Sejarah konsevasi Kondisi umum lokasi penelitian

Kepulauan Seribu tergolong lemah, kecuali di daerah antar pulau, akibat masa air melewati bagian yang relatif sempit. Arah arus secara umum dominan dari arah timur laut sampai tenggara. Hal ini menunjukan bahwa pola arus permukaan di perairan tersebut diakibatkan oleh pola angin yang terjadi, sebagaimana sifat fisik arus permukaan di perairan Laut Jawa pada umumnya. Variasi salinitas horizontal maupun vertikal pada perairan Kepulauan Seribu relatif kecil. Salinitas rata-rata berkisar 30 00 - 34 00 . Variasi rata-rata suhu di perairan Kepulauan Seribu berkisar antara 28,5 C – 31 C. Adanya variasi tersebut disebabkan oleh adanya gugusan pulau-pulau yang tentunya mempunyai kedalaman yang bervariasi LAPI-ITB, 2001. Secara umum apabila kedalaman laut semakin kecil maka temperatur air laut pada siang hari akan semakin besar, karena adanya pengaruh penetrasi cahaya matahari. Meskipun demikian mekanisme naik turunnya air pasang surut membuat suhu perairan akan berkisar pada temperatur normal 28 C pada umumnya Wyrtki,1961. 2.2. Konservasi

2.2.1. Sejarah konsevasi

Pada awalnya konservasi dianggap sebagai suatu upaya perlindungan dan pelesatarian yang menutup kemungkinan dilakukannya pemanfaatan sumberdaya alam. Namun demikan bila suatu kawasan itu dilindungi, dirancang dan dikelola secara tepat, dapat memberikan keuntungan yang lestari bagi masyarakat dan sebagai sumber devisa negara. Oleh karena itu konservasi memegang peranan penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi di lingkungan pedesaan dan turut menyumbangkan ekonomi pusat perkotaan serta meningkatkan kualitas hidup penghuninya. Strategi konservasi dunia yang disiapkan empat badan konseravsi dunia terkemuka, yaitu Serikat Pelestari Alam IUCN, Dana Marga Satwa Dunia WWF, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB FAO serta program lingkungan hidup PBB UNEP yang ditetapkan pada tahun 1981 menyatakan bahwa konservasi sumberdaya alam penting artinya bagi pembangunan berkelanjutan dan dapat dicapai melalui : 1. Menjaga proses penting serta sistem kehidupan yang penting bagi kelangsungan hidup dan pembangunan 2. Melestarikan keanakaragaman plasma nutfah yan penting bagi program budidaya, agar dapat melindungi dan memperbaiki sifat-sifat tanaman dan hewan budidaya. 3. Menjamin kesinambungan pendayagunaan spesies dan ekosistem oleh manusia, yang mendukung kehidupan jutaan penduduk serta dapat menopang sejumlah industri. IUCN Murni, 2000 menyusun strategi konservasi yang disesuaikan dengan alam di Indonesia meliputi : 1. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dengan menjamin terpeliharanya proses ekologi bagi kelangsungan hidup biota dan ekosistemnya. 2. Pengawetan keanekaragaman sumber plasma nutfah, yaitu menjamin terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya bagi kepentingan umat manusia. 3. Pelestarian didalam cara-cara pemanfaatan baik jenis maupun ekosistemnya yaitu dengan mengatur dan mengendalikan cara pemanfaatan, sehingga diharapkan dapat diperoleh manfaat yang optimum dan berkesinambungan. Menurut UU No. 23 Tahun 1997, konservasi sumberdaya alam adalah pengelolaan sumberdaya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatan secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaanya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. Mempertimbangkan bahwa sumberdaya alam harus dikelola dengan sebaik-baiknya dalam upaya memajukan kesejahteraan umum, diterbitkan UU No.4 Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembagian kawasan perlindungan perairan di Indonesia ditegaskan pada UU no. 5 Tahun 1990, yang menbagi kawasan konservasi ke dalam : Kawasan Suaka Alam KSA, terdiri dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa Laut ; Kawasan Pelesarian alam KPA yang terdiri dari Taman Nasional Laut dan Taman Wisata Laut. Dalam rencana pengalokasian kawasan konservasi, diperlukan minimal 4 tahapan dalam proses pemilihan lokasi Agardy dalam Bengen, 2002 : 1. Identifikasi habitat atau lingkungan kritis, distribusi ikan ekologis dan ekonomis penting dan dilanjutkan dengan memetakan informasi tersebut dalam menggunakan Sistem Informasi Geografis. 2. Penelitian tingkat pemanfaatan sumberdaya dan identifikasi sumber- sumber degradasi di kawasan. 3. Penentuan lokasi dimana perlu dilakukan konservasi. 4. Pengkajian kelayakan kawasan konservasi prioritas yang dapat dijadikan kawasan konservasi, berdasarkan proses perencanaan lokasi. 2.2.2. Kawasan konservasi laut KKL Kawasan konservasi laut Marine Protected Area, MPA merupakan kawasan laut yang dilindungi yang bertujuan agar ekosistem beserta sumber daya kelautan di kawasan tersebut tidak punah. KKL memiliki dua fungsi utama, yaitu : 1 Melindungi seluruh ekosistem dengan cara mengkonservasi berbagai spesies dan habitat-habitat utama critical habitat seperti daerah pemijahan spawning grounds dan daerah asuhanpembesaran nursery grounds, dan 2 Stok ikan biota laut lainnya dalam KKL dapat berfungsi seperti “tabungan“ bank account atau jaminan yang dapat menyangga fluktuasi dan penurunan populasi yang terjadi di luar KKL akibat kesalahan manajemen maupun fluktuasi alamiah. Penetapan kawasan konservasi laut haruslah diartikan sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan suatu pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan. Salm et al . 2000 mengatakan bahwa pemanfaatan yang berkelanjutan terhadap sumberdaya pesisir mesyaratkan bahwa sebagian wilayah tersebut dipertahankan kondisinya sealamiah mungkin. Penetapan kawasan lindung dimaksudkan untuk mengamankan habitat kritis untuk produksi ikan, melestararikan sumberdaya genetis, menjaga keindahan alam dan warisan alam. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan berkelanjutan mengharuskan adanya pemanfaatan yang bijaksana wise use dan pengelolaan yang berhati-hati causiusness terhadap sumber daya dan ekosistemnya sehingga memberikan peluang pemanfaatan oleh masyarakat generasi mendatang. Salm dan Clark 1984 dalam Dinas DKI Jakarta 2005 mengatakan bahwa walaupun saat ini terdapat tuntutan yang makin kuat untuk menunjukkan manfaat sosial ekonomis kawasan lindung laut lebih besar dari pada biaya untuk pembuatan dan pemeliharaannya. Namun hal ini memang tidak mudah. Mereka menyebutkan bahwa adalah sangat sulit untuk menampilkan dalam bentik uang moneter keuntungan kawasan lindung laut dalam hal-hal variable seperti inspirasi, pusaka heritage alam dan budaya, atau masalah kebanggaan lokal, nasional dan bahkan internasional. Hal ini kelihatannya menjadi penyebab masih sedikitnya suatu kajian tentang manfaat kawasan lindung terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat setempat. Walaupun terdapat kendala-kendala didalam menilai keberadaan KKL, tetapi penelitian sumberdaya lingkungan KKL sangat diperlukan dengan semakin meningkatnya pembangunan di berbagai bidang yang dapat mengancam kelestarian sumberdaya alam kealutan. Sumberdaya alam kelautan tidak semuanya dapat dinilai secara moneter. Sumberdaya alam kelautan ini selain mengahasilkan barang dan jasa yang dapat dinilai secara moneter, juga mempunyai atribut yang tidak dapat dinilai secara moneter. Saat ini telah berkembang metoda untuk menilai atribut-atribut sumberdaya alam dan lingkungan yang tidak bisa dinilai secara moneter yang disebut sebagai “non- market valuation” .

2.3. Ekosistem utama wilayah pesisir