xl bahwa berbagai masyarakat sekarang ini ada kecenderungan menurunnya usia
kematangan seksual seseorang.
2. Penundaan Usia Perkawinan
Menurut J.T. Fawcett ada sejumlah faktor yang menyebabkan orang memilih untuk tidak menikah untuk sementara, antara lain : apa yang dinamakannya costs
beban dan barriers hambatan dari perkawinan. Yang termasuk dalam costs antara lain adalah hilangnya kebebasan dan mobilitas pribadi, bertambahnya kewajiban-
kewajiban dan usaha, bertambahnya beban ekonomi. Sedangkan yang termasuk dalam barriers adalah kebiasaan-kebiasaan dan norma-norma yang menyulitkan
perkawinan, adanya pilihan lain ketimbang menikah, adanya hukum yang mempersulit perceraian atau perkawinan, ada keserbabolehan seksual, adanya
persyaratan yang makin tinggi untuk melakukan perkawinan dan adanya undang- undang yang membatasi usia minimum dari perkawinan. Dalam masyarakat di mana
cost dan barrier tersebut terdapat dalam jumlah besar, maka dengan sendirinya rata-
rata usia perkawinan lebih tinggi.
3. Tabu – Larangan
Ditinjau dari pandangan Psikoanalisis, tabunya pembicaraan mengenai seks tentunya disebabkan karena seks dianggap sebagai bersumber pada dorongan-
dorongan naluri di dalam “id”. Dorongan-dorongan naluri seksual ini bertentangan dengan dorongan “moral” yang ada dalam “super ego”, sehingga harus direkam, tidak
boleh dimunculkan pada orang lain dalam bentuk tingkah laku terbuka.
xli Karena itu, remaja dan juga banyak orang dewasa pada umumnya tidak mau
mengakui aktivitas seksualnya dan sangat sulit diajak berdiskusi tentang seks, terutama sebelum ia bersenggama untuk yang pertama kalinya. Tabu-tabu ini jadinya
mempersulit komunikasi.
4. Kurangnya Informasi tentang Seks
Sikap mentabukan seks ini tidak hanya terdapat pada orang tua saja, tetapi juga pada anak-anak itu sendiri. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh L.C. Jensen
terhadap pelajar-pelajar putri yang hamil menunjukkan bahwa hampir semua responden yang ditelitinya tidak tertarik, bahkan jijik mendengarkan lelucon-lelucon
tentang seks atau gambar-gambar pria tanpa busana dan yang lebih penting lagi mereka tidak pernah membaca buku-buku cabul. Dengan demikian, mereka ini tidak
terangsang oleh banyaknya rangsang yang sampai pada mereka, akan tetapi oleh Jensen dibuktikan lebih lanjut bahwa terangsangnya mereka untuk berhubungan intim
adalah karena fantasi-fantasi sendiri tentang kemesraan dan cinta, yang jika ia punya pacar diproyeksikan pada pacarnya itu. Menurut Jensen perasaan-perasaan ini bisa
diperkuat oleh musik-musik tertentu.
5. Pergaulan yang makin Bebas
Kebebasan pergaulan antarjenis kelamin pada remaja, kiranya dengan mudah bisa disaksikan dalam hubungan sehari-hari, khususnya di kota-kota besar. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Psikologi UI 1987 pada siswa-siswa kelas II SLTA, terungkap bahwa di antara remaja yang sudah berpacaran hampir semua
xlii di atas 93 pernah berpegangan tangan dengan pacarnya. Jumlah yang pernah
berciuman adalah 61,6 untuk pria dan 39,4 untuk wanita, yang meraba payudara tercatat 2,32 pria dan 6,7 wanita sedangkan yang memegang alat kelamin ada
7,1 pria dan 1,0 wanita dan yang pernah berhubungan kelamin dengan pacarnya terdapat 2,0 semuanya pria.
Untuk itu Rex Forehand 1997 mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap anak remajanya, semakin rendah kemungkinan
perilaku menyimpang menimpa seorang remaja. Karena itu, disamping komunikasi yang baik dengan anak, orang tua juga perlu mengembangkan kepercayaan anak pada
orang tua, sehingga remaja lebih terbuka dan mau bercerita pada orang tua agar orang tua bisa memantau pergaulan anak remajanya. Sarlito W, 2003.
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual
1. Pengetahuan