43 Alat-alat kelengkapan seperti benang, kancing, tali kur, dibeli di pasar lokal
dengan cara survei tempat yang paling murah. Tidak menutup kemungkinan tempat pembelian alat-alat dan bahan tersebut terpisah-pisah tidak dalam satu
toko untuk mendapatkan barang dengan kualitas bagus dengan harga yang lebih miring agar dapat menekan biaya produksi dan dapat meningkatkan keuntungan.
Dalam proses produksi konveksi terdapat pembagian tugas seperti : membuat pola dan memotong kain, menjahit, mengobras, menyablon, finishing,
menyetrika dan packaging. Karyawan bekerja sesuai tugas tugas masing- masing. Pembelian bahan baku dilaksanakan oleh pengusaha sendiri.
Pengusaha biasanya melakukan pengawasan kontrol kualitas pada saat finishing dan packaging sehingga kualitas produk dapat terjaga untuk
mempertahankan jaringan pasar atau mencegah berpindahnya pedagang langganan ke tempat lain. Semua proses produksi sejak awal hingga finishing
dapat dilaksanakan sendiri oleh para pengusaha. Artinya mereka tidak lagi tergantung pada jasa usaha yang lain dan dapat menekan biaya produksi.
Selama proses produksi diperlukan biaya-biaya diluar biaya pembelian bahan baku kain yaitu upah tenaga kerja dan bahan-bahan pelengkap seperti tali
kur, kancing, plastik packing, resleting serta biaya sablon celana kolor. Biaya diluar bahan baku yang dikeluarkan oleh para responden dapat dilihat pada
Tabel 10. Model celana panjang tidak banyak mengalami perubahan sehingga pengusaha tidak terlalu mengalami kesulitan dalam membuat modelnya. Model
celana kolor lebih bervariasi tergantung perkembangan model dan kreativitas dari para pengusaha, sehingga diperlukan keterampilan pembuat pola dan
pemotong kain.
6.1.3 Permodalan
Pada awal usahanya, para pengusaha mikro konveksi mengandalkan modal sendiri dengan jumlah yang sangat beragam. Modal dibutuhkan untuk
pembelian bahan baku dan biaya produksi selama proses pengolahan kain manjadi celana kolor, celana panjang dan seragam sekolah. Biaya diluar bahan
baku yang dikeluarkan oleh para responden dapat dilihat pada Tabel 11. Upaya para pengusaha untuk mengembangkan usaha dalam hal pemupukan modal
terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, modal dipupuk dari
44 menghimpun keuntungan hasil penjualan produknya. Kelompok kedua, selain
dari keuntungan hasil penjualan produk juga mengajukan kredit dari beberapa sumber, antara lain : pinjaman lunak dari pemerintah dan BUMN, dari koperasi
dari bank komersial BPD, dari lembaga keuangan swasta Sarana Jasa Ventura Semarang dan Grup Para Sahabat Comal dan BMT Sinar Mentari.
Para pengusaha mengalami kesulitan untuk mengakses kredit dari lembaga keuangan formal karena persyaratannya rumit. Yang sering menjadi
masalah adalah tuntutan adanya agunan surat tanah dll serta kelayakan usaha berkaitan dengan kemampuan untuk mengembalikan kredit. Padahal
kebutuhan tambahan modal tersebut sangat mendesak untuk kelangsungan usaha. Tambahan modal tersebut akan digunakan untuk pengadaan bahan
baku, biaya produksi lain Tabel 11 dan perluasan jaringan pemasaran yang menuntut pembayaran mundur. Alternatif yang banyak ditempuh oleh para
pengusaha adalah kepada KOSPIN JASA, BMT Sinar Mentari dan lembaga keuangan swasta Sarana Jasa Ventura dan Grup Parasahabat dengan suku
bunganya tinggi 3 bulan. Suku bunga yang tinggi menyebabkan keuntungan yang dihasilkan banyak terserap untuk membayar bunga pinjaman sehingga
keuntungan yang dihasilkan menjadi sangat kecil dan pemupukan modal hampir tidak ada. Dengan tidak adanya pemupukan modal maka usaha tidak dapat
berkembang dengan baik.
Tabel 11 Biaya Produksi diluar Bahan Baku 9 Kasus Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006
No Kasus Upah tenaga
kerja potong pakaian Rp
Biaya alat potong pakaian
Rp Total Biaya
Rp
1 2
3 4
5 6
7 8
9 Pengusaha 1
Pengusaha 2 Pengusaha 3
Pengusaha 4 Pengusaha 5
Pengusaha 6 Pengusaha 7
Pengusaha 8 Pengusaha 9
1.000 900
800 1.500
1.200 2.500
1.500 1.000
2.000 2.000
2.600 3000
4.000 2.800
10.000 1.000
1.500 6.000
3.000 3.500
3.800 5.500
4.000
12.500 2.500
2.500 8.000
Salah satu pejabat di Diperindagkop Kabupaten Pemalang selaku pembina industri kecil mengatakan bahwa kredit dengan bunga ringan dari
pemerintah dan BUMN tingkat kemacetannya sangat tinggi, namun apabila para
45 pengusaha mengajukan kredit kepada lembaga keuangan swasta walaupun suku
bunganya lebih tinggi namun angsurannya lancar. Hal tersebut menimbulkan stigma kepada pengusaha mikro konveksi bahwa sikap mental mereka kurang
baik yang ditandai dengan kurangnya itikad baik untuk melunasi kredit yang telah mereka terima. Kredit bergulir dari Diperindagkop Provinsi Jawa Tengah yang
digulirkan belakangan ini leblih selektif melihat track record kelancaran angsuran kredit terdahulu sehingga tertutup peluang bagi pengusaha yang sama
sekali belum pernah mengajukan kredit. Apabila angsuran kredit oleh pengusaha mikro lancar, pada saat 3
angsuran terakhir mereka akan diberikan kesempatan untuk mengajukan kredit lagi. Salah seorang responden mengatakan bahwa ia sangat mengharapkan
kredit bantuan lunak dari Diperindag Provinsi Jawa Tengah karena bunganya sangat ringan, namun sudah tidak ada lagi kredit tersebut sehingga untuk
kebutuhan tambahan modal ia mengambil kredit dari “Grup Para Sahabat” Comal walaupun dengan suku bungan 3 persen per bulan namun tanpa agunan.
6.1.4 Pengadaaan Bahan Baku