55 menghasilkan bahasa. Siswa mampu mengemukakan pendapat dan
gagasannya melalui bahasa yang dipilihnya sendiri sehingga benar-benar praktik bercerita. Tes keterampilan bercerita di sekolah terdiri dari
kemampuan teoretis dan praktik. Tes yang bersifat teoretis dapat diberikan secara tertulis yang dilaksanakan ulangan umum ujian semester. Tes
keterampilan berbicara
praktik, dapat
dilakukan di
kelas saat
berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Penilaian dalam kegiatan bercerita berdasarkan teknik penilaian dengan rentang nilai antara 0 sampai dengan
100. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes bercerita, dengan cara memberikan tugas kepada siswa untuk menceritakan kembali isi peristiwa
dalam cerita pada setiap siklusnya. Tujuan tes tersebut untuk mengukur keterampilan bercerita siswa.
3. Karakteristik Siswa Kelas V SD
Pengembangan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan tahap- tahap perkembangan siswa. Menurut Piaget Asri Budiningsih, 2005: 36-37
bahwa proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap tersebut bersifat
hierarkis, yaitu harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya.
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif mejadi empat tahap, yaitu 1 tahap sensorimotor umur 0-2 tahun; 2 tahap praoperasional
umur 2-7 tahun; 3 tahap operasional konkrit umur 7-11 tahun; dan 4
56 tahap operasional formal umur 11-18 tahun. Berdasarkan pembagian di atas,
siswa kelas V lima SD berada pada tahap operasional konkrit. Siswa pada tahap operasional konkrit telah memiliki kecakapan dalam
berpikir logis, sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas namun hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit. Menurut William Crain
2007: 183 pada tahap operasional konkrit, bahasa mengembangkan cakrawala anak-anak. Melalui bahasa, anak dapat menghidupkan kembali masa lalu,
mengantisipasi masa depan, dan mengkomunikasikan peristiwa-peristiwa kepada orang lain. Pada periode operasional konkrit ini, anak telah mengalami
kemajuan dalam pengembangan konsep dan pengalaman langsung yang sangat membantu dalam proses berpikirnya.
Syamsu Yusuf LN 2006: 178-179 anak usia sekolah dasar 6-12 tahun sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-
tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif membaca, menulis, dan berhitung. Tahap operasional konkrit merupakan
masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai
perbendaharaan kata. Apabila anak gemar membaca dan mendengarkan cerita yang bersifat kritis, maka anak akan mempunyai keterampilan membaca dan
berkomunikasi dengan orang lain. Dalam konteks pendidikan dasar, pembelajaran bahasa dimaksudkan
untuk menambah perbendaharaan kata, mengajarkan menyusun struktur kalimat, peribahasa, kesusastraan dan keterampilan mengarang. Dengan
dibekali pembelajaran bahasa, diharapkan siswa dapat menguasai dan
57 mempergunakannya sebagai alat untuk berkomunikasi dengan orang lain,
menyatakan isi hatinya perasaannya, memahami keterampilan mengolah informasi yang diterima, berpikir menyatakan gagasan atau pendapat, dan
mengembangkan kepribadiannya, seperti menyatakan sikap dan keyakinan. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan
keterampilan berbahasa siswa adalah dengan metode mind map. Tony Buzan 2008: 7 menyatakan bahwa mind map merupakan teknik grafis dengan
struktur alamiah berupa radial yang memancar keluar dari gambar sentral. Mind map menggunakan garis, lambang, warna, kata-kata serta gambar
berdasarkan aturan yang sederhana, mendasar, alami, dan akrab bagi otak. Dengan menggunakan mind map, daftar informasi yang panjang dan
menjemukan dapat diubah bentuknya menjadi diagram berwarna-warni, mudah diingat, dan sangat beraturan serta sejalan dengan cara kerja alami otak.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa mind map mampu mengubah bentuk informasi yang panjang menjadi sebuah diagram yang
berwarna-warni mampu menarik perhatian dan minat siswa.
B. Kerangka Pikir
Dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, pelaksanaan dah hasil keterampilan bercerita siswa masih rendah. Dalam pelaksanaan
pembelajaran, dibuktikan dengan belum adanya keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, perhatian atau fokus siswa yang masih
rendah, aktivitas belajar yang monoton dengan guru mendominasi saat kegiatan pembelajaran berlangsung, dan motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan