Jalur Pedestrian Untuk Pejalan kaki

50 Banyaknya kendaraan yang parkir mengakibatkan luas jalan untuk kendaraan yang melewati jalan perniagaan menjadi berkurang sehingga hal ini dapat menimbulkan kemacetan serta adanya perilaku buruk pengendara yang memarkirkan kendaraannya di jalur pedestrian apabila parkir kendaraan tidak mencukupi. Hal ini mengindikasikan bahwa daya tampung parkir masih kurang.

5.2 Kajian Aksesibilitas di Jalur Pedestrian

Akses yang mudah akan mempegaruhi minat individu untuk berjalan. Pada umumnya aktivitas belanja cenderung dilakukan dengan berjalan kaki. Kegiatan berjalan kaki membutuhkan ruang yang dapat memudahkannya bergerak dari tempat asal ke tempat tujuan Zakaria dan Ujang, 2015. Tersedianya jalur pedestrian pada tata guna lahan komersial di kawasan yang padat arus pejalan kaki akan mendukung aktivitas penggunanya. Jalur pedestrian yang berkesinambungan dan mampu menampung 2 pejalan kaki sekaligus serta bisa digunakan untuk pejalan kaki difabel merupakan indikator untuk keleluasaan bergerak.

5.2.1 Jalur Pedestrian Untuk Pejalan kaki

Keadaan jalur pedestrian di jalan perniagaan cukup ramai dikunjungi. Hal ini menimbulkan persepsi sebanyak 4 responden statis dan 11 responden dinamis berjalan beriringan memanfaatkan lebar jalur pedestrian. Namun, 20 responden statis dan 25 responden dinamis lebih memilih berjalan sendiri karena jalur 51 pedestrian sempit dan sebanyak 16 responden statis dan 24 responden dinamis memilih untuk menyesuaikan dengan keramaian Gambar 5.3 Keterangan a. Berjalan beriringan b. Berjalan sendiri karena Jalur Pedestrian sempit c. Berjalan menyesuaikan keramaian Gambar 5.3 Persepsi Pejalan Kaki Pada Saat Berjalan di Jalur Pedestrian Berjalan merupakan cara yang paling mudah dan sederhana untuk mencapai semua sudut kota. Pejalan kaki dengan tujuan belanja, dilakukan dengan waktu yang relatif lama dan tanpa disadari berjalan dengan jarak tempuh yang relatif jauh. Oleh karena itu diperlukan akses yang mudah untuk mendukung aktivitas tersebut. Di jalan perniagaan terdapat jalur pedestrian yang dapat memudahkan individu bergerak dari satu toko ke toko lainnya. Terkait dengan waktu penggunaan pejalan kaki di jalur pedestrian, arus kepadatan pejalan kaki terjadi pada siang dan sore hari. Secara otomatis, jalur pedestrian banyak di akses sehingga pejalan kaki ada yang harus mengalah menggunakan badan jalan. Berdasarkan pengukuran, jalur pedestrian di jalan perniagaan memiliki lebar 1,5 m. Lebar tersebut sudah memenuhi standar bina marga untuk lebar jalur 52 pedestrian yang bisa dilalui 2 pejalan kaki tanpa membawa barang belanjaan. Hal tersebut juga memunculkan persepsi responden bahwa jalur pedestrian bisa dilalui pejalan kaki dengan berjalan beriringan. Jalan perniagaan memiliki fungsi sebagai kawasan komersial. Pada tata guna lahan komersial, lebar jalur pedestrian yang disarankan minimal 2,8- 3,6 m Washington State Department of Transportation, 1997. . Menurut Natalivan 2003 jalur pedestrian seharusnya mempunyai ruang yang cukup untuk pejalan kaki yang membawa barang bawaan tanpa menganggu pejalan kaki lainnya. Dari segi lebar jalur pedestrian, jalan perniagaan belum memenuhi standar berdasarkan fungsinya sebagai kawasan komersial. Karena lebarnya tidak mencukupi serta jalur pedestrian tersebut dipersempit lagi dengan adanya perabot jalan serta aktivitas pedagang asongan dan parkir kendaraan, ruang gerak pejalan semakin berkurang. Hal ini tentunya akan mengurangi kepercayaan diri responden ketika berjalan di jalur pedestrian, sebab ruang gerak pejalan kaki yang berjalan di jalur pedestrian masih kurang. Tidak heran jika responden cenderung memilih berjalan sendiri dan menyesuaikan keramaian Gambar 5.4. Kondisi jalur pedestrian yang sempit tentunya akan mengurangi ruang gerak pejalan kaki. Namun kepercayaan diri pejalan kaki untuk berjalan di jalur pedestrian tetap ada. Walaupun tidak sedikit juga pejalan kaki yang harus mengalah berjalan di badan jalan ketika jalur pedestrian dipadati dengan aktivitas lainnya Gambar 5.4. Kepercayaan diri pejalan kaki dipengaruhi oleh tata guna lahan dengan fungsi perdagangan yang selalu memiliki daya tarik untuk dikunjungi Danoe, 2006; Natalivan, 2003. Dengan adanya daya tarik tersebut, 53 pejalan kaki akan berusaha beradaptasi dengan lingkungannya walaupun lingkungan tersebut kurang bersahabat. Gambar 5.4 Pejalan Kaki yang berjalan di Jalur Pedestrian dan bahu jalan Berdasarkan persepsi responden terhadap kemudahan akses penyandang cacat di jalur pedestrian yaitu 28 responden statis dan 54 responden setuju sedangkan sisanya 12 responden statis dan 4 responden dinamis tidak setuju Gambar 5.5. Keterangan a. Ya b. Tidak Gambar 5.5 Diagram Persepsi Terhadap Jalur Pedestrian Dalam Hal Memenuhi Kebutuhan Penyandang Cacat 54 Aksesibilitas yang mudah di jalur pedestrian tidak hanya dinikmati oleh pejalan kaki normal namun juga pejalan kaki difabel. Pejalan kaki difabel dibagi menjadi 2, yaitu pejalan kaki yang mempunyai masalah mobilitas dan pejalan kaki yang buta. Pejalan kaki yang mempunyai masalah mobilitas ada yang menggunakan kursi roda dan alat bantu tongkat. Menurut World Health Organisatition 2013 tercatat jumlah penduduk difabel didunia sebanyak 10. Karena jumlahnya yang tidak sedikit, perlu adanya perhatian khusus untuk kemudahan pejalan kaki difabel mengakses suatu tempat. menurut Natalivan 2003 jalur pedestrian harus bisa mengakomodasi pejalan kaki difabel, dari akses sampai keamanan dan kenyamanan. Di kawasan komersial penyandang cacat juga memiliki hak untuk bisa menikmati fasilitas pedestrian. Fasilitas tersebut seharusnya bisa memenuhi kebutuhannya untuk bergerak dari satu toko ke toko lainnya. Pejalan kaki difabel yang berjalan di jalan perniagaan cenderung sedikit. Pejalan kaki yang menggunakan alat bantu tongkat masih bisa berjalan di jalur pedestrian. Sedangkan pejalan kaki yang menggunakan kursi roda cenderung memilih menggunakan badan jalan sebagai ruang sirkulasi untuk berpindah dari satu toko ke toko lainnya Gambar 5.6. Hal tersebut dipengaruhi oleh lebar jalur pedestrian yang belum mencukupi untuk dilewati oleh pengguna kursi roda serta belum memiliki perkerasan bertekstur sebagai alat bantu untuk pejalan kaki yang buta. Padahal jalur pedestrian merupakan ruang yang aman untuk pejalan kaki berkebutuhan khusus. Apabila jalur pedestrian diperbaiki, maka akan 55 meningkatkan kepercayaan diri pejalan kaki berkebutuhan khusus untuk mengunjungi jalan perniagaan. Gambar 5.6 Pejalan Kaki Difabel

5.2.2 Kesinambungan Jalur Pedestrian