3. Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berikir kritis.
4. Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat bergantung kepada apa
yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan
bertutur berkomunikasi, dan kemampuan mengelola kelas. 5.
Strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah one-way communication, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman peserta
didik akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula.
2.1.5 Model Pembelajaran Problem Posing
Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata “problem” artinya masalah, soalpersoalan dan kata “pose” yang artinya
mengajukan. Jadi problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah. Model pembelajaran ini dikembangkan di tahun 1997 oleh
Lynn, dan pada awalnya diterapkan pada mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model pembelajaran ini dikembangkan pada mata pelajaran yang lain.
Menurut Silver, sebagaimana dikutip oleh Irwan 2011: 4, mengatakan problem posing merupakan aktivitas yang meliputi merumuskan soal-soal dari
hal-hal yang diketahui dan menciptakan soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari masalah-masalah yang diketahui tersebut serta menentukan
penyelesaiannya. Dari pendapat Silver tersebut dapat disimpulkan bahwa problem
posing adalah kegiatan merumuskan soal baru dari memodifikasi kondisi soal lama sehingga mampu menentukan penyelesaiannya sendiri.
Menurut Lynn, sebagaimana dikutip oleh Mahmudi 2008: 4, problem
posing dapat diartikan sebagai pembentukan soal berdasarkan konteks, cerita, informasi, atau gambar yang diketahui. Dari pendapat Lynn dapat disimpulkan
bahwa problem posing adalah pembentukan soal baru dari cerita, info dan gambar yang telah ada. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa problem
posing adalah kegiatan membuat soal baru dari sesuatu yang diketahui baik sumber yang berupa soal lama maupun dari gambar, cerita.
Menurut Suryosubroto 2009: 203, salah satu model pembelajaran yang dapat memotivasi peserta didik untuk berpkir kritis sekaligus dialogis, kreatif dan
interakti yakni Problem Posing atau pengajuan masalah-masalah yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan. Problem posing merupakan model pembelajaran yang
mengharuskan peserta didik menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada
penyelesaian soal tersebut. Dalam pembelajaran matematika, problem posing pengajuan soal
menempati posisi yang strategis. Peserta didik harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara mendetil. Hal tersebut akan dicapai jika peserta didik
memperkaya pengetahuannya tak hanya dari guru melainkan perlu belajar secara mandiri. Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu
model pembelajaran yang mewajibkan para peserta didik untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal berlatih soal secara mandiri.
Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut Suyitno, 2004: 31-32.
1 Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para peserta didik. Penggunaan
alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan. 2
Guru memberikan latihan soal secukupnya. 3
Peserta didik diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan peserta didik yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini
dapat pula dilakukan secara kelompok. 4
Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh peserta didik untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat
menentukan peserta didik secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh peserta didik.
5 Guru memberikan tugas rumah secara individual.
Menurut Silver dan Cai, sebagaiman dikutip oleh Siswono 2004 pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif
matematika yakni sebagai berikut. 1
Pre solution posing Pre solution posing yaitu jika seorang peserta didik membuat soal dari
situasi yang diadakan. Jadi guru diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya.
2 Within solution posing
Within solution posing yaitu jika seorang peserta didik mampu merumuskan ulang pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub pertanyaan baru
yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya. Jadi diharapkan peserta didik mampu membuat sub-sub pertanyaaan baru dari sebuah
pertanyaan yang ada pada soal yang bersangkutan. 3
Post solution posing Post solution posing yaitu jika seorang peserta didik memodifikasi tujuan
atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis.
Bagi peserta didik, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, peserta didik menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu
permasalahan dan peserta didik memecahkan masalah tersebut. Problem posing merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif dan bernalar matematis. Problem posing dapat dilakukan secara individu atau klasikal,
berpasangan, atau secara berkelompok. Problem posing yang diajukan secara individu tidak memuat intervensi atau pemikiran dari peserta didik lain. Masalah
tersebut adalah murni sebagai hasil pemikiran yang dilatarbelakangi oleh situasi yang diberikan. Selain itu, kualitas dari soal tersebut dapat diperiksa secara
berulang-ulang dengan baik sebelum diajukan. Namun demikian, soal matematika yang diajukan tanpa terlebih dahulu ditanggapi oleh peserta didik lain, utamanya
berkaitan dengan tingkat keterselesaiannya, dapat mengakibatkan masalah tersebut kurang berkembang atau kandungan informasinya kurang lengkap. Soal
matematika yang diajukan secara berpasangan dapat lebih berbobot jika dilakukan dengan cara kolaborasi di antara keduanya, utamanya yang berkaitan dengan
tingkat keterselesaian masalah tersebut. Akan tetapi, jika kolaborasi kurang diperhatikan, maka besar kemungkinan peserta didik saling mengharap satu sama
lain, sehingga masalah menjadi kurang berbobot. Sama halnya dengan masalah matematika yang dirumuskan dalam satu kelompok kecil akan menjadi lebih
berkualitas, baik tingkat keterselesaian maupun kandungan informasinya. Hal ini akan terjadi jika semua anggota kelompok dapat berpartisipasi dengan baik.
Sebaliknya tidak menutup kemungkinan adanya anggota dari kelompok yang hanya mengandalkan temannya yang lebih pintar sehingga masalah matematika
yang diajukan menjadi kurang berkualitas. Dari uraian di atas, tampak bahwa keterlibatan peserta didik untuk turut
belajar dengan cara menerapkan model pembelajaran problem posing merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Peserta didik tidak hanya menerima saja
materi dari guru, melainkan peserta didik juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri. Dengan penerapan model pembelajaran problem posing
dapat melatih peserta didik belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik.
Model pembelajaran Problem Posing memiliki beberapa kelebihan. Menurut Rahayuningsih, sebagaimana dikutip oleh Sutisna 2010: 18, kelebihan
Problem Posing diantaranya adalah sebagai berikut. 1.
Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan peserta didik.
2. Minat peserta didik dalam pembelajaran matematika lebih besar dan peserta
didik lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri.
3. Semua peserta didik terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.
4. Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan
peserta didik dalam menyelesaikan masalah. 5.
Dapat membantu peserta didik untuk melihat permasalahan yang ada dan yang baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam
dan lebih baik, merangsang peserta didik untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan memperluas bahasan pengetahuan, peserta didik
dapat memahami soal sebagai latihan untuk memecahkan masalah. Disamping memiliki kelebihan, model pembelajaran problem posing juga
memiliki kekurangan antaralain sebagai berikut. 1.
Pembelajaran model problem posing membutuhkan waktu yang lama, dan agar pelaksanaan kegiatan dalam membuat soal dapat dilakukan dengan baik
perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal.
2. Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat
disampaikan. 3.
Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.
2.1.6 Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI