Skrining aktivitas sitotoksik ekstrak etanolik daun sirih (piper betle l.) terhadap sel kanker kolon widr.

(1)

INTISARI

Tanaman sirih telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan sel kanker. Uji aktivitas senyawa yang terkandung pada daun sirih sebagai antikanker telah banyak dilakukan, tetapi belum ada penelitian mengenai aktivitas antikanker daun sirih pada sel kanker kolon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antikanker dari ekstrak etanol daun sirih (Piper betle L.) terhadap sel kanker kolon WiDr dan melihat potensinya dalam menghambat protein siklooksigenase pada kanker kolon.

Efek antikanker dari ekstrak etanol daun sirih diketahui dengan metode 3-[4,5-dimetiltiazol-2-il]-2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT) pada kanker kolon WiDr dan dihitung nilai IC50. Uji induksi apoptosis dilakukan dengan metode

double staining menggunakan etidium bromida-akridin oranye. Selanjutnya, mekanisme molekuler antikanker ekstrak etanol daun sirih diketahui dengan uji ekspresi siklooksigenase menggunakan metode imunositokimia.

Ekstrak etanol daun sirih mempunyai aktivitas sitotoksik dan menginduksi apoptosis dengan nilai IC50 794,23 µg/mL yang dihitung menggunakan regresi

linear Microsoft Excel 2007. Hasil Imunositokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirih menekan ekspresi protein siklooksigenase.


(2)

Abstract

Piper betle plant has been proven to inhibit the growth of cancer cells. Activity test of the compounds contained in Piper betle leaf as anticancer has been done a lot, but there has not been research about the anticancer activity of Piper betle leaf extract in colon cancer cells. This study aims to determine the anticancer activity of the ethanol extract of Piper betle against WiDr colon cancer cells and to see the potential in inhibiting cyclooxygenase protein in colon cancer.

Anticancer effects of Piper betle leaf etanol extract was known by the method of 3-[4,5-dimetiltiazol-2-yl]-2.5 diphenyl tetrazolium bromide (MTT) on WiDr colon cancer and IC50 value was calculated. Apoptosis induction test was

conducted using a double staining method with ethidium bromide-acridine orange. Furthermore, the molecular mechanism of anticancer Piper betle leaf etanol extract was known with the expression test of cyclooxygenase using immunocytochemistry method.

Piper betle leaf extract has cytotoxic activity and induces apoptosis with IC50 value is 794.23 mg / mL, calculated using linear regression Microsoft Excel

2007. The result of immunocytochemistry shows that the ethanol extract of Piper betle leaf suppresses expression of cyclooxygenase protein.


(3)

SKRINING AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOLIK DAUN SIRIH (Piper betle L.) TERHADAP SEL KANKER KOLON WiDr

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Disusun Oleh : Gigih Prayoga NIM : 118114020

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

SKRINING AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOLIK DAUN SIRIH (Piper betle L.) TERHADAP SEL KANKER KOLON WiDr

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Disusun Oleh : Gigih Prayoga NIM : 118114020

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Filipi 4 : 6-7

“J anganlah hendaknya kamu kuat ir t ent ang apapun j uga, t et api nyat akanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah

dalam doa dan permohonan dengan ucap syukur. Damai sej aht era Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hat i dan pikiranmu dalam Krist us Yesus.”

T rust in t he Lord and Do Good

Holy Spirit O ur Guide and Comforter

Kupe rse m b a hka n Ka rya ku untuk : Alla h Ba pa Di Surg a My Da d Dwi Sulistyo Uto m o , Mo m Trisna ni, Lil siste r Ka rtika

Sa ha b a t Alm a m a te rku


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Syukur bagi Allah Tritunggal karena atas kasih, berkat dan kemurahan-Nya, Penulis dapat menyelesakan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) program studi Farmasi.

Penulis telah banyak menerima dukungan selama proses perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi. Oleh karena itu, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc, Apt. selaku Dosen Pembimbing, Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Penguji Skripsi ini serta selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi, atas bimbingan, pengarahan, bantuan, dukungan, kesabaran, serta masukan kepada penulis dalam penyusunan dan pelaksanaan skripsi juga ijin yang diberikan sehingga penulis dapat menggunakan sarana dan prasarana untuk kepentingan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada Penulis.

4. Damiana Sapta Candrasari, M.Sc. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada Penulis.

5. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengajar, membantu dan membimbing penulis selama perkuliahan.


(11)

viii

6. Prof. dr. Supargiyono, Ibu Rumbi, Ibu Juju selaku Supervisor dan Teknisi Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Umum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang telah membimbing dan membantu selama pelaksanaan penelitian penulis dengan sabar.

7. Bagian Instalasi Patologi Anatomi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah membantu dalam penelitian ini.

8. Keluarga terkasih, Papa Dwi Sulistyo Utomo, Mama Trisnani, dan adekku Kartika Cahaya Jati atas segala doa, kepercayaan, semangat, bantuan, dan kasih sayang yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan studi tepat waktu dan membanggakan keluarga.

9. Sahabat dari Tim Skripsi Cancer Buster Handika Immanuel, Tjok Gede Perdana Wiguna, dan Mery Tri Utami atas kerjasama, persahabatan, bantuan dan kebersamaan selama proses penyusunan skripsi.

10.Isna, Tiara, Ibunya Tiara, Gabriella, Kak Eva yang telah mendukung skripsi ini.

11.Teman-teman angkatan 2011 terkhusus Kelas FSM A 2011 dan FST A 2011 atas keceriaan, kebersamaan, dan perjuangan yang tidak akan terlupakan.

12.Teman-teman Gereja Kerasulan Baru Distrik Yogyakarta atas semangat, motivasi, dan dukungannya yang membahagiakan.

13.Istiyanti Hapsari, Adhi Priyo Pamungkas, dan Rita Andayani yang merupakan sahabat dari SMP atas dukungan, motivasi, dan semangat yang luar biasa.


(12)

ix

14.Galih, Yosua, dan mas Yudha sebagai sahabat di kontrakan yang telah memberikan dorongan, semangat, dan penghiburan yang luar biasa.

15.Rekan, kerabat, dan sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan, dukungan, dan semangat yang indah.

Penulis menyadari bahwa didalam skripsi ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari seluruh pihak. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 15 Juni 2015 Penulis


(13)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan masalah ... 3

C. Keaslian penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA ... 6

A. Karsinogenesis ... 6


(14)

xi

C. Sel Kanker Kolon WiDr ... 9

D. Apoptosis dan Nekrosis ... 10

E. Siklooksigenase 2 (COX-2) ... 13

F. Tanaman Sirih Hijau ... 14

1. Deskripsi tanaman ... 14

2. Klasifikasi tanaman ... 15

3. Kandungan fitokimia ... 16

G. Uji sitotoksik dengan metode MTT ... 16

H. Uji Apoptosis dengan Metode Double Staining ... 18

I. Uji Imunositokimia ... 19

J. Landasan Teori ... 20

K. Hipotesis ... 21

BAB III. METODE PENELITIAN ... 22

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 22

1. Variabel utama ... 22

2. Variabel pengacau ... 22

3. Definisi operasional ... 23

C. Bahan Penelitian ... 24

D. Alat Penelitian... 24

E. Tata Cara Penelitian... 25

1. Determinasi tanaman sirih. ... 25

2. Pembuatan Simplisia ... 25


(15)

xii

4. Uji Sitotoksik ekstraksi daun sirih dengan metode MTT. ... 26

5. Uji Apoptosis dengan metode Double Staining ... 28

6. Pengamatan Ekspresi COX-2 dengan metode imunositokimia ... 29

F. Tata Cara Analisis Hasil... 31

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Determinasi Tanaman dan Penyiapan Ekstrak ... 34

B. Uji Sitotoksik Ekstrak Etanolik Daun Sirih Terhadap Sel Kanker WiDr………… ... 35

C. Uji Apoptosis Ekstrak Etanolik Daun Sirih denngan Metode Double Staining ... 40

D. Uji Penekanan Ekspresi COX-2 Sirih Hujau dengan Metode Imunositokimia ... 43

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Distribusi Sel WiDr pada uji apoptosis dengan metode double staining ... 42 Tabel II. Jumlah rata-rata sel sel yang mengekspresikan COX-2 tiap

perlakuan……… ... 45 Tabel III. Hasil uji statistic t-test berpasangan ekspresi COX-2 antara

ekstrak etanolik daun sirih hijau dan control sel pada uji imunositokimia ……… ... 46


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan karsinogenesis ... 8

Gambar 2. Perbedaan apoptosis dan nekrosis ... 13

Gambar 3. Tanaman sirih ... 14

Gambar 4. Reaksi MTT menjadi formazan ... 17

Gambar 5. Kurva hubungan viabilitas sel dengan konsentrasi ekstrak etanolik daun sirih ... 36

Gambar 6. Efek sittotoksik ekstra daun sirih ... 38

Gambar 7. Hasil uji double staining ekstrak daun sirih ... 42


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Viabilitas sel kanker kolon WiDr dengan perlakuan ekstrak

Etanolik daun sirih ... 57

Lampiran 2. Dokumentasi uji sitotoksik dengan metode MTT ... 58

Lampiran 3. Dokumentasi uji double staining ... 59

Lampiran 4. Dokumentasi uji imunositokimia ... 60

Lampiran 5. Hasil analisis statistik uji double staining dan imunositokimia dengan Program Microsoft Excel 2007 ... 62


(19)

xvi INTISARI

Tanaman sirih telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan sel kanker. Uji aktivitas senyawa yang terkandung pada daun sirih sebagai antikanker telah banyak dilakukan, tetapi belum ada penelitian mengenai aktivitas antikanker daun sirih pada sel kanker kolon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antikanker dari ekstrak etanol daun sirih (Piper betle L.) terhadap sel kanker kolon WiDr dan melihat potensinya dalam menghambat protein siklooksigenase pada kanker kolon.

Efek antikanker dari ekstrak etanol daun sirih diketahui dengan metode 3-[4,5-dimetiltiazol-2-il]-2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT) pada kanker kolon WiDr dan dihitung nilai IC50. Uji induksi apoptosis dilakukan dengan metode

double staining menggunakan etidium bromida-akridin oranye. Selanjutnya, mekanisme molekuler antikanker ekstrak etanol daun sirih diketahui dengan uji ekspresi siklooksigenase menggunakan metode imunositokimia.

Ekstrak etanol daun sirih mempunyai aktivitas sitotoksik dan menginduksi apoptosis dengan nilai IC50 794,23 µg/mL yang dihitung menggunakan regresi

linear Microsoft Excel 2007. Hasil Imunositokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirih menekan ekspresi protein siklooksigenase.


(20)

xvii Abstract

Piper betle plant has been proven to inhibit the growth of cancer cells. Activity test of the compounds contained in Piper betle leaf as anticancer has been done a lot, but there has not been research about the anticancer activity of Piper betle leaf extract in colon cancer cells. This study aims to determine the anticancer activity of the ethanol extract of Piper betle against WiDr colon cancer cells and to see the potential in inhibiting cyclooxygenase protein in colon cancer.

Anticancer effects of Piper betle leaf etanol extract was known by the method of 3-[4,5-dimetiltiazol-2-yl]-2.5 diphenyl tetrazolium bromide (MTT) on WiDr colon cancer and IC50 value was calculated. Apoptosis induction test was

conducted using a double staining method with ethidium bromide-acridine orange. Furthermore, the molecular mechanism of anticancer Piper betle leaf etanol extract was known with the expression test of cyclooxygenase using immunocytochemistry method.

Piper betle leaf extract has cytotoxic activity and induces apoptosis with IC50 value is 794.23 mg / mL, calculated using linear regression Microsoft Excel

2007. The result of immunocytochemistry shows that the ethanol extract of Piper betle leaf suppresses expression of cyclooxygenase protein.


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Data statistik WHO (2012) menyebutkan bahwa 8,2 juta kematian di dunia diakibatkan oleh penyakit kanker. Kasus kanker kolon menempati urutan ketiga sebagai jenis kanker yang paling sering diderita. Terdapat lebih dari 1,3 juta kasus kanker kolon dengan 694.000 kematian pada tahun 2012. Kasus kanker kolon terjadi pada pria sebanyak 746.000 kasus (10,0% dari total kasus kanker kolon) dan pada wanita sebanyak 614.000 kasus (9,2% dari total kasus kanker kolon) di dunia. Angka insidensi kanker kolon terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk baik di negara berkembang maupun negara maju.

Penatalaksanaan kanker dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat jaringan kanker terlokalisasi (pembedahan). Pembedahan harus diikuti dengan kemoterapi atau penyinaran dengan sinar radio aktif sebagai upaya membunuh sel kanker untuk mengatasi kemungkinan metastasis, namun pada sel kanker darah dan pada sel kanker yang telah bermetastasis tindakan pembedahan tersebut tidak dapat dilakukan (King, 2000). Target dari obat-obat kemoterapi yang telah dikembangkan diarahkan pada pemicuan apoptosis (Lowe dan Lin, 2000).

Non steoridal anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat menghambat metabolit asam arakidonat yang menyebabkan penurunan risiko kanker kolon (Fournier, 2000). Celecoxib adalah obat non steoridal anti-inflammatory drugs (NSAID). Celecoxib digunakan untuk mengobati rasa sakit atau peradangan


(22)

seperti, arthritis, ankylosing spondylitis, dan nyeri haid. Celecoxib juga digunakan dalam pengobatan polip di usus besar. Celecoxib memiliki mekanisme kerja menghambat sintesis prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenase-2 (COX-2). Celecoxib memiliki efek samping seperti, pharingtis, sinusitis, rinitis, insomnia, aggravated hypertension, hypertension, angina pectoris, coronary artery disorder, myocardial infarction, heart failure, palpitations, arrhythmia, kardiotoksisitas, dan menyebabkan resistensi obat sehingga penggunaanya untuk terapi kanker menjadi terbatas (Pfizer, 2014).

Cyclooxygenase-2 (COX-2) merupakan salah satu target molekuler spesifik pada kanker kolon WiDr. Sel kanker kolon WiDr mengekspresikan COX-2 yang tinggi. Penelitian Brown dan Dubois (2005), membuktikan adanya peningkatan ekspresi COX-2 pada 85% pasien kanker kolorektal dan pada 50% pasien adenoma kolorektal. Cyclooxygenase-2 (COX-2) bertanggung jawab terhadap perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin E2. Prostaglandin E2 dapat menghambat apoptosis pada sel kanker kolon WiDr. Ekspresi COX-2 disebabkan oleh faktor-faktor pertumbuhan seperti epidermal growth factor (EGF) atau faktor α pertumbuhan tumor dalam sistem sel (Palozza, 2005).

Salah satu bahan alam yang potensial dikembangkan sebagai agen kemoterapi adalah sirih (Piper betle L.). Sirih merupakan salah satu tanaman obat yang banyak digunakan di Asia Tenggara (Moeljanto dan Mulyono, 2003). Berdasarkan hasil uji fitokimia, ekstrak etanol daun sirih mengandung senyawa tanin, antrakuinon, flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin (Kumari dan Rao, 2014). Sirih berpotensi memiliki aktivitas sitotoksik karena mengandung senyawa


(23)

flavonoid, antrakuinon, dan alkaloid yang dikenal memiliki aktivitas antikanker (Hasballah, 2005; Jusril, dkk., 2003; Astuti, dkk., 2005). Ekstrak etanol daun sirih mempunyai efek antikanker dengan nilai IC50 sebesar 24,37 µg/mL terhadap sel

kanker kolon HT-29 (Kangralkan dan Kulkarni, 2013).

Penelitian daun sirih sebagai antikanker kolon WiDr belum pernah dilakukan sehingga perlu dilakukan skrining awal kemampuan sitotoksik dari daun sirih hijau pada sel kanker kolon WiDr (model sel kanker yang mengekspresikan COX-2 tinggi). Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi dengan menggunakan pelarut etanol yang bersifat polar untuk mendapatkan senyawa flavonoid dalam ekstrak etanol daun sirih. Pengujian sitotoksisitas ekstrak etanol daun sirih pada kultur sel WiDr menggunakan metode MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida]. Untuk mengetahui jalur kematian sel secara apoptosis atau nekrosis, dilakukan uji apoptosis menggunakan metode double staining. Setelah itu, dilakukan uji imunositotokimia yang digunakan untuk mendeteksi ekspresi protein COX-2 pada sel kanker WiDr.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etanol daun sirih mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker kolon WiDr dan berapa nilai IC50 ekstrak etanol daun sirih terhadap sel


(24)

2. Apakah ekstrak etanol daun sirih menginduksi apoptosis sel kanker kolon WiDr?

3. Apakah aktivitas antikanker ekstrak etanol daun sirih diperantarai oleh penghambatan ekspresi COX-2?

C.Keaslian Penelitian

Penelitian terkait daun sirih hijau yang dilakukan oleh Paranjpe, dkk., (2013) melaporkan bahwa ekstrak metanol daun sirih memiliki potensi sebagai antikanker prostat. Penelitian yang dilakukan oleh Widowati, dkk. (2013) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun sirih dapat digunakan sebagai anti kanker serviks. Ekstrak etanol daun sirih memiliki aktivitas antikanker dengan menghambat proliferasi sel. Pada penelitian tersebut menjelaskan bahwa ekstrak daun sirih memicu terjadinya apoptosis.

Arya Srisadono meneliti tentang skrining awal ekstrak etanol daun sirih sebagai antikanker dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BLT). Pemberian ekstrak etanol daun sirih bersifat sitotoksik terhadap larva Artemia salina Leach yang ditunjukkan dengan harga LC50 < 1000 µg/mL, sehingga membuktikan

adanya aktivitas antikanker dari ekstrak etanol daun sirih menurut metode BLT. Sejauh pengamatan peneliti, penelitian tentang efek sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih terhadap sel kanker kolon WiDr belum pernah dilakukan.


(25)

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang berguna mengenai efek sitotoksik ekstrak etanol daun sirih pada sel WiDr untuk penunjang dalam penelitian penemuan obat kanker kedepannya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat dan peneliti tentang potensi daun sirih sebagai alternatif bahan obat anti kanker kolon.

E.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi sitotoksik serta mekanisme molekuler ekstrak daun sirih terhadap sel kanker kolon WiDr dan dijadikan dasar ilmiah untuk mengkaji lebih jauh tentang mekanisme anti kanker daun sirih.


(26)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karsinogenesis

Karsinogenesis merupakan serangkaian proses berkembangnya kanker melalui mekanisme multi tahap yang menunjukkan perubahan genetik dan menyebabkan transformasi progresif sel normal menjadi malignan (ganas) (Hanahan dan Weinberg, 2000). Karsinogenesis melibatkan inisiasi, promosi, progresi, dan metastasis. Inisiasi merupakan perubahan spesifik pada DNA sel target yang menyebabkan proliferasi abnormal sebuah sel. Sel yang mengalami inisiasi dapat kembali ke tingkat normal secara spontan, tetapi pada tingkat lebih lanjut dapat menjadi ganas. Promosi merupakan tingkat lanjutan dari tahap inisiasi. Sel-sel mengalami pertumbuhan yang cepat dan berubah menjadi tumor jinak. Tahap promosi berlangsung lama, bisa lebih dari sepuluh tahun. Tahap progresi menghasilkan klon baru sel-sel tumor yang memiliki aktivitas proliferasi, bersifat invasif, dan potensi metastatiknya meningkat. Metastasis melibatkan beberapa tahap yang berbeda, termasuk memisahnya sel kanker dari tumor primer, masuk ke dalam sirkulasi dan melekat pada permukaan jaringan baru (David dan Shivdasani, 2001). Sel kanker mampu menyerang jaringan lain, merusak jaringan tersebut dan tumbuh subur diatas jaringan lain (metastasis). Semakin besar jangkauan metastasis tumor, kanker semakin sulit untuk disembuhkan. Kanker pada stadium metastasis merupakan penyebab 90% kematian penderita kanker (Hanahan dan Weinberg, 2000).


(27)

Kanker memiliki kemampuan berproliferasi akibat pengaktifan onkogen dengan bantuan promotor walaupun promotor tidak bersifat tumorigenik (Kumar, dkk., 2007). Sel kanker dapat memproduksi faktor pertumbuhan sendiri sehingga tidak bergantung pada rangsangan sinyal pertumbuhan dari luar untuk melakukan proliferasi (Hanahan dan Weinberg, 2000). Kerusakan atau kesalahan rantai DNA sebagian besar dapat diidentifikasi dan diperbaiki oleh enzim pengoreksi (proof reading). Enzim pengoreksi memberikan sinyal kepada siklus sel untuk menghentikan perbaikan sel, jika kesalahan tidak dapat diperbaiki, sel secara normal akan menghancurkan diri sendiri (self-destruct) (David dan Shivdasani, 2001).

Sel kanker tidak mengenal program kematian sel yaitu apoptosis. Protein p53 mampu mencegah replikasi dari DNA yang rusak pada sel normal dan mendorong penghancuran sendiri dari sel yang mengandung DNA yang tidak normal. Peristiwa ini disebut apoptosis. Sel kanker akan terus hidup meski seharusnya mati (immortal). Mutasi gen p53 menyebabkan proliferasi sel yang tinggi (Hanahan dan Weinberg, 2000).

Sel kanker dapat menembus membran basal dan matriks ekstraselular kemudian menembus sirkulasi limfatik dan darah. Sel yang bermetastasis kemudian berinvasi melalui sistem sirkulasi dan akhirnya menemukan lokasi baru dan berproliferasi membentuk tumor sekunder. Sel kanker dapat membentuk pembuluh darah baru (neoangiogenesis) untuk mencukupi kebutuhan pangan dirinya sendiri, pembuluh darah baru ini dapat mengganggu kestabilan jaringan tempat sel kanker tumbuh (Hanahan dan Weinberg, 2000).


(28)

Gambar 1. Bagan karsinogenesis (Kumar, dkk., 2005).

B. Kanker kolon

Kanker kolon merupakan kanker yang terjadi di daerah kolon (usus besar) (Khomsan, 2009). Kanker kolon berawal dari polip adenomatus. Polip ini

Sel Normal Agen perusak DNA

Kerusakan DNA

Perbaikan DNA

Kegagalan perbaikan DNA Mutasi herediter di:

Gen-gen yang mempengaruhi perbaikan DNA - Gen-gen yang

mempengaruhi pertumbuhan sel atau apoptosis

Mutasi di genom sel somatik

Pengaktifan proto onkogen yang mendorong pertumbuhan

Inaktivasi gen penekan tumor

Perubahan di gen yang mengendalikan apoptosis

Proliferasi sel tak terkendali Penurunan Apoptosis

Ekspansi klonal Angiogenesis

Lolos dari imunitas

Mutasi tambahan

Progresi tumor

Neoplasma ganas Invasi dan matastasis


(29)

tumbuh dari epitelium yang mengalami displasia proliferatif (Price, 2003) yang disebabkan oleh mutasi gen adenomatus polyposis coli (APC) pada sel epitel tunggal (Allen, 1995). Aktivitas proliferasi sel yang berlebih pada sel yang termutasi menyebabkan sel bertansformasi menjadi sel kanker. Kanker kolon dapat bermetastasis melalui beberapa jalur yaitu invasi langsung dari mukosa ke peritoneum melalui pembuluh darah dan melalui pembuluh limfe (King, 2000).

Kanker kolon terjadi seperti karsinogenesis pada umumnya. Gen yang terlibat dalam karsinogenesis kanker kolon digolongkan menjadi 2 tipe. Tipe pertama yaitu gen penyandi (APC, DCC, dan K-ras) yang berperan dalam transduksi sinyal saat replikasi sel. Gen tipe kedua yaitu p53, hMSH2, hMLH1, hPMS1, dan hPMS2 yang merupakan tumor supressor gene, berperan dalam perbaikan DNA saat terjadi kesalahan dalam replikasi (Calvert and Frucht, 2002). Pada saat sintesis DNA, tumor supressor gene seperti hMSH2, hMLH1, hPMS1, dan hPMS2 memiliki peran penting dalam mekanisme proof reading sehingga akan menekan proses terjadinya mutasi. Protein p53 berfungsi dalam menghentikan siklus sel ketika terjadi kerusakan DNA sehingga mekanisme perbaikan DNA dapat berjalan optimal. Selain itu, jika perbaikan tidak berhasil diatasi, p53 akan memacu apoptosis (Zekri, dkk., 2005).

C. Sel Kanker Kolon WiDr

Kultur sel kanker kolon WiDr merupakan sel adenokarsinoma kolon dari manusia. Sel ini menghasilkan Carcino Embrionik Antigen (CEA), Colon Spesific Antigen (CSA), Transforming growth factor beta, keratin, epidermal growth


(30)

factor (EGF) receptor, dan p53 antigen expression (ATCC, 2014). Apoptosis pada sel WiDr dapat terjadi melalui jalur independen p53, di antaranya melalui aktivasi p73 (Levrero, dkk., 2000). Sel WiDr memiliki kromosom triploid serta memproduksi antigen karsinoembrionik dan memerlukan rentang waktu sekitar 15 jam untuk dapat menyelesaikan 1 daur sel. Salah satu karakteristik dari sel WiDr ini adalah ekspresi sikolooksigenase-2 (COX-2) yang tinggi yang memacu proliferasi sel WiDr (Palozza, dkk., 2005).

Kultur sel ini dapat digunakan dalam berbagai penelitian, seperti penelitian karsinogenisitas, agen anti tumor, dan aktivitas antitumor senyawa-senyawa baru. Sel ini memiliki platting efficiency tinggi, mengekspresikan biomarker CEA dan memiliki doubling time yang singkat bila dibandingkan dengan kultur sel kanker kolon lainnya (Palozza, dkk, 2005).

D. Apoptosis dan Nekrosis

Kematian sel merupakan suatu proses normal yang memiliki dua fungsi yaitu perbaikan jaringan dan pelepasan sel rusak yang mungkin membahayakan tubuh. Proses kematian sel terdiri dari dua macam yaitu nekrosis dan apoptosis (Gambar 2) (Sudiana, 2008). Apoptosis merupakan proses bunuh diri suatu sel secara terprogram yang penting dalam pengaturan homeostasis sehingga terjadi keseimbangan jumlah sel melalui eliminasi sel yang rusak. Ciri-ciri morfologi terjadinya apoptosis adalah terjadinya pengkerutan sel, penonjolan membran, kondensasi kromatin, dan fragmentasi inti sel (Lowe dan Lin, 2000).


(31)

Apoptosis terjadi akibat aktivasi suatu protease yang mengandung sistein pada sisi aktifnya dan memotong protein targetnya pada titik spesifik asam aspartat, protein ini disebut caspase (Alberts, dkk., 2004). Caspase memiliki target intraseluler yang spesifik seperti protein dari selaput inti, DNA, dan sitoskeleton. Pemecahan terhadap protein tersebut mengakibatkan terjadinya kematian sel (Lodish, dkk., 2001). Caspase terdapat dalam setiap sel dalam bentuk prekursor yang biasanya diaktifkan oleh caspase lain dan kemudian menghasilkan suatu proteolisis caspase secara berurutan (Alberts, dkk., 2004).

Dua jalur utama pada proses apoptosis, yaitu jalur intrinsik (jalur mitokondria) dan jalur ekstrinsik (jalur reseptor kematian). Sinyal dari protein Bcl-2 seperti Bax menginisiasi jalur intrinsik yang memicu pelepasan sitokrom c oleh mitokondria. Sitokrom c mengikat Apaf-1, caspase 9 dan ATP membentuk apoptosom. Apoptosom mengaktifkan caspase 3 yang mengakibatkan terjadinya apoptosis. Selain melepaskan sitokrom c, mitokondria juga melepaskan faktor penginduksi apoptosis (AIF) yang memudahkan pemecahan DNA dan protein Smac/Diablo yang menghambat Inhibitor of Apoptosis (IAP). Jalur ekstrinsik diinisiasi oleh pengikatan death activators (seperti FasL, TNF) pada death receptors transmembran. Pengikatan ini menyebabkan terjadinya interaksi dengan protein adaptor di sitoplasma yaitu fas-associated protein with death domain (FADD) dan procaspase 8. Proscaspase 8 berubah menjadi caspase 8. Aktivasi caspase 8 sama seperti aktivasi caspase 9 pada jalur intrinsik akan menyebabkan pengaktivan caspase efektor seperti caspase 3 dan terjadi apoptosis (Elmore, 2007).


(32)

Nekrosis merupakan kematian sel disebabkan oleh adanya kerusakan pada sistem membran. Kerusakan membran ini disebabkan adanya aktivitas suatu enzim lisozim. Aktivitas enzim lisozim dapat terjadi karena adanya kerusakan sistem membran oleh suatu faktor tertentu yang mengakibatkan membran pembungkus enzim lisozim tersebut mengalami kebocoran. Kebocoran tersebut mengakibatkan lisozim tumpah ke sitosol dan akhirnya mencerna protein-protein yang berada pada sitosol maupun protein-protein penyusun sistem membran dari sel tersebut (Sudiana, 2008).

Nekrosis sel dicirikan dengan adanya pembengkakan dan ruptur organel internal yang kebanyakan mengenai mitokondria, dan stimulasi respons peradangan. Salah satu faktor yang menyebabkan kematian sel secara nekrosis adalah hipoksia berkepanjangan, infeksi yang menghasilkan toksin dan radikal bebas, dan kerusakan integritas membran sampai pada pecahnya sel. Respon imun dan peradangan sering dirangsang oleh nekrosis yang menyebabkan cedera lebih lanjut dan kematian sel sekitar. Nekrosis sel dapat menyebar di seluruh tubuh tanpa menimbulkan kematian pada individu. Sel yang mengalami nekrosis akan mengeluarkan seluruh isi sel termasuk mediator-mediator inflamasi sehingga menyebabkan reaksi inflamasi. Inflamasi yang berlebih akan menyebabkan respon nyeri dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan terjadinya autoimun sehingga kematian sel secara apoptosis dalam terapi pengobatan kanker lebih diharapkan (Corwin, 2008).


(33)

Gambar 2. Perbedaan apoptosis dan nekrosis (Van Cruchten, dkk., 2002)

E. Siklooksigenase 2 (COX-2)

Enzim siklooksigenase merupakan enzim yang mengkatalisis pembentukan prostaglandin, suatu mediator inflamasi, produk metabolisme asam arakidonat. Setelah dilepaskan dari membran fosfolipid, asam arakhidonat kemudian dikonversikan oleh COX menjadi PGG2, kemudian menjadi PGH2. PGH2 kemudian dikonversi menjadi beberapa prostaglandin, termasuk PGE2, PGD2, PGF2, PGI2, dan thromboxane A2, melalui aktivitas spesifik prostaglandin sintase (Sinicrope dan Gills, 2004). Ekspresi COX-2 meningkat dalam jaringan kanker kolon sehingga meningkatkan sintesis prostaglandin E2 (PGE2) (Breyer, Bagdassarian, dan Breyer, 2001). PGE2 dapat menghambat apoptosis pada sel kanker kolon manusia (Leone, 2007).

COX-2 manusia memiliki tempat pengikatan dengan berbagai faktor transkripsi, misalnya pada cAMP, Interleukin-6 (IL-6), dan nuclear factor kappa (NF-KB). COX-2 terinduksi dengan cepat sebagai respon terhadap faktor pertumbuhan, promoter tumor, hormon, endotoksin bakterial, dan sitokin. COX-2


(34)

dikenal sebagai inducible isoenzym (Zhao, dkk., 2009). Enzim ini mengalami peningkatan pada tempat-tempat inflamasi dan mengalami ekspresi berlebih pada neoplasma (Sinicrope dan Gill, 2004). COX-2 diekspresikan secara terus menerus (konstitutif) di dalam otak dan ginjal serta diinduksi pada tempat yang mengalami inflamasi (Rajakariar, 2006).

F. Tanaman Sirih 1. Deskripsi tanaman

Gambar 3. Tanaman sirih

Sirih adalah salah satu tanaman obat yang telah banyak digunakan sebagai obat di Asia Tenggara (Moeljanto dan Mulyono, 2003). Sirih memiliki nama daerah yang berbeda-beda, yaitu Sanskrit: nagavallari, nagini, nagavallika, tambool, saptashira, mukhbhushan, varnalata; Malaysia: sirih, sirih melayu, sirih cina, sirih hudang, sirih carang, sirih kerakap; Inggris: betel, betel pepper, betel-vine; Tamil: vetrilai; Telugu: nagballi, tamalpaku; Hindi: Pan; Gujurati: nagarbael; Marathi: nagbael; Bengali: pan; Arab: tambol, tambool; Semang: serasa, cabe; Jakun: kerekap, kenayek; Sakai: jerak; Jawa: sirih, suruh, bodeh; Thailand: Pelu (Pradan, dkk., 2013). Bagian dari tanaman sirih yang dimanfaatkan sebagai obat adalah daunnya. Ekstrak daun sirih


(35)

memiliki aktivitas seperti antidiabetes, antiulcer, agregasi antiplatelet, antifertilitas, kardiotonik, antitumor, antimutagenik, depresi pernapasan, dan anthelmentik (Vikash, dkk., 2012).

Sirih hijau dengan nama ilmiah Piper betle L. merupakan tanaman yang tumbuh merambat. Tingginya mencapai 5-15 m, tergantung pertumbuhan dan tempat rambatnya. Batangnya berwarna hijau kecoklatan, berbentuk bulat, lunak, beruas-ruas, dan beralur-alur. Sirih memiliki daun yang tunggal dan letaknya berseling dengan bentuk bervariasi mulai dari bundar sampai oval, ujung daun runcing, pangkal daun berbentuk jantung atau agak bundar asimetris. Daun sirih memiliki warna yang bervariasi yaitu kuning, hijau sampai hijau tua dan berbau aromatis (Pradan, dkk., 2013).

2. Klasifikasi tanaman Kerajaan : Plantae

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper betle Linn


(36)

3. Kandungan fitokimia

Daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol, kavikol, seskuiterpen, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, eugenol, dan karvakrol. Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dan mengandung aroma atau wangi yang khas. Minyak atsiri dari daun sirih mengandung 30% fenol dan beberapa derivatnya (Pradan, dkk., 2013).

Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun sirih mengandung senyawa tanin, antrakuinon, flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin (Kumari dan Rao, 2014). Sirih berpotensi memiliki aktivitas sitotoksik karena mengandung senyawa flavonoid, antrakuinon, dan alkaloid yang dikenal memiliki aktivitas antikanker (Hasballah, 2005; Jusril, dkk., 2003; Astuti, dkk., 2005).

G. Uji Sitotoksik dengan Metode 3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5 difenil tetrazolium bromida (MTT)

Uji sitotoksik adalah salah satu pengembangan metode untuk memprediksi keberadaan senyawa yang bersifat toksik pada sel yang merupakan syarat mutlak untuk obat-obat antikanker (Kurnijasanti, 2008). Dua metode umum yang digunakan untuk uji sitotoksik adalah metode perhitungan langsung (direct counting) dengan menggunakan trypan blue dan metode MTT. Uji MTT merupakan salah satu metode yang digunakan dalam uji sitotoksik (Doyle dan Griffith, 2000). Keuntungan uji MTT adalah terbentuknya formazan larut air yang absorbansinya dapat diukur secara periodik saat tahap awal inkubasi (Riss, 2013).


(37)

Reduksi MTT menjadi garam formazan terjadi jika enzim reduktase dalam mitokondria dalam keadaan aktif. Prinsip metode MTT adalah reaksi reduksi seluler yang didasarkan pada pemecahan garam tetrazolium berwarna kuning yang larut dalam air menjadi kristal formazan berwarna biru keunguan yang tidak larut dalam air. Reduksi dalam sel melibatkan reaksi enzimatik dengan NADH atau NADPH yang dihasilkan oleh sel hidup sehingga menghasilkan endapan yang tidak larut. Enzim suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel hidup mampu memecah MTT menjadi kristal formazan. Garam tetrazolium menerima elektron dari substrat yang teroksidasi atau enzim yang sesuai, seperti NADH dan NADPH. MTT tereduksi pada bagian ubikuinon, sitokrom b, dan c pada bagian transpor elektron mitokondria dan merupakan hasil dari aktivitas enzim suksinat dehidrogenase. Reaksi tersebut melibatkan piridin nukleotida kofaktor NADH dan NADPH yang hanya dikatalisis oleh sel hidup, sehingga jumlah formazan yang terbentuk sebanding dengan jumlah sel yang hidup.(Biranti,2009).

Gambar 4. Reaksi MTT menjadi Formazan (Kronek, Paulovičová,


(38)

H. Uji Apoptosis dengan Metode Double Staining

Double-staining merupakan metode yang digunakan untuk uji apoptosis menggunakan akridin oranye dan etidium bromida (AO/EB) untuk memvisualisasikan perubahan warna pada nukleus dan bentuk sel sebagai karekteristik dari apoptosis. Metode ini berdasarkan pada prinsip bahwa akridin oranye masuk ke dalam sel hidup dan sel mati, sedangkan etidium bromida hanya dapat menembus membran sel yang mengalami disintegrasi. Sel hidup berwarna hijau jika dibaca dibawah mikrokop floresens dan sel mati akan berwarna merah (Kavanagh, 2007).

Sel yang mengalami apoptosis dan membran blebbing, etidium bromida dapat masuk ke dalam sel dan memberikan warna oranye. Sel yang mengalami early apoptosis akan mengalami kondensasi atau fragmentasi kromatin dan memiliki nukleus berwarna hijau dan ada sedikit warna oranye. Sel yang mengalami late apoptosis memiliki kromatin berwarna oranye yang terkondensasi dan terfragmentasi (terpecah-pecah menjadi bagian yang lebih kecil). Sel yang mati karena mengalami nekrosis memiliki nukleus berwarna merah dengan struktur normal. Warna yang ditimbulkan oleh etidium bromida pada sel mati lebih dominan jika dibandingkan dengan akridin oranye sehingga nukleus pada sel mati akan berwarna merah (McGahon et al., 1995).

I. Imunositokimia

Imunositokimia dimulai pada penelitian yang dilakukan oleh Coons dan kawan-kawan pada tahun 1942 menggunakan antibodi yang dilabeli agen


(39)

fluoresen untuk mendeteksi antigen pada hati. Penggunaan metode ini berkembang dari penggunaan antibodi pada metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan sebelumnya adalah radio immuno assay (RIA). Imunositokimia adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi antigen dengan interaksi antigen-antibodi spesifik. Pewarnaan sel merupakan metode yang sesuai untuk mendemonstrasikan keberadaan suatu molekul spesifik di dalam sel. Dalam metode ini, antibodi spesifik yang berikatan dengan antigen dideteksi dengan reagen sekunder yang berupa antibodi lain yang telah dilabeli fluophore atau enzim (Richard, 2011).

Metode imunositokimia terbagi menjadi dua yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Antibodi yang mengikat fluoresen atau zat warna berikatan langsung dengan antigen pada sel disebut metode langsung. Metode tidak langsung yaitu apabila antigen diikat pada antibodi primer secara langsung, kemudian ditambahkan antibodi sekunder yang mengikat enzim seperti peroksidase, alkali fosfatase, atau glukosa oksidase. Antibodi sekunder berikatan dengan antibodi primer, kemudian ditambahkan substrat kromogen yang diubah oleh enzim sehingga terjadi pembentukan warna yang mampu memberikan warna pada sel (Richard, 2011). Ekspresi protein yang telah divisualisasikan dihitung berdasarkan jumlah sel yang mengekspresi protein tertentu dari keseluruhan sel dan dinyatakan dalam satuan %. Sel yang mengekspresikan protein tertentu akan memberikan warna coklat/gelap, sedangkan yang tidak mengekspresikan protein tertentu memberikan warna ungu/biru (Dai et al., 2004).


(40)

Imunositokimia dimanfaatkan untuk mengidentifikasi protein dan makromolekul lain pada tingkat sel. Sampel kontrol diperlukan untuk menunjukan lokasi pelabelan yang benar. Kontrol yang diperlukan untuk imunositokimia adalah kontrol antibodi primer yang menunjukan spesifitas antara antibodi primer dan antigen, kontrol antibodi sekunder untuk menunjukan spesifitas ikatan antara antibodi sekunder dan antibodi primer. Kontrol yang ketiga adalah kontrol label yang menunjukan bahwa pelabelan yang terjadi merupakan hasil dari label yang ditambahkan dan bukan dari label endogen (Richard, 2011).

J. Landasan Teori

Kanker kolon merupakan kanker yang terjadi didaerah kolon dan rektum. Terdapat lebih dari 1,3 juta kasus kanker kolon dengan 694.000 kematian pada tahun 2012. Pengobatan kanker kolon perlu dikembangankan untuk menekan jumlah kematian, salah satunya dengan menggunakan tanaman obat. Bahan alam yang potensial dikembangkan sebagai agen kemoterapi adalah tanaman sirih. Tanaman sirih telah diteliti memiliki efek sitotoksik. Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun sirih mengandung senyawa tanin, antrakuinon, flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin yang berfungsi sebagai antineoplastik, antioksidan, dan antikanker

Efek sitotoksik ekstrak etanol daun sirih terhadap sel kanker kolon WiDr dapat diketahui dengan uji sitotoksisitas menggunakan metode MTT. Karsinogenesis kolorektal dipengaruhi oleh COX-2, yaitu enzim induksi yang bertanggung jawab terhadap perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin.


(41)

Kadar COX-2 yang tinggi menyebabkan penurunan kemampuan sel untuk mengalami apoptosis.

Uji double staining dilakukan untuk mengetahui jenis kematian sel (apoptosis atau nekrosis). Pengujian imunositokimia digunakan untuk melihat kemampuan ekstrak dalam menghambat ekspresi COX-2 yaitu protein yang banyak diekspresikan oleh sel kanker kolon WiDr.

K. Hipotesis

1. Ekstrak etanol daun sirih mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker kolon WiDr.

2. Ekstrak etanol daun sirih menginduksi apoptosis sel kanker kolon WiDr. 3. Aktivitas antikanker ekstrak etanol daun sirih diperantarai oleh penghambatan


(42)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang penghambatan ekspresi COX-2 oleh ekstrak sirih terhadap sel kanker WiDr merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.

B.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas.

Kadar ekstrak etanol daun sirih dengan konsentrasi 6 µg/mL, 10 µg/mL, 100 µg/mL, 250 µg/mL, 500 µg/mL, 1000 µg/mL, 2000 µg/mLpada sel kanker kolon WiDr.

b. Variabel tergantung

Viabilitas sel WiDr yang ditandai dengan IC50 ekstrak etanol daun sirih, jumlah

sel yang mengalami apoptosis dan penekanan ekspresi COX-2. 2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

1) Tempat dilakukan percobaan yaitu di laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.


(43)

2) Tempat dan waktu pengambilan daun sirih di Dusun Bedingin, Desa Sumberadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, pada bulan Juli 2014.

3) Kondisi sel yang digunakan yaitu sel kanker kolon WiDr dalam keadaan 80 % konfluen, tercukupi nutrisinya dan bebas dari kontaminasi.

b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah tempat tumbuh, umur tanaman, jenis dan jumlah kandungan kimia daun sirih.

3. Definisi Operasional

a. Sitotoksisitas adalah sifat toksik dari ekstrak etanolik daun sirih terhadap sel kanker WiDr yang dinyatakan dalam nilai IC50.

b. Ekstrak etanol daun sirih adalah ekstrak kental daun sirih yang diperoleh dengan cara maserasi selama 48 jam menggunakan pelarut etanol sampai diperoleh ekstrak.

c. Sel WiDr adalah sel model kanker kolon yang termutasi pada gen p53 dan mengekspresikan COX-2 dalam jumlah yang tinggi.

d. IC50 (Inhibition Concentration 50) adalah besarnya konsentrasi ekstrak daun

sirih yang dapat menghambat pertumbuhan 50% sel kanker WiDr.

e. Apoptosis adalah proses bunuh diri suatu sel secara terprogram yang ditandai dengan perubahan morfologi sel yaitu blebbing membran plasma, kondensasi kromatin, pengkerutan sel, nukleus berwarna oranye dan fragmentasi nukleus. f. Ekspresi COX-2 adalah protein yang diekspresikan oleh sel kanker WiDr yang


(44)

g. Imunositokimia adalah metode yang digunakan untuk mengetahui adanya ekspresi suatu protein spesifik di dalam sel.

C.Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daun sirih (diperoleh dari Sleman, Yogyakarta); sel kanker kolon WiDr (diperoleh dari Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada); pelarut DMSO (Merck); etanol 70% (Merck); media kultur sel kanker WiDr yang terdiri dari Rosswell Park Memorial Institute (RPMI) 1640 (Gibco), penisilin-streptomisin, Fetal Bovin Serum (FBS) 10% (v/v) (Gibco), dan fungizone 0,5% (Gibco); reagen MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida] (Bio Basic Canada Inc); pelarut phoshat buffer saline (PBS) 1x pH 7,4; reagen stopper sodium deodesil sulfat (SDS) 10%; reagen etidium bromida-akridin orange, antibodi monoklonal primer COX-2 (Lab Vision), streptavidin berupa Horse Radish Peroxidase (HRP), 3, 3’- diaminobinzidine (DAB), metanol, larutan hidrogen peroksidase (blocking solution), aquades, larutan Maye Haemotoxylin, alkohol, xylol, dan Tripsin 0,5 % (Gibco).

D.Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : alat-alat gelas (PYREX), timbangan analitik, aluminium foil (Klin Pak), vortek, waterbath (Memmert), tabung conical (Iwaki), inkubator CO2 (Heraeus), mikropipet


(45)

96-well plate (Nunc), 24-well plate (Nunc), pipet Pasteur, ELISA reader (SLT 240 ATC), laminar air flow cabinet (Labconco), mikroskop inverted (Olympus), mikroskop flourosens (Zeiss MC 80), kamera digital (Canon DSLR 1000D), haemocytometer (Neubauer), yellow tips, blue tips, eppendorf (Plasti brand), tissue, glove, pinset, dan masker.

E.Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman sirih yang didapatkan di Sleman Yogyakarta dilakukan di Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan membandingkan ciri morfologi tanaman sirih dengan pustaka acuan menurut Becker dan Bakhuizen (1965).

2. Pembuatan simplisia

Daun sirih dicuci bersih dengan air mengalir dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu maksimal 60-700C. Daun sirih yang sudah kering dan dapat dihancurkan dengan tangan. Daun sirih kering diserbukan di Merapi Farma, Kaliurang Yogyakarta.

3. Ekstraksi daun sirih hijau dengan metode maserasi

Sebanyak 100 mg serbuk simplisia daun sirih direndam dalam 1000 mL etanol 70% dalam Erlenmeyer yang tertutup dan dikondisikan selama 24 jam dalam keadaan terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk selama 6 jam pertama menggunakan shaker. Maserat diambil, disaring, dan ditampung dalam tabung Erlenmeyer tertutup supaya terlindung dari cahaya matahari.


(46)

Ampas serbuk sirih hijau yang tertinggal diperas dan ditambah cairan penyari 1000 mL etanol 70% kemudian dimaserasi menggunakan shaker selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 24 jam. Maserat setelah 24 jam diambil dan disaring menggunakan kertas saring kemudian digabungkan dengan maserat sebelumnya. Maserat yang terkumpul dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Hasil evaporasi dituangkan ke dalam cawan porselen kemudian dipanaskan di atas waterbath dengan suhu 800C untuk mendapatkan ekstrak etanol daun sirih yang kental.

4. Uji sitotoksisitas ekstrak daun sirih (Piper betle L.) terhadap sel kanker kolon WiDr dengan metode MTT

a. Preparasi sel kanker kolon WiDr

Sel WiDr diambil dari tangki nitrogen dan dicairkan dalam penangas air dengan suhu 370C. Ampul disemprot dengan etanol 70% dan dimasukkan dalam LAF. Ampul dibuka dan sel WiDr dipindahkan ke dalam conical tube steril yang berisi medium RPMI 1640. Suspensi sel disentrifugasi dengan kecepatan 650 rpm selama 3 menit (supernatan yang terbentuk dibuang). Medium RPMI 1640 yang baru ditambahkan kedalam suspensi sel dan disentrifugasi kembali selama 5 menit hingga homogen kemudian dicuci ulang sekali lagi. Suspensi sel WiDr yang didapatkan,ditambahkan dengan 1 mL medium penumbuh sel yang mengandung 10% FBS dan diresuspensi kembali secara perlahan hingga homogen. Sel WiDr ditambahkan dalam tissue culture flask kecil dan diinkubasi dalam inkubator CO2 dengan suhu 370C. Medium


(47)

kofluen dan jumlahnya cukup untuk uji yang dilakukan. Medium kultur dibuang setelah sel WiDr konfluen. Sel WiDr dicuci dengan 3,5 mL PBS sebanyak 2 kali kemudian ditambahkan dengan Tripsin-EDTA 300L dan diinkubasi selama 3 menit dalam inkubator CO2. Sebanyak 5 mL media kultur

ditambahkan dan sel WiDr diresuspensikan hingga terlepas seluruhnya dari dinding flask. Suspensi sel dipindah ke dalam conical tube steril baru. Sel WiDr dihitung dengan haemocytometer dan cell counter.

b. Preparasi larutan uji ekstrak daun sirih

Ekstrak daun sirih ditimbang kurang lebih 50 mg dan dimasukkan dalam eppendorf. Ekstrak tersebut dilarutkan dalam 1 mL DMSO dan divortek hingga homogen untuk mendapatkan larutan ekstrak induk konsentrasi 1 mg/mL. Larutan induk diencerkan dengan media kultur hingga diperoleh seri konsentrasi 5 µg/mL, 10 µg/mL, 100 µg/mL, 250 µg/mL, 500 µg/mL, 1000 µg/mL, 2000 µg/mL

c. Uji sitotoksik dengan metode MTT

96-well plate yang berisi sel diambil dari inkubator. Keadaan dan distribusi sel diamati di mikroskop kemudian didokumentasikan. Media dalam sumuran dibuang dengan membalikkan plate 1800 di atas tempat pembuangan, plate secara perlahan ditekan di atas tisu untuk meniriskan sisa cairan dan dicuci dengan PBS sebanyak 100 µL, kemudian PBS dibuang dengan cara membalikan plate dan meniriskan sisa cairan dengan tisu. Sebanyak 100 µL seri konsentrasi ekstrak etanolik daun sirih dengan kadar 5 µg/mL, 10 µg/mL, 100 µg/mL, 250 µg/mL, 500 µg/mL, 1000 µg/mL, 2000 µg/mL, dimasukkan


(48)

ke 96-well plate dan sebanyak 100 µL media kultur juga dimasukkan pada 3 sumuran sebagai kontrol media dan diinkubasi selama 24 jam. Menjelang akhir inkubasi, kondisi sel didokumentasikan terlebih dahulu. Media sel dibuang dengan membalikkan plate diatas tempat buangan, plate ditekan secara perlahan di atas tisu untuk meniriskan sisa cairan dan dicuci dengan 100 µL PBS. PBS dibuang dengan cara membalik plate dan meniriskan sisa cairan dengan tisu. Sebanyak 100 µL reagen MTT ditambahkan ke setiap sumuran selama 2-4 jam dalam inkubator sampai terbentuk formazan. Kondisi sel diperiksa dengan mikroskop inverted. Sebanyak 100 µL larutan Stopper SDS 10% dalam 0,1 N HCl ditambahkan apabila sudah terbentuk formazan. Plate dibungkus dengan kertas atau aluminuium foil dan diinkubasi di tempat gelap semalaman pada suhu ruangan. Absorbansi dibaca pada masing-masing sumuran dengan ELISA reader pada λ = 595 nm, kemudian prosentase sel hidup dihitung dan dilakukan analisis harga IC50.

5. Uji apoptosis dengan metode Double Staining a. Preparasi sel kanker WiDr

Sel kanker WiDr yang sudah konfluen diambil dari inkubator CO2 dan

dipanen. Cover slip dimasukkan kedalam 24-well plate menggunakan pinset dengan hati-hati. Sebanyak 1000 µL suspensi sel dimasukkan tepat diatas cover slip secara merata dan perlahan. Sel diamati di mikroskop untuk melihat distribusi sel. Sel diinkubasi dalam inkubator selama semalam.


(49)

b. Perlakuan Double Staining Sampel pada Sel

Sel WiDr dalam 24-well plate diambil dari inkubator. Semua media kultur dari sumuran dibuang dengan pipet Pasteur secara perlahan-lahan. Sel WiDr dalam sumuran dicuci dengan masing-masing 500 µL PBS. PBS dibuang dari sumuran dengan pipet Pasteur secara perlahan. Sebanyak 1000 µL larutan uji ekstrak etanol daun sirih dengan konsentrasi 794,23 µg/mL dan 1000 µL media kultur sebagai kontrol sel dimasukkan ke dalam sumuran. Sel diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam. Semua media dari sumuran dibuang dan dicuci masing-masing dengan 500 µL PBS. PBS dibuang dan cover slip diambil menggunakan pinset dengan bantuan ujung jarum dengan hati-hati. Cover slip diletakkan di atas object glass (kaca obyek) dan diberi label. Reagen campuran ethidium bromide-akridin oranye 10 µL diteteskan di atas cover slip dan diratakan dengan cara menggoyang secara perlahan, kemudian diamati di bawah mikroskop fluoresen dan didokumentasi.

6. Pengamatan ekpresi protein dengan metode Imunositokimia a. Preparasi sel kanker WiDr

Sel kanker WiDr yang sudah konfluen diambil dari inkubator CO2 dan

dipanen. Cover slip dimasukkan kedalam 24-well plate menggunakan pinset dengan hati-hati. Suspensi sel 1000 µL dimasukan tepat diatas coverslip secara merata dan perlahan. Keadaan sel dilihat di mikroskop untuk melihat distribusi sel. Sel diinkubasi dalam inkubator selama semalam.


(50)

b. Perlakuan uji imunositokimia ekstrak etanolik daun sirih pada sel WiDr

Sel WiDr dalam 24-well plate diambil dari inkubator. Semua media kultur dibuang dari sumuran dengan pipet Pasteur secara perlahan-lahan. Sel WiDr dalam sumuran dicuci dengan masing-masing 500 µL PBS. PBS dari sumuran dibuang dengan pipet Pasteur secara perlahan. Sebanyak 1000 µL larutan uji ekstrak etanolik daun sirih hijau dengan konsentrasi 794,23 µg/mL dan 1000 µL media kultur sebagai kontrol sel dimasukkan kedalam sumuran. Sel diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam. Semua media dibuang dari sumuran dan masing-masing dicuci dengan 500 µL PBS. PBS dibuang dan sebanyak 300 µL metanol dimasukkan kemudian diinkubasi selama 10 menit di inkubator. Metanol dibuang secara perlahan. Larutan hidrogen peroksida (blocking solution) diteteskan kemudian diinkubasi selama 15-20 menit. Larutan dibuang dengan mikropipet dan dicuci dengan air aquadest dan PBS. Prediluted blocking serum diteteskan dan diinkubasi selama 10-15 menit kemudian larutan dibuang. Antibodi monoklonal primer (Lab Vision) untuk antibodi yang ingin diamati yaitu COX-2 di teteskan dan diinkubasikan selama 60 menit. Sebanyak 500 µL PBS ditambahkan dan diinkubasi selama 5 menit. PBS dibuang dan antibodi sekunder (trek Avidin-HRP label) diteteskan kemudian diinkubasi selama 20 menit. Larutan dibuang. Reagen trek Avidin-HRP label diteteskan dan diinkubasi selama 10 menit. PBS 500 µL ditambahkan dan diinkubasi selama 5 menit dan PBS dibuang. Larutan DAB diteteskan dan diinkubasikan selama 15 menit. Sebanyak 500 µL akuades ditambahkan, kemudian dibuang. Larutan May Haemotoxylin diteteskan dan


(51)

diinkubasi selama 3 menit. Sebanyak 500 µL akuades ditambahakan kemudian membuangnya kembali. Cover slip diangkat dengan pinset secara hati-hati dan dicelupkan dalam xylol dan alkohol. Cover slip dikeringkan dan diletakkan di atas object glass, kemudian ditetesi dengan lem (mounting media). Cover slip ditutup dengan cover slip kontak. Ekpresi protein diamati dengan mikroskop cahaya.

F. Analisis Hasil 1. Uji MTT

Data yang didapat dari uji MTT, dihitung % viabilitas selnya dengan menggunakan rumus :

Data % viabilitas sel di plotkan pada tabel kemudian IC50 dihitung dengan

menggunakan persamaan regresi linear konsentrasi vs % viabilitas sel pada Microsoft Excel 2007.

Koefisien y pada persamaan linier ini menunjukkan koefisien IC50,

sedangkan koefisien x menunjukkan konsentrasi ekstrak yang akan dicari nilainya, dimana x yang diperoleh merupakan besarnya konsentrasi yang diperlukan untuk dapat menghambat viabilitas sel sebesar 50% (Harmita, 2004).

2. Uji Double Staining

Preparat diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 40x10. Setiap preparat dihitung dalam tiga lapang pandang yang


(52)

berbeda. Sel yang berwarna hijau menunjukkan bahwa sel tersebut hidup. Sel utuh berwarna merah menunjukkan sel nekrosis sedangkan sel yang terfragmentasi nukleusnya (apoptosis) ditunjukkan dengan warna oranye. Pembacaan dan perhitungan jumlah sel yang mengalami apoptosis, nekrosis atau sel hidup pada preparat dibaca dengan bantuan tiga orang responden (blind reader). Hasil berupa % rata-rata ± SD.

3. Uji Immunositokimia

Ekspresi protein tertentu (misal COX-2) ditunjukkan dengan warna coklat pada sitoplasma (bukan inti sel). Pembacaan data dilakukan dengan bantuan blind reader. Sebanyak tiga orang responden menghitung jumlah sel yang mengekspresikan COX-2 pada preparat yang terdiri dari tiga bagian tiap preparatnya. Hasil berupa % rata-rata ± SD.

Persentase sel yang mengekspresikan COX-2 dalam satu preparat dihitung dengan melakukan skoring. Tiga orang responden (blind reader) membantu dalam membaca dan menghitung persentase sel yang mengekpresikan COX-2 pada tiap preparat. Hasil negatif apabila sel yang mengekspresikan COX-2 < 10% dari total sel dan hasil positif apabila sel yang mengekspresikan COX-2 > 10% dari total sel. Nilai skor diberikan sesuai dengan persentase sel yang mengekspresikan COX-2; Skor - = < 10%; Skor + = < 25%; Skor ++ = < 50%; Skor +++ = < 75%; dan Skor ++++ = < 90% (Zhang dan Sun, 2002).

Data % penekanan ekpresi COX-2 yang didapat kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji Shapiro Wilk untuk mengetahui distribusi data


(53)

tiap kelompok kontrol sel, ekstrak etanol daun sirih, dan doksorubisin (Immanuel, 2015). Apabila didapatkan data yang berdistribusi normal maka dilakukan uji variansi menggunakan uji F-Test Sample of Variancespada program Microsof Excel 2007, yang kemudian dilanjutkan dengan T-Test : Paired Two Sample for Means pada program Microsof Excel 2007 untuk mengetahui adanya kebermaknaan perbedaan penekanan ekpresi COX-2 pada tiap kelompok. Apabila didapatkan data yang tidak berdistribusi normal maka dilakukan uji non-parametik menggunakan uji Kruskal-Wallis, yang dilanjutkan dengan uji Man-Whitney untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan penekanan ekpresi COX-2 pada tiap kelompok.


(54)

34 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun sirih terhadap viabilitas sel kanker kolon WiDr dan diketahui nilai IC50 yang

digunakan untuk mengetahui kemampuan induksi apoptosis dan potensi penekanan ekspresi COX-2. Uji secara in vitro dilakukan menggunakan metode MTT untuk mengetahui persentase viabilitas sel. Kematian sel secara apoptosis dideteksi dengan metode double staining dan dilanjutkan dengan uji imunositokimia untuk melihat ekspresi COX-2 pada sel WiDr.

A. Determinasi Tanaman dan Penyiapan Ekstrak Daun Sirih Penelitian ini menggunakan sampel berupa tanaman yaitu daun sirih. Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian adalah determinasi tanaman sirih yang bertujuan untuk memastikan kebenaran identitas tanaman yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu tanaman sirih (Piper betle L.). Bagian tanaman yang digunakan untuk determinasi merupakan bagian daun, batang, dan akar. Determinasi tanaman dilakukan di bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan dibuktikan dengan adanya surat keterangan dengan No. : BF/277/Ident/Det/VI/2014 (Lampiran 5).

Proses selanjutnya adalah ekstraksi menggunakan metode maserasi untuk mendapatkan zat-zat aktif yang terdapat dalam daun sirih. Maserasi merupakan ekstraksi tanpa pemanasan yang sederhana, sehingga cocok digunakan untuk ekstraksi senyawa-senyawa yang sensitif pada suhu tinggi. Prinsip maserasi


(55)

adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam penyari yang sesuai pada suhu ruang dan terlindung dari cahaya. Cairan penyari masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara zat terlarut didalam sel dengan yang diluar sel maka larutan didalam sel didesak keluar dan hal ini terjadi berulang-ulang sehingga tercapainya kesetimbangan konsentrasi antara larutan yang ada di dalam dan di luar sel. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70%. Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun sirih mengandung senyawa tanin, antrakuinon, flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin (Kumari dan Rao, 2014). Daun sirih berpotensi memiliki aktivitas sitotoksik karena mengandung senyawa flavonoid, antrakuinon, dan alkaloid yang dikenal memiliki aktivitas antikanker (Hasballah, 2005; Jusril, dkk., 2003; Astuti, dkk., 2005). Penelitian Lin, dkk., (2006) menyebutkan bahwa flavonoid merupakan senyawa polifenol yang secara in vitro dapat menghambat proliferasi sel kanker kolon. Flavonoid dapat terlarut oleh pelarut polar seperti air dan etanol karena mempunyai gugus hidroksil. Ekstrak etanol daun sirih berwarna hijau pekat karena kandungan klorofil yang terdapat pada daun sirih juga ikut terekstrak.

B. Uji Sitotoksik Ekstrak Etanolik Daun Sirih terhadap Sel Kanker WiDr

Uji aktivitas antikanker ekstrak etanol daun sirih terhadap sel kanker kolon WiDr dilakukan dengan metode MTT. Metode MTT dipilih karena sensitif, relatif cepat, akurat, dan digunakan untuk mengukur sampel dalam jumlah besar.


(56)

Metode MTT merupakan metode kolorimetri berdasarkan perubahan warna garam tetrazolium menjadi formazan dalam mitokondria yang aktif pada sel hidup. MTT diabsorbsi oleh sel hidup dan dipecah oleh sistem reduktase suksinat tetrazolium pada respirasi mitokondria (Doyle dan Griffiths, 2000) menghasilkan warna ungu yang menandakan adanya perubahan MTT menjadi kristal formazan. Warna ungu yang dihasilkan proporsional dengan jumlah sel yang masih hidup (viabilitas sel).

(A) (B)

(C) (D)

Gambar 6. Efek sitotoksik ekstrak daun sirih hijau terhadap sel WiDr. Keterangan: Konsentrasi ekstrak etanol daun sirih hijau (A) 2000 µg/mL, (B) 500 µg/mL,

(C) 5 µg/mL (D) kontrol sel.

Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop inverted perbesaran 400x. Perbedaan morfologi sel semakin terlihat setelah pemberian MTT.


(57)

Morfologi sel kanker WiDr yang diamati dibawah mikroskop inverted menunjukkan bahwa populasi sel WiDr pada kelompok kontrol sel hidup terlihat lebih cerah karena sitoplasmanya mengandung cairan sitoplasma yang dapat meneruskan cahaya dari mikroskop inverted (Gambar 6D), sel menempel satu dengan yang lain, memiliki bentuk bulat dan terlihat menempel di dasar plate. Dilihat dari morfologi selnya (Gambar 6A) pada konsentrasi ekstrak 2000 µg/mL, sel yang mati terlihat mengambang, pada bagian pinggir sel berwarna gelap, bagian tengah terlihat kosong, kepadatan sel berkurang, dan tidak saling menempel. Sel yang mati memiliki warna lebih gelap dan berbentuk bulat, hal ini terjadi karena sel kehilangan sitoplasma akibat rusaknya membran sel, sehingga sel tidak dapat meneruskan cahaya dari mikroskop. Pada konsentrasi ekstrak 500 µg/mL sel terlihat lebih padat dibandingkan dengan konsentrasi ekstrak 2000 µg/mL dan tidak saling menempel (Gambar 6B), sedangkan pada konsentrasi 5 µg/mL, kepadatan populasi mendekati kepadatan kontrol sel yang menandakan viabilitas sel masih tinggi.

Berdasarkan hasil uji aktivitas antikanker ekstrak etanol daun sirih terhadap sel kanker kolon WiDr, maka dapat diketahui nilai IC50. Nilai IC50

menunjukkan konsentrasi ekstrak etanol daun sirih yang mampu menghambat pertumbuhan 50 % sel kanker WiDr. % viabilitas sel dapat diketahui dengan ELISA reader. Hasil ELISA reader adalah data absorbansi yang dikonversikan sebagai nilai viabilitas sel. Efek ekstrak etanol daun sirih terhadap sel kanker kolon WiDr diketahui dengan membuat tabel korelasi antara konsentrasi ekstrak dan viabilitas sel (Gambar 5).


(58)

Gambar 5. Kurva hubungan viabilitas sel terhadap konsentrasi ekstrak etanol daun sirih Aktivitas anti kanker ekstrak etanol daun sirih berpola dose dependent yaitu viabilitas sel menurun seiring kenaikan konsentrasi sampel. Perhitungan dilakukan dengan regresi linear menggunakan Microsoft Excel 2007 pada 3 titik konsentrasi yaitu 250 µg/mL, 500 µg/mL, dan 1000 µg/mL dan didapatkan persamaan linear y = -0,104x + 132,63 dengan R = 0,992. Sensitivitas ekstrak etanol daun sirih terhadap sel kanker WiDr diukur melalui nilai IC50. Berdasarkan

persamaan linear diperoleh nilai IC50 ekstrak etanol daun sirih adalah 794,23

µg/mL Menurut NCI (National Cancer Institute), suatu ekstrak dinyatakan memiliki aktivitas antikanker tinggi apabila memiliki nilai IC50 < 30 µg/mL,

memiliki aktivitas antikanker sedang apabila memiliki 30 µg/mL ≤ IC50 < 100

µg/mL dan tidak aktif apabila nilai IC50 > 100 µg/mL (Zheng, dkk., 2000),

sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak etanol daun sirih menurut NCI tidak memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker kolon WiDr. Nilai IC50 yang


(59)

ekstrak etanol daun sirih, namun ekstrak etanol daun sirih tetap memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai antikanker dan dilanjutkan dengan uji double staining dan imunositokimia karena dalam penelitian Awik, Sukardiman, dan Tri (2011) yang menguji sitotoksisitas dan efek ekstrak spon laut (Aaptos suberitoides) terhadap sel kanker payudara (T47D) dihasilkan nilai IC50 sebesar

528,828 µg/mL dan dilanjutkan dengan pengujian double staining dan imunositokimia. Nilai IC50 ekstrak etanol daun sirih dibandingkan dengan nilai

IC50 doksorubisin. Doksorubisin merupakan antibiotik golongan antrasiklin yang

diisolasi dari kultur Streptomyces peucetiusvarcaesius (Minotti,dkk., 2004) dan merupakan agen kemoterapi yang secara luas dipakai untuk berbagai macam kanker (Lupertz, dkk., 2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Immanuel (2015) nilai IC50 doksoribisin pada sel kanker kolon WiDr adalah 21,44 µg/mL.

Nilai IC50 doksorubisin terhadap kanker kolon WiDr jauh lebih rendah (toksik)

apabila dibandingkan dengan perlakuan ekstrak etanol daun sirih. Morfologi sel yang mengalami perubahan perlu dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui kemampuan ekstrak etanol daun sirih dalam menginduksi apoptosis sel kanker kolon WiDr pada konsentrasi IC50.

Nilai IC50 yang tinggi pada penelitian ini diduga disebabkan oleh

kandungan beta karoten dalam ekstrak etanol daun sirih. Penelitian yang dilakukan oleh Andarwulan (1995) menunjukkan bahwa daun sirih yang diekstrasi menggunakan heksan-etanol mengandung senyawa beta karoten. Penelitian Wolf dan George (2002) menegaskan pengaruh beta karoten terhadap pertumbuhan tumor pada paru-paru yang diujikan pada musang, dinyatakan


(60)

bahwa pemberian beta karoten pada dosis tinggi (2,4 mg/kg BB per hari) selama enam bulan dapat menyebabkan perkembangan proliferasi sel alveolar dan metaplasia keratinisasi skuamosa. Daun sirih juga mengandung minyak atsiri (Moeljanto dan Mulyono, 2003) yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Parwata, dkk., 2009), tetapi pada penelitian Sayin, dkk., (2014) menunjukkan bahwa senyawa antioksidan memiliki aktivitas sebagai prokarsinogenik. Pada kolon yang mengalami adenoma diketahui jumlah protein p53 mengalami penurunan akibat mutasi dan penekanan oleh antioksidan sehingga memicu peningkatkan proliferasi sel kanker.

C. Uji Apoptosis Ekstrak Etanolik Daun Sirih dengan Metode Double Staining

Mekanisme kematian sel dibagi menjadi dua yaitu melalui mekanisme apoptosis dan nekrosis. Pengamatan terhadap kematian sel dilakukan dengan menggunakan metode double staining. Metode ini berdasarkan pada perbedaan fluorosensi DNA pada sel yang hidup dan mati karena pengikatan Etidium Bromida – Akridin Oranye. Konsentrasi yang digunakan pada uji ini sesuai dengan nilai IC50 yang didapat dari uji MTT. Akridin oranye dapat masuk ke

dalam sel hidup dan mati. Akridin oranye mengandung gugus kation sehingga dapat berinteraksi dengan DNA sel hidup yang berifat anionik, membentuk garam terdisosiasi dan menghasilkan warna fluoresensi hijau, sedangkan etidium bromida hanya bisa masuk kedalam sel yang membran plasmanya sudah rusak karena sel yang apoptosis mengalami blebbing sehingga membran sel tidak


(61)

permeabel, kemudian akan berikatan dengan RNA atau DNA untai tunggal dan menghasilkan fluororesensi oranye dilihat dengan mikroskop fluororesens. Warna yang ditimbulkan etidium bromida lebih dominan daripada akridin oranye (Meiyanto, dkk., 2008). Pada kelompok kontrol, membran sel dalam keadaan utuh (tidak rusak) sehingga hanya akridin oranye yang bisa masuk dan menghasilkan floresensi hijau (Gambar 7A). Beberapa sel WiDr yang mati pada kelompok kontrol, hal ini dimungkinkan karena kurangnya nutrisi untuk sel WiDr bertahan hidup. Pada kelompok perlakuan, terlihat bahwa sel WiDr mengalami apoptosis yang ditandai rusaknya membran sel dan inti sel yang terfragmentasi. Kerusakan membran sel ini menyebabkan etidium bromide dapat masuk ke dalam sel dan menghasilkan floresensi oranye, namun tidak semua sel WiDr pada kelompok perlakuan mengalami apoptosis (Gambar 7B), hal serupa juga ditunjukkan pada perlakuan ekstrak dengan doksorubisin (Gambar 7C). Sel yang mengalami apoptosis akan berwarna oranye dan nukleus mengalami fragmentasi (fase late apoptosis). Pada fase early apoptosis, sel mengalami kondensasi inti yang ditunjukkan dengan adanya warna oranye pada nukleus, sehingga tampak sel berwarna hijau bercampur oranye. Hal tersebut terjadi karena sel mulai mengalami membran blebbing, sehingga etidium bromida mulai masuk ke dalam sel (Pebriana, dkk., 2008). Pada penelitian ini tidak ditemukan sel yang mengalami fase early apoptosis. Sel yang mati (nekrosis) berwarna merah (ditunjukkan dengan panah berwarna biru) dan bentuk sel dalam keadaan utuh. Sel yang mati (nekrosis) membran plasmanya pecah, sehingga jumlah etidium bromida dan akridin oranye yang masuk kedalam sel lebih banyak dari pada sel


(62)

yang mengalami apoptosis dan warna yang dihasilkan semakin kuat. Dari hasil metode double staining ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun sirih dapat menginduksi apoptosis walaupun tidak sebesar doksorubisin.

(A) (B)

(C)

Gambar 7. Hasil Uji Double Staining Ekstrak Etanol Daun Sirih.

Keterangan: Kontrol sel (A), perlakuan dengan ekstrak daun sirih 794,23 µg/mL (B), perlakuan dengan doksorubisin konsentrasi 21 µg/mL.

Sel Hidup Nekrosis Apoptosis

Tabel I. Distribusi sel WiDr pada uji apoptosis dengan metode double staining Sel Hidup ± (%)SD Nekrosis (%) ± SD Apoptosis (%) ± SD Kontrol Sel 99,60 ± 0,37 0,37±0,38 0

Ekstrak Etanol Daun

Sirih 16,98±1,02 11,6±4,5 71,44 ± 4,4 Doksorubisin 5,42 ± 0,0005 2,98 ± 2,59 92,92 ± 2,20

Uji double staining merupakan uji kualitatif dan dapat dijadikan sebuah uji semi-kuantitatif dengan syarat terdapat minimal tiga buah foto gambaran


(63)

keadaaan sel dalam satu preparat yang dianggap mewakili seluruh keadaan sel dalam satu preparat. Hasil diketahui dengan bantuan blind reader. Tiga orang diminta untuk menghitung jumlah sel yang mengalami apoptosis, nekrosis, dan sel hidup tanpa mengetahui perlakuan yang diberikan terhadap sel yang diamati. Tabel I (perlakuan ekstrak etanol daun sirih) menunjukkan sel yang mengalami apoptosis sebanyak 71,4% ± 5,5 sel. Penelitian yang dilakukan oleh Immanuel (2015) didapatkan presentase apoptosis doksorubisin terhadap kanker kolon WiDr sebesar 92,92% ± 2,20, hal ini menunjukkan ekstrak etanol daun sirih dapat menginduksi apoptosis walaupun tidak sebesar doksorubisin. Setelah dilakukan uji double staining terhadap ekstrak etanol daun sirih, analisis aktivitas antikanker dilanjutkan menggunakan metode imunositokimia untuk mengetahui interaksi molekuler ekstrak etanol daun sirih terhadap COX-2.

D. Uji Penekanan Ekspresi COX-2 oleh Ekstrak Etanolik Daun Sirih dengan Metode Imunositokimia

Imunositokimia merupakan uji yang dilakukan dalam penelitian dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan ekstrak dalam menghambat ekspresi COX-2, suatu protein yang banyak diekspresikan oleh sel kanker WiDr. Metode imunositokimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode indirect (tidak langsung) yang dapat memberikan hasil lebih sensitif karena antibodi primer dikenali oleh antibodi sekunder yang berikatan kovalen dengan marker sehingga membuatnya mudah terdeteksi (Alberts, dkk., 1994).


(64)

Pada penelitian ini, antibodi primer yang digunakan adalah antibodi monoklonal primer COX-2. Antibodi ini berikatan dengan reseptor COX-2 yang ada di sel kanker kolon WiDr dan memberikan warna coklat gelap ketika diberi pewarna DAB dari reagen imunositokimia.

(A) (B) (C)

(D)

Gambar 8. Hasil Imunositokimia Sel kanker Kolon WiDr.

Keterangan: (A) Kontrol sel dengan antibodi (B) kontrol sel tanpa antibodi (C) perlakuan ekstrak 794,23 µg/mL (D)perlakuan doksorubisin 21 µg/mL

Sel yang mengekspresikan COX-2 : Sel yang tidak mengekspresikan COX-2 :

Berdasarkan pengamatan, pewarnaan secara enzimatis oleh peroksidase menyebabkan adanya warna yang berbeda antara sel yang mengekspresikan COX-2 berlebih dan sel yang tidak mengekspresikan COX-COX-2. Sel yang mengekspresikan COX-2 berlebih berwarna coklat gelap (Gambar 8A), sel yang sedikit mengekspresikan COX-2 berwarna coklat pudar sedangkan sel yang tidak mengekspresikan COX-2 berwarna ungu (Gambar 8B). Warna coklat terjadi pada sel karena pewarna DAB yang bereaksi dengan H2O2 dari Horse Radish


(65)

Peroxidase (HRP), sehingga menimbulkan warna coklat gelap, sedangkan HRP berikatan pada antibodi primer dan antibodi sekunder yang aktif bekerja pada COX-2. Pada sel WiDr yang telah diberi perlakuan ekstrak etanol daun sirih (Gambar 8C), sel yang mengekspresikan COX-2 berlebih semakin sedikit dibandingkan pada kontrol sel. Sel yang berwarna coklat gelap (mengekspresikan COX-2 berlebih) dengan perlakuan doksorubisin (Gambar 8D) lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan ekstrak etanol daun sirih, hal ini menandakan bahwa ektrak daun sirih menekan ekspresi COX-2 walaupun tidak sebesar perlakuan dengan doksorubisin.

Distribusi ekspresi COX-2 dapat diketahui dan dihitung menggunakan metode scoring system. Perhitungan skor COX-2 dilakukan dengan menghitung persentase sel yang mengekspresikan COX-2. Hasil positif atau negatif pada pengujian imunositokimia atau ada tidaknya suatu protein dapat dilakukan dengan metode skoring secara semi kuantitatif. Skoring dilakukan dengan menghitung presentase sel yang mengekspresikan COX-2 dalam suatu preparat.

Tabel II. Jumlah rata-rata sel yang mengekspresikan COX-2 dalam tiap perlakuan.

Preparat %Rata-rata ± SD Skoring

Kontrol Sel 61,43 ± 5,21 +++

Perlakuan Ekstrak 37,00 ± 2,29 ++

Doksorubisin 34,32 ± 2,57 ++

Ket. : - = < 10%; + = < 25%; ++ = < 50%; +++ = < 75%; dan ++++ = < 90%

Hasil perhitungan menggunakan metode scoring system berdasarkan analisis t-berpasangan (α = 0,05) menunjukkan bahwa penekanan ekspresi COX-2 pada kelompok perlakuan dan kontrol sel adalah berbeda bermakna. Hasil perhitungan jumlah rata-rata sel yang mengekspresikan protein COX-2 pada kelompok perlakuan (40,73 ± 2,53) lebih kecil dibandingkan kontrol sel (61,43 ±


(1)

(4) Menghitung nilai variansi tiap kelompok data menggunakan program microsof excel (F-Test Sample of Variances)

Doksorubisin Ekstrak etanol daun sirih hijau

Rata-rata 34,32 37

Variansi 6,61 5,22

Observasi 3 3

df 2 2

F-hitung 1,27

Nilai signifikansi 0,44

F-tabel 19

(5) Kesimpulan

Nilai F-hitung dibandingkan dengan nilai F-tabel. Jika nilai F-hitung < F-tabel, maka H0 diterima, H1 di tolak.Jikan nilai F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak; H1 di terima.Pada penelitian ini, nilai F-hitung (=1,27) < F-tabel (=19), maka H0 diterima, H1 ditolak, dan kedua data memiliki kesamaan variansi.

5. Uji t-berpasangan

a. kontrol sel vs ekstrak etanol sirih hijau

Prosedur uji :

6) Menentukan hipotesis

H0 : kedua data berbeda signifikan H1 : kedua data tidak berbeda signifikan 7) Taraf kepercayaan, α = 0,05

8) Data hasil penelitian diurutkan dari yang terkecil hingga yang terbesar besar.

Kontrol sel Ekstrak etanol daun sirih hijau

56,25 35,31

61,38 36,09


(2)

79 9) Menghitung nilai t tiap kelompok data menggunakan program microsof excel (t-Test : Paired Two Sample for Means)

Ekstrak etanol daun sirih hijau Kontrol sel

Rata-rata 37 61,43

Variansi 5,22 27,15

Observasi 3 3

Korelasi Pearson 0,94

Selisih rata-rata pada hipotesis 0,00

Ekstrak etanol daun sirih meah Kontrol sel

df 2,00

t-hitung -13,42

Nilai signifikansi (uji 1 pihak) 0,0027

t-tabel (uji 1 pihak) 2,92

Nilai signifikansi (uji 2 pihak) 0,005

t-tabel (uji 2 pihak) 4,30

10)Uji signifikansi

Uji signifikansi dengan membandingkan besarnya nilai t-hitung dengan nilai t-tabel. Jika nilai t-hitung < t-tabel, maka H0 diterima, H1 di tolak. Jika nilai t-hitung > t-tabel, maka H0 ditolak; H1 di terima.

Pada penelitian ini, nilai t-hitung (=-13,42) < t-tabel (=4,30), maka H0 diterima, H1 ditolak, dan kedua data berbeda signifikan.

b. Kontrol sel vs doksorubisin

Prosedur uji :

(1) Menentukan hipotesis

H0 : kedua data memiliki kesamaan variansi H1 : kedua data tidak memiliki kesamaan variansi (2) Taraf kepercayaan, α = 0,05

(3) Data hasil penelitian diurutkan dari yang terkecil hingga yang terbesar besar.

Kontrol sel Doksorubisin

56,25 31,86

61,38 34,1

66,67 36,99


(3)

(4) Menghitung nilai t tiap kelompok data menggunakan program microsof excel (t-Test : Paired Two Sample for Means)

Doksorubisin Kontrol sel

Rata-rata 34,32 61,43

Variansi 6,61 27,15

Observasi 3 3

Korelasi Pearson 1

Selisih rata-rata pada hipotesis 0

df 2

t-hitung -17,73

Nilai signifikansi (uji 1 pihak) 0

t-tabel (uji 1 pihak) 2,92

Nilai signifikansi (uji 2 pihak) 0

t-tabel (uji 2 pihak) 4,3

(5) Uji signifikansi

Uji signifikansi dengan membandingkan besarnya nilai t-hitung dengan nilai t-tabel. Jika nilai t-hitung < t-tabel, maka H0 diterima, H1 di tolak. Jika nilai F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak; H1 di terima.

Pada penelitian ini, nilai t-hitung (=-17,73) < t-tabel (=4,30), maka H0 diterima, H1 ditolak, dan kedua data berbeda signifikan.

c. Doksorubisin vs ekstrak etanol daun sirih hijau

Prosedur uji :

(6) Menentukan hipotesis

H0 : kedua data memiliki kesamaan variansi H1 : kedua data tidak memiliki kesamaan variansi (7) Taraf kepercayaan, α = 0,05

(8) Data hasil penelitian diurutkan dari yang terkecil hingga yang terbesar besar.

Doksorubisin Ekstrak etanol daun sirih hijau

31,86 35,31

34,1 36,09


(4)

81 (9) Menghitung nilai t tiap kelompok data menggunakan program microsof excel (t-Test : Paired Two Sample for Means)

Ekstrak etanol daun sirih meah Doksorubisin

Rata-rata 37 34,32

Variansi 5,22 6,61

Observasi 3 3

Korelasi Pearson 0,96

Selisih rata-rata pada hipotesis 0

df 2

t-hitung -6,34

Nilai signifikansi (uji 1 pihak) 0,01

t-tabel (uji 1 pihak) 2,91

Nilai signifikansi (uji 2 pihak) 0,02

t-tabel (uji 2 pihak) 4,30

(10)Uji signifikansi

Uji signifikansi dengan membandingkan besarnya nilai t-hitung dengan nilai t-tabel. Jika nilai t-hitung < t-tabel, maka H0 diterima, H1 di tolak. Jika nilai F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak; H1 di terima.

Pada penelitian ini, nilai t-hitung (=-6,34) < t-tabel (=4,30), maka H0 diterima, H1 ditolak, dan kedua data berbeda signifikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

(6)

83

BIOGRAFI PENULIS

Penulis

skripsi

dengan

judul

SKRINING

AKTIVITAS

SITOTOKSIK

EKSTRAK

ETANOLIK DAUN SIRIH (

Piper betle

L.)

TERHADAP SEL KANKER KOLON WiDr

dengan nama lengkap Gigih Prayoga merupakan anak

pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Dwi

Sulistyo Utomo dan Ibu Trisnani. Penulis dilahirkan di

Kebumen, pada tanggal 14 September 1992. Penulis

menempuh pendidikan formal di TK Putra VIII

Gombong (1997-1999), SD Negeri Srampadan

Gombong (1999-2005), SMP Negeri 2 Gombong

(2005-2008), dan SMA Negeri 1 Gombong

(2008-2011). Penulis melanjutkan studi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta pada tahun 2011. Semasa perkuliahan, penulis memiliki pengalaman

sebagai Asisten Dosen Biofarmasetika (2015). Penulis aktif dalam mengikuti

kegiatan kepanitiaan seperti koordinator dari seksi P3K dalam acara

Pharmacy

PerformanceAnd Event Cup

(2012), dan sebagai koordinator keamanan dalam

acara Donor Darah Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia (JMKI) (2013).

Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi seperti Ikatan Senat Mahasiswa

Farmasi Seluruh Indonesia sebagai koordinator divisi informasi dan komunikasi

(2011-2012), Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia Komisariat Sanata

Dharma sebagai anggota Divisi Pengkaderan dan Pengembangan Hubungan

(2012-2013), serta sebagai ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF)

Farmasi (2014-2015).