47
III. KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berpikir
Setiap individu nelayan memiliki kemampuan yang berbeda untuk mengembangkan kemandiriannya dalam menjalankan usaha penangkapan ikan
demersal. Perbedaan ini disebabkan antara lain oleh perbedaan umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha, jumlah anggota keluarga dan sifat perintis yang
melekat pada masing-masing individu nelayan. Identifikasi kemandirian nelayan dalam hal ini dilakukan pada empat komponen yakni kemandirian intelektual,
kemandirian emosional, kemandirian ekonomi dan kemandirian sosial. Nelayan yang mandiri secara intelektual ditunjukkan dengan kemampuan
menggunakan daya pikirnya secara mandiri dan bebas dari pengaruh otoritas maupun pembentukan opini pihak lain. Pada nelayan ikan demersal, kemandirian
seperti ini dapat diketahui antara lain dari kemampuannya merencanakan kegiatan penangkapan, kemampuan menentukan dan mengidentifikasi daerah penangkapan
fishing ground yang dapat memberi hasil yang berlimpah, kemampuan dalam menentukan cara berproduksi, kemampuan mengambil keputusan dalam
memecahkan masalah, dan kemampuan memasarkan hasil usahanya. Nelayan yang mandiri secara intelektual selalu berupaya mendapatkan informasi dan atau
data yang dapat mendukung kemampuan intelektualnya tersebut. Kemandirian nelayan secara emosional ditunjukkan dengan kemampuan
mengembangkan dirinya sendiri yang didasarkan pada keberanian melepaskan ketergantungan dari kendali berbagai pihak. Nelayan yang mandiri secara
emosional adalah nelayan yang dapat melepas ketergantungannya pada otoritas keluarga dan ikatan patron-klien, dapat menyikapi ritual kepercayaan lokal,
mengatasi sikap fatalistik dan dapat mengembangkan kerjasama dalam pemanfaatan laut.
Kemandirian nelayan secara ekonomi ditunjukkan dengan kemampuannya untuk menyediakan dan meningkatkan semua kebutuhan yang diperlukan pada
usaha penangkapan ikan demersal seperti aset usaha, biaya operasional, melakukan diversifikasi usaha, pendapatan dan tabungan
Pada masyarakat patriarkhal, umumnya otoritas keluarga dipegang oleh laki-laki tertua. Keputusan pemegang otoritas berlaku untuk semua anggota
keluarga dan harus dipatuhi. Nelayan yang mandiri adalah nelayan yang mampu melepas ketergantungannya pada kendali otoritas keluarga.
48
Ketergantungan nelayan juga terjadi dengan adanya ikatan patron-klien. Umumnya, struktur sosial dalam masyarakat nelayan dicirikan oleh kuatnya ikatan
patron-klien. Meskipun munculnya ikatan patron-klien ini dilandasi oleh hubungan mutualisme, namun pada akhirnya hubungan ini bersifat eksploitatif dan nelayan
selalu dirugikan dalam posisinya sebagai klien. Oleh karena itu, nelayan yang mandiri secara emosional adalah nelayan yang dapat melepaskan diri dari
ketergantungan pada ikatan patron-klien. Pada masyarakat nelayan umumnya terdapat ritual kepercayaan dalam
menjalankan kegiatan penangkapan ikan. Pada kelompok masyarakat nelayan yang masih memegang teguh ritual kepercayaan meyakini bahwa pelaksanaan
ritual ini dapat menghindarkan diri dari resiko kegagalan dan resiko yang berkaitan dengan keselamatan jiwa. Ketergantungan pada ritual kepercayaan ini
mengharuskan nelayan untuk mengalokasikan waktu bagi pelaksanaan ritual tersebut. Pelaksanaannya pun kadang-kadang harus tergantung pada orang yang
memiliki kelebihan untuk melaksanakan ritual tersebut. Selain itu, dalam masyarakat nelayan terdapat sikap fatalistik dan potensi
konflik interpersonal dalam pemanfaatan sumberdaya perairan. Nelayan yang mandiri akan menunjukkan kemampuannya dalam mengatasi dan mengendalikan
setiap aspek emosi dalam menjalankan usaha penangkapan ikan demersal. Selanjutnya, kemandirian nelayan secara sosial dapat diidentifikasi dari
kemampuannya menjaga independensi, membina hubungan dengan sesama kelompok nelayan membina hubungan dengan kelompok di luar nelayan dan
dengan kelompok pemimpin, serta dapat mengembangkan strategi adaptasi untuk mengatasi kesulitan-kesulitan hidup. Nelayan yang mandiri secara sosial selalu
menjaga independensi dari tekanan-tekanan konformitas kelompok dan lingkungan sosialnya. Mereka dapat saja menerima padangan-pandangan kelompoknya jika
hal tersebut tidak merugikan usahanya dan karena alasan normatif untuk menunjukkan penghargaan pada kelompoknya.
Nelayan yang mandiri membina hubungan sosial dicirikan oleh kemampuan mobilitasnya dalam berinteraksi dengan sesama kelompok nelayan maupun
dengan kelompok bukan nelayan. Hal ini dilakukan dengan memasuki kelompok- kelompok sosial atau individu sehingga berdampak pada meningkatnya pola
interaksi mutualisme yang dapat menunjang perkembangan usahanya. Sedangkan kemampuan mengembangkan strategi adaptasi berkaitan dengan kesulitan-
kesulitan hidup yang dialami oleh nelayan yang mengharuskannya untuk
49
mengembangkan strategi tersebut. Strategi ini dapat dilakukan dengan memobilisasi peran istri dan anak atau melalui hubungan pinjam meminjam secara
timbal balik dengan kerabat, tetangga dan sahabat untuk mengatasi kesulitan hidup sehari-hari.
Kemandirian sebagaimana disebutkan di atas sangat bergantung pada kompetensi yang dimiliki oleh nelayan. Nelayan yang kompeten adalah nelayan
yang memiliki kemampuan menjalankan kegiatan penangkapan ikan demersal secara efektif pada beberapa aspek seperti: perencanaan usaha, aspek
permodalan, penentuan daerah penangkapan fishing ground, penentuan waktu menangkap, teknik penangkapan, pengambilan keputusan dalam memecahkan
masalah, pengendalian usaha, dan pada aspek pemasaran. Kemandirian yang dilandasi oleh unsur kompetensi tersebut tidak sama bagi
setiap nelayan. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan nelayan itu sendiri seperti faktor umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah tanggungan dan sifat
perintis nelayan. Perbedaan ini menyebabkan adanya perbedaan kemampuan nelayan dalam mengembangkan kemandirian mereka pada usaha penangkapan
ikan demersal. Berdasarkan uraian tersebut, secara sederhana alur pemikiran penelitian
tentang pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah tanggungan dan sifat perintis nelayan terhadap kemandirian nelayan ikan demersal di Kecamatan
Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 1 Hubungan antar peubah penelitian
50
3.2. Hipotesis