliran serbuk... 37

Tabel 2. Nilai sudut henti terhadap sifat alir ... 38

Tabel 3. Laju alir terhadap sifat alir ... 39

Tabel 4. Formula tablet hisap... 55

Tabel 5. Hasil identifikasi serbuk dan ekstrak sirih ... 63

Tabel 6. Hasil karakterisasi ekstrak ... 64

Tabel 7. Hasil evaluasi massa tablet ... 65

Tabel 8. Hasil evaluasi distribusi ukuran partikel ... 66

Tabel 9. Hasil evaluasi tablet ... 67

Tabel 10. Hasil uji kesukaan terhadap rasa tablet ... 68

Tabel 11. Hasil uji kesukaan terhadap aroma tablet ... 69

Tabel 12. Persentase CD4 dalam limfosit ... 70

Tabel 13. Konversi dari dosis hewan ke dosis manusia (HED) berdasarkan luas permukaan tubuh ... 90

Tabel 14. Dosis daun sirih... 92

Tabel 15. Dosis kapur sirih ... 93

Tabel 16. Hasil pengukuran kadar lembab... 93

Tabel 17. Hasil pengukuran kadar abu... 94

Tabel 18. Hasil uji kadar lembab ... 94

Tabel 19. Hasil uji kompresibilitas ... 95

Tabel 20. Hasil uji sudut henti ... 95

Tabel 21. Hasil uji laju alir... 96

Tabel 22. Hasil uji distribusi ukuran partikel... 97

Tabel 23. Hasil uji friabilitas... 98

Tabel 24. Hasil uji kekerasan tablet ... 98


(15)

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Grafik distribusi ukuran partikel ... 66

Gambar 2. Grafik persentase CD4 dalam limfosit ... 70

Gambar 3. Ekstrak kental sirih... 86

Gambar 4. BD Tritest CD4 ... 86

Gambar 5. Rotary evaporator... 86

Gambar 6. Furnace... 86

Gambar 7. Neraca analitik ... 86

Gambar 8. Desikator ... 86

Gambar 9. Moisture balance ... 87

Gambar 10. Sieving analyzer ... 87

Gambar 11. Hardness tester ... 87

Gambar 12. Friabilator ... 87

Gambar 13. Sysmex pouch 100i ... 87


(17)

xvi

Lampiran 1. Gambar bahan dan alat penelitian ... 86

Lampiran 2. Preparasi simplisia daun sirih... 88

Lampiran 3. Proses pembuatan ekstrak etanol sirih... 89

Lampiran 4. Perhitungan dosis ekstrak etanol sirih dan kapur sirih ... 90

Lampiran 5. Perhitungan dosis penelitian sebelumnya... 91

Lampiran 6. Perhitungan dosis daun sirih... 92

Lampiran 7. Perhitungan dosis kapur sirih ... 93

Lampiran 8. Perhitungan karakterisasi ekstrak sirih ... 93

Lampiran 9. Hasil evaluasi massa tablet ... 94

Lampiran 10. Evaluasi tablet ... 98

Lampiran 11. Angket uji kesukaan (Hedonic test) ... 102

Lampiran 12. Hasil uji statistik ... 103

Lampiran 13. Sertifikat determinasi tanaman ... 107

Lampiran 14. Sertifikat bahan baku CaCO3... 108

Lampiran 15. Sertifikat bahan baku avicel pH 102 ... 109


(18)

xvii

ABSTRAK

FORMULASI TABLET HISAP EKSTRAK ETANOL SIRIH (Piper betle L.) DAN KAPUR SIRIH (CaCO3) DENGAN MIKROKRISTALIN SELULOSA (AVICEL) SEBAGAI PENGIKAT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KADAR CD4 DALAM DARAH

Telah dilakukan penelitian aktivitas imunomodulator ekstrak sirih dan CaCO3. Sirih

dan CaCO3 digunakan sebagai bahan obat yang berfungsi sebagai imunomodulator.

Pada penelitian ini dilakukan pengembangan sediaan dalam bentuk tablet hisap, selanjutnya dilakukan pengukuran kadar CD4 dalam darah. Ekstrak sirih dan CaCO3

diformulasi menjadi tablet hisap dengan memvariasikan konsentrasi avicel sebagai bahan pengikat tablet hisap yang dibuat secara kempa langsung. Tablet hisap dirancang dalam tiga formula, yaitu formula A, formula B, dan formula C. Tiap formula dibedakan atas konsentrasi yang digunakan. Formula A mengandung avicel 10%, formula B 15%, dan formula C 20%. Hasil evaluasi menunjukkan, bahwa semakin tinggi konsentrasi avicel yang digunakan sebagai pengikat, maka semakin meningkat pula nilai kekerasan dan waktu hisap tablet yang dihasilkan. Namun hasil yang memenuhi syarat, diperoleh pada formula A dengan kekerasan 13,9 kg/cm2 dan waktu hisap 22.17 menit. Dalam hal ini, maka formula A yang akan digunakan sebagai uji CD4 dalam darah. Uji statistik yang dilakukan terhadap kadar CD4 panelis yang mengkonsumsi tablet hisap selama 5 hari berturut-turut menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara data sebelum dan sesudah perlakuan terhadap kontrol positif dan terdapat perbedaan makna terhadap kontrol negatif. Kata kunci : Tablet hisap, sirih (Piper betle L.), kapur sirih (CaCO3), CD4.


(19)

xviii

LOZENGES FORMULATION OF BETEL EXTRACT (Piper betle L.) AND CaCO3WITH MICROCRYSTALLINE CELLULOSE (AVICEL) AS BINDER AND ITS EFFECT CD4 ON THE LEVEL IN THE BLOOD

Research of immunomodulatory extract of betel and CaCO3 has been investigated.

Betel and CaCO3is applied as component of drug. In this research, the development

of preparations of lozenges, then performed the measurement of CD4 levels in the blood. Extracts of betel and CaCO3 formulated into lozenges with various

concentrations of avicel as binding agent, made in direct compression method. Lozenges are designed in three formulas, those are formula A, formula B, and formula C. Each formula is divided based on the concentration used. Formula A contains 10% of avicel, formula B contains 15% of avicel, and formula C contains 20% of avicel. The evaluation results show that the greater concentration of avicel used as a binder, hence increasing the value of hardness and the resulting of disintegration time. But the results of qualifying, obtained in the formula A with 13.9 kg/cm2 of hardness and 22.17 minutes of disintegration time. In this case, formula A to be used as a test of CD4 in the blood. The statistical test carried out on CD4 levels panelists who consume lozenges for 5 successively days showed no significant differences between before and after treatment of the positive control and there are differences in meaning to the negative control.


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya akan tumbuh-tumbuhan. Pengobatan dengan menggunakan bahan alam sudah menjadi kebiasaan turun temurun bagi masyarakat Indonesia, hal ini terbukti dengan banyaknya ramuan-ramuan yang beredar di masyarakat. Kecenderungan untuk kembali kepada cara-cara pengobatan yang menerapkan konsep

back to natureatau kembali ke alam yaitu mengkonsumsi obat tradisional dengan cara mendayagunakan sumber-sumber alam secara optimal namun tetap mengacu pada pendekatan rasional (Soedibyo, 1998).

Tanaman sirih (Piper betle L.) sejak lama dikenal oleh nenek moyang kita sebagai daun multi khasiat. Bagian tanaman yang digunakan adalah daunnya, daunnya digunakan untuk menyirih (betel chew) oleh penduduk asli India, Malaya, Indonesia, dan sebagian Asia yang beriklim tropis. Daun sirih dicampur dengan sedikit kapur, pinang, dan gambir sehingga akan memberikan rasa hangat, aromatis, dan pahit. Kandungan daun sirih antara lain saponin, polifenol, minyak atsiri dan flavonoid. Selain itu daun sirih juga mempunyai khasiat sebagai obat hidung berdarah, obat bisul, obat batuk, obat sariawan, dan obat sakit mata (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991), dan sebagai antibakteri serta imunomodulator (Dalimartha, 2006). Menurut Gunawan (2004), daun sirih


(21)

juga dapat berefek sebagai mukolitik, karena didalamnya mengandung senyawa saponin.

Menyirih merupakan kebiasaan sebagian masyarakat Indonesia terutama di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Berdasarkan pengalaman yang ada di masyarakat, komponen yang digunakan untuk menyirih adalah berupa daun sirih, gambir, pinang, dan kapur sirih. Masyarakat mempercayai bahwa dengan menyirih, dapat memperkuat gigi dan menjauhkan mulut dari berbagai macam penyakit mulut seperti sariawan, gusi berdarah, dan radang tenggorokan.

Salah satu komponen menyirih yaitu daun sirih, daun sirih telah dikenal masyarakat sebagai antiseptik (Sari, 2006), antibatuk (Arifin, 1990) dan antibakteri. Sedangkan getahnya dapat menghentikan gusi berdarah, sakit gigi, obat kumur, mengurangi produksi air susu (Depkes RI, 1980). Penelitian sebelumnya telah dilakukan pengujian efek imunomodulator kombinasi ekstrak etanol 70% daun sirih (Piper betle L.) 117 mg/kg BB dan kapur sirih 51 mg/kg BB mencit menunjukkan aktivitas sebagai imunomodulator (Awalia, 2010).

Umumnya masyarakat menggunakan daun sirih sebagai obat masih dengan cara yang sederhana, mulai dari penggunaannya yang harus direbus dahulu, kemudian diminum sarinya. Namun sekarang ini penyajian demikian itu kurang begitu disukai oleh masyarakat karena dianggap kurang praktis, sehingga diperlukan inovasi baru untuk meningkatkan kenyamanan dan kemudahan dalam penggunaan, diantaranya dibuat sediaan tablet hisap.


(22)

3

Tablet hisap merupakan bentuk sediaan padat berbentuk cakram yang mengandung bahan obat dan juga umumnya bahan pewangi, dimaksudkan untuk secara perlahan-lahan melarut dalam rongga mulut untuk efek setempat (Ansel, 1989). Tablet hisap dipilih karena sebagai salah satu inovasi baru untuk merintis jalan bagi pengembangan obat-obat tradisional, bentuk sediaan ini diharapkan dapat disukai karena mudah dalam penyimpanan dan mudah dalam penggunaannya. Bentuk sediaan ini juga diharapkan dapat memberikan takaran dosis zat aktif yang lebih tepat dan benar.

Metode yang digunakan dalam pembuatan tablet hisap ekstrak daun sirih dan kapur sirih yaitu dengan metode kempa langsung. Metode ini diharapkan dapat memberikan sifat alir dan kompresibilitas sediaan yang baik (BankerandAnderson, 1989).

Tablet hisap yang berkualitas baik adalah yang memiliki tingkat kekerasan yang cukup tinggi, karena sediaan ini akan menghasilkan efek lokal pada mulut sehingga diperlukan tablet yang cukup keras dan tidak mudah larut dalam mulut. Dan untuk itu diperlukan bahan pengikat yang benar-benar bagus untuk menghasilkan tablet hisap yang memenuhi syarat-syarat tersebut.

Avicel merupakan suatu bahan yang mempunyai potensi besar sebagai bahan pengikat. Kenaikan konsentrasi avicel, dapat meningkatkan kekerasan tablet dan memperlama waktu melarut tablet.


(23)

Tablet hisap ini dibuat dengan menggunakan bahan pengikat avicel dengan berbagai variasi konsentrasi. Variasi konsentrasi avicel yang digunakan diharapkan dapat memberikan formulasi yang optimum untuk sediaan tablet hisap dari ekstrak daun sirih dan kapur sirih.

Imunomodulator adalah suatu agen atau zat yang dapat mempengaruhi atau menjaga sistem pertahanan tubuh. Sistem imun tubuh merupakan gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap berbagai penyakit terutama infeksi (Baratawidjaja, 2004). Selain ekstrak daun sirih dan kapur sirih diformulasikan dalam bentuk sediaan tablet hisap, penelitian ini juga ditujukkan untuk mengetahui efek imunomodulator tablet hisap dari ekstrak daun sirih dan kapur sirih terhadap kadar CD4 dalam tubuh.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah ekstrak daun sirih (Piper betle L.) dan kapur sirih (CaCO3)

dapat dibuat menjadi sediaan tablet hisap dengan bahan pengikat avicel ?

2. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi avicel sebagai bahan pengikat terhadap sifat fisik tablet ?

3. Apakah sediaan tablet hisap ekstrak daun sirih (Piper betle L.) dan kapur sirih (CaCO3) dapat mempengaruhi kadar CD4 dalam darah ?


(24)

5

1.3 Hipotesis

1. Ekstrak daun sirih (Piper betle L.) dan kapur sirih (CaCO3) dapat

dibuat menjadi sediaan tablet hisap dengan bahan pengikat avicel. 2. Dapat diperoleh konsentrasi optimal avicel sebagai bahan pengikat

terhadap sifat fisik tablet.

3. Sediaan tablet hisap ekstrak daun sirih (Piper betle L.) dan kapur sirih (CaCO3) dapat mempengaruhi kadar CD4 dalam darah.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Membuat sediaan tablet hisap ekstrak daun sirih (Piper betle L.) dan kapur sirih (CaCO3) dengan avicel sebagai bahan pengikat.

2. Mengetahui konsentrasi optimal dari avicel sebagai bahan pengikat tablet ekstrak daun sirih (Piper betle L.) dan kapur sirih (CaCO3)

sehingga diperoleh sediaan yang baik.

3. Mengetahui apakah tablet hisap ekstrak daun sirih (Piper betle L.) dan kapur sirih (CaCO3) dapat mempengaruhi kadar CD4 dalam darah.


(25)

1.5 Manfaat Penelitian

Diantara manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain :

1. Memberikan informasi tentang pengaruh konsentrasi avicel sebagai bahan pengikat dalam tablet hisap ekstrak daun sirih (Piper betle L.) dan kapur sirih (CaCO3).

2. Memberikan informasi tentang pengaruh ekstrak daun sirih (Piper betle L.) dan kapur sirih (CaCO3) yang dikonsumsi dalam bentuk


(26)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Sirih (Piper betle L.)

2.1.1 Klasifikasi

Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman daun sirih adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Diperales

Suku : Diperaceae

Marga : Piper

Jenis :Piper betle L. (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Sinonim :Chavica auriculata Miq., C. betle Miq., Artanthe hixagona

(Dalimartha, 2006).

2.1.2 Nama Daerah

Sumatra: Furu kuwe, purokuwo (Enggano), ranub (Aceh), blo, sereh

(Gayo), blo (Alas), belo (Batak Karo), demban (Batak Toba), burangir (Angkola dan Mandailing), ifan, tafuo (Simalur), afo, lahina,tawuo (Nias), cabai (Mentawai), ibun, serasa, seweh (Lubu), sireh, sirih, suruh (Palembang, Minangkabau), jabai (Lampung). Kalimantan: Uwit

(Dayak), buyu (Bulungan), uduh sifa (Kenya), sirih (Sampit), urusipa (Seputan). Jawa: Seureuh (Sunda), sedah, suruh (Jawa), sere (Madura).


(27)

Bali: Base, sedah. Nusatenggara: Nahi (Bima), kuta (Sumba), mota

(Flores), orengi (Ende), taa (Sika), malu (Solor), mokeh (Alor). Sulawesi: Ganjang, gapura (Bugis), baulu (Bare), buya, dondili (Buol),

bolu (Parigi), komba (Selayar), lalama, sangi (Talaud).Maluku: Ani Ani

(Hok), papek, raunge, rambika (Alfuru), nein (Bonfia), kakina (Waru), kamu (Piru, Sapalewa), amu (Rumakai, Elpaputi, Ambon, Ulias), garmo (Buru), bido (Bacan). Irian: Reman (Wendebi), manaw (Makimi),

namuera (Saberi), eouwon (Armahi), nai wadok (Sarmi), mera (Sewan), mirtan (Berik), afo (Sentani), wangi (Sawe), freedor (Awija), dedami (Marind).Indonesia:Sirih (Depkes RI, 1980).

2.1.3 Pertelaan

Tanaman sirih merupakan tumbuhan memanjat, tinggi 5 m sampai 15 m. Helaian daun berbentuk bundar telur atau bundar telur lonjong, pada bagian pangkal berbentuk jantung atau agak bundar, tulang daun bagian bawah gundul atau berambut sangat pendek, tebal, berwarna putih, panjang 5 cm sampai 18 cm, lebar 2,5 cm sampai 10,5 cm. Bunga berbentuk bulir, berdiri sendiri di ujung cabang dan berhadapan dengan daun. Daun pelindung berbentuk lingkaran, bundar telur terbalik atau lonjong, panjang kira-kira 1 mm. Bulir jantan, panjang gagang 1,5 cm sampai 3 cm, benang sari sangat pendek. Bulir betina, panjang gagang 2,5 cm sampai 6 cm. Kepala putik 3 sampai 5. Buah buni, bulat, dengan ujung gundul. Bulir masak berambut kelabu, rapat, tebal 1 cm sampai 1,5 cm. Biji membentuk lingkaran (Depkes RI, 1980).


(28)

9

2.1.4 Ekologi dan Penyebaran

Sirih ditemukan di bagian timur pantai Afrika, di sekitar pulau Zanzibar, daerah sekitar sungai Indus ke timur menelusuri sungai Yang Tse Kiang, kepulauan Bonin, kepulauan Fiji dan kepulauan Indonesia. Sirih tersebar di Nusantara dalam skala yang tidak terlalu luas. Di Jawa tumbuh liar di hutan jati atau hutan hujan sampai ketinggian 300 m diatas permukaan laut. Untuk memperoleh pertumbuhan yang baik diperlukan tanah yang kaya akan humus, subur dan pengairan yang baik (Depkes RI, 1980).

2.1.5 Budidaya

Tanaman ini dapat diperbanyak dengan stek. Stek diambil dari sulur yang tumbuh dari bagian ujung atas sepanjang 40 cm sampai 50 cm. Untuk pertumbuhannya, sirih memerlukan sandaran pohon hidup seperti dadap, kapok randu, kelor, waru atau gamal. Stek atau stump dari pohon-pohon ini disiapkan penanamannya dalam musim hujan sebelum menanam sirih. Sandaran ditanam dengan jarak 1,5 m dengan panjang stek atau stump 3 m atau 4 m. Tiap selang dua baris dibuat selokan atau parit untuk mengalirkan air karena sirih tidak tahan terhadap tanah yang terlalu basah. Selokan ini digunakan juga untuk mengairi sirih di musim kemarau, karena dalam keadaan kering pembentukan daunnya akan berkurang atau berhenti sama sekali.


(29)

Sirih dapat juga dipanjatkan langsung pada pohon hidup yang sudah ada seperti pohon aren, pohon pinang, atau pohon kelapa. Bila sandaran sudah berakar baik, pada permulaan musim hujan dibuat lubang sekitar sandaran. Stek sirih ditanam sepanjang dua buku dan sisanya diikatkan pada tiang sandaran. Cara lain ialah dengan memotong sulur panjang yang sudah dewasa pada pangkalnya, daunnya dihilangkan, kemudian sulur ini dibagi menjadi 3 atau 4 bagian dan ditanam secara mendatar. Setelah stek itu berakar, biasanya cukup tiga sulur saja yang dibiarkan tumbuh dan memanjat keatas. Dengan pemeliharaan yang cukup baik, sirih akan bertahan selama bertahun-tahun dengan tetap memberikan hasil yang cukup baik. Dari ketiak daun akan tumbuh cabang dan ranting yang menggantung dan bagian inilah yang akan dipanen. Bila tanaman telah berumur satu tahun, panen dapat dimulai.

Produksi tertinggi akan diperoleh apabila sirih telah mencapai ujung sandarannya. Yang dipanen adalah daun yang berasal dari sulur yang menggantung sebanyak 3 atau 4 ruas. Panen dilakukan pada waktu pagi sekali ketika daunnya masih segar. Bila tanaman telah terkena cahaya matahari, warnanya akan berubah menjadi kuning kehijauan dan bila dikunyah terasa lebih pedas. Bila sirih tumbuh di tempat yang teduh, daunnya berbentuk panjang, lemas, berwarna hijau segar dan tidak begitu pedas. Di samping pengaruh cahaya matahari, macam pupuk juga mempengaruhi rasa daun. Dianjurkan untuk menggunakan pupuk kotoran ayam, karena sifatnya dingin dan daun yang dihasilkan berwarna kuning muda. Jika digunakan pupuk kotoran kuda, sapi atau kerbau, daunnya


(30)

11

berwarna kuning tua. Sulur yang telah dipanen diikat dan dikemas dalam keranjang. Cara lain ialah dengan melepas daun dari sulurnya, kemudian tiap 25 lembar diikat menjadi satu. Untuk dikirim ke tempat lain, daun dibungkus dengan daun pisang dan bila perlu dibungkus lagi dengan pelepah pisang (gedebok) (Depkes RI, 1980).

2.1.6 Kandungan Kimia

Daun sirih mengandung banyak minyak atsiri yang terdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol, karvakrol, terpinen, seskuiterpen, fenilpropan, tanin (Depkes RI, 1980). Sirih mengandung 1-4,2% minyak atsiri; hidroksikavicol; 7,2-16,7% kavicol; 2,7-6,2%, kavibetol; 0-9,6% allypyrokatekol; 2,2-5,6% karvakol; 26,8-42,5% eugenol; eugenol metil eter; 4,2-15,8% eugenol metil eter; 1,2-2,5% p-cymene; 2,4–4,8% cineole; 3-9,8% caryophyllene; dan 2,4-15,8% cadinene. Selain itu, sirih juga mengandung estragol, terpennena, seskuiterpena, fenil propana, tanin, diastase, gula, dan pati (Hariana, 2008).

2.1.7 Khasiat dan Kegunaan

Khasiat daun sirih adalah sebagai anti sariawan, anti batuk, dan antiseptik (Depkes RI, 1980). Selain itu juga sebagai antiradang, karminatif, dan menghilangkan gatal. Efek zat aktif eugenol (daun) untuk mencegah ejakulasi, mematikan jamur Candida albicans yang merupakan penyebab keputihan, antikejang, analgetik. Tanin (daun) untuk mengurangi sekresi cairan pada vagina, pelindung hati, antidiare, dan antimutagenik (Standar of ASEAN, 1993 dan Hariana, 2008).


(31)

Daun sirih mempunyai efek sebagai antibakteri karena mengandung banyak senyawa fenol sehingga dapat membunuh kuman-kuman penyebab penyakit. Secara tradisional, daun sirih memang disebutkan sebagai obat sariawan namun belum diketahui bagaimana mekanisme kerjanya, sebagai antibakteri atau berfungsi lain. Karvakrol bersifat sebagai desinfektan dan anti jamur sehingga bisa digunakan untuk obat antiseptik pada bau mulut dan keputihan. Zat lainnya yaitu eugenol dan metil eugenol yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada gigi (Depkes RI, 2000).

2.1.8 Efek Farmakologi

Piperis Folium mempunyai efek sebagai antibakteri karena kandungan kimia Piperis Folium mengandung banyak senyawa fenol dapat membunuh kuman-kuman penyebab penyakit. Sehingga dengan matinya bakteri akan sembuh penyakit yang disebabkannya dan akan hilang pula bau yang ditimbulkannya. Peranan Piperis Folium dalam pengobatan kerusakan gigi adalah sebagai antibakteri walaupun tidak menutup kemungkinan tambahan peranan bau khas kandungan kimia Piperis Folium menutupi bau yang tidak enak akibat pembusukan di mulut. Bau mulut tidak hanya disebabkan oleh kerusakan pada gigi, namun juga dapat disebabkan oleh organ tubuh bagian dalam, seperti lambung.


(32)

13

Secara tradisional, Piperis Folium memang disebutkan sebagai obat sariawan, namun belum diketahui bagaimana mekanisme kerjanya, sebagai antibakteri atau berfungsi lain. TanamanPiper betlemengandung minyak atsiri salah satu diantara komponennya adalah kavakrol. Kavakrol bersifat sebagai desinfektan, antijamur, sehingga bisa digunakan untuk obat antiseptik pada bau mulut dan keputihan. Zat lainnya yaitu eugenol dan metil-eugenol, dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada gigi (Depkes RI, 2000).

2.2 Deskripsi Kapur Sirih

Kapur atau cunam (kapur mati) berwarna putih likat seperti krim yang dihasilkan dari cangkang siput laut yang telah dibakar. Hasil dari debu cangkang tersebut perlu dicampurkan air untuk mempermudah bila dioleskan ke atas daun sirih. Kapur dapat diperoleh dengan membakar batu kapur (kalsium karbonat/CaCO3). Apabila dibakar dengan suhu tertentu

CaCO3 dapat mengeluarkan gas yang disebut dengan karbondioksida

(CO2) dan menjadi kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida kemudian

dicampur dengan sedikit air yang menyebabkan CaO menyerap dan mengembang, selain menghasilkan panas serta menjadi serbuk kapur yang dikenal sebagai kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Proses tersebut disebut

dengan tindakan air (slaking) dan serbuk kapur adalah kapur terhidrat. Serbuk kapur akan menjadi cair jika campuran airnya berlebihan. Serbuk kapur jika didiamkan terlalu lama, kandungan airnya akan hilang dan


(33)

mengikat karbondioksida di udara sehingga kembali menjadi kalsium karbonat seperti semula (Perpustakaan Negara Malaysia, 2001).

Kapur sirih telah digunakan sejak dahulu sebagai salah satu komponen untuk menyirih. Dengan menyirih, dipercaya dapat meningkatkan daya tahan tubuh (imunomodulator), dapat mencegah kerusakan gigi, membasmi cacing dan berkhasiat juga sebagai aprodisiaka. Kapur sirih mempunyai rumus kimia CaCO3 yang dengan adanya faktor

lingkungan dapat menjadi CaO dan Ca(OH)2. 2.2.1 Kandungan dan Manfaat

Kapur sirih mempunyai rumus kimia CaCO3, sehingga kandungan

utama dari kapur sirih adalah kalsium. Secara umum, kalsium merupakan mineral yang amat penting bagi manusia terutama sebagai pembentuk massa tulang.

Kapur sirih bisa digunakan sebagai obat bersamaan dengan bahan lain, seperti untuk mengatasi batuk selesma, gusi bengkak, bisul, masalah haid, digigit serangga serta penyakit kulit misalnya panu, kurap, kutil (Perpustakaan Negara Malaysia, 2001).


(34)

15

2.3 Simplisia

2.3.1

Definisi Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan apapun juga, dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan/mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni (Depkes RI, 1979).

Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh mengandung lendir, atau menunjukkan adanya kerusakan. Sebelum diserbukkan, simplisia nabati harus dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotoran lain yang berasal dari tanah maupun benda anorganik asing (Depkes RI, 1995).


(35)

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia

Kualitas simplisia dipengaruhi oleh faktor bahan baku dan proses pembuatannya.

a. Bahan baku simplisia

Berdasarkan bahan bakunya, simplisia dapat diperoleh dari tanaman liar dan atau dari tanaman yang dibudidayakan. Jika simplisia diambil dari tanaman budidaya maka keseragaman umur, masa panen, dan galur (asal usul, garis keturunan) tanaman dapat dipantau. Sementara jika diambil dari tanaman liar maka banyak kendala dan variabilitas yang tidak bisa dikendalikan seperti asal tanaman, umur, dan tempat tumbuh.

b. Proses pembuatan simplisia

Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan. Adapun tahapan tersebut dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan.

1) Pengumpulan bahan baku

Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku. Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen. Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan pada saat yang berbeda-beda untuk setiap bagian tumbuhan, seperti biji, buah, bunga, daun atau herba, kulit batang, umbi lapis, rimpang, dan akar. Panen daun dilakukan pada saat proses fotosintesis


(36)

17

berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak.

2) Sortasi basah

Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar. Sortasi dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan, bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan, dan bagian tanaman yang rusak (dimakan ulat dan sebagainya).

3) Pencucian

Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang tercemar pestisida.

4) Pengubahan bentuk

Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka bahan baku akan semakin cepat kering.

5) Pengeringan

Proses pengeringan simplisia, terutama bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri; menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif; serta memudahkan dalam hal pengelolaan proses selanjutnya (ringkas, mudah disimpan, tahan lama, dan sebagainya). Faktor yang mempengaruhi pengeringan diantaranya adalah waktu


(37)

pengeringan, suhu pengeringan, kelembaban udara di sekitar bahan, kelembaban bahan atau kandungan air dari bahan, ketebalan bahan yang dikeringkan, sirkulasi udara, dan luas permukaan bahan.

Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan (Depkes RI, 1985).

1. Pengeringan alamiah

Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :

a. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakukan untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan sebagainya, dan mengandung senyawa aktif yang relatif stabil.

b. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.

2. Pengeringan buatan

Pengeringan buatan dilakukan dengan menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang


(38)

19

lebih baik, karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca.

6) Sortasi kering

Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong, bahan yang rusak, atau dibersihkan dari kotoran hewan.

7) Pengepakan dan penyimpanan

Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri dan disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengepakan dan penyimpanan adalah cahaya, oksigen atau sirkulasi udara, reaksi kimia yang terjadi antara kandungan aktif dengan wadah, penyerapan air, kemungkinan terjadinya proses dehidrasi, pengotoran dan atau pencemaran, baik yang diakibatkan oleh serangga, kapang atau pengotor yang lain. Persyaratan wadah untuk penyimpanan simplisia adalah harusinert

(tidak mudah bereaksi dengan bahan lain); tidak beracun; mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, dan serangga; mampu melindungi bahan simplisia dari penguapan kandungan zat aktif, pengaruh cahaya, oksigen, dan uap air (Gunawan dan Sri Mulyani, 2004).


(39)

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI, 2000).

Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan kering (galih, biji kering, akar, daun) ialah dengan mengekstraksi-sinambung serbuk bahan dengan alat soxhlet dengan menggunakan sederetan pelarut secara berganti-ganti (Harborne, 1987).

2.4.1 Metode ekstraksi (Depkes RI, 2000)

a. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut 1) Cara dingin

- Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada


(40)

21

temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. - Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2) Cara panas - Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

- Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(41)

- Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

- Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

- Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30oC) dan temperatur sampai titik didih air.

b. Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Destilasi uap, bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi. Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi.


(42)

23

2.5 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995). Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi tiap mililiter ekstrak mengandung senyawa aktif dari 1 gram simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian yang bening dienaptuangkan (dekantasi). Beningan yang diperoleh memenuhi persyaratan Farmakope. Ekstrak cair dapat dibuat dari ekstrak yang sesuai (Depkes RI, 2000).

Parameter spesifik ekstrak terdiri dari :

a. Identitas

Memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas dengan cara melihat kandungan dari ekstrak yang dibuat (Depkes RI, 2000).

b. Organoleptik

Mengamati bentuk, warna, bau dan rasa dari ekstrak yang dibuat (Depkes RI, 2000).


(43)

Parameter non spesifik ekstrak terdiri dari :

a. Susut pengeringan

Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen (%). Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Nilai untuk susut pengeringan jika tidak dinyatakan lain adalah kurang dari 10%.

b. Kadar lembab

Kadar lembab adalah pengukuran kandungan lembab yang berada di dalam bahan. Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya kandungan lembab di dalam bahan. Nilai untuk kadar lembab sesuai dengan yang tertera dalam monografi.

c. Kadar abu

Untuk penentuan kadar abu, bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga hanya tersisa unsur mineral dan anorganik. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran tentang kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Nilai untuk kadar abu sesuai dengan yang tertera dalam monografi (Depkes RI, 2000).


(44)

25

2.5.1 Proses Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak melalui tahap-tahap sebagai berikut : a. Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak karena makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif dan efisien, namun makin halus serbuk maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi.

b. Cairan pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk kandungan zat aktif sehingga senyawa tersebut dapat terpisahkan dari senyawa lainnya dan ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung. Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari adalah sebagai berikut :

1. Selektivitas

2. Kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut 3. Ekonomis

4. Ramah lingkungan 5. Keamanan


(45)

c. Separasi dan pemurnian

Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses pada tahapan ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak campur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi, serta proses adsorbsi dan penukar ion.

d. Pemekatan/Penguapan (VaporasidanEvaporasi)

Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute (senyawa terlarut) dengan cara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kering tetapi ekstrak hanya menjadi kental/pekat.

e. Pengeringan ekstrak

Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga menghasilkan serbuk, masa kering-rapuh, tergantung proses dan peralatan yang digunakan. Ada berbagai proses pengeringan ekstrak, yaitu dengan cara pengeringan evaporasi, vaporasi, sublimasi, konveksi, kontak, radiasi, dan dielektrik.

f. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal (Depkes RI, 2000).


(46)

27

2.6 Tablet Hisap

2.6.1 Definisi Tablet Hisap

Tablet hisap (lozenges) adalah sediaan padat yang mengandung bahan tambahan satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis serta dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan di mulut. Tablet hisap umumnya ditujukan untuk pengobatan iritasi lokal atau infeksi tenggorokan, dapat juga mengandung bahan aktif yang dimaksudkan untuk absorbsi sistemik setelah ditelan. Jenis tablet ini dirancang agar tidak mengalami kehancuran di dalam mulut, tetapi larut atau terkikis secara perlahan dalam jangka waktu 30 menit atau kurang. Berbeda dengan tablet kempa biasa, pada tablet hisap tidak digunakan bahan penghancur, bahan yang digunakan sebagian besar adalah bahan yang bersifat larut dalam air dan mengandung lebih banyak bahan pemanis (50% dari berat keseluruhan tablet atau lebih) seperti sukrosa, laktosa, manitol, dekstrosa dan sebagainya. Selain itu pada umumnya tablet hisap mempunyai diameter yang besar yaitu >12,5 mm dengan berat >700 mg. Tablet hisap yang baik memiliki kekerasan sebesar 10-20 kg/cm2 (Lachman, 1986).

Tablet hisap didesain untuk memiliki karakteristik disintegrasi dan disolusi cepat, tablet khas yang dimaksudkan untuk bekerja pada selaput mukosa mulut dan faring ini biasanya merupakan tablet yang berdiameter besar (5/8 sampai ¾ inci) dan dikempa dalam rentang bobot 1,5-4,0 g. Akan tetapi, tablet hisap dapat pula diformulasi dengan tujuan disintegrasi lambat, seragam, dan disintegrasi atau erosi lancar di sepanjang periode


(47)

waktu yang diperpanjang/diperlama (5-10 menit). Bentuk tablet hisap dapat beragam dan bentuk yang paling umum adalah datar, bulat, oktagonal (segi delapan), dan bikonveks. Selain itu, ada yang berbentuk batang (bacilli), yaitu batang pendek atau silinder (Siregar Charles J.P dan Saleh Wikarsa, 2010).

2.6.2 Bahan Tambahan Tablet Hisap

Bahan tambahan yang diperlukan pada formulasi tablet hisap adalah bahan pengisi, pengikat, pelincir, pewarna, perasa, dan pemanis. Bahan tablet harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Lachman, 1986) :

1. Inert secara fisiologi

2. Stabil secara fisika dan kimia 3. Bebas dari mikroba

4. Tidak memiliki kontraindikasi dengan bahan obat 5. Tidak mempengaruhi bioavailabilitas obat

6. Tidak toksik

7. Memenuhi standar farmasetik dalam hal bentuk dan kemurnian. Bahan tambahan dalam tablet hisap adalah sebagai berikut :

a. Pengisi (Filler)

Bahan tambahan yang diperlukan sebagai pemenuhan kecukupan massa tablet, dan berfungsi untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memicu aliran. Contohnya adalah laktosa, laktosa spray-dried, maltodekstrin, amilum, manitol, sorbitol, mikrokristalin selulosa, dan dekstrosa-maltosa (Voight R, 1999).


(48)

29

b. Pengikat (Binder)

Bahan tambahan yang diperlukan untuk memberikan sifat kohesif terhadap serbuk sehingga dapat membentuk struktur tablet yang kompak setelah pencetakan dan dapat ditambahkan dalam bentuk kering, cairan, atau larutan tergantung pada metode pembuatan tablet hisap. Bahan pengikat kering antara lain : hidroksi propil metil selulosa, carboxy metil selulosa, etil selulosa, dan avicel, sedangkan bahan pengikat dalam bentuk basah antara lain : gom, gelatin, tragakan, dan PVP (Voight R, 1999).

c. Pelincir (Voight R, 1999; Siregar Charles J.P dan Saleh Wikarsa, 2010)

Pelincir dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 1. Pelincir (Glidan)

Bahan yang berfungsi untuk memperbaiki daya luncur masa atau granulat yang ditabletasi dengan mengurangi gesekan antar partikel. Contohnya adalah pati (amilum), talk, bahan silikat, magnesium oksida.

2. Pelicin (Lubricant)

Bahan yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antara dinding dalam lubang ruang cetak dengan permukaan sisi tablet. Contohnya adalah logam stearat, stearowet C, talk, amilum, natrium benzoat dan natrium klorida, natrium dan magnesium lauril sulfat, polietilen glikol, gliseril behanat.


(49)

3. Anti adhesi (Anti sticking)

Bahan yang berfungsi untuk mencegah lekatnya bahan yang dikempa pada permukaan punch. Contohnya adalah talk, amilum maidis, Cab-O-Sil, natrium lauril sulfat, logam stearat. d. Adsorben

Bahan yang dimaksudkan untuk melindungi bahan berkhasiat dari pengaruh kelembaban, membantu meningkatkan homogenitas campuran, menghindari lembab akibat reaksi antara bahan dalam sediaan bahan tablet. Contohnya adalah aerosil, avicel, Mg oksida, Mg karbonat, laktosa, bentonit dan kaolin (Voight R, 1999).

e. Pemanis

Bahan yang digunakan untuk menutupi rasa yang tidak enak dari bahan lain dalam tablet. Contohnya adalah manitol, sukrosa, sakarin, aspartam.

f. Pengharum

Bahan yang digunakan untuk menutupi aroma yang tidak enak dari bahan lain dan menimbulkan aroma tertentu. Contohnya adalaholeum citridanoleum menthae piperenthae.

g. Pewarna

Bahan yang digunakan untuk memberi identitas pada produk, meminimalkan kemungkinan kesimpangsiuran selama pembuatan, untuk nilai estetik atau nilai pemasarannya. (Siregar Charles J.P dan Saleh Wikarsa, 2010).


(50)

31

2.6.3 Monografi Bahan Formulasi Tablet Hisap

a. Ekstrak Sirih

Berupa ekstrak etanol sirih (Piper betle L.) yang telah dikeringkan dengan kadar lembab rata-rata 4,9%.

b. CaCO3

Kalsium karbonat mengandung kalsium setara tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 100,5% CaCO3.

Pemerian : Serbuk, hablur mikro, putih, tidak berbau, tidak berasa, stabil di udara.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; kelarutan dalam air meningkat dengan adanya sedikit garam amonium atau karbon dioksida, adanya alkali hidroksida menurunkan kelarutan, tidak larut dalam etanol, larut dalam asam asetat 1 N, dalam asam klorida 3 N dan dalam asam nitrat 2 N dengan membentuk gelembung gas.

Berat molekul : 100,09 (Depkes, 1995) c. Sukrosa

Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna, masa hablur atau berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa manis, stabil di udara. Larutannya netral terhadap lakmus.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter.


(51)

Berat molekul : 342,30

Kegunaan : Pemanis (Wade, 1994; Depkes, 1995) d. Manitol

Manitol mengandung tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 101,5% C6H14O6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan

(Depkes, 1995). Manisnya manitol 0,5-0,7 manisnya sukrosa (Daruwala, 1975).

Pemerian : Serbuk hablur atau granul mengalir bebas, putih, tidak berbau, rasa manis.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam larutan basa, sukar larut dalam piridina, sangat sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter.

Rumus kimia : C6H14O6

Berat molekul :182,17

Kegunaan : Pengisi tablet (Wade, 1994; Depkes, 1995) e. Laktosa

Pemerian : Serbuk atau masa hablur, keras, putih atau putih krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis. Stabil di udara, tetapi mudah menyerap bau.

Kelarutan : Mudah (pelan-pelan) larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter.


(52)

33

f. Avicel pH 102

Avicel pH 102 merupakan produk aglomerasi dengan distribusi ukuran partikel yang besar dan menunjukkan sifat alir serta kompresibilitas yang baik (Banker andAnderson, 1989). Avicel pH 102 merupakan selulosa yang terdepolimerasi parsial berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau, serbuk kristal yang terdiri dari partikel porous, tidak larut dalam asam encer dan sebagian pelarut organik (Wade, 1994).

g. Mg stearat

Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran asam-asam organik padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri dari magnesium stearat dan magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan tidak kurang dari 6,8% dan tidak lebih dari 8,3% MgO.

Pemerian : Serbuk halus, putih, tidak berasa, bau lemah khas, mudah melekat di kulit, bebas dari butiran.

Kelarutan : Tidak larut dalam air, dalam etanol, dan dalam eter. Rumus kimia : C36H70MgO4

Kegunaan : Lubrikan tablet

Konsentrasi : 0,25-5% (Wade, 1994; Depkes, 1995) h. Talk

Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung sedikit aluminium silikat.


(53)

Pemerian : Serbuk hablur sangat halus, putih atau putih kelabu. Berkilat, mudah melekat pada kulit dan bebas dari butiran.

Kelarutan : Tidak larut dalam hampir semua pelarut Rumus kimia : Mg6(Si2O5)4(OH)4

Kegunaan : Glidan, pengisi tablet, lubrikan tablet

Konsentrasi : Glidan dan lubrikan (1-10%), pengisi (5-30%) (Wade, 1994; Depkes, 1995)

i. Vanilla

Pemerian : Serbuk putih atau agak kuning berbentuk jarum-jarum kristal dengan aroma dan rasa vanilla.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam kloroform, dalam eter, dan dalam larutan alkali hidroksida tertentu, larut dalam gliserin dan dalam air panas.

Kegunaan : Pengaroma dan perfumery

Diperkirakan jumlah yang dapat diterima per hari sampai dengan 10 mg/kg berat badan (Wade, 1982).


(54)

35

2.6.4 Metode Pembuatan Tablet Hisap

Pembuatan tablet hisap dengan cara pengempaan atau kompresi dapat dilakukan dengan granulasi basah, granulasi kering, dan kompresi langsung. Pemilihan metode pembuatan tablet hisap tergantung dari sifat bahan aktif.

Metode pembuatan tablet hisap dibagi menjadi tiga, yaitu : a. Metode granulasi basah (Wet granulation)

Metode ini merupakan metode yang terluas digunakan orang dalam memproduksi tablet kompresi. Granul dibuat melalui penambahan bahan pengikat dalam bentuk cairan ke dalam campuran serbuk, kemudian massa serbuk yang lembab digiling dan diayak hingga diperoleh ukuran granul yang diinginkan. Kelembaban pada granul dapat dihilangkan melalui proses pengeringan. Tujuan utama dari proses granulasi ini adalah untuk meningkatkan sifat alir dan densitas, mengurangi porositas bahan, memudahkan kompresi, menjaga keseragaman pencampuran massa tablet, mengurangi debu, meningkatkan pembasahan tablet, serta meningkatkan waktu disolusi (Ansel, 1989).

b. Metode granulasi kering (Dry granulation)

Pada metode ini granul dibentuk dengan penambahan bahan pengikat kering ke dalam campuran serbuk obat dan dilakukan dengan memadatkan massa yang jumlahnya besar, setelah itu dipecah menjadi pecahan granul yang lebih kecil dan ditambahkan bahan pelicin. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah


(55)

dengan metode granulasi basah, karena kepekaannya terhadap uap air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur yang dinaikkan (Ansel, 1989).

c. Kompresi langsung (Direct compression)

Metode ini digunakan untuk bahan-bahan yang mudah mengalir atau sifat kohesivitasnya tinggi sehingga memungkinkan untuk langsung dicetak dalam mesin tablet. Pada metode kempa langsung tidak memerlukan proses pembasahan saat pencampuran antara bahan berkhasiat dengan bahan penolong dan juga tidak diperlukan bahan pelicin (Ansel, 1989).

Keuntungan utama dari proses kempa langsung adalah bahwa bahan obat yang peka lembab, panas, dan stabilitasnya terganggu akibat operasi granulasi, akan dapat dibuat menjadi tablet. Meskipun demikian, hanya sedikit bahan obat yang mampu dikomprimasikan secara langsung tanpa pengolahan awal dan tanpa penambahan bahan pembantu. Sifat fisik masing-masing bahan menjadi hal kritis, karena sedikit perubahan dapat mempengaruhi sifat alir dan kempa sehingga menjadi tidak sesuai lagi untuk dikempa secara langsung.


(56)

37

2.6.5 Parameter Sifat Fisik Massa Tablet

a. Kadar lembab (Voight, 1994)

Pengukuran kadar lembab merupakan hal penting yang harus dilakukan sebelum melakukan pengempaan serbuk menjadi tablet. Pengukuran kadar lembab dilakukan dengan menggunakan alat yang disebutmoisture balance.

b. Kompresibilitas

Volume dan bangun timbunan serbuk ditentukan oleh ukuran partikel dan bentuk partikel. Uji kompresibilitas dilakukan untuk melihat kemampuan serbuk untuk dapat dikempa sehingga akan menghasilkan dengan kekerasan yang baik. Uji kompresibilitas dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut bulk density. Persen kompresibilitas dihitung dengan menggunakan rumus :

% Kompresibilitas = (Bj mampat-Bj bulk) x 100% Bj mampat

Syarat persen kompresibilitas yang baik yaitu tidak lebih dari 20%

Tabel 1.Persentase Kompresibilitas Terhadap Sifat Aliran Serbuk

% Kompresibilitas Sifat Aliran

5-12 Sangat baik

12-18 Baik

18-23 Cukup

23-33 Kurang

33-38 Sangat kurang


(57)

c. Distribusi ukuran partikel (Lachman, 1994)

Serbuk yang baik akan mengikuti distribusi normal, ukuran dari butiran-butiran halus dan kasar mempunyai prosentase kecil. Bahan pengikat yang kuat umumnya menghasilkan persentase ukuran yang lebih kecil. Distribusi ukuran partikel dilakukan dengan menggunakan alat yang disebutsieving analyzer.

d. Sifat alir (Voight, 1994; Lachman, 1994; Aulton, 1988)

Untuk menentukan sifat alir berlaku sudut kemiringan aliran (sudut lereng, sudut tuang, sudut luncur), yang diberikan, jika suatu zat berupa serbuk mengalir bebas dari sebuah corong membentuk kerucut. Adapun untuk mengukur sudut henti adalah dengan mengukur tinggi dan diameter kerucut yang dihasilkan, sedangkan untuk mengukur laju alir adalah dengan menghitung waktu yang dibutuhkan sejumlah serbuk untuk dapat habis melewati corong. Syarat sudut henti yang baik yaitu tidak lebih dari 30odan syarat laju alir yang baik yaitu >10 gram/detik.

Tabel 2.Nilai Sudut Henti Terhadap Sifat Alir

Sudut Henti (o) Sifat Aliran

<25 Sangat baik

25-30 Baik

30-40 Cukup


(58)

39

Tabel 3.Laju Alir Terhadap Sifat Alir

Laju Alir (gram/detik) Sifat Aliran

>10 Bebas mengalir

4-10 Mudah mengalir

1,6-4 Kohesif

<1,6 Sangat kohesif

2.6.6 Evaluasi Tablet

a. Pemeriksaan organoleptik (Ansel, 1989)

Pemeriksaan organoleptik meliputi warna, bau, rasa, penampilan (mengkilap atau kusam), tekstur permukaan (halus atau kasar), derajat kecacatan seperti serpihan, dan kontaminasi benda padat asing (rambut, tetesan minyak, kotoran). Warna yang tidak seragam serta adanya kecacatan pada tablet selain menurunkan nilai estetikanya juga dapat menimbulkan persepsi adanya ketidakseragaman kandungan dan kualitas produk yang buruk.

b. Keseragaman bobot (Depkes RI, 1979)

Pada tablet yang didesain mengandung sejumlah obat di dalam sejumlah formula, bobot tablet yang dibuat harus diperiksa secara rutin untuk memastikan bahwa setiap tablet mengandung obat dengan jumlah yang tepat. Syarat keseragaman bobot menurut Farmakope Indonesia adalah bila bobot rata-rata lebih dari 300 mg, jika ditimbang satu per satu tidak lebih dari 2 buah tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang 5% dari bobot rata-ratanya, dan tidak ada satu pun tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 10% dari bobot rata-ratanya.


(59)

c. Keseragaman ukuran (Ansel,1989)

Ukuran tablet meliputi diameter dan ketebalan. Ketebalan tablet berhubungan dengan proses pembuatan tablet. Ketebalan tablet harus terkontrol sampai perbedaan 5% dari nilai standar. Pengontrolan ketebalan tablet diperlukan agar diterima oleh konsumen dan dapat mempermudah pengemasan.

d. Kekerasan (Lachman, 1994)

Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan tertentu agar tahan terhadap berbagai guncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan dan transportasi. Kekerasan tablet merupakan fungsi dari isi diedan gaya kompresi. Pada tenaga kompresi yang tetap, kekerasan tablet akan meningkat dengan menambah isi die. Jika tekanan ditambah, kekerasan akan meningkat sampai batasan tertentu. Jika tekanan melebihi batas tersebut akan terjadicappingataulaminating.

e. Keregasan/Friabilitas(Agoes, 2006)

Tablet yang baik memiliki keregasan kurang dari 1%. Keregasan tablet dinyatakan sebagai selisih bobot sebelum dan sesudah pengujian, dibagi dengan bobot mula-mula lalu dikali 100%.

f. Waktu hisap (Lachman, 1994)

Waktu hisap adalah waktu yang dibutuhkan oleh sediaan untuk melarut/terkikis perlahan-lahan di dalam mulut. Syarat waktu hisap untuk tablet hisap yaitu terkikis perlahan-lahan dalam jangka waktu 30 menit atau kurang.


(60)

41

2.7 Sistem Imunitas Tubuh

Sistem imun tubuh merupakan gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap berbagai penyakit terutama infeksi (Baratawidjaja, 2004).

Infeksi yang terjadi pada orang normal umumnya singkat dan jarang meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia memiliki suatu sistem yang disebut sistem imun yang memberikan respons dan melindungi tubuh terhadap unsur-unsur patogen tersebut. Respons imun sangat bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali molekul asing (antigen) yang terdapat pada patogen potensial dan kemudian membangkitkan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan sumber antigen bersangkutan. Sistem imun dapat membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuh sendiri (self). Pada beberapa keadaan patologik, sistem imun tidak dapat membedakan self dari non-self sehingga sel-sel dalam sistem imun membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya sendiri. Zat anti itu disebut antibodi (Kresno, 2001).


(61)

2.7.1 CD4 (Cluster of Differentiation4)

CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD4 pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 31%-60%. Pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol).

Di sekitar kita banyak sekali infeksi yang beredar, entah itu berada dalam udara, makanan ataupun minuman. Namun manusia tidak setiap saat menjadi sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi dengan baik untuk melawan infeksi ini. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang patogen akan dengan mudah masuk ke tubuh kita dan menimbulkan penyakit pada tubuh manusia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah CD4 antara lain meliputi perbedaan analisis, perbedaan musim, beberapa penyakit bersamaan, dan penggunaan kortikosteroid. Di samping itu, terdapat pula beberapa faktor yang dilaporkan memberikan sedikit pengaruh terhadap jumlah nilai CD4 yaitu gender, usia pada orang dewasa, faktor risiko, stres psikologis, stres fisik, dan kehamilan (Anonim, 2010; Hopkins, 2006; Runggu, 2010).


(62)

43

2.7.2 Imunomodulator

Imunomodulator berasal dari kata “imuno” yang berarti kekebalan dan “modulator” yang berarti pembawa. Imunomodulator adalah suatu agen atau zat yang dapat mempengaruhi atau menjaga sistem pertahanan tubuh. Imunomodulator merupakan obat yang bekerja dengan cara melakukan modulasi pada sistem imun. Pada individu dengan defisiensi sistem imun, imunomodulator bekerja dengan cara merangsang (imunostimulan), sedangkan pada individu dengan reaksi imun berlebih maka imunomodulator bekerja dengan cara menekan atau menormalkan (imunosupresan). Imunomodulator bekerja mengoptimalkan pertahanan tubuh maka secara tidak langsung telah mengatasi atau mengurangi berbagai keadaan patologis atau gangguan kesehatan lainnya akibat tidak optimalnya sistem pertahanan tubuh, diantaranya penyakit infeksi, alergi, kanker, neoplasma jinak ataupun ganas (kanker) (Sunaryo dkk., 2007). Obat golongan imunomodulator bekerja dengan 3 cara, yaitu melalui : a. Imunorestorasi

Imunorestorasi ialah suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun.

b. Imunostimulasi

Imunostimulasi yang juga disebut imunopotensiasi adalah cara memperbaiki sistem imun dengan menggunakan bahan yang merangsang sistem tersebut.


(63)

c. Imunosupresan

Imunosupresan merupakan tindakan untuk memperbaiki fungsi sistem pertahanan tubuh dengan cara menekan respon imun (Anonim, 2004).

2.7.3 Kontrol Pembanding

Imboost® merupakan merk dagang dari imunomodulator dengan bahan aktif yaitu Echinacea. Imboost® mengandung Echinacea purpurea

250 mg, Zn picolinate 10 mg, dan ekstrak Black eldelberry 400 mg yang dikemas dalam bentuk sediaan kaplet. Imboost® diindikasikan untuk membantu memperbaiki daya tahan tubuh dan membantu meredakan gejala selesma (Anonim, 2010).Echinaceaadalah tumbuhan pertama yang dibuktikan secara ilmiah khasiat stimulasinya terhadap sistem imun (Tjay Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2002). Echinaceabiasa digunakan secara tradisional sebagai obat herbal yang dipercaya memiliki efek imunostimulan (Rininger, 2000). Selain itu, Echinacea merupakan suatu imunomodulator yang dapat merangsang dan menyeimbangkan sistem imunologi tubuh dalam mengatasi proses peradangan atau infeksi (Katzung, 2004).

Konstituen kimia dari Echinacea meliputi flavonoid, konstituen larut lemak (misalnya alkamide, polyancetylene), polisakarida larut air, dan konjugatcaffeoylyang larut air (misalnya echinacoside,chicoric acid,

caffeic acid). Namun, konstituen yang paling sering disebut mempunyai khasiat memodulasi sistem imun yaitu chicoric acid, alkamide, dan polisakarida (Katzung, 2004).


(64)

45

BAB III

KERANGKA KONSEP

Pembuatan Ekstrak Kental Pembuatan

Serbuk

Evaluasi Tablet

1. Daun sirih dan kapur sirih dipergunakan sejak lama oleh masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional.

2. Pengembangan bentuk sediaan daun sirih dan kapur sirih yang lebih praktis yaitu dalam bentuk tablet hisap.

Membuat tablet hisap ekstrak etanol sirih dan kapur sirih dengan berbagai variasi konsentrasi bahan pengikat dari avicel

Diperoleh konsentrasi optimal avicel yang sesuai dengan persyaratan fisik tablet menurut

Farmakope Indonesia

Pembuatan Ekstrak Kering Penapisan

Fitokimia Determinasi

Tanaman

Formula Tablet Hisap

Mixing

Pembuatan Tablet Hisap dengan Kempa Langsung

Evaluasi Massa Tablet

Uji CD4

T Test Uji Kesukaan

(Hedonic Test)


(65)

46

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam Farmasi UIN Jakarta, Balitro Bogor, Laboratorium Teknologi Sediaan Padat Farmasi UIN Jakarta, Laboratorium Farmasi Angkatan Laut Jakarta, Laboratorium Makmal Terpadu Fakultas Kedokteran UI Salemba. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Maret 2011.

4.2 Alat dan Bahan Penelitian

4.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah blender, neraca analitik, beaker glass, batang pengaduk, kapas steril, rotary evaporator, refrigerator, cawan porselen, spatel, krustang, desikator, oven, moisture content balance,

furnace, alat pencetak tablet, gelas ukur, sieving analyzer, stop watch, corong, statif, jangka sorong, hardness tester, friabilator, tube, vortex,

micropipettor, sysmex pouch 100i, FACSCalibur.

4.2.2 Bahan Penelitian

Simplisia

Simplisia yang digunakan adalah daun sirih (Piper betle L.).

Bahan kimia dan pereaksi


(66)

47

Bahan untuk penapisan fitokimia adalah ammonia (10%, 25%), kloroform, HCL (1%, 1:10), pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer, aquadest, lempeng magnesium, HCL pekat, butanol, larutan besi (III) klorida (FeCl3)

1%, pereaksi Stiasny, NaOH 1 N, eter, asam asetat anhidrat, H2SO4pekat,

pereaksi Libermann-Burchard, petroleum eter.

Bahan untuk pembuatan tablet hisap

Ekstrak kering daun sirih, kapur sirih (CaCO3), sukrosa, manitol, avicel,

laktosa, mg stearat, talk, vanilla.

Bahan untuk uji CD4

Reagen BD Tritest CD4, BD FACSlysing solution.

4.3 Prosedur Penelitian

4.3.1 Pemeriksaan Simplisia (Determinasi)

Simplisia yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih (Piper betle L.) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat Aromatik (BALITRO), Bogor. Sebelum dilakukan penelitian terhadap tumbuhan, terlebih dahulu dilakukan determinasi untuk mengidentifikasi jenis dan memastikan kebenaran simplisia. Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Puslit Biologi Bidang Botani LIPI Cibinong.

4.3.2 Pembuatan Serbuk Simplisia Daun Sirih

Daun sirih segar dibersihkan dari kotoran yang melekat. Daun sirih tersebut dicuci dengan air mangalir dan terakhir dibilas. Setelah itu daun sirih dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Daun yang telah kering


(67)

dihaluskan dengan blender dan disaring dengan ayakan sehingga diperoleh simplisia dalam bentuk serbuk.

4.3.3 Penapisan Fitokimia

Serbuk diperiksa secara organoleptis dan dilakukan uji penapisan fitokimia. Uji penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon, steroid dan triterpenoid, minyak atsiri dan kumarin.

Prosedur masing-masing pengujian adalah sebagai berikut : a. Identifikasi golongan alkaloid

Sebanyak 2 gram serbuk ditambahkan dengan 5 ml ammonia 25%, digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml etil asetat dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring. Filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), sebagian dari larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan ditetesi dengan pereaksi Dragendorff. Jika terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid dalam sampel. Larutan B dibagi dalam dua tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer. Jika terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid.


(68)

49

b. Identifikasi golongan flavonoid

Sebanyak 1 gram serbuk ditambahkan 50 ml air panas, dididihkan selama 5 menit, disaring dengan kertas saring, diperoleh filtrat yang akan digunakan sebagai larutan percobaan. Ke dalam 5 ml larutan percobaan (dalam tabung reaksi) ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium secukupnya dan 1 ml HCl pekat, serta 5 ml butanol, dikocok dengan kuat lalu dibiarkan hingga memisah. Jika terbentuk warna pada lapisan butanol (lapisan atas) maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid.

c. Identifikasi golongan saponin

Sebanyak 10 ml larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan b (identifikasi golongan flavonoid), dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit. Jika dalam tabung reaksi terbentuk busa yang stabil dan jika ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan saponin.

d. Identifikasi golongan tanin

Sebanyak 2 gram serbuk ditambahkan 100 ml air, dididihkan selama 15 menit lalu didinginkan dan disaring dengan kertas saring, filtrat yang diperoleh dibagi menjadi dua bagian. Ke dalam filtrat pertama ditambahkan 10 ml larutan FeCl3 1%, jika terbentuk warna

biru tua atau hijau kehitaman maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan tanin.


(69)

Ke dalam filtrat yang kedua ditambahkan 15 ml pereaksi Stiasny (formaldehid 30% : HCl pekat = 2 : 1), lalu dipanaskan di atas penangas air sambil digoyang-goyangkan. Jika terbentuk endapan warna merah muda menunjukkan adanya tanin katekuat. Selanjutnya endapan disaring, filtrat dijenuhkan dengan serbuk natrium asetat, ditambahkan beberapa tetes larutan FeCl3 1%, jika terbentuk warna

biru tinta maka menunjukkan adanya tanin galat. e. Identifikasi golongan kuinon

Diambil 5 ml larutan percobaan dari percobaan b (identifikasi golongan flavonoid), lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N. Jika terbentuk warna merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon. f. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid

Sebanyak 1 gram serbuk ditambahkan dengan 20 ml eter, dibiarkan selama 2 jam dalam wadah dengan penutup rapat lalu disaring dan diambil filtratnya. 5 ml dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu/sisa. Ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Libermann-Burchard). Jika terbentuk warna hijau atau merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan steroid dan triterpenoid dalam simplisia tersebut.


(70)

51

g. Identifikasi golongan minyak atsiri

Sebanyak 2 gram serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), ditambahkan 10 ml pelarut petroleum eter dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air dan didinginkan lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Residu dilarutkan dengan pelarut alkohol sebanyak 5 ml lalu disaring dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan dalam cawan penguap, jika residu berbau aromatik/menyenangkan maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri.

h. Identifikasi golongan kumarin

Sebanyak 2 gram serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), ditambahkan 10 ml pelarut kloroform dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air dan didinginkan lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Residu ditambahkan air panas sebanyak 10 ml lalu didinginkan. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 0,5 ml larutan ammonia (NH4OH) 10%. Lalu diamati di bawah sinar

lampu ultraviolet pada panjang gelombang 365 nm. Jika terjadi fluoresensi warna biru atau hijau maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan kumarin.


(71)

4.3.4 Pembuatan Ekstrak Kental

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi. Serbuk simplisia dari daun sirih dimaserasi dengan pelarut etanol 70% dan dilakukan pengocokan sesekali, kemudian diendapkan selama 48 jam, lalu disaring, sehingga diperoleh filtrat ke-1 dan ampas. Kemudian ampas dilarutkan kembali dengan pelarut etanol 70%, dilakukan pengocokan sesekali kemudian didiamkan selama 48 jam dan disaring, diperoleh filtrat ke-2 dan ampas. Perlakuan tersebut dilakukan hingga filtrat berwarna bening/jernih. Lalu semua filtrat digabung, dan diuapkan atau dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40-50°C hingga diperoleh ekstrak kental. Dihitung hasil rendemen ekstrak (hasil perolehan kembali) dengan rumus :

Bobot ekstrak yang didapat

% Rendemen = x 100%

Bobot serbuk simplisia yang diekstraksi

4.3.5 Karakterisasi Ekstrak

a. Parameter Spesifik

1. Identitas

Memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas dengan cara melihat kandungan dari ekstrak yang dibuat (Anonim, 2000).

2. Organoleptik

Mengamati bentuk, warna, bau dan rasa dari ekstrak yang dibuat (Anonim, 2000).


(72)

53

b. Parameter Non Spesifik

1. Susut pengeringan

Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 gram sampai 2 gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. kemudian dimasukkan ke dalam oven, dibuka tutupnya, dikeringkan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. Timbang kembali bobot setelah pengeringan (Anonim, 2000; Anonim, 1994).

% Susut pengeringan = Berat awal-Berat akhir x 100% Berat awal

2. Kadar lembab

Ditimbang 1 gram ekstrak pada alumunium foil yang telah ditara. Kemudian dimasukkan ke dalam alat moisture balance. Alat dihidupkan. Kemudian kadar lembab yang terukur dicatat (Anonim, 2000; Anonim, 1994).


(73)

3. Kadar abu

Kurang lebih 2 gram sampai 3 gram ekstrak ditimbang dan dimasukkan ke dalam krus yang telah dipijarkan dan ditara. Kemudian dimasukkan ke dalam furnace dan dipijarkan hingga bobot tetap. Sampel diangkat, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas lalu saring dengan kertas saring bebas abu. Pijarkan residu dan kertas dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Anonim, 2000; Anonim, 1994).

% Kadar abu = 1–A–B x 100% C

Dimana : A = Berat ekstrak + wadah awal (gram) B = Berat ekstrak + wadah akhir (gram) C = Berat ekstrak (gram)

4.3.6 Pembuatan Ekstrak Kering

Ekstrak kental yang diperoleh ditambahkan dengan avicel pH 102 dengan perbandingan terhadap ekstrak 1,72 : 1. Setelah kering kemudian ekstrak tersebut digerus dalam lumpang hingga diperoleh serbuk kering ekstrak.


(74)

55

4.4 Formulasi Tablet Hisap

a. Formula Tablet Hisap

Tabel 4.Formula Tablet Hisap

Catatan : Dosis zat aktif terbagi dalam 3 dosis b. Pembuatan Tablet

Langkah awal yang dilakukan dalam pembuatan tablet yaitu menimbang seluruh bahan yang akan digunakan. Massa tablet untuk masing-masing formula dibuat sebanyak 400 gram untuk mendapatkan 100 buah tablet (@ 4 gram). Ekstrak kering daun sirih dan kapur sirih dicampur pengisi dan pengikat. Kemudian campuran serbuk diaduk hingga homogen. Setelah itu, ditambahkan aroma vanilla. Selanjutnya langkah yang terakhir yaitu dengan menambahkan pelincir, lalu diaduk hingga homogen. Sebelum dicetak, alat cetak tablet diset terlebih

Bahan Formula (gr)

A B C

Ekstrak kental daun sirih 0,184 0,184 0,184

Avicel 0,317 0,317 0,317

Kapur sirih 0,08 0,08 0,08

Sukrosa 0,8 0,8 0,8

Manitol 1,2 1,2 1,2

Avicel 0,4 0,6 0,8

Laktosa 0,839 0,639 0,439

Mg stearat 0,04 0,04 0,04

Talk 0,04 0,04 0,04

Vanilla 0,1 0,1 0,1


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Formulasi Tablet Hisap Nanopartikel Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz &amp; Pav.) Secara Granulasi Basah

3 53 89

Formulasi Tablet Hisap Nanopartikel Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz &amp; Pav.) Secara Granulasi Basah

9 71 88

PENGARUH KADAR PVP K-30 TERHADAP MUTU FISIK TABLET HISAP EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.) dengan BASIS MANITOL

1 7 23

Formulasi tablet hisap ekstrak etanol gambir (uncaria gambir roxb) dengan variasi konsentrasi polyvinyil pyrrolidone (PVP) sebagai peningkat dan pengaruhya terhadap kadar CD4 dalam darah

7 34 113

Uji Efek ekstra etanol daun sirih (piper betle L) terhadap penurunan kadar asam urat darah pada tikus putih jantan yang diinduksi kafeina

8 113 84

Formulasi Tablet Hisap Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle L.) Menggunakan Metode Kempa Langsung Dengan Variasi HidroxypropilI Cellulose (HPC-SSL-SFP) Sebagai Pengikat

7 37 109

PENGARUH VARIASI KADAR GELATIN SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT FISIK TABLET HISAP EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.).

0 1 19

PENGARUH VARIASI KADAR AMILUM MANIHOT SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT FISIK TABLET HISAP EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.).

0 0 19

PENGARUH VARIASI KADAR POLIVINIL PIROLIDON (PVP) SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT FISIK PENGARUH VARIASI KADAR POLIVINIL PIROLIDON (PVP) SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT FISIK TABLET HISAP EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.).

0 0 15

PENDAHULUAN PENGARUH VARIASI KADAR POLIVINIL PIROLIDON (PVP) SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT FISIK TABLET HISAP EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.).

0 0 18