Agama Tempat Tinggal ANALISIS KUALITATIF FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU SEKSUAL MAHASISWA (Studi Kasus pada Suatu Pendidikan Tinggi di Jawa Timur)

212 hubungan seksual tersebut. Disinilah perlunya peran ganda dari agama apapun yaitu sebagai norma-norma agama yang memuat perintah dan larangan bagi umat beragama dan juga sebagai nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Hubungan seksual ini dilakukan setelah penyunatan ini dimana kondisi alat kelamin belum sembuhkering serta mereka tidak menggunakan pengaman seperti kondom sehingga keadaan ini akan menjadi jalan untuk terjadinya penularan penyakit menular seksual. Sementara hubungan seks tanpa menggunakan kondom bukan merupakan perilaku seks aman dari kehamilan dan IMS. Jika benar-benar ingin aman, tetaplah tidak aktif seksual tetapi jika sudah aktif, setialah dengan satu pasangan saja, atau gunakan kondom dengan mutu yang baik dan benar agar dapat mengurangi resiko terkena IMS, HIVAIDS dan kehamilan BKKBN,2006.

3. Agama

Sebagai contoh : berdasarkan hasil penelitian informan yang beragama Kristen berpendapat seks bebas adalah perbuatan dosa dan tidak etis sebesar 5,88 dan cuekmas bodoh dengan seks bebas yang dijalaninya sebesar 5,88. Sedangkan informan yang berpendapat cuekmasa bodoh ini dikarenakan pemahaman agama mereka yang kurang. Pemahaman agama yang kurang karena salah seorang informan mengaku baru pindah agama yaitu Kristen Protestan karena dia mengaku 213 dengan agama sebelumnya Islam terlalu banyak aturan-aturan yang mengekangnya dan membuatnya tidak bebas menjalani hidupnya terutama pergaulan bebas. Hal ini ditunjukkan oleh alasan informan melakukan seks bebasseks di luar nikah dikarenakan pengaruh dari teman-temanya sebesar 5,88, seks di luar nikah itu sahboleh dilakukan walaupuan tanpa ikatan pernikahan sebesar 11,76 sehingga membuat informan bersikap cuekmasa bodoh dengan seks di luar nikah yang dijalaninya. Berdasarkan hasil survei Annisa Foundation pada pelajar di Cianjur, kecenderungan pelajar melakukan seks bukan dikarenakan persoalan ekonomi namun dikarenakan tuntutan pergaulan dan longgarnya kontrol orang tua mengenai praktek hubungan seks di luar nikah. Yang paling memperhatinkan mereka yang terlibat kegiatan hubungan di luar nikah itu bukan berarti karena tidak mengerti atau tidak paham nilai-nilai agama atau budi pekerti, sebab hampir 90 dari mereka mengaku bahwa praktek hubungan seksual di luar nikah merupakan perbuatan dosa Laila Sukmadevi, 2006. Sikappendapat informan yang menyatakan bahwa salah satu agama memperbolehkan seks bebas adalah tidak tepatbenar karena tidak ada salah satu agamapun yang memperbolehkan hubungan seks di luar nikah. 214

4. Tempat Tinggal

Pengendaran norma baik norma agama maupun norma-norma dalam masyarakat ini dibuktikan dengan informan yang sering melakukan hubungan seks di kos-kosan atau kontrakan. Kos-kosan atau kontrakan merupakan lokasi yang berada dalam lingkungan masyarakat yang mempunyai aturan-aturan setempat yang berlaku bagi masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Namun kenyataannya sungguh berbeda, kontarakan yang bisa dipastikan tidak ada tuan rumah atau pemilik sehingga penghuni kontrakan bebas melakukan aktivitas apapun termasuk seks bebas walaupun mereka telah melanggar nilai-nilai atau aturan-aturan yang ada dalam masyarakat. Sedangkan untuk kos-kosan, adanya hubungan transaksional antara pemilik kos dengan calon penghuni cenderung dalam urusan bisnisprofit sehingga pengawasannya pun cenderung tidak ketat sehingga ada ketakutan dari pemilik kos kalau pengawasan yang dilakukan terhadap penghuni kos terlalu ketat, hal ini akan membuat kos- kosannya tidak laku. Disamping itu juga, banyak pemilik bisnis kos-kosan yang tidak tinggal seatap dengan anak kosnya sehingga hal ini yang menyebabkan tidak adanya pengawasan sekali terhadap aktivitas anak kosnya walaupun terkadang disana ada juga penjaga kos. Namun penjaga kos ini juga kurang efektif dalam hal pengawasan karena mereka adanya kecenderungan cuek dengan aktivitas penghuni kos. 215 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa informan yang betempat tinggal di kos-kosan 82,35, sedangkan yang menyatakan bahwa seks bebasseks di luar nikah adalah perbuatan dosa dan tidak etis sebesar 35,30, perbuatan dosa sebesar 23,53, cuekmasa bodoh sebesar 11,76 dan tidak etismelanggar nilai-nilai yang ada dalam masyarakat sebesar 11,76. Informan yang cuekmasa bodoh dengan norma agama dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat semuanya bertempat tinggal di kos-kosan. Hal ini didukung oleh pengawasan pemilik kos yang kurang ketat sehingga mereka bebas melakukan aktivitas seksual di kos-kosan dengan bebas memasukkan tamu ke dalam kamar kos termasuk tamu yang berlainan jenis. Sedangkan informan yang bertempat tinggal di kontrakan berpendapat seks bebas adalah perbuatan dosa dan tidak etis sebesar 11,76 serta seks bebas adalah perbuatan dosa sebesar 5,88. Sebagian besar perilaku seksual dilakukan di kos, lingkungan kampus dan tempat- tempat lain seperti hotel, losmen dan bahkan mereka melakukan di mobil pada saat jalan-jalan A. Bajai, 2008. Menurut Laila Sukmadevi, untuk mengeliminir kasus hubungan seksual di luar nikah dengan menggunakan pendekatan konvensional seperti pendidikan agama dan budi pekerti, namun yang penting remaja yang telah masuk usia dewasa awal sudah sepantasnya diberikan pendidikan seksual yang memadai dan memberikan suasana lingkungan pendidikan yang tidak mengundang mereka pada kehidupan seks bebas Laila Sukmadevi, 2006. 216 Dewasa ini, kata “kampus” itu sendiri sering identik dan bersanding dengan hal-hal yang menuntut ukuran moralitas kurang baik. “Ayam kampus”, “seks bebas”, “sex in the kost” dan lain-lain. Selain itu, komunitas kampus dan lingkungan sekitarnya juga dikesankan sebagai tempat “dugem-dugeman”, “tawuran antar mahasiswa”, serta lingkungan kemahasiswaan yang mengesankan kampus hanya sebagai tempat “trendi trendian” di kalangan mahasiswa yang selalu sibuk menegaskan hidup yang dipengaruhi pasar bebas. Sehingga kampus mencerminkan corak budaya mencari kesenangan hidup. Dihadapkan pada berbagai macam budaya, etnik, agama dan aspek kultural, semaraknya free sex atau pre-marital sex disebabkan oleh pelampiasan kebutuhan seksual yang dalam agama dilakukan dalam hubungan pernikahan formalitas akhirnya mencari penyaluran pragmatis eksklusif, sembunyi-sembunyi dengan melanggar agama Nurani Soyomukti, 2008.

5. Jenis Kelamin