merupakan penyangkalan akan sebuah kesalahan dan tanggung jawab. Dari keterangan-keterangan yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembuktian yang dimaksud dalam doktrin Business Judgment Rule relevan dengan hukum pembuktian yang diatur dalam buku ke empat bab ke satu Pasal
1865 KUH Perdata.
D. Batasan-Batasan Business Judgment Rule
Business Judgment Rule merupakan penyeimbang dari doktrin Fiduciary Duty yang menekankan pada kewajiban dan larangan kepada direksi. Doktrin
Fiduciary Duty menekankan bahwa seorang direksi dituntut standar prilaku tertentu dan kewajiban serta tanggung jawab yang harus dipenuhi, maka Business
Judgment Rule sebaliknya adalah suatu pembebasan tanggung jawab pribadi atas segala kerugian yang terjadi akibat keputusan, tindakan dan perilaku bisnis yang
dilakukan oleh direksi. Dengan adanya Business Judgment Rule, memberikan kelegaan kepada direksi dalam menjalankan roda kepemimpinan di perusahaan
yang berbadan hukum perseroan terbatas. Sepintas ada pertentangan antar prinsip Fiduciary Duty dengan Business Judgment Rule, tetapi sebenarnya kedua hal
tersebut bersifat komplementer atau saling melengkapi. Seorang direksi terbebas dari tanggung jawab direksi apabila ia dapat membuktikan diri bahwa telah
melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Fiduciary Duty, misalnya telah melakukan duty of care, goodfaith, tidak melanggar doktrin Ultra Vires,
tidak melakukan gross neglegence dan lain sebagainya.
Business Judgment Rule merupakan pembelaan kepada para direksi karena prinsip ini menekankan bahwa anggota direksi tidak dapat dibebani tanggung
jawab atas akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan bisnis Business Judgment Rule oleh anggota direksi yang bersangkutan,
sekalipun apabila pertimbangan ini keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu.
Dalam pengambilan keputusan, direksi harus menempatkan diri untuk dan atas nama perseroan. Konsekuensi baik dan buruknya segala sesuatu yang
dibuatnya pada prinsipnya dipikul perseroan itu sendiri. Prinsip demikian berlaku baik dalam sistem hukum di Amerika maupun didalam sistem hukum Indonesia.
Prinsip ini bukanlah suatu prinsip yang baku, karena dalam hal-hal tertentu konsekuensi dan tindakan direktur ini harus dipikul secara pribadi oleh direktur
sendiri walaupun dalam kenyataanya ia bertindak untuk dan atas nama perseroan. Menurut hukum di Amerika Serikat direktur akan bertanggung jawab secara
pribadi jika dia menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan standart tertentu, misalnya dengan sengaja menyalahgunakan dan menyelewengkan dana
perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Seorang direksi dapat dilindungi dalam mengambil keputusan jika tidak ada unsur kepentingan pribadi, diputuskan berdasarkan informasi yang mereka
percaya didasari oleh keadaan yang tepat dan secara rasional mempercayai bahwa keputusan yang diambilnya adalah yang terbaik untuk perusahaan. Tentu saja
tidak semua keputusan dan kebijakan direksi dapat berlindung dengan alasan pertimbangan bisnis sehingga dapat dilindungi oleh Business Judgment Rule ini.
Di Amerika serikat, ternyata pengadilan-pengadilan tidak seragam dalam merumuskan pengecualian-pengecualian Business Judgment Rule tersebut.
Beberapa pengadilan berpendapat bahwa pertimbangan anggota direksi tidak dapat diganggu gugat kecuali apabila pertimbangan tersebut didasarkan atas suatu
kecurangan fraud, atau menimbulkan benturan kepentingan conflict of interest, atau merupakan perbuatan yang melanggar hukum illegality. Sementara
beberapa pengadilan lain berpendapat bahwa seorang direktur yang mengambil alih pertimbangan telah menimbulkan kerugian bagi perseroan, tidak dilindungi
oleh Business Judgment Rule, jika kerugian tersebut sebagai akibat kelalaian berat gross negligence anggota direksi yang bersangkutan.
Doktrin Business Judgment Rule yang termuat didalam Pasal 92 ayat 1 dan 2 serta Pasal 97 ayat 5 UUPT sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya. Pasal 92 ayat 1 dan 2 berbunyi:
1 “Direksi
menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
2 “Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini danatau anggaran
dasar.” Pasal 97 ayat 5 berbunyi:
“Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 3 apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian
untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; c.
tidak mempunyai benturan kepentingan baik lansung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut. ”
Pasal 97 ayat 5 UUPT yang telah disebutkan diatas merupakan suatu acuan dan sekaligus menjadi batasan bagi direksi dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya dalam pengelolaan perseroan, sehingga dapat diketahui
Universitas Sumatera Utara
apakah direksi dapat dilindungi oleh Business Judgment Rule atau tidak. Direksi dalam menjalankan kegiatan usaha sebagaimana maksud dan tujuan perseroan,
tentu dihadapkan kepada risiko bisnis. Risiko ini terkadang berada di luar kemampuan maksimal direksi. Setiap manusia memiliki keterbatasan, guna
melindungi ketidakmampuan yang disebabkan adanya keterbatasan manusia, maka direksi dilindungi oleh doktin Business Judgment Rule.
Doktrin Business Judgment Rule dalam sistem hukum Indonesia sebagai doktrin dimana seorang direksi dapat dilindungi terhadap keputusannya dalam
melakukan pengelolaan perusahaan berdasarkan doktrin Business Judgment Rule. Seorang direksi yang terbukti melanggar prinsip Fiduciary Duty, maka terhadap
pelanggaran tersebut secara otomatis tidak dapat dilindungi oleh doktrin Business Judgment Rule, akan tetapi sepanjang dapat membuktikan sebaliknya bahwa
direksi tersebut tidak melakukan pelanggaran terhadap Fiduciary Duty maka akan terlepas dari bentuk pertanggungjawaban.
Doktrin Business Judgment Rule pada UUPT sangat jelas dapat memberikan perlindungan yang maksimal bagi direksi yang dianggap melanggar
prinsip Fiduciary Duty, hanya dapat dibuktikan di dalam proses persidangan, hakimlah yang mempunyai peranan penting untuk menilai apakah tindakan yang
dilakukan oleh direksi tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi atau tidak, olehnya itu dibutuhkan suatu pemahaman yang lebih terhadap
implementasi dari Business Judgment Rule tersebut sehingga dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
Walaupun penerapan doktrin Business Judgment Rule masih diselimuti dengan berbagai persoalan dan kendala sebagaimana yang telah diuraikan diatas,
tetapi harus ada pendekatan yang dilakukan agar ketentuan Pasal 97 ayat 5 UUPT dapat diimplementasikan. Khususnya untuk usaha perbankan, akan didekati
dengan berbagai ketentuan dan kelaziman yang berlaku di dunia perbankan di samping ketentuan UUPT itu sendiri sebagai payung hukumnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang