ketika hidangan telah berada di atas meja makan tidak pada saat memasak, maka jawabannya benar.
Kenyataannya tidak demikian, karena hampir semua ibu rumah tangga selalu mencampurkan garam beriodium saat memproses makanan. Kalau hal ini dilakukan, maka
kemungkinan besar iodium yang jumlahnya sangat kecil ini telah lenyap sebagai gas selama memasak.
Secara kmiawi, fenomena tersebut dijelaskan dari proses reduksi KIO. Reaksi reduksi ini sebenarnya berlangsung sangat lambat. Namun, laju reaksi bisa dipercepat jutaan kali lipat
dengan bantuan senyawa antioksidan, keasaman larutan dan panas. Seperti kita ketahui bahwa semua bahan makanan organik hewan ataupun tanaman selalu memiliki antioksidan
dan proses memasak selalu menggunakan panas serta terkadang ada asamnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan garam beriodium menjadi sia-sia.
Percobaan sederhana untuk membuktikan lenyapnya iodium adalah dengan mencampurkan garam beriodium dengan antioksidan bisa berupa tumbuhan cabai atau
bawang dan asam cuka, yang kemudian direbus. Iodium yang lepas bisa diamati dari larutan kanji sebagai indikator. Bila berubah menjadi biru, pertanda iodium telah lepas sebagai gas.
2.10 Permasalahan Hambatan Garam Beriodium
1. Masih beredarnya garam tidak beriodium dipasaran Selain dari PT. Garam terdapat lebih kurang 250 perusahaan swasta yang
memproduksi garam beriodium yang tersebar di seluruh Indonesia dengan total kapasitas ± 650.000 tontahun 3 kgkapita, maka kebutuhan tersebut dapat dipenuhi seluruhnya, namun
kenyataannya masih banyak beredar garam tidak beriodium sebagai garam konsumsi. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan garam yang tidak beriodium yang jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga garam beriodium sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan memberi dampak tidak optimalnya produksi garam beriodium. Selain itu
pengawasan kualitas bahan baku garam rakyat karena lokasi yang tersebar dan sistem
Universitas Sumatera Utara
perdagangan bebas seringkali menyebabkan garam rakyat digunakan sebagai garam konsumsi tanpa melalui proses pencucian dan iodisasi Komite Nasional Garam, 1997.
2. Masih Rendahnya Kualitas Garam Beriodium Dari hasil pengujian mutu ditingkat produksi yang dilaksanakan Kandep Perindustrian
pada 250 produsen garam beriodium diseluruh Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata kandungan KIO3 yang memenuhi syarat 30ppm adalah 56, sedangkan hasil uji
laboratorium terhadap garam beriodium yang dilakukan oleh Balai Pengawasan Obat dan Makanan BPOM Departemen Kesehatan di seluruh Indonesia diperoleh hasil garam
beriodium yang memenuhi syarat hanya 25. Berdasarkan survei Biro Pusat Statistik BPS dalam SUSENAS tahun 1995, kadar iodium dalam garam dapur di rumah tangga yang
memenuhi syarat adalah 58. Rendahnya kualitas garam beriodium antara lain disebabkan karena peralatan iodisasi yang digunakan khususnya pada produsen garam beriodium
berskala kecil masih rendah, sehingga kandungan iodium didalam garam tidak stabil dan tidak homogen. Sistem penyimpanan dan kemasan yang tidak memenuhi syarat juga
merupakan penyebab penurunan kandungan KIO3 Komite Nasional Garam, 1997.
2.11 Strategi Untuk Meningkatkan Rumah Tangga dalam Penggunaan Garam Beriodium