37
pemerintah. Dengan demikian, maka yang menjadi fokus kajian studi ini adalah tabungan swasta atau jumlah pendapatan yang tersisa dan ditabung oleh rumah
tangga nelayan setelah mengeluarkan pajak dan kebutuhan konsumsi mereka. Banyak cara yang dilakukan oleh nelayan atau petani tambak untuk
menyimpan sebagian dari keuntungan hasil usaha mereka. Yudiantoro 2007: 88 mencontohkan cara yang ditempuh oleh petani tambak di wilayah Sidoarjo antara
lain dengan menukarkan keuntungan yang mereka peroleh dengan pehiasan, baik emas maupun barang berharga lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi
kekurangan dana yang dibutuhkan untuk proses produksi berikutnya. Namun demikian, kemampuan nelayan untuk menyimpan atau menabung
keuntungan hasil usahanya disinyalir masih sangat lemah. Lemahnya menyimpan surplus usaha ini pada hakekatnya bersumber dari sikap mental nelayan sendiri.
Mereka mempunyai sifat pemboros. Bila pada musim banyak ikan tertangkap mereka lebih suka berpesta secara berlebihan, dan sebagainya. Mereka enggan
menabung sehingga kesempatan pembentukan modal sendiri dari hasil penjualan produk tidak akan terjadi, bahkan modal usaha habis akibat sikap mental mereka
itu Hanafiah dan Saefuddin, 1983: 179.
2.4.4. Kemandirian Sosial
2.4.4.1. Menjaga Independensi Setiap individu tidak lepas dari pengaruh sistem sosial dan budaya yang
berlaku dalam lingkungan atau kelompoknya. Individu selalu diperhadapkan pada tekanan-tekanan konformitas yang akan mempengaruhi interaksi sosialnya.
Individu yang mandiri secara sosial senantiasa dapat menjaga independensi dari berbagai tekanan konformitas sehingga tidak terbawa “arus” pada semua keinginan
kelompok. Popenoe 1989: 155-156 menulis beberapa hasil eksperimen yang
menunjukkan betapa kuatnya tekanan konformitas dalam suatu kelompok. Eksperimen tersebut antara lain dilakukan oleh Sherif dan Asch pada tahun 1936
dengan mengemukakan adanya
konformitas informasional
informational conformity dan konformitas normatif normative conformity. Konformitas
informasional dimaksudkan sebagai suatu keadaan di mana subyek merasa tidak berada dalam tekanan-tekanan konformitas karena telah menerima pandangan-
pandangan kelompoknya, sedangkan pada konformitas normatif subyek selalu menerima tekanan-tekanan sosial karena takut ditolak oleh kelompoknya.
38
Para psikolog membedakan independensi yang sebenarnya true independence dengan penolakan rebellion. True independence dimaksudkan
sebagai pengabaian terhadap harapan-harapan normatif dari seseorang atau kelompok, sedangkan rebellion adalah penolakan langsung dari harapan-harapan
tersebut McDavid dan Harari, 1974: 267. Selanjutnya, McDavid dan Harari 1974: 268 membuat sebuah model untuk
membedakan antara rebellion, dependence, conformity, dan independence. Independence independensi dan rebellion dianggap serupa karena keduanya
menunjukkan perilaku yang tidak konformis, tetapi berbeda dalam cara. Jika seseorang memiliki independensi yang sebenarnya, ada kemungkinan terdapat
kesesuaian dengan norma-norma sosial yang berlaku, tetapi kadang-kadang dianggap ganjil.
2.4.4.2. Membina Hubungan dengan Sesama Kelompok Nelayan Hubungan yang terjadi antara sesama nelayan erat kaitannya dengan
kesamaan karakteristik pekerjaan nelayan. Nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan cenderung melakukan hubungan dengan sesama anggota
kelompok penangkap ikan atau biota laut lainnya. Hubungan ini dilandasi oleh sifat- sifat kerjanya yang terkait dengan tempat pekerjaan yakni laut Sastrawidjaja dan
Manadiyanto, 2002: 41-40. Keterikatan individu nelayan dalam hubungan sosial dengan sesama
nelayan sebagaimana disebutkan di atas merupakan pencerminan diri sebagai satu kesatuan sosial yang didasari oleh kesamaan jenis pekerjaan. Kusnadi 2000:13
menjelaskan bahwa setiap individu memiliki kualitas dan kuantitas yang berbeda- beda dalam membina hubungan sosial. Hubungan yang tejadi antara individu ini
akan membentuk jaringan sosial yang sekaligus merefleksikan terjadinya pengelompokkan sosial.
Berdasarkan skala hubungan sosial yang dapat dimasuki oleh individu, Barnes dalam Kusnadi, 2000: 13 menyebutkan dua macam jaringan yaitu jaringan
total dan jaringan bagian. Jaringan total adalah keseluruhan jaringan yang dimiliki oleh individu dan mencakup berbagai konteks atau bidang kehidupan dalam
masyarakat. Jaringan bagian adalah jaringan yang dimiliki oleh individu yang terbatas pada bidang kehidupan tertentu, misalnya jaringan politik, jaringan
keagamaan, dan jaringan kekerabatan. Dengan demikian, maka hubungan yang terjadi di antara sesama nelayan merupakan bentuk jaringan bagian yang
didasarkan atas kesamaan jenis pekerjaan.
39
2.4.4.3. Membina Hubungan dengan Kelompok bukan Nelayan Masyarakat nelayan yang mempunyai ciri-ciri sendiri, umumnya
menunjukkan tata kemasyarakatan sendiri dan membina hubungan kerjasama dengan kelompok masyarakat lain. Hubungan dengan kelompok bukan nelayan
dijelaskan oleh Sastrawidjaja dan Manadiyanto 2002: 40 antara lain dengan kelompok pedagang atau pemilik modal, kelompok pembuat sarana, maupun
dengan kelompok pengolah hasil perikanan. Hubungan nelayan dengan kelompok bukan nelayan memainkan peran
yang sangat penting. Kedudukan pedagang atau pemodal dapat menjadi fasilitator untuk mengalirkan produk nelayan ke luar kelompok nelayan, atau sebaliknya
mengalirkan produk yang dihasilkan oleh kelompok bukan nelayan ke dalam kelompok nelayan. Selain itu, nelayan juga senantiasa membina hubungan dengan
kelompok pengolah hasil perikanan sebagai bagian interaksi dalam menjamin kepastian pasar dari produk yang dihasilkannya.
Selanjutnya, Kusnadi 2000: 15 menjelaskan bahwa individu yang memiliki mobilitas diri yang tinggi untuk melakukan hubungan sosial secara luas, memiliki
peluang untuk membentuk jaringan yang semakin besar pula. Artinya, bahwa individu tersebut akan memasuki sejumlah pengelompokkan dan kesatuan sosial
sesuai dengan ruang, waktu, situasi, dan kebutuhan atau tujuan yang hendak dicapainya.
2.4.4.4. Membina Hubungan dengan Kelompok Pemimpin Peranan pemimpin di dalam masyarakat nelayan sangatlah strategis,
terutama dalam menjaga dan mengatur keseimbangan kegiatan yang berhubungan dengan kelompok di luar masyarakat nelayan, seperti kegiatan ekonomi, sosial,
keagamaan dan budaya. Pemimpin yang mengambil peran dalam hal ini disebutkan oleh Sastrawidjaja dan Manadiyanto 2002: 46-47 adalah pemimpin
formal dan pemimpin informal. Pemimpin formal yang dimaksud antara lain seperti Camat, Kepala Desa, dan Kepala Tempat Pendaratan Ikan. Sedangkan pemimpin
informal adalah pemimpin yang tumbuh bersama masyarakat nelayan seperti orang yang dituakan atau karena garis keturunan kepemimpinan wilayah tersebut.
Hubungan nelayan dengan kelompok pemimpin juga dijelaskan oleh Mubyarto et al. 1984: 51-52 terjadi dengan para sesepuh desa yang umumnya
terdiri dari orang-orang tua yang dianggap bijaksana dan memiliki pengetahuan
40
luas di pelbagai bidang. Hubungan ini biasanya digelar dalam suatu pertemuan yang tujuannya sangat beragam, mulai dari pengerahan tenaga untuk berbagai
kegiatan sampai pada perencanaan penggunaan uang hasil dari kongsi pelelangan yang telah dikuasai oleh desa itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, maka nelayan yang mandiri secara sosial dapat diidentifikasi dari interaksinya dengan kelompok pemimpin formal maupun
kelompok informal. Hubungan antara nelayan dengan kelompok pemimpin ini dapat terjadi melalui pertemuan yang direncanakan atau melalui interaksi interpersonal
yang terjadi antara individu nelayan dengan kelompok pemimpin tersebut.
2.4.4.5. Mengembangkan Strategi Adaptasi Adaptasi nelayan dalam menjalankan usaha penangkapan ikan penuh
dengan spekulasi dan ketidakpastian sehingga melahirkan perilaku khusus, seperti adanya etika pemerataan resiko. Perilaku ini, diperoleh setelah melalui proses
waktu yang lama dan melembaga dalam pola kepemilikan kelompok terhadap sarana tangkap. Salah satu tujuan pola kepemilikan kelompok adalah untuk
memperkecil kerugian yang mungkin di derita oleh nelayan Masyhuri, 2000:14-15. Kesulitan-kesulitan kehidupan yang menimpa nelayan dan keluarganya
merupakan sebab yang mengharuskan nelayan untuk mengembangkan strategi adaptasi. Kusnadi 2000: 190-191 menulis bahwa pada umumnya nelayan yang
menghadapi tekanan-tekanan sosial ekonomi dan kurang mampu mengatasinya sendiri, senantiasa memiliki dua strategi adaptasi yaitu memobilisasi peran istri dan
anak-anak untuk ikut mencari nafkah keluarga, sementara suami mencari pekerjaan tambahan.
Umumnya, istri nelayan berperan dalam menjual hasil tangkapan, Namun terdapat berbagai ragam pekerjaan yang bisa dimasuki oleh istri nelayan sebagai
bentuk strategi adaptasi rumah tangga nelayan. Ragam pekerjaan tersebut dikemukakan oleh Upton dan Susilowati 1992: 155, antara lain seperti menjadi
pengumpul kerang-kerangan, pengolah hasil ikan, pembersih perahu yang baru mendarat, pengumpul nener, pembuat jaring, pedagang ikan eceran dan pemilik
warung. Depdikbud 1996:90 mengemukakan beberapa ragam pekerjaan istri atau wanita pada suku Bajo, yaitu bekerja sebagai pattaripang pengumpul teripang,
dan pappalele pedagang perantara, disamping turut mencari nafkah sebagai pedagang warung atau kios.
41
Kusnadi 2000: 190-191 menjelaskan bahwa strategi adaptasi nelayan dengan memobilisasi peran istri dan anak, ternyata memiliki beberapa
keterbatasan, khususnya jika dikaitkan dengan struktur sumberdaya sosial ekonomi atau peluang-peluang eknomi yang tersedia. Oleh karena itu, mengembangkan
jaringan sosial merupakan strategi adaptasi yang paling utama dan efektif bagi rumah tangga nelayan buruh pandhiga dalam mengatasi kesulitan ekonomi. Studi
yang dilakukan
oleh Mubyarto,
Soetrisno, dan
Dove 1984:172-176
mengidentifikasi adanya hubungan tolong menolong dan patron klien sebagai strategi yang bisa ditempuh oleh rumah tangga pandhiga untuk mengatasi kesulitan
ekonomi. Corner dan Suyanto dalam Kusnadi, 2000: 206-207 menempatkan
hubungan-hubungan kekerabatan, ketetanggaan, dan pertemanan dalam urutan kedua bagi upaya rumah tangga miskin untuk mengatasi kesulitan kehidupan
sehari-hari. Hubungan pinjam meminjam secara timbal balik di antara kerabat, tetangga, dan sahabat untuk mengatasi kesulitan hidup sehari-hari merupakan
pilihan terakhir jika strategi mencari pilihan tambahan, pengetatan anggaran belanja rumah tangga, dan penggadaian barang-barang yang dimilikinya tidak
dapat lagi dilaksanakan.
Ringkasan
Kemandirian nelayan adalah kemampuan dan kebebasan nelayan untuk mengembangkan inisiatif dan mengoptimalkan segala daya dan upaya yang
dimilikinya dan tidak suka mengandalkan orang lain, baik secara emosional, intelektual maupun secara sosial.
Intinya adalah kepandaian dalam memanfaatkan potensi diri nelayan itu sendiri tanpa harus diatur oleh orang lain.
Nelayan yang mandiri secara intelektual adalah nelayan yang bertumpu pada kemampuan pikirnya sendiri untuk mendapatkan dan menerapkan cara kerja
dalam usaha penangkapan ikan demersal tanpa harus terpengaruh oleh pembentukan opini dari pihak lain. Termasuk ke dalam hal ini adalah
merencanakan kegiatan penangkapan, menentukan daerah penangkapan, menentukan cara berproduksi, mengambil keputusan dalam memecahkan
masalah, dan mengambil keputusan pemasaran.
42
Nelayan yang mandiri secara emosional adalah nelayan yang mampu mengendalikan ketegangan emosinya dan dapat menyesuaikan diri pada masalah-
masalah yang dihadapinya tanpa harus bergantung pada otoritas keluarga, otoritas pemodal, maupun pada ritual kepercayaan. Lebih spesisik kemandirian emosional
ini dapat dielaborasi dari kemampuan nelayan dalam melepas ketergantungan dari otoritas keluarga, melepas ketergantungan dari ikatan Patron-klien, menyikapi ritual
kepercayaan lokal, mengatasi sikap fatalistik dan mengembangkan kerjasama dalam pemanfaatan laut.
Nelayan yang mandiri secara ekonomi adalah nelayan yang mampu menopang kesejahteraannya dengan menyimpan surplus sumberdaya yang
dihasilakannnya dan menata ekonomi kehidupannya agar tidak rentan terhadap goncangan. Kemandirian ekonomi ini dielaborasi dari nilai aset yang dimiliki, biaya
operasional, diversifikasi usaha, pendapatan dan jumlah taungan. Nelayan yang mandiri secara sosial adalah nelayan yang mampu
menyesuaikan diri dan tidak konformis terhadap setiap gagasan dalam masyarakat atau kelompoknya, tetapi harus selektif dan dapat menjaga independensi, dapat
membina hubungan dengan sesama kelompok nelayan, kelompok bukan nelayan, dan kelompok pemimpin serta dapat mengembangkan strategi adaptasi untuk
mendukung cita-citanya.
2.5. Pengaruh Umur, Pendidikan Formal, Pengalaman, Jumlah Anggota Keluarga dan Sifat Perintis pada Kemandirian Nelayan