Disparitas Wilayah dan Kondisi Sosial Budaya

66 pada 2005, serta dampak luapan lumpur panas Lapindo. Tahun 2008, pertumbuhan ekonomi kembali melambat menjadi 5,90, meski masih di atas angka pertumbuhan 2005. Melemahnya pertumbuhan ekonomi 2008 antara lain disebabkan dampak krisis ekonomi global. Dampak kenaikan harga BBM dan berlanjutnya dampak lumpur panas Lapindo tidak menghalangi perekonomian Jawa Timur untuk tetap tumbuh pada 2007. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada 2007 meski tertatih-tatih, merangkak naik menjadi 6,11, atau naik 0,31. Tahun 2008, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur kembali melambat menjadi 5,90, atau melemah 0,21 dibanding 2007. Hampir seluruh sektor mengalami perlambatan pertumbuhan, kecuali sektor pertambangan dan penggalian. Sektor ini tumbuh menjadi 9,26, yang pada 2007 hanya mencapai 10,44. Pertanian yang diharapkan menjadi sektor unggulan mendongkrak pertumbuhan ekonomi 2008, ternyata mengalami perlambatan akibat kemarau panjang. Pertumbuhan sektor industri pengolahan melambat akibat menurunnya permintaan dari negara-negara tujuan ekspor. Pada 2008, sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 16,57 terhadap PDRB,

5.1.4 Disparitas Wilayah dan Kondisi Sosial Budaya

Tingkat kesenjangan ekonomi antar-wilayah di Jawa Timur pada kurun 2004-2007 menunjukkan nilai yang fluktuatif seiring tingkat perubahan PDRB per kapita Jawa Timur, juga dipengaruhi kondisi sosial ekonomi selama kurun tersebut. Kesenjangan antar-kabupatenkota di Propinsi Jawa Timur sangat dipengaruhi kreativitas pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi dimiliki untuk meningkatkan ouput daerah, yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi, dan mendorong peningkatan pendapatan per kapita masyarakat setempat. Struktur ekonomi secara nasional mengalami kejutan akibat kenaikan harga BBM, mendorong tingginya laju inflasi pada 2005 yang berdampak terhadap nilai PDRB per kapita karena melemahnya daya beli, kesenjangan antar-wilayah sesudah tahun 2005 menunjukkan kemajuan yang signifikan. Perspektif perbandingan absolut antar-daerah melalui perbandingan nilai PDRB per kapita dan tingkat pertumbuhan ekonomi terhadap rata-rata capaian Jawa Timur pada 2007, maka diperoleh empat kategori daerah. Pertama, 67 umumnya wilayah perkotaan memiliki pertumbuhan sektor-sektor ekonomi tinggi dan PDRB per kapita tinggi di atas rata-rata kabupatenkota di Propinsi Jawa Timur. Kedua, daerah-daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi PDRB per kapita lebih rendah dibandingkan rata-rata PDRB per kapita Propinsi, menyebar di kabupatenkota. Ketiga, PDRB per kapita yang tinggi, tetapi pertumbuhan ekonominya rendah, terjadi di Kota Kediri. Keberadaan perusahaan industri rokok berskala nasional di daerah merupakan pendorong nilai PDRB per kapita, meskipun tingginya nilai PDRB per kapita tidak benar-benar mencerminkan tingginya pendapatan masyarakat. Keempat, daerah-daerah PDRB per kapitanya rendah sekaligus pertumbuhan ekonominya juga rendah. Kondisi sosial budaya Jawa Timur secara umum relatif baik, terutama yang menyangkut pelayanan pendidikan, kesehatan. Pendidikan merupakan isu sentral dalam pembangunan berpusat pada rakyat karena salah satu premis pentingnya adalah memperbesar pilihan-pilihan bagi rakyat. Meningkatkan produktivitas sumber daya manusia, faktor kesehatan menjadi sesuatu yang sangat penting. Jumlah tenaga medis yang berada di unit pelayanan kesehatan pada 2008 secara umum mengalami peningkatan sebesar 2,3. Jumlah tenaga paramedis di unit pelayanan kesehatan meningkat sebesar 3,2. Satu tenaga medis melayani 4.730 penduduk, dan setiap satu tenaga paramedis melayani 1.011 penduduk. Rasio jumlah puskesmas terhadap penduduk sebesar 1:39.677 jiwa. Rata- rata setiap puskesmas memiliki 1-2 puskesmas pembantu. Pondok Bersalin Desa merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan ibu dan anak KIA, keluarga berencana, dan pelayanan kesehatan lainnya sesuai kemampuan bidan desa. Keberadaan posyandu menyebar sampai tingkat rukun warga dan dusun. Upaya meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan, terutama untuk keluarga miskin dan daerah terpencil, mulai tahun 2006 dilakukan pengembangan puskesmas menjadi puskesmas rawat inap sesuai standar. Pada tahun 2007, jumlah kunjungan rawat jalan di puskesmas sebanyak 19.340.858 orang, dan rawat inap puskesmas sebanyak 754.084 orang. Persentase penduduk yang memanfaatkan puskesmas dalam mencari pengobatan pada 2007 mencapai 54,40. Terdapat kecenderungan masyarakat untuk beralih dari persalinan yang ditolong tenaga non-medis ke tenaga medis. Data Susenas 2008 68 menunjukkan, cakupan persalinan tenaga medis pada balita usia 0-4 tahun di Jawa Timur mencapai 88,45 dan 11,55 masyarakat Jawa Timur memanfaatkan tenaga non-medis dalam membantu proses kelahiran. Persentase penolong persalinan tenaga medis di daerah pedesaan lebih rendah dibanding perkotaan. Tahun 2007, panjang jalan raya di Jawa Timur mencapai 3.900,19 kilometer, terbagai atas jalan nasional 1.899,21 km, dan jalan Propinsi 2.000,98 km. 16,06 Dari total panjang jalan tersebut, 16,06 di antaranya dalam kondisi baik, kemudian 65,18 lainnya dalam kondisi sedang, dan sisanya sebesar 18,76 dalam kondisi rusak ringan dan berat. Jika dilihat panjang jalan Propinsi yang 2.000,98 km, maka 5,35 107,09 km di antaranya dalam kondisi rusak berat; dan 14,58 291,68 km rusak ringan; 75,50 1.510,63 km dalam kondisi sedang dan 4,58 91,58 km sisanya dalam kondisi baik Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2008. Semburan Lumpur Lapindo di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo sejak 29 Mei 2006 hingga kini, menyebabkan kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian, sekolah, serta infrastruktur lainnya, seperti jalan tol, jaringan telepon, listrik, air bersih, gas, dan lainnya, di tiga kecamatan tenggelam dalam lumpur, berdampak negatif terhadap aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Perkembangan struktur ruang Jawa Timur mengarah pada dominasi kawasan perkotaan yang mempengaruhi perekonomian wilayah pedesaan. Urbanisasi dan aglomerasi wilayah terus berkembang mengarah ke hierarki perkotaan lebih besar, sehingga primacy kota metropolitan semakin tinggi dibandingkan tingkatan kota- kota lainnya. Perkembangan kawasan perkotaan cenderung membesar, dan berpotensi mendorong perkembangan mega-urban, perkembangan perkotaan, dan mengendalikan perkembangan kawasan terbangun di perkotaan serasi dengan kawasan pedesaan sesuai daya dukung, serta prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, struktur ruang wilayah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi RTRWP Jawa Timur dibagi menjadi sembilan Satuan Wilayah Pengembangan SWP. Penentuan sembilan SWP di Jawa Timur berdasarkan kecenderungan pergerakan manusia, barang dan jasa, serta karakteristika wilayah. Orientasi pergerakan manusia, barang dan jasa di Jawa Timur cenderung memusat pada titik-titik tertentu, mengarah kepada wilayah yang telah berkembang. 69 Pola ruang wilayah Jawa Timur sampai dengan tahun 2005 terbagi atas 11,62 kawasan lindung, dan 88,38 kawasan budidaya. Potensi kawasan budidaya yang sangat besar ini perlu dikelola dan diarahkan pada pencapaian pemanfaatan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Keamanan dapat diterjemahkan sebagai pemanfaatan ruang yang terbebas dari kerawanan bencana; kenyamanan berarti masih dalam batas daya dukungnya; produktif berarti menghasilkan nilai ekonomi; dan berkelanjutan berarti keseimbangan aspek sosial dan lingkungan hidup. 5.2 Keragaan Umum Kabupaten Lamongan 5.2.1 Kondisi Geografis