20
Tingkat  kemandirian  atau  kemampuan  untuk  “berdiri  sendiri”  erat hubungannya  dengan  tingkat  kepercayaan  diri  seseorang.  Seseorang  yang
mempunyai  kepercayaan  diri  yang  relatif  tinggi  akan  mampu  menghadapi  dan menyelesaikan  pekerjaan  tanpa  harus  menunggu  perintah  atau  “bantuan”  orang.
Kemandirian  terungkap  dari  segi  inisiatif  dan  kemampuan  untuk  dapat  menolong diri sendiri. Tentu saja kepercayaan diri yang tinggi dan dapat mengangkat tingkat
kemandirian seseorang adalah hasil kerja keras yang sistematis selama beberapa minggu, bulan, bahkan beberapa tahun dengan tekun Soesarsono, 2002; 70.
Seorang  wirausaha  yang  mandiri,  memiliki  tiga  jenis  modal  utama  yang harus  dimiliki  sebagaimana  yang  dikemukakan  oleh  Suryana  2006;  34,  yaitu:
1  sumberdaya  internal,  misalnya  kepandaian,  keterampilan  dan  kemampuan menganalisis  dan  menghitung  resiko,  serta  keberanian  atau  visi  jauh  ke  depan,
2 sumberdaya eksternal, misalnya sumber modal usaha dan modal kerja, jaringan sosial  serta  jalur  permintaanpenawaran,  dan  lain  sebagainya,  dan  3  faktor  x,
misalnya kesempatan dan keberuntungan.
2.3.2. Unsur-Unsur Kemandirian
Havighurst  1972  mengemukakan  beberapa  aspek  yang  terdapat  dalam kemandirian,  yaitu:  a  emosi,  yang  ditunjukkan  dengan  kemampuan  mengontrol
emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua, b ekonomi, yang ditunjukkan  dengan  kemampuan  mengatur  ekonomi  dan  tidak  tergantungnya
kebutuhan  ekonomi  pada  orang  tua,  c  intelektual,  yang  ditunjukkan  dengan kemampuan  untuk  mengatasi  berbagai  masalah  yang  dihadapi,  d  Sosial,  yang
ditunjukkan  dengan  kemampuan  untuk  mengadakan  interaksi  dengan  orang  lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.
Ismawan 2003 menulis bahwa konsep kemandirian tidak hanya mencakup pengertian-pengertian  kecukupan  diri  self  sufficiency  di  bidang  ekonomi,  tetapi
juga meliputi faktor manusia secara pribadi, yang di dalamnya mengandung unsur- unsur  penemuan  diri  self  discovery  berdasarkan  kepercayaan  diri  self
confidence.  Karena  itu,  kemandirian  merupakan  sikap  yang  mengutamakan kemampuan  diri  sendiri  dalam  mengatasi  pelbagai  masalah  demi  mencapai  satu
tujuan,  tanpa  menutup  diri  dengan  pelbagai  kemungkinan  kerjasama  yang  saling menguntungkan.  Artinya,  bahwa  dalam  pengertian  sosial,  kemandirian  juga
bermakna  sebagai  organisasi  diri  self  organization  atau  manajemen  diri  self management  yang  saling  terkait  dan  saling  melengkapi  sehingga  muncul  suatu
keseimbangan yang akan menjadi landasan bagi perkembangan berikutnya.
21
Faktor  manusia  secara  pribadi  sangat  menentukan  kemandiriannya  dalam menjalankan  suatu  usaha,  termasuk  dalam  upayanya  mempertahankan
kemandirian  secara  ekonomi.  Faktor  ini  dapat  diketahui  dari  beberapa  aspek penting  yang  membangun  kemandirian  seseorang,  seperti:  kepercayaan  diri  self-
confidence, manajemen diri self-management, kemandirian emosional emotional self-reliance,  kemandirian  intelektual  intellectual  self-reliance,  dan  kemandirian
sosial social self-reliance. Unsur-unsur  kemandirian  yang  dielaborasi  sebagai  variabel  konsekuen
dalam  penelitian  ini  adalah  pada  aspek  kemandirian  intelektual,  kemandirian emosional,  kemandirian  ekonomi,  dan  kemandirian  sosial.  Pemahaman  lebih  jauh
tentang  beberapa  aspek  yang  terdapat  dalam  kemandirian  tersebut,  dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.3.2.1. Kemandirian Intelektual Kemandirian  intelektual  Intellectual  Self-Reliance  penekanannya  terletak
pada  kemandirian  berpikir  independent  thinking.  Presley  1995  menulis  bahwa kemandirian  berpikir  sama  pentingnya  dengan  kemandirian  dalam  sistem
pendidikan yang berupaya menemukan cara bagi anak didik untuk berpikir mandiri dan menjadi pemikir kritis.
Selanjutnya,  Presley  mendasarkan  pandangannya  pada  kamus  Oxford Unabridged  bahwa  yang  termasuk  dalam  kemandirian  independent  itu  adalah
ketidaktergantungan seseorang dari pengaruh otoritas maupun pembentukan opini dari pihak lain. Namun demikian, dalam kemandirian selalu membutuhkan data dan
informasi relevan yang mendasari opini tersebut. Cara mendapatkan informasi dan bagaimana  menerapkannya  akan  menentukan  seseorang  itu  mandiri  atau  tidak.
Cara  mendapatkan  informasi  menurut  Suparno  2001:  107  dapat  bersifat  auditif, visual, kinestetik atau merupakan kombinasi dari ketiganya.
2.3.2. 2. Kemandirian Emosional Emosi  emotion    adalah  satu  rangkaian  interaksi  yang  kompleks  antara
faktor-faktor  subyektif  dan  obyektif  yang  dimediasi  oleh  sistem  syarafhormonal, sehingga
dapat membangkitkan
pengalaman-pengalaman afektif
seperti munculnya perasaan senang dan tidak senang. Selain itu, aspek emosi juga akan
menghasilkan  proses  kognitif  seperti  pengaruh  persepsi  yang  relevan  secara
22
emosional  dan  penaksiran  terhadap  suatu  obyek,  sehingga  menimbulkan  perilaku tertentu.  Perilaku  tersebut  dapat  ditunjukkan  secara  ekspresif,  mengarah  pada
suatu tujuan, dan bersifat adaptif Kleinginna and Kleinginna dalam Richins, 1997. Selanjutnya  Holbrook  and  O´Shaughnessy  dalam  Richins,  1997  menulis  bahwa
emosi adalah serangkaian reaksi terhadap situasi lingkungan sekitar. Beckert 2005 menggunakan istilah emotional autonomy untuk kemandirian
emosional yang menunjuk kepada kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri. Penelitian tentang kemandirian emosional ini lebih sering difokuskan
pada  masa  remaja  awal  karena  perubahan-perubahan  biologis,  sosial  dan emosional  yang  terjadi  selama  periode  tersebut  sangat  signifikan.  Steinberg  dan
Silverberg  dalam  Beckert,  2005  membuat  skala  pengukuran  kemandirian emosional yang disebutnya sebagai Emotional Autonomy Scale EAS. Asumsi dari
kedua  peneliti  tersebut  adalah  bahwa  dengan  menjauhkan  seseorang  dari pengaruh  orang  tua,  maka  orang  tersebut  akan  membangun  kemandiriannya.
Hoffman  1984  memandang  kemandirian  emosional  sebagai  pemisahan psikososial  psychosocial  separation  dan  menggunakan  istilah  emotional
independence untuk itu. Hurlock 1980: 249-250 menulis bahwa masa dewasa dini umur sekitar 18
hingga  40  tahun  merupakan  masa  ketegangan  emosional  dan  sering  merupakan masa  ketergantungan.  Apabila  ketegangan  emosi  terus  berlanjut  sampai  umur
tigapuluhan,  umumnya  hal  ini  nampak  dalam  bentuk  keresahan  yang  berkaitan dengan  masalah-masalah  penyesuaian  diri  yang  harus  dihadapi  saat  itu  dan
berhasil  tidaknya  mereka  dalam  upaya  penyelesaian  masalah  itu.  Kekhawatiran- kekhawatiran  utama mungkin  terpusat  pada  pekerjaan mereka,  antara  lain karena
mereka  merasa  tidak  mengalami  kemajuan  secepat  yang  mereka  harapkan.  Oleh karena  itu,  penting  untuk  diperhatikan  hubungan  emosional  seseorang  dengan
orang tua atau pendahulu mereka. Sejumlah  teoritis  dan  penelitian  kontemporer  menyatakan  bahwa  otonomi
[kemandirian] yang baik itu berkembang dari hubungan orang tua yang positif dan suportif. Hubungan ini memungkinkan untuk mengungkapkan perasaan positif dan
negatif  yang  membantu  perkembangan  kompetensi  sosial  dan  otonomi [kemandirian]  secara  bertanggungjawab  Desmita,    2006:  218.  Hasil  penelitian
Lamborn  dan  Steinberg  dalam  Desmita,  2006:  218  menunjukkan  bahwa perjuangan  remaja  untuk  meraih  otonomi  tampaknya  berhasil  dengan  baik  dalam
lingkungan keluarga yang secara simultan memberikan dorongan dan kesempatan
23
bagi  remaja  untuk  memperoleh  kebebasan  emosional.  Sebaliknya,  remaja  yang tetap  tergantung  secara  emosional  pada  orang  tuanya  terlihat  kurang  kompeten,
kurang  percaya  diri,  dan  kurang  berhasil  dalam  belajar  dan  bekerja  dibandingkan dengan  remaja  yang  mencapai  kebebasan  emosional  Dacey  dan  Kenny,  dalam
Desmita,  2006:  218.  Kemandirian  secara  emosional  dapat  diketahui  dari  diri sendiri  apakah  kita  tergolong  orang  yang  cukup  sensitif  melihat  sesuatu  yang
menuntut  kita  untuk  bergerak  melakukannya  ataukah  merupakan  orang  yang “cuek” dan tidak menghiraukan keadaan sekitar Suparno, 2001: 107.
2.3.2.3. Kemandirian Ekonomi Kemandirian  ekonomi  Economic  Self  Reliance  adalah  kemampuan  dari
suatu  entitas  untuk  menopang  kesejahteraannya.  Entitas  di  sini  dapat  berupa individu,  keluarga,  komunitas,  negara,  daerah,  maupun  bangsa.  Kemandirian
ekonomi  merupakan  tujuan  antara  intermediate  end  yang  memfasilitasi  suatu entitas  untuk  mengejar  visi  mereka  pada  kehidupan  yang  lebih  baik  Godfrey,
2003. Selanjutnya, Godfrey  mengemukakan  bahwa  unsur-unsur  dari kemandirian
ekonomi  itu  terletak  pada  kemampuan  suatu  entitas  untuk:  1  menyimpan  surplus sumberdaya  yang  dihasilkan,  dan  2  penataan  ekonomi  kehidupan  agar  tidak
rentan  terhadap  goncangan.  Dengan  kata  lain  bahwa  kemandirian  ekonomi merupakan  fungsi  dari  surplus  generation  dan  economic  vulnerability.  Surplus  itu
sendiri  diartikan  sebagai kelebihan  sumberdaya ekonomi  dari  yang  sesungguhnya dibutuhkan  excess  of  subsistence.  Mereka  yang  hidup  pada  keadaan  subsisten
atau  berada  di  bawah  level  subsisten  tidak  dapat  dikatakan  sebagai  orang  yang mandiri.  Demikian  pula  dengan  mereka  yang  tidak  memiliki  cara  untuk  menata
sumberdaya agar tidak rentan terhadap goncangan ekonomi. Kemandirian ekonomi sangat dipengaruhi oleh budaya ekonomi subordinasi
yang  mempertahankan  hegemoni  ekonomi  dan  menumbuhkan  dependensi  baru. Swasono  2003  menjelaskan  bahwa  hubungan  ekonomi  subordinasi  tuan  hamba
dan  taoke-koelie  atau  juragan-buruh  yang  merupakan  suatu  economic  slavery system  sebagaimana  berlaku  pada  zaman  usaha  VOC,  pasca  VOC,  cultuurstelsel
dan pasca cultuurstelsel, secara imperatif perlu kita ubah menjadi hubungan ekonomi yang  demokratis,  yaitu  hubungan  ekonomi  yang  partisipatori-emansipatori.  Hal  ini
ditujukan  untuk  menghindari  keterdiktean,  ketertundukan,  ketakmandirian  dan ketergantungan ekonomi.
24
Suatu  budaya  ekonomi  subordinasi  sebagaimana  dijelaskan  di  atas,  akan memberi  dampak  pada  keadaan  hidup  yang  subsisten,  di  mana  seseorang  yang
tersubordinasi akan sulit mencapai surplus generation dan economic invulnerability. Dengan  kata  lain,  kemandirian  ekonomi  sulit  dicapai  pada  budaya  ekonomi
subordinasi. 2.3.2.4. Kemandirian Sosial
Kemandirian  Sosial  Social  Self  Reliance  dapat  dipahami  lebih  jauh  dari penjelasan  Emerson  1996  yang  menyatakan  bahwa  untuk  menjadi  mandiri,
seseorang  seharusnya  tidak  konformis  nonconformist.  Apa  yang  akan  dilakukan seharusnya  adalah  apa  yang  telah  dipertimbangkan  sendiri,  bukan  dari  apa  yang
dipikirkan  oleh  orang  lain.  Emerson  menekankan  adanya  kesadaran  sendiri  dan melakukan  penarikan  diri  dari  masyarakat  withdrawal  from  society  sehingga
masyarakat  dapat  menerimanya  apa  adanya.  Masyarakat  telah  membentuk gagasan tentang apa yang harus dilakukan oleh setiap individu dalam ikatan yang
sangat kuat sehingga seseorang dapat meyakininya sebagai sesuatu yang pantas. Kondisi  seperti  ini  menunjukkan  bahwa  masyarakat  menghalangi  individu  untuk
mandiri, karena adanya kesan yang diciptakan oleh orang-orang di sekitar mereka. Oleh  karena  itu,  Emerson  menekankan  pentingnya  sikap  nonconformist  dalam
masyarakat  untuk  dapat  mengembangkan  kemandirian  seseorang.  Namun demikian,  seseorang  yang  mandiri  secara  sosial  haruslah  orang  yang  mudah
bergaul  dan  cakap  bekerjasama  dengan  orang  lain  untuk  mencapai  cita-citanya pada masa yang akan datang Suparno, 2001: 107-108.
Tubbs  dan  Moss  2001:  70-71  menulis  suatu  kritik  mengenai  penelitian konformitas,  bahwa  para  subyek  jarang  mempertahankan  cara  pandang  mereka
terhadap  pendapat  mayoritas.  Kelompok  yang  tinggi  tingkat  kepaduannya cenderung  melakukan  tekanan-tekanan  konformitas  yang  kuat.  Selanjutnya,  Hare
dalam Tubbs dan Moss, 2001: 71 menyampaikan sejumlah hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orang yang berkompromi cenderung untuk: 1 lebih menyerah
atau  bergantung,  2  amat  membutuhkan  persetujuan  sosial  dan  kurang membutuhkan  kemandirian,  3  lebih  sering  wanita  dari  pada  pria,  dan  4  rasa
percaya dirinya kurang.
25
Ringkasan
Kemandirian  merupakan  perilaku  yang  mengutamakan  kemampuan  diri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah tanpa harus tergantung pada pihak lain,
termasuk  dalam  membina  kemungkinan  hubungan  kerjasama  yang  saling menguntungkan.  Unsur-unsur  kemandirian  yang  dielaborasi  dalam  penelitian  ini
adalah:  a  Kemandirian  intelektual,  penekanannya  terletak  pada  pentingnya kemampuan  pikir  seseorang  dan  terlepas  dari  pembentukan  opini  pihak  lain.
Seseorang yang mandiri secara intelektual, perlu mendapatkan data dan informasi relevan  yang  mendasari  opini  dan  kemampuan  pikirnya  tersebut,  b  Kemandirian
emosional, penekanannya
terletak pada
kemampuan seseorang
untuk mengembangkan  dirinya  sendiri  dan  berani  melepaskan  ketergantungan  dari
berbagai  pihak  yang  ada  di  lingkungannya,  c  Kemandirian  ekonomi,  lebih menekankan  pada  kemampuan  suatu  entitas  untuk  menopang  kesejahteraannya.
Unsur-unsur  kemandirian  ekonomi  terletak  pada  kemampuan  suatu  entitas  untuk menyimpan  surplus  sumberdaya  yang  dihasilkan  dan  menata  ekonomi  kehidupan
agar  tidak  rentan  terhadap  goncangan,  d  Kemandirian  sosial,  lebih  menekankan pada  kemampuan  seseorang  untuk  tidak  konformis  pada  setiap  gagasan  yang
ditetapkan oleh komunitasnya. Orang yang mandiri secara sosial mendasarkan diri pada  keyakinan  sendiri  dalam  membina  hubungan  sosial  dan  dapat  bergaul
dengan lingkungan sosialnya secara akrab sebagai salah satu strategi adaptasi.
2.4. Kemandirian Nelayan pada Usaha Penangkapan Ikan Demersal :