Gambar 2. Perbedaan apoptosis dan nekrosis Van Cruchten, dkk., 2002
E. Siklooksigenase 2 COX-2
Enzim siklooksigenase
merupakan enzim
yang mengkatalisis
pembentukan prostaglandin, suatu mediator inflamasi, produk metabolisme asam arakidonat. Setelah dilepaskan dari membran fosfolipid, asam arakhidonat
kemudian dikonversikan oleh COX menjadi PGG2, kemudian menjadi PGH2. PGH2 kemudian dikonversi menjadi beberapa prostaglandin, termasuk PGE2,
PGD2, PGF2, PGI2, dan thromboxane A2, melalui aktivitas spesifik prostaglandin sintase Sinicrope dan Gills, 2004. Ekspresi COX-2 meningkat
dalam jaringan kanker kolon sehingga meningkatkan sintesis prostaglandin E2 PGE2 Breyer, Bagdassarian, dan Breyer, 2001. PGE2 dapat menghambat
apoptosis pada sel kanker kolon manusia Leone, 2007. COX-2 manusia memiliki tempat pengikatan dengan berbagai faktor
transkripsi, misalnya pada cAMP, Interleukin-6 IL-6, dan nuclear factor kappa NF-KB. COX-2 terinduksi dengan cepat sebagai respon terhadap faktor
pertumbuhan, promoter tumor, hormon, endotoksin bakterial, dan sitokin. COX-2
dikenal sebagai inducible isoenzym Zhao, dkk., 2009. Enzim ini mengalami peningkatan pada tempat-tempat inflamasi dan mengalami ekspresi berlebih pada
neoplasma Sinicrope dan Gill, 2004. COX-2 diekspresikan secara terus menerus konstitutif di dalam otak dan ginjal serta diinduksi pada tempat yang mengalami
inflamasi Rajakariar, 2006.
F. Tanaman Sirih 1.
Deskripsi tanaman
Gambar 3. Tanaman sirih
Sirih adalah salah satu tanaman obat yang telah banyak digunakan sebagai obat di Asia Tenggara Moeljanto dan Mulyono, 2003. Sirih memiliki
nama daerah yang berbeda-beda, yaitu Sanskrit: nagavallari, nagini,
nagavallika, tambool, saptashira, mukhbhushan, varnalata; Malaysia: sirih, sirih melayu, sirih cina, sirih hudang, sirih carang, sirih kerakap; Inggris: betel,
betel pepper, betel-vine; Tamil: vetrilai; Telugu: nagballi, tamalpaku; Hindi: Pan; Gujurati: nagarbael; Marathi: nagbael; Bengali: pan; Arab: tambol,
tambool; Semang: serasa, cabe; Jakun: kerekap, kenayek; Sakai: jerak; Jawa: sirih, suruh, bodeh; Thailand: Pelu Pradan, dkk., 2013. Bagian dari tanaman
sirih yang dimanfaatkan sebagai obat adalah daunnya. Ekstrak daun sirih
memiliki aktivitas seperti antidiabetes, antiulcer, agregasi antiplatelet, antifertilitas, kardiotonik, antitumor, antimutagenik, depresi pernapasan, dan
anthelmentik Vikash, dkk., 2012. Sirih hijau dengan nama ilmiah Piper betle L. merupakan tanaman
yang tumbuh merambat. Tingginya mencapai 5-15 m, tergantung pertumbuhan dan tempat rambatnya. Batangnya berwarna hijau kecoklatan, berbentuk bulat,
lunak, beruas-ruas, dan beralur-alur. Sirih memiliki daun yang tunggal dan letaknya berseling dengan bentuk bervariasi mulai dari bundar sampai oval,
ujung daun runcing, pangkal daun berbentuk jantung atau agak bundar asimetris. Daun sirih memiliki warna yang bervariasi yaitu kuning, hijau
sampai hijau tua dan berbau aromatis Pradan, dkk., 2013.
2. Klasifikasi tanaman
Kerajaan :
Plantae Kelas
: Magnoliopsida
Ordo :
Piperales Famili
: Piperaceae
Genus :
Piper Spesies
: Piper betle Linn
Pradan, dkk., 2013.
3. Kandungan fitokimia
Daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol, kavikol, seskuiterpen, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, eugenol, dan
karvakrol. Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dan mengandung aroma atau wangi yang khas. Minyak atsiri dari daun sirih
mengandung 30 fenol dan beberapa derivatnya Pradan, dkk., 2013. Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun sirih mengandung senyawa
tanin, antrakuinon, flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin Kumari dan Rao, 2014. Sirih berpotensi memiliki aktivitas sitotoksik karena mengandung
senyawa flavonoid, antrakuinon, dan alkaloid yang dikenal memiliki aktivitas antikanker Hasballah, 2005; Jusril, dkk., 2003; Astuti, dkk., 2005.
G. Uji Sitotoksik dengan Metode 3-4,5-dimetiltiazol-2-il-2,5 difenil tetrazolium bromida MTT
Uji sitotoksik adalah salah satu pengembangan metode untuk memprediksi keberadaan senyawa yang bersifat toksik pada sel yang merupakan
syarat mutlak untuk obat-obat antikanker Kurnijasanti, 2008. Dua metode umum yang digunakan untuk uji sitotoksik adalah metode perhitungan langsung direct
counting dengan menggunakan trypan blue dan metode MTT. Uji MTT merupakan salah satu metode yang digunakan dalam uji sitotoksik Doyle dan
Griffith, 2000. Keuntungan uji MTT adalah terbentuknya formazan larut air yang absorbansinya dapat diukur secara periodik saat tahap awal inkubasi Riss, 2013.
Reduksi MTT menjadi garam formazan terjadi jika enzim reduktase dalam mitokondria dalam keadaan aktif. Prinsip metode MTT adalah reaksi
reduksi seluler yang didasarkan pada pemecahan garam tetrazolium berwarna kuning yang larut dalam air menjadi kristal formazan berwarna biru keunguan
yang tidak larut dalam air. Reduksi dalam sel melibatkan reaksi enzimatik dengan NADH atau NADPH yang dihasilkan oleh sel hidup sehingga menghasilkan
endapan yang tidak larut. Enzim suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel hidup mampu memecah MTT menjadi kristal formazan. Garam tetrazolium
menerima elektron dari substrat yang teroksidasi atau enzim yang sesuai, seperti NADH dan NADPH. MTT tereduksi pada bagian ubikuinon, sitokrom b, dan c
pada bagian transpor elektron mitokondria dan merupakan hasil dari aktivitas enzim suksinat dehidrogenase. Reaksi tersebut melibatkan piridin nukleotida
kofaktor NADH dan NADPH yang hanya dikatalisis oleh sel hidup, sehingga jumlah formazan yang terbentuk sebanding dengan jumlah sel yang
hidup.Biranti,2009.
Gambar 4. Reaksi MTT menjadi Formazan Kronek, Paulovičová,
Paulovičová, Kroneková danLuston, 2013
H. Uji Apoptosis dengan Metode Double Staining