53
karakter. Hal ini berarti bahwa layanan bimbingan klasikal tepat jika diberikan dengan menggunakan pendekatan experiential learning
E. Hakikat Experiential Learning
1. Pengertian Experiential Learning
Experiential learning merupakan sebuah model holistik dari proses pembelajaran di mana manusia belajar, tumbuh dan berkembang.
Penyebutan istilah experiential learning dilakukan untuk menekankan bahwa experience pengalaman berperan penting dalam proses
pembelajaran dan membedakannya dari teori pembelajaran lainnya seperti teori pembelajaran kognitif ataupun behaviorisme Kolb, 1984.
Pfeiffer Jones 1979, dalam Supratiknya, 2011 mengatakan bahwa model pembelajaran yang lazim diterapkan dalam life-skills
training adalah structured experience. Model structured experience diartikan bahwa pengalaman terstruktur merupakan situasi pembelajaran
yang didasarkan pada model pembelajaran eksperiensial. Model ini lebih bersifat induktif daripada deduktif, memberikan pengalaman belajar
langsung daripada lewat pengalaman orang lain, dan para partisipan diberi kesempatan menemukan sendiri makna hasil belajarnya serta menguji
sendiri kesahihan pengalamannya itu. Menurut Silberman 2014 experiential learning mengacu pada
keterlibatan peserta didik dalam kegiatan kongkret yang membuat mereka mampu untuk mengalami apa yang tengah mereka pelajari. Experiential
learning didasarkan pada pengalaman hidup yang nyata dan pengalaman
54
terstruktur serta
mensimulasikan pengalaman
nyata. Kemudian
pengalaman ini memberikan kesempatan untuk merefleksikan kegiatan tersebut.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa experiential learning adalah suatu pendekatan yang dipusatkan pada
pengalaman belajar. Individu yang telah mengalami proses pembelajaran, diberikan kesempatan untuk dapat memaknai hasil belajarnya.
2. Tujuan Pendekatan Experiential Learning
Tujuan model pembelajaran experiential learning adalah untuk memberikan pengaruh siswa melalui tiga cara, yaitu mengubah struktur
kognitif siswa, mengubah sikap siswa dan memperluas keterampilan yang telah ada pada siswa. Ketiga hal tersebut yang menjadi fokus
pendekatan experiential learning Baharudin dan Wahyuni: 2010 Samani Hariyanto 2013 menyatakan bahwa tujuan experiential
learning dapat membentuk karakter peserta didik melalui pengalaman belajar. Pengembangan nilai karakter tersebut melalui empat pilar
penting yakni pembelajaran di kelas, kegiatan keseharian di sekolah, kegiatan kulikuler dan ekstrakulikuler, serta kegiatan keseharian di
rumah. Empat pilar tersebut sebagai objek peserta didik memperoleh pengalaman belajar bagi dirinya.
3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Experiential Learning
55
Pfeiffer Jones 1979, dalam Supratiknya, 2011 mendeskripsikan bahwa model pembelajaran ini meliputi suatu experiential learning cycle
atau siklus belajar dari pengalaman yang terdiri dari lima tahapan pengalaman seperti disajikan dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Experiential Learning Cycle
Lebih lanjut, penjelasan siklus experiential learning sebagai berikut:
a. Experiencing Mengalamimelakukan aktivitas tertentu Tahap ini, siswa terlibat dalam kegiatanaktivitas tertentu,
seperti melakukan, mengamati, mengungkapkan sesuatu entah secara individu atau kelompok. Pfeiffer dan Jones Supratiknya,
2011 mengingatkan, jika model ini berhenti di sini, maka kegiatan pembelajrannya hanya menjadi sekedar fun and games
56
alias ketawa-ketiwi atau hura-hura belaka. Maka, pada tahap ini mesti diikuti oleh tahap selanjutnya yakni tahap membagikan
pengalaman. b. Publishing Membagikan pengalaman
Tahap ini, siswa membagikan hasil pelaksanaan tugas pribadi dan hasil pengamatanya atas pengalaman kegiatan yang
baru dialami baik berupa pikiran dan perasaan kepada peserta lain baik dalam kelompok-kelompok kecil maupun kepada seluruh
peserta. Pada tahap ini siswa saling men-sharing-kan atas pengalaman pribadinya. Pfeiffer dan Jones menyebut tahap ini
sebagai tahap menciptakan datainformasi. c. Processing Memproses pengalaman
Pada tahap ini, siswa mengolah data yang dibagikan dengan cara mendiskusikan atau memikirkan bersama-sama, menafsirkan
dan memaknai, membandingkan tanggapan siswa satu dengan yang lain, menemukan hubungan antar makna atau pola dan
dinamika yang muncul dari pengalaman hasil bersama peserta lain. Pfeiffer dan Jones menyebut tahap ini sebagai tahap kunci
dari pengalaman terstruktur dan menyarakan agar fasilitator mengalokasikan waktu yang cukup leluasa untuk tahap ini.
Selanjutnya, agar hasil belajar ini dapat dialihkan atau diterapkan ke situasi kehidupan nyata, maka siswa diajak masuk ke tahap
merumuskan kesimpulan.
57
d. Generalizing Merumuskan kesimpulan Tahap ini siswa dibantu untuk menyimpulkan prinsip-
prinsip, merumuskan hipotesis, hikmah atau manfaat berdasarkan hasil penafsirannya untuk didiskusikan atau dipikirkan bersama
dalam tahap terakhir yaitu tahap menerapkan. e. Applying Menerapkan
Tahap ini fasilitator perlu untuk memastikan bahwa para siswa sungguh-sungguh menangkap relevansi atau makna-
manfaat dari pelatihan yang baru dijalani. Kemudian siswa membentuk tekad,niat, dan merencanakan perilaku baru sebagai
implementasi atas hasil belajarnya dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan hasil belajar dalam bentuk perilaku nayata akan
menjadi pengalaman yang sekaligus menjadi awal dari siklus pembelajaran eksperiensial yang baru.
4. Kegiatan Inti dalam Experiential Learning
Supratiknya 2011 menjelaskan terdapat 2 aktivitas inti dalam pembelajaran eksperiensial, yakni:
a. Refleksi Makna dari refleksi adalah memantulkanmenghadirkan
kembali dalam perasaan atas pengalaman yang sudah dialami untuk menemukan makna dan nilainya yang lebih dalam. Refleksi
bertujuan sebagai jembatan dalam menghubungkan pengalaman pribadi dan belajar siswa. Refleksi membantu siswa menemukan
58
insight atau pencerahan atas pengertian dan nilai-nilai hidup yang semakin mendalam atas pengalaman yang dialami. Refleksi juga
mendorong untuk munculnya ketetapan hati dalam bertindak mewujudkan pengertian dan nilai hidup yang semakin mendalam
di kehidupannya.
b.
Sharing Sharing adalah membagikan pikiran dan atau perasaan
yang muncul sebagai hasil refleksi, kepada orang lain dalam kegiatan bersama. Dalam sharing bersama, setiap anggota
kelompok saling membagikan hasil refleksi. Anggota kelompok lain saling mendengarkan, saling membantu menemukan makna
dan nilai yang semakin mendalam dari berbagai pengalaman hidupnya, serta saling meneguhkan.
Supaya kegiatan refleksi dan sharing secara lancar dan efektif, guru BK atau fasilitator perlu memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
disebut lingkaran refleksi Reed Koliba, 2003, dalam Supratiknya, 2011. Lingkaran refleksi mempersilahkan peserta duduk membentuk
lingkaran. Guru BKfasilitator sebaiknya berbaur duduk dalam lingkaran bersama siswa. Kemudian guru BKfasilitator melontarkan pertanyaan
kepada siswa. Dan diharapkan siswa menanggapi secara bergiliram dan membagikan hasil refleksinya.
5. Kelebihan Pendekatan Experiential Learning
59
Kelebihan model pembelajaran experiential learning yaitu dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, mendorong terbentuknya
berpikir kreatif, mendorong siswa untuk melihat suatu hal dari perspektif yang berbeda dan meningkatkan gairah belajar siswa Munif dan Mosik,
2009. Peran guru adalah menciptakan situasi belajar yang unik dan menarik sehingga siswa tertarik untuk terlibat dalam pengalaman
kongkrit.
6. Metode Khas Experiential Learning
Terdapat beberapa metode khas pembelajaran eksperiensial, namun pada bagian ini akan disajikan tiga metode pembelajaran eksperiensial
menurut Abella, 1986, dalam Supratiknya, 2011 yakni: a. Simulasi dan Games
Game atau permainan merupakan aktivitas bermain yang diformalkan, biasanya tidak terkait langsung dengan situasi kehidupan
nyata. Peserta diharapkan mencapai tujuan tertentu dalam batas-batas yang ditetapkan lewat serangkaian peraturan permainan. Peraturan
permainan ini menentukan jenis aktivitas yang harus dilakukan dan kapan permainan harus diakhiri.
Simulasi mempresentasikan situasi kehidupan nyata tertentu, tetapi komponen-komponennya saling berhubungan satu sama lain.
Hubungan antar komponen itu ditampilkan sedemikian rupa sehingga bisa dimanipulasikan atau dikendalikan oleh peserta seturut kerangka
waktu yang ditentukan.
60
Simulasi atau permainan sama-sama bertujuan menciptakan atau menghadirkan kembali proses, kejadian, atau serangkaian situasi
bersifat kompleks,
sehingga peserta
bisa menghayati
dan memanipulasikan situasi itu tanpa perlu menanggung risiko yang
biasanya muncul dan selanjutnya bisa menganalisis apa yang terjadi. Selain itu permainan mampu membuat pikiran terasa segar dan siswa
dapat mengambil pesan moral atau pelajaran dari berbagai permainan b. Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertukar gagasan atau pendapat dengan bebas melalui kelas besar atau
kelompok-kelompok kecil. Aturan main dalam berdiskusi kelompok disampaikan kepada siswa. Guru BKfasilitator bertanggungjawab
membuat pertanyaan-pertanyaan, menyatukan gagasan dan pendapat, dan membanu membuat kesimpulan.
Diskusi kelompok bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling mengungkapkan dan saling bertukar gagasan
tentang pokok permasalahan. Metode ini dapat dipakai sebagai “pemanasan” sebelum mengalami aktivitas tertentu, sebagai penutup
kegiatan atau sebagai kegiatan mandiri.
c. Latihan Individual
61
Latihan individual meminta siswa untuk bekerja sendiri-sendiri. Latihan individual memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menerapkan hasil-hasil pelajaran learning points yang diperoleh dari proram pendidikan psikologis yang baru saja dijalani ke dalam situasi
kehidupan sehari-hari. Latihan individual ini berfungsi untuk menguji pemahaman atau memeriksa sejauh mana hasi pembelajaran itu bisa
diterapkan dalam situassi kehidupan.
F. Kajian Penelitian Relevan