Latar Belakang Pendugaan kesesuaian habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus) dan karakteristik genetiknya di Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi penginderaan jarak jauh remote sensing telah menjadi bagian yang tak terpisahkan pada bidang biologi konservasi Allouche et al. 2008. Keunggulan teknologi ini diantaranya dapat mengetahui kondisi suatu habitat satwaliar seperti orangutan secara komprehensif. Perkiraan luas dan perbedaan kondisi suatu kawasan dapat dilihat secara jelas dan lebih mudah. Perkembangan teknologi satelit ini dapat membaca suatu wilayah yang luas dengan biaya yang lebih murah dan cepat bila dibandingkan harus dilakukan secara langsung ke lapangan. Penentuan secara tepat sebaran suatu jenis satwa terancam punah pada suatu daerah merupakan faktor penting dalam biologi konservasi Chefaoui dan Lobo 2006 . Sebaran satwa dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat mempengaruhi kondisi lingkungan disekitarnya termasuk habitat satwa yang terancam punah dan karena itu banyak negara di dunia melakukan perlindungan alam dan biodiversitasnya sebelum banyak satwa punah untuk selamanya. Pengelolaan suatu kawasan menjadi tidak efektif tanpa informasi yang komprehensif pada data habitat dan distribusi suatu jenis satwa yang menjadi prioritas Tole 2006. Pengelolaan yang terintegrasi diharapkan dapat berperanan penting dalam konservasi jenis satwa terancam punah Brufford et al. 2005. Dalam bidang teknologi pengelolaan untuk jenis satwa terancam punah seperti orangutan, restorasi ekosistem, re-introduksi orangutan, analisis viabilitas populasi dan habitat serta konflik antara manusia dan satwa liar, sering menggunakan pendekatan dengan suatu model kesesuaian habitat Hirzel et al. 2004, Larson et al. 2003, Long et al. 2008. Sistem informasi geografis GIS dikombinasikan dengan penghitungan multivariat biasanya digunakan untuk menentukan kesesuaian habitat dan memungkinkan pengelola untuk membuat peta distribusi potensial suatu jenis terancam punah seperti orangutan Hirzel et al. 2004, Guisan dan Zimmermann 2000, Chefaoui 2005, Chefaoui 2007, Soares dan Brito 2007. Calenge 2008 menyebutkan bahwa peta kesesuaian habitat merupakan bagian esensial untuk membuat keputusan dalam pengelolaan satwaliar dan untuk membangun perencanaan konservasi. Long et al. 2008 menggunakan teknologi landsat untuk mengukur populasi dan status satwa yang terancam punah di Madagaskar, sedangkan Engler et al. 2004 menggunakan hasil dari suatu model penelitian spasial dalam suatu kawasan, habitat atau ekosistem untuk melihat kesesuaian dan ketidaksesuaian suatu habitat untuk jenis satwa yang menjadi target konservasi . Pada penelitian ini yang menjadi obyek adalah orangutan Kalimantan Pongo pygmaeus pygmaeus. Seperti diketahui orangutan merupakan salah satu kera besar yang sebarannya terbatas hanya di Pulau Sumatera dan Kalimantan Warren et al. 2001, Steiper 2005, Nijman dan Meijaard 2008, Gossen et al. 2008, Locke et al. 2011. Jumlah populasinya terus menurun terutama karena kehilangan habitat dan perburuan. Menurut Rijksen dan Meijaard 1999, Singleton et al. 2004 dan Wich et al. 2008 populasi orangutan pada saat ini mengalami penurunan yang signifikan. Perkiraan jumlah individu orangutan Sumatra sekitar 12 770 individu pada tahun 1997 dan pada tahun 2004 jumlah ini menurun menjadi sekitar 7 500 individu Ancrenaz et al. 2008. Perkiraan terakhir pada tahun 2008 jumlah populasi sekitar 6 600 individu. Jumlah populasi orangutan Kalimantan P. 2 pygmaeus diperkirakan sekitar 54 000 individu pada tahun 2008 dan untuk anak jenis P. pygmaeus pygmaeus diperkirakan tinggal 3 000–4 500 individu Ancrenaz et al. 2008. Penurunan jumlah populasi yang besar ini menyebabkan orangutan dimasukkan kedalam satwa yang dilindungi, bahkan sejak tahun 2000 Red List IUCN telah memasukkan orangutan Kalimantan ke dalam kelompok satwa endangered dan orangutan Sumatera ke dalam kategori Criticaly Endangered Ancrenaz et al. 2008, IUCN 2013. Pada awalnya orangutan dikelompokkan ke dalam satu jenis yaitu Pongo pygmaeus, kemudian para ahli membaginya menjadi dua anak jenis sub species yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus yang sebaran wilayahnya berada di pulau Kalimantan dan P. p. abelii yang memiliki sebaran di pulau Sumatera Van Bemmel 1968, Jones ML 1969, Muir et al. 2000, Warren et al. 2001. Jika melihat lebih mendalam lagi maka pada dasarnya terdapat perbedaan dalam konsep klasifikasi orangutan, yaitu kelompok yang menganut Biological Species Concept BSC mengenal orangutan hanya ada satu jenis yaitu Pongo pygmaeus, dengan alasan orangutan yang berasal dari Sumatera dapat bereproduksi dengan orangutan Kalimantan dan menghasilkan keturunan yang fertil, sedangkan berdasarkan Phylogenetic Species Concept PSC telah dikenal ada dua jenis orangutan yaitu Pongo pygmaeus dan P. abelii Xu dan Arnason 1996, Nijman dan Meijaard 2008. Hasil penelitian Grooves 2001, Warren et al. 2001, dan Goossen et al. 2005 menyebutkan bahwa orangutan di Kalimantan terdiri dari 3 anak jenis yaitu : P.p pygmaeus, P. p. wurmbii, dan P. p. morio, dengan sebaran sebagai berikut Gambar 1: a. P. p. pygmaeus di bagian barat laut Kalimantan Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum, sampai ke sekitar Gunung Nyiut dan Sambas, bagian utara Sungai Kapuas sampai timur laut Serawak;

b. P. p. wurmbii di barat daya Kalimantan, bagian selatan sungai Kapuas