Gambar 6. Kurva baku linieritas rentang bawah Keterangan: kurva baku 1 dan kurva baku 2
Pada tabel VII dapat dilihat nilai LOD dari masing-masing kurva baku rentang bawah deltametrin, yaitu 0,01 dan 0,02
μg mL
Tabel VI. LOD Kurva baku deltametrin I
II Persamaan regresi
Y= -0,0787+ 6,8013x Y= -0,0268 +1,6672x
r
0,9999 0,9996
S
a
0,014 0,009
LOD μg mL
0,01 0,02
Keterangan, I =
Kurva baku linieritas rentang bawah deltametrin 1, II = Kurva baku linieritas rentang bawah deltametrin 2
c. Presisi kromatografi gas
Presisi instrumen kromatografi gas dilihat dari t
R
dan luas puncak DCB. Tahap ini dilakukan dengan cara penyuntikan 6 kali baku DCB kemudian dihitung
RSD dari t
R
dan luas puncak. Tabel VI merupakan t
R
dan luas puncak DCB dengan RSD 0,08 dan 10. Presisi yang dihasilkan sesuai dengan teori yaitu
RSD ≤ 30 Anonim d, 2007. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kromatografi
gas memiliki presisi yang baik. Selanjutnya kromatogram DCB ditunjukan oleh gambar 6.
0,0000 0,2000
0,4000 0,6000
0,8000 1,0000
1,2000 1,4000
1,6000 1,8000
0,1 0,2
0,3
Ra tio
lua s
pu nca
k
det la
m et
rinDCB
Konsentrasi deltametrin μgmL
Tabel VII. RSD Waktu retensi dan luas puncak DCB
Parameter ± SD
RSD
Waktu retensi
15,07 ± 0,01 0,08
Luas puncak 151 ±158,31
10
Gambar 7. Kromatrogram DCB 0,15 μgμL
Berdasarkan hasil pesisi t
R
dan luas puncak dari DCB maka dalam penelitian ini digunakan DCB sebagai standar internal, yang berfungsi untuk
mengoreksi hasil determinasi kromatografi gas yang digunakan.
d. Linearitas kromatografi gas
Linearitas merupakan kemampuan dari prosedur analisis untuk memperoleh hasil percobaan yang berbanding lurus dengan konsentrasi analit
dalam sampel ICH, 2005. Sebagai parameter adanya hubungan linear digunakan koefisien korelasi r pada regresi linear Y= A + Bx.
Pada penelitian ini kurva baku dibuat setiap kali memulai proses penetapan kadar. Hal ini dimaksudkan agar kurva yang dibuat merupakan kurva
yang teraktual dengan kondisi sistem kromatografi gas yang sudah ada. Karena dalam rentang waktu tertentu kurva baku yang ada biasa saja memiliki nilai r yang
DCB
sama dengan kurva baku yang sebelumnya namun tidak sama nilai slope b yang terbentuk. Untuk mendapatkan regresi linear dilakukan dengan cara mengeplotkan
antara konsentrasi sebagai sumbu x dan luas puncak sebagai sumbu y.
Gambar 8. Kurva baku deltametrin 1
Gambar 9. Kurva baku detlametrin 2 Y = 0,2111 + 5, 3692x
R² = 0,999
0,0000 2,0000
4,0000 6,0000
8,0000 10,0000
12,0000
0,5 1
1,5 2
2,5
Ra tio
lua s
pu nca
k det
la m
et rinDCB
Konsentrasi deltametrin μgmL
kurva baku
Y = 0,0566 + 1,3037 x R² = 0,999
0,0000 1,0000
2,0000 3,0000
4,0000 5,0000
6,0000 7,0000
8,0000
2 4
6
Ra tio
lua s
pu nca
k det
la m
et rinDCB
Konsentrasi deltametrin μgmL
kurva baku
Gambar 7 diperoleh nial r
2
0,999 dan pada gambar 8 diperoleh nilai r
2
=0,999. Untuk mendapatkan r maka data konsentrasi dan ratio luas puncak deltametrinDCB dimasukan dalam program powerfit sehingga didapatkan nilai r
0,9999 untuk kurva baku deltametrin 1 dan r 0,9999 untuk kurva baku deltametrin 2. Nilai r
2
maupun nilai r yang dihasilkan sesuai dengan Chan, Lee, Herman, dan Xue 2004 yaitu koefisien kolerasi r 0,9985 atau r
2
≥ 0,997. Sehingga dapat disimpulkan bahwa detektor memberikan respon yang linear terhadap konsentrasi
analit pada kisaran konsentari 0,155-5,15 μgmL.
Berdasarkan hasil optimasi, sensitivitas, presisi dan linearitas kromatografi gas maka dapat disimpulkan bahwa sistem kromatografi gas
detektor penangkap elektron dapat digunakan untuk analisis deltametrin dalam air.
2. Preparasi sampel