Impact of Bispyribac sodium Herbicide Application on Rice Plant on the Residue in Soil and in Rice Plant (Straw and Rice).

(1)

PENGELOL

Oleh:

ULI KHUSNA INAYATI P052100051

LAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LING SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(2)

Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul Dampak Aplikasi Herbisida Sodium Bispiribak (Bispyribac sodium) pada Tanaman Padi Sawah terhadap Residunya dalam Tanah dan Tanaman Padi (Jerami dan Beras) adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2013

Uli Khusna Inayati NRP. P052100051


(3)

Supervised by HARIYADI and ASEP NUGRAHA ARDIWINATA.

Herbicides are agricultural chemicals used to control weeds or to inhibit plant growth normally. The use of chemicals is considered much more efficient, cheaper and faster because it saves labors. Weeds are wild plants that can be reduce the rice yield if not controlled effectively. The cost of weed control in rice plant reaches 50% of total production cost. This study purposed to analyze herbicide residue in soil, straw and yield (rice), and to analyze economic comparison of rice cultivation with and without the use of herbicides. Data are obtained from the result of research conducted in the rice planting field at Cijujung Village, Cibungbulang District, Bogor and at Agrochemical Materials Residue Laboratory, Agricultural Environment Research Center, Bogor. The result of this study shows that based on analysis of Bispyribac sodium herbicide residue in three samples, that are soil, straw and yield (rice), the highest herbicide concentration is found in straw sample. The Maximum Residue Limit of Bispyribac sodium herbicide is 2 ppm, the concentration of herbicide residue in rice samples are still below the Maximum Residue Limit and still within safe limit to consume. Based on the analysis of farming, comparative cost analysis for rice cultivation with Bispyribac sodium 0.5 l/ha treatment give more effective influence and more profitable for both energy and economically than rice cultivation with manual treatment.

Keywords : Herbicide, Bispyribac sodium, Weed Control, Rice Cultivation, Acceptable Daily Intake (ADI), Maximum Residue Limit (MRL)


(4)

(Bispyribac sodium) pada Tanaman Padi Sawah terhadap Residunya dalam Tanah dan Tanaman Padi (Jerami dan Beras). Dibimbing oleh HARIYADI dan ASEP NUGRAHA ARDIWINATA.

Herbisida adalah bahan kimia pertanian yang digunakan untuk mengendalikan gulma atau menghambat pertumbuhan tanaman secara normal. Gulma merupakan tumbuhan pengganggu yang dapat menurunkan hasil produksi padi jika tidak dikendalikan secara efektif.Penggunaan bahan kimia tersebut dinilai jauh lebih efisien, murah, dan cepat karena hemat tenaga kerja. Para petani juga lebih memilih menggunakan herbisida dibandingkan mengendalikan gulma secara manual. Penggunaan hebisida selain memiliki kelebihan juga dapat menimbulkan dampak negatif yaitu dapat menimbulkan residu baik dalam tanah, jerami maupun hasil panen (beras). Residu herbisida dapat bersifat toksik terhadap lingkungan dan manusia.

Penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma menyebabkan biaya produksi yang dibutuhkan oleh petani semakin besar dibandingkan dengan pengendalian secara manual. Oleh karena itu perlu juga dilakukan perbandingan atau analisis ekonomi mengenai biaya produksi budidaya padi dengan penggunaan herbisida dan tanpa penggunaan herbisida.

Penelitian mengenai residu herbisida sodium bispiribak (Bispyribac sodium) pada tanaman padi ini belum banyak dilakukan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis residu herbisida di dalam tanah, jerami dan hasil panen (beras), menganalisis perbandingan biaya budidaya padi sawah dengan penggunaan herbisida dan tanpa penggunaan herbisida.

Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari hingga Juni 2012. Data diperoleh dari hasil penelitian yang dilaksanakan di lahan pertanaman padi sawah di Desa Cijujung, Kecamatan Cibungbulang, Bogor dan di Laboratorium Residu Bahan Agrokimia, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan), Bogor. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor tunggal yaitu dosis herbisida berbahan aktifBispyribac sodium. Percobaan terdiri dari 6 perlakuan yang terdiri dari perlakuan kontrol, manual,Bispyribac sodiumdengan dosis 0.5 l/ha, 1 l/ha, 2 l/ha dan 3 l/ha dengan masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan sehingga terdapat 24 petak percobaan. Volume semprot yang digunakan adalah 400 l/ha. Aplikasi sodium bispiribak dilakukan dua kali yaitu sebelum tanam padi dan 2 (dua) minggu setelah tanam padi.

Pengamatan percobaan terbagi menjadi dua yaitu pengamatan gulma dan pengamatan tanaman padi sawah. Pengambilan dan pengamatan contoh gulma dilakukan setelah aplikasi pertama yaitu pada 4, 8 dan 12 minggusetelah tanam (MST). Pengamatan dilakukan menggunakan metode Sum Dominance Ratio (SDR) yang bertujuan untuk menganalisis vegetasi dari gulma yang berada pada tanama padi. Pengujian residu herbisida dilakukan pada tiga jenis sampel yaitu pada tanah, jerami dan hasil panen (beras). Pengambilan sampel tanah, jerami dan hasil panen (beras) dilakukan di 6 lokasi berdasarkan perlakuan. Tiap lokasi terdiri dari 4 titik ulangan kemudian dari masing-masing titik tersebut diambil satu komposit. Komposit didapat


(5)

menggunakan sekop, sebanyak 500 gram, kemudian disimpan dalam plastik. Pengambilan sampel jerami dan hasil panen (beras) dilakukan pada lokasi yang sama dengan pengambilan sampel tanah. Sampel tanah dan beras dikeringanginkan lalu digerus hingga halus setelah itu ditetapkan kadar airnya. Tahap analisis residu adalah suatu cara yang harus dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang komposisi residu suatu pestisida dalam suatu contoh bahan, sehingga dapat digunakan untuk mengestimasi komposisi residu herbisida. Cara tersebut meliputi tahap pembuatan larutan standar, tahap ekstraksi, tahap pembersihan (clean up), tahap penetapan, dan tahap evaluasi data. Konsentrasi residu herbisida ditentukan berdasarkan hasil rekaman yang tercatat dalam kromatografi yaitu berupa kromatogram kemudian konsentrasi residu herbisida yang dihasilkan dariperhitungan yang dtelah dilakukan kemudian dibandingkan dengan nilai Batas Maksimum Residu (BMR). Nilai BMR tersebut dihitung berdasarkan bobot tubuh rata-rata penduduk Indonesia dewasa, asumsi konsumsi beras rata-rata penduduk Indonesia dan nilai Acceptable Daily Intake (ADI) untuk bahan aktif Bispyribac sodium. Analsis biaya budidaya padi sawah ini dilakukan melalui wawancara langsung dengan petani disekitar lahan pertanian, wawancara langsung dengan penjual alat dan sarana produksi pertanian serta data produksi berdasarkan analisis ragam data rata-rata bobot gabah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan analisis residu yang dilakukan, konsentrasi residu sodium bispiribak paling tinggi diantara ketiga sampel yang diuji ditemukan pada sampel jerami, keseluruhan perlakuan pada sampel tersebut mengandung residu herbisida Bispyribac sodium yang diakibatkan karena herbisida tersebut tidak terikat di dalam tanah dan secara sistemik masuk ke dalam jaringan tanaman padi, sehingga residu terakumulasi di dalam jerami. Nilai Batas Maksimum Residu (BMR) yang didapat adalah sebesar 2 mg/kg sedangkan konsentrasi residu herbisida pada sampel beras yang dihasilkan jika dibandingkan dengan nilai BMR masih berada dibawah BMR dan masih dalam batas aman untuk dikonsumsi. Analisis biaya budidaya padi sawah dengan perlakuan sodium bispiribak 0.5 l/ha lebih menguntungkan secara ekonomi dan lebih efektif karena tenaga kerja yang dibutuhkan dapat ditekan dan lebih sedikit dibandingkan dengan budidaya padi sawah dengan perlakuan selain itu pengaplikasian herbisida dalam satu kali musim tanam juga hanya dilakukan dua kali, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan juga lebih efektif.

Kata kunci : Herbisida, Bispyribac sodium, Pengendalian Gulma, Budidaya Padi, Acceptable Daily Intake(ADI), Batas Maksimum Residu (BMR)


(6)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian penelitian karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya ilmiah dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB


(7)

ULI KHUSNA INAYATI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(8)

(9)

Judul Penelitian : Dampak Aplikasi Herbisida Sodium Bispiribak pada (Bispyribac sodium) Tanaman Padi Sawah terhadap Residunya dalam Tanah dan Tanaman Padi (Jerami dan Beras)

Nama : Uli Khusna Inayati

NRP : P052100051

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hariyadi, MS Dr. Asep Nugraha Ardiwinata, MSi

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

Tanggal Lulus :

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


(10)

nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Dampak Aplikasi Herbisida Sodium Bispiribac pada Tanaman Padi Sawah terhadap Residunya Dalam Tanah dan Tanaman Padi (Jerami dan Beras). Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Februari 2012 sampai Juni 2012 di Desa Cijujung, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan di Laboratorium Residu Bahan Agrokimia, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan), Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Hariyadi, MS dan Bapak Dr. Ir. Asep Nugraha Ardiwinata, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu dan saran selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para petani di Desa Cijujung, Kecamatan Cibungbulang serta para petugas di Laboratorium Residu Bahan Agrokimia, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan) atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian ini berlangsung.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua serta kakak-kakak tercinta atas doa, motivasi, kesabaran dan kasih sayang yang diberikan. Terima kasih juga kepada sahabat-sahabat di AGH IPB angkatan 42 atas jalinan persahabatan sehingga selalu membangkitkan semangat dalam menyelesaikan studi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman di Pondok Adinda dan teman-teman-teman-teman PSL angkatan 2010 atas kebersamaan dan dukungannya selama menyelesaikan studi ini, serta terima kasih kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2013


(11)

sebagai putri kedua dari dua bersaudara dari ayah Achmad Shobirin dan ibu Azmawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Jambu 2 Jepara pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 1 Jepara dan selesai pada tahun 2003, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan selesai pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian dan menamatkan studi pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.


(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kerangka Pemikiran ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Herbisida ... 8

2.2 Sodium Bispiribak (Bispyribac sodium) ... 10

2.3 Dampak Residu Herbisida pada Tanah ... 16

2.4 Dampak Residu Herbisida terhadap Tanaman Padi dan Hasil Panen ... 17

2.5 Dampak Residu Herbisida terhadap Manusia dan Lingkungan ... 18

METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.2 Bahan dan Alat ... 20

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 20

3.4 Metode Pelaksanaan ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Keadaan Umum Lokasi Pertanian ... 29

4.2 Pengamatan Gulma ... 31

4.3 Hasil Produksi Tanaman Padi ... 34

4.4 Residu Herbisida di Tanah, Jerami dan Hasil Panen (Beras) ... 35

4.5 Batas Maksimum Residu Herbisida ... 42

4.6 Analisis Biaya Budidaya Padi ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(13)

1. Sifat Kimia Sodium Bispiribak (Bispyribac sodium) ... 12

2. Sifat Fisikokimia Sodium Bispiribak (Bispyribac sodium)... 13

3. Sifat Fisik dan Kimia Herbisida Nominee ... 14

4. Jenis Perlakuan dan Dosis Herbisida ... 21

5. Data Frekuensi Mutlak dan Frekuensi Relatif Gulma ... 32

6. Data Kerapatan Mutlak dan Kerapatan Relatif Gulma ... 32

7. Data Berat Kering Mutlak dan Berat Kering Relatif Gulma ... 32

8. DataSum Dominance RatioPengamatan Gulma ... 33

9. Bobot Gabah/m2 ... 34

10. Hasil Analisis Ragam Data Rata-Rata Bobot Gabah Tiap Perlakuan ... 35

11. Tabel Puncak Waktu Retensi (menit) Larutan Standar Sodium Bispiribak 1 ppm ... 36

12. Tabel Puncak Waktu Retensi (menit) Sampel Tanah pada Perlakuan Sodium Bispiribak 2 l/ha ... 37

13. Konsentrasi Residu Sodium Bispiribak pada Sampel Tanah, Jerami dan Beras ... 38

14. Perbandingan Analisis Biaya Budidaya Padi Sawah dari Masing-Masing Perlakuan ... 44


(14)

1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran ... 7

2. Penimbangan Sampel ... 25

3. Campuran Sampel dan Diklorometan + Aseton ... 25

4. Ekstraksi Sampel ... 26

5. Penguapan Sampel ... 26

6. Penyaringan Hasil Ekstraksi ... 26

7. Penambahan Methanol 60% ... 26

8. Penyaringan Sisa Larutan ... 27

9. Larutan Residu Herbisida ... 27

10. Peta Lokasi Penelitian ... 29

11. Kondisi Lahan Setelah Dilakukan Pengolahan dan Pemetakan . 30 12. Persiapan Perlakuan ... 31

13. Perlakuan Dosis Herbisida ... 31

14. Chromatogram Larutan Standar Sodium Bispiribak1 ppm ... 36

15. Chromatogram Sampel Tanah dengan Perlakuan Sodium Bispiribak 2 l/ha ... 36

16. Perbandingan Konsentrasi Residu Sodium Bispiribak tiap Perlakuan dalam Sampel Tanah ... 39

17. Perbandingan Konsentrasi Residu Sodium Bispiribak tiap Perlakuan dalam Sampel Jerami ... 40

18. Perbandingan Konsentrasi Residu Sodium Bispiribak tiap Perlakuan dalam Sampel Beras ... 41


(15)

1. Denah Penelitian ... 52

2. Chromatogram Larutan Standar Sodium Bispiribak 1 ppm ... 53

3. Chromatogram Sampel Tanah Perlakuan Kontrol ... 54

4. Chromatogram Sampel Tanah Perlakuan Manual ... 55

5. Chromatogram Sampel Tanah Perlakuan Sodium Bispiribak 0.5 l/ha ... 56

6. Chromatogram Sampel Tanah Perlakuan Sodium Bispiribak 1 l/ha ... 57

7. Chromatogram Sampel Tanah Perlakuan Sodium Bispiribak 2 l/ha ... 58

8. Chromatogram Sampel Tanah Perlakuan Sodium Bispiribak 3 l/ha ... 59

9. Chromatogram Sampel Jerami Perlakuan Kontrol ... 60

10. Chromatogram Sampel Jerami Perlakuan Manual ... 61

11. Chromatogram Sampel Jerami Perlakuan Sodium Bispiribak 0.5 l/ha... 62

12. Chromatogram Sampel Jerami Perlakuan Sodium Bispiribak 1 l/ha ... 63

13. Chromatogram Sampel Jerami Perlakuan Sodium Bispiribak 2 l/ha ... 64

14. Chromatogram Sampel Jerami Perlakuan Sodium Bispiribak 3 l/ha ... 65

15. Chromatogram Sampel Beras Perlakuan Kontrol... 66

16. Chromatogram Sampel Beras Perlakuan Manual ... 67

17. Chromatogram Sampel Beras Perlakuan Sodium Bispiribak 0.5 l/ha ... 68

18. Chromatogram Sampel Beras Perlakuan Sodium Bispiribak 1 l/ha ... 69

19. Chromatogram Sampel Beras Perlakuan Sodium Bispiribak 2 l/ha ... 70

20. Chromatogram Sampel Beras Perlakuan Sodium Bispiribak 3 l/ha ... 71

21. Hasil Analisis Ragam Data Bobot Gabah ... 72

22. Analisis Biaya Budidaya Padi Sawah denga Perlakuan Kontrol ... 73


(16)

24. Analisis Biaya Budidaya Padi Sawah dengan Perlakuan Sodium Bispiribak 0.5 l/ha ... 75 25. Analisis Biaya Budidaya Padi Sawah dengan Perlakuan Sodium

Bispiribak 1 l/ha ... 76 26. Analisis Biaya Budidaya Padi Sawah dengan Perlakuan Sodium

Bispiribak 2 l/ha ... 77 27. Analisis Biaya Budidaya Padi Sawah dengan Perlakuan Sodium


(17)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tahun 1962, Rachel Carson dalam bukunya yang berjudul “Silent Spring“ menjelaskan bahwa saat itu kerusakan lingkungan dan kehidupan dunia diakibatkan oleh racun pestisida yang mematikan. Buku tersebut menjelaskan tentang penggunaan DDT dan pestisida secara berlebihan yang digunakan oleh masyarakat pada saat itu karena dianggap sangat efektif untuk mengendalikan gulma namun ternyata berakibat pada organisme non target seperti burung dan makhluk hidup lainnya. Dampak dari penggunaan pestisida yang berlebihan pada masa itu mengakibatkan kematian pada tanaman, ternak bahkan mengancam kesehatan manusia. Bahaya DDT dan penggunaan pestisida yang berlebihan ini dapat berpengaruh pada kelangsungan lingkungan dan ekologi. Isu lingkungan tersebut sangat populer pada masa itu dan berpengaruh cukup kuat terhadap kesadaran masyarakat dalam memelihara dan melestarikan lingkungan hidup.

Penggunaan bahan-bahan agrokimia seperti pestisida dan pupuk organik untuk memperoleh produktivitas yang tinggi memang menjadi salah satu masalah lingkungan dalam sektor pertanian yang sangat dominan. Penggunaan bahan-bahan agrokimia terutama penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan khususnya pada lahan (Las et al, 2006). Pemanfaatan lahan secara intensif dalam jangka panjang dapat menurunkan produktivitas tanah dan kualitas lingkungan (Wihardjaka dan Abdurachman, 2007).

Dalam beberapa tahun terakhir penggunaan pestisida oleh petani cenderung meningkat, karena dianggap cara paling efektif untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), sehingga memperbesar jumlah permintaan pestisida ditingkat petani. Akibat meningkatnya permintaan dan penggunaan pestisida serta adanya deregulasi di bidang pestisida, menyebabkan pesatnya perkembangan industri dan peredaran pestisida di Indonesia (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011b).


(18)

Pengertian pestisida menurut UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman adalah zat pengatur dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman. Pestisida merupakan salah satu sumber pencemar dalam bidang pertanian, dimana aplikasinya harus memenuhi prinsip-prinsip tepat sasaran, tepat dosis, tepat cara aplikasi, tepat waktu dan tepat alat untuk meminimalisir kerusakan lingkungan terutama tanah (Srikandi, 2010). Salah satu jenis pestisida yang sering digunakan untuk mengendalikan OPT adalah herbisida. Herbisida adalah bahan kimia pertanian yang digunakan untuk mengendalikan gulma atau menghambat pertumbuhan tanaman secara normal. Penggunaan bahan kimia tersebut dinilai jauh lebih efisien, murah, dan cepat karena hemat tenaga kerja. Gulma merupakan tumbuhan pengganggu yang dapat menurunkan hasil padi jika tidak dikendalikan secara efektif (Pane dan Jatmiko, 2009). Gulma merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman padi. Gulma menyerap hara dan air lebih cepat dibanding tanaman pokok (Gupta, 1984).

Pada tanaman padi, biaya pengendalian gulma mencapai 50% dari biaya total produksi. Gulma berinteraksi dengan tanaman melalui persaingan untuk mendapatkan satu atau lebih faktor tumbuh yang terbatas, seperti cahaya, hara, dan air. Tingkat persaingan tergantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah, kerapatan gulma, lamanya tanaman, pertumbuhan gulma, serta umur tanaman saat gulma mulai bersaing (Jatmiko et al, 2002). Menurut Pane et al. (2002), kehilangan hasil produktivitas padi di daerah Karawang mencapai 8 - 12% karena persaingan tanaman padi dengan gulma, hal ini dikarenakan pada saat petani melakukan penyiangan sulit membedakan antara bibit padi dengan gulma yang mirip dengan padi, seperti gulma Echinocloa crus-galli dan Leptochloa chinensis. Menurut World Bank (1996), pada tahun 1995 gulma menyebabkan kehilangan hasil panen padi di Asia sebanyak 50 juta ton dengan nilai lebih dari US$10 miliar, sedangkan menurut Zu Pu Zhang dalam Labrada (2003), kompetitif gulma di Cina menyebabkan kehilangan produksi padi sebesar 10 juta ton setiap tahun. Kehilangan hasil oleh persaingan gulma adalah sekitar 34% pada padi tanam pindah, 45% pada padi tabela (tanam benih langsung) di


(19)

lahan sawah irigasi dan tadah hujan serta 67% pada padi gogo (De Datta, 1981). Menurut Gupta (1984) dalam sistem produksi padi, gulma dapat merugikan petani melalui beberapa hal sebagai berikut:

1. Peranannya sebagai tumbuhan inang hama dan penyakit tanaman. 2. Penyumbatan saluran irigasi sehingga pengelolaan air tidak efisien. 3. Mengurangi kualitas hasil panen

4. Bersaing dengan tanaman untuk mendapatkan cahaya, air, dan kebutuhan pertumbuhan laninya

5. Mengganggu kelancaran pekerjaan petani 6. Menurunkan kuantitas dan kualitas hasil panen

Teknologi pengendalian gulma telah berkembang semakin maju dengan dikembangkannya herbisida, penggunaan bahan kimia tersebut dinilai jauh lebih efisien, murah dan cepat karena hemat tenaga kerja (Pane dan Jatmiko, 2009). Terbatasnya tenaga kerja untuk mengendalikan gulma secara manual (penyiangan gulma) juga membuat para petani mulai beralih dengan pengendalian secara kimiawi yaitu menggunakan herbisida (Pane et al, 1999). Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida lebih ekonomis dan efektif dibandingkan dengan cara lain, terutama pada hamparan yang luas (Caseley, 1994).

Kelebihan lain dari penggunaan herbisida adalah dapat diaplikasikan dengan mudah, dapat diaplikasikan di setiap waktu dan setiap tempat, hasilnya dapat dirasakan dalam waktu dekat, dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat, mudah diperoleh dan memberikan keuntungan ekonomi terutama jangka pendek (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011a). Adapun dampak negatif dari penggunaan herbisida ini antara lain adalah keracunan secara kronik maupun akut yang dapat terjadi pada manusia, keracunan pada hewan, kerusakan pada tanaman yang ditanam pada waktu aplikasi maupun pada tanaman berikutnya yang ditanam setelah panen, kematian musuh alami organisme pengganggu, kenaikan populasi pengganggu, resistensi organisme pengganggu terhadap dosis yang lebih tinggi,


(20)

residu penggunaan herbisida pada tanaman yang dipanen serta pencemaran terhadap lingkungan.

Perbandingan analisis ekonomi budidaya padi dengan penggunaan herbisida dan tanpa penggunaan herbisida perlu dilakukan untuk mengetahui budidaya mana yang menunjukkan keefektifan terutama dalam hal pengendalian gulma.

1.2 Perumusan Masalah

Aplikasi penggunaan herbisida di lahan pertanaman padi sawah merupakan cara yang paling efektif dan efisien dalam mengendalikan gulma. Para petani juga lebih memilih menggunakan herbisida dibandingkan mengendalikan gulma secara manual. Penggunaan hebisida selain memiliki kelebihan juga dapat menimbulkan dampak negatif yaitu dapat menimbulkan residu baik dalam tanah, jerami maupun hasil panen (beras). Residu herbisida dapat bersifat toksik terhadap lingkungan dan manusia.

Herbisida di dalam lingkungan diserap oleh beberapa komponen lingkungan seperti tanah dan air. Dampak residu herbisida terhadap lingkungan adalah pencemaran dari bahan aktif herbisida yang persisten. Organisme yang hidup dalam tanah juga dapat terganggu akibat residu herbisida yang tertimbun dalam tanah.

Dampak residu herbisida terhadap kesehatan manusia disamping ditentukan oleh besarnya residu juga ditentukan oleh daya racun baik akut maupun kronik yang berbeda antara herbisida yang satu dengan yang lainnya. Residu herbisida tidak saja dijumpai sebagai akibat penggunaannya, tetapi dapat juga dijumpai pada benda-benda lainnya secara tidak sengaja atau karena kecelakaan terkontaminasi herbisida. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat pengangkutan ataupun penyimpanan herbisida yang tidak hati-hati. Residu tersebut menjadi sangat berbahaya apabila ditemukan pada bahan makanan yang terkontaminasi herbisida dengan konsentrasi yang tinggi (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011a).

Penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma menyebabkan biaya produksi yang dibutuhkan oleh petani semakin besar dibandingkan dengan pengendalian secara manual. Oleh karena itu perlu juga dilakukan perbandingan atau


(21)

analisis ekonomi mengenai biaya produksi budidaya padi dengan penggunaan herbisida dan tanpa penggunaan herbisida.

Untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari pengaplikasian herbisida pada pertanaman padi ini, perlu dilakukan pengamatan terhadap residu herbisida pada komponen lingkungan dan tanaman seperti tanah, jerami dan hasil panen (beras) yang berpotensi tercemar oleh herbisida. Oleh karena itu diperlukan penelitian di lokasi pertanaman padi sawah untuk mendapatkan lebih banyak informasi mengenai residu herbisida yang mencemari lahan dan tanaman padi serta mengetahui keefektifan biaya produksi dari penggunaan herbisida tersebut.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dapat dirangkum rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat residu herbisida di dalam tanah, jerami dan beras? 2. Bagaimana perbandingan analisis ekonomi budidaya padi sawah dengan

penggunaan herbisida dan tanpa penggunaan herbisida?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis residu herbisida di dalam tanah, jerami dan beras.

2. Menganalisis perbandingan ekonomi budidaya padi sawah dengan penggunaan herbisida dan tanpa penggunaan herbisida.

1.4 Kerangka Pemikiran

Intensifikasi pertanian merupakan salah satu cara agar komoditas pertanian khususnya padi sawah dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi. Program intensifikasi pertanian yang dikenalkan kepada petani antara lain adalah penggunaan pupuk kimia (buatan), obat-obatan pembasmi hama dan gulma (pestisida dan herbisida) serta benih-benih yang berdaya hasil tinggi.

Salah satu program intensifikasi pertanian yang penting adalah pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) terutama gulma pada lahan pertanaman padi. Menurut para petani cara paling efektif dan efisien dalam mengendalikan organisme


(22)

pengganggu tanaman (OPT) adalah dengan menggunakan herbisida. Pengaplikasian herbisida pada lahan persawahan secara terus menerus dikhawatirkan dapat meninggalkan residu didalam tanah, tanaman maupun hasil panen sehingga menurunkan produktivitas tanaman.

Residu herbisida yang diserap dan terakumulasi dalam tanah dan tanaman padi sawah dapat menyebabkan keracunan terhadap penggunanya (manusia), resistensi tanaman induk, biota-biota lain, pada tanaman yang dipanen (beras) serta lingkungan sekitar. Besarnya residu herbisida yang tertinggal di dalam tanah dan tanaman tergantung pada dosis, banyaknya dan interval aplikasi, bahan aktif, formulasi, dan persistensi dari herbisida tersebut serta saat aplikasi terakhir sebelum hasil tanaman dipanen. Untuk mengetahui apakah residu herbisida tersebut melebihi ambang batas atau tidak, maka dapat dilakukan perbandingan antara tingkat residu herbisida yang telah diketahui dengan baku mutu dari komoditas pertanian tersebut (Gambar 1).

Penggunaan herbisida efektif untuk pengendalian gulma namun disisi lain dapat menyebabkan biaya produksi budidaya padi sawah menjadi lebih besar. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis ekonomi apakah budidaya padi dengan penggunaan herbisida ini lebih efektif secara ekonomi jika dibandingkan dengan budidaya padi tanpa penggunaan herbisida.


(23)

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna bagi para petani atau pengguna herbisida untuk pertanaman padi sawah sehingga intensifikasi pertanian dengan memperhatikan aspek lingkungan pun dapat tercipta dengan baik. Selain itu diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam penggunaan herbisida di lahan pertanaman padi sawah.

Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman

Intesifikasi Pertanian

Penggunaan Pupuk Kimia Penggunaan Benih Unggul

Pengendalian Gulma

Aplikasi Herbisida Residu Herbisida

Diserap dan Terakumulasi dalam Tanah dan Tanaman

Toksik terhadap Lingkungan dan Manusia

Batas Maksimum Residu (BMR)

Memperbesar Biaya Produksi

Perbandingan Analisis Ekonomi Pengendalian Organisme

Pengganggu Tanaman

Intesifikasi Pertanian

Penggunaan Pupuk Kimia

Tanah

Jerami


(24)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Herbisida

Pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman (PP No 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman). Secara harfiah, pestisida berarti pembunuh organisme pengganggu (pest: organisme,cide: membunuh) (Srikandi, 2010).

Herbisida merupakan salah satu kelompok dari pestisida yang digunakan untuk memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu/gulma (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011a). Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil. Karakteristik herbisida dibagi ke dalam beberapa penggolongan, diantaranya penggolongan herbisida berdasarkan daya aktif terhadap jenis gulma, berdasarkan bidang sasaran, berdasarkan gerakannya pada gulma sasaran, dan berdasarkan cara dan saat penggunaannya (Djojosumarto, 2008).

Menurut Djojosumarto (2008) herbisida mematikan gulma dengan cara :

1. Herbisida membunuh jaringan gulma yang terkena langsung oleh herbisida disebut dengan herbisida kontak (non-sistemik). Herbisida ini tidak ditranslokasikan (non-sistemik) di dalam jaringan tumbuhan. Karena herbisida ini hanya mampu membunuh gulma yang berada di atas tanah. Contoh: paraquat, diquat dan propanil

2. Herbisida sistemik yatu herbisda yang bisa masuk ke dalam jaringan tumbuhan dan ditranslokasikan ke bagian tumbuhan lainnya. Karena sifatnya yang sistemik, herbisida ini mampu membunuh jaringan gulma yang berada di dalam tana (akar, rimpang, umbi). Contoh: 2,4-D, glifosat dan glufosinat.


(25)

Menurut Pane dan Jatmiko (2009), kriteria penting dalam memilih pestisida yang baik adalah:

1. Daya bunuhnya terhadap gulma sasaran efektif, terutama selama periode kritis persaingan gulma

2. Mempunyai selektivitas tinggi terhadap tanaman pokok

3. Murah dan aman terhadap lingkungan termasuk terhadap manusia dan hewan dan persistensinya pendek sampai medium sehingga tidak merugikan tanaman pada pola tanam berikutnya

4. Tidak bersifat antagonis (bertentangan) bila dicampur dengan herbisida lain 5. Tahan terhadap perubahan kondisi cuaca dalam jangka waktu terbatas.

Residu pestisida adalah sisa komponen pestisida dan derivat-derivatnya yang masih tertinggal pada air, tanah, binatang atau tanaman yang pernah terkontaminasi oleh pestisida (Srikandi, 2010). Menurut Joint FAO/WHO Food Standards Programme (1995), residu merupakan sisa-sisa zat kimia yang digunakan untuk pengendalian hama dan penyakit, didalam atau bagian luar dari bahan makanan termasuk metabolit atau turunan dari zat kimia tersebut. FAO telah menetapkan konsentrasi maksimal yang diperkenankan atau Batas Maksimum Residu (BMR) atau Maximum Residue Limit (MRL) yang dinyatakan dalam miligram bahan kimia yang terdapat dalam bahan makanan perkilogram berat bahan makanan. BMR diperoleh dengan mengalikan nilai Acceptable Daily Intake (ADI) (mg/kg) terhadap rata-rata berat badan (kg) dibagi dengan asumsi konsumi bahan makanan per orang per hari (kg). FAO dan WHO telah menetapkan banyak jumlah pestisida yang masih dibenarkan termakan setiap harinya atau ADI, dinyatakan dalam miligram bahan kimia yang terdapat dalam bahan makanan perkilogram berat badan (mg/kg) (Joint FAO/WHO Food Standards Programme, 1995).


(26)

2.2 Sodium Bispiribak(Bispyribac sodium)

Herbisida sodium bispiribak (Bispyribac sodium) adalah jenis herbisida pasca kemunculan (postemergence) yang digunakan untuk mengendalikan gulma yang berasosiasi dengan padi tanam benih langsung. Berdasarkan data yang ada, senyawa ini memiliki persistensi sedang dan mobile sehingga kemungkinan besar akan masuk kedalam permukaan tanah dan air bawah tanah melalui limpasan (run off) dan pencucian (leaching) (US EPA, 2001).

2.2.1 Mekanisme Kerja Sodium Bispiribak (Bispyribac sodium)

Cara kerja herbisida ini adalah sodium bispiribak (Bispyribac sodium) diserap melalui permukaan daun kemudian ditranslokasi ke seluruh tanaman untuk menghambat aktivitas enzim Acetolactate synthase (ALS) yang mengakibatkan kematian pada gulma (Shimin and Jun, 2011). Senyawa aktif Pyrimidin Dimethoxy Sodium Benzoat yang melakukan penghambatan terhadap enzim Acetolactate synthase (ALS) dan biosintesis dari tiga cabang asam amino yaitu valin, leusin dan isoleusin. Penghambatan ini mengganggu pembelahan sel dan menyebabkan terhentinya pertumbuhan tanaman seperti klorosis tanaman, nekrosis dan kematian pada tanaman tersebut. Selektivitas herbisida ditentukan oleh adsorpsi, translokasi dan metabolisme diferensial. Pada tanaman, sodium bispiribak dengan cepat dimetabolisme menjadi produk nonherbisida. Karakteristik penggunaan sodium bispiribak ini akan diaplikasikan pada padi sebagai penyemprotan pasca kemunculan (postemergence), setelah tahap kemunculan 3 daun sampai inisiasi malai pada tahap perkembangan. Interval aplikasi yang dianjurkan adalah minimal 3 minggu dengan peyemprotan udara atau penyemprotan aplikasi tanah antara 10-20 galon larutan/acre (US EPA, 2001).

Menurut US EPA sodium bispiribak merupakan herbisida yang tidak mengikat tanah, persistensinya sedang dan termasuk senyawa yang mobile di sebagian besar tanah. Jalur degradasi utamanya adalah metabolisme aerobik dan


(27)

anaerobik, metabolisme ini memecah lebih lanjut dan pada akhirnya mengubah mineral menjadi karbondioksida. Sejumlah studi menunjukkan adanya indikasi pencucian (leaching) dan limpasan (run off), hal ini terjadi karena sifat air yang rentan terhadap aliran semprot dan potensi limpasan (run off) akibat banjir atau curah hujan yang tinggi. Tanah liat yang berasosiasi dengan padi sawah cukup untuk menghilangkan retakan, pencucian (leaching) tidak mungkin berasal dari sawah yang telah dirancang khusus untuk mempertahankan banjir permanen. Namun apabila tanah liat pada padi sawah tersebut kelebihan air maka akan menjadi jenuh sehingga pencucian (leaching) dapat terjadi. Kemungkinan pencucian (leaching) juga terjadi saat air irigasi dikeluarkan dari sawah, namun potensi senyawa ini untuk pencucian (leaching) dapat diatasi dengan tingkat aplikasi yang rendah (US EPA, 2001). Dibawah kondisi lahan, residu sodium bispiribak yang mencapai permukaan tanah akan cepat hilang (APVMA, 2011).


(28)

2.2.2 Sifat-sifat Bahan Aktif Sodium Bispiribak (Bispyribac sodium)

Sodium bispiribak (Bispyribac sodium) merupakan nama kimia umum dari bahan aktif ini dan sifat-sifat kimia dan fisikokimia dari sodium bispiribak berdasarkan Australian Pesticides & Veterinary Medicines Authority (APVMA) (2011) disajikan pada Tabel 1, 2 dan 3 :

Tabel 1. Sifat Kimia Sodium Bispiribak (Bispyribac sodium) Nama Umum (ISO) Bispyribac sodium

Tatanama IUPAC Sodium 2,6-bis[(4,6-dimethoxy-2-pyrimidinyl)oxy)benzoate

Tatanama CAS Sodium 2,6-bis[(4,6-dimethoxy-2-pyrimidinyl)oxy)benzoate

Nomer Registrasi CAS 125401-92-5 Formula Molekuler C19H17N4NaO8

Berat Molekul 452,4 g/mol

Struktur Kimia

Kelompok Kimia Pyrimidinyloxybenzoic acid herbicide Sumber : (APVMA, 2011)


(29)

Tabel 2. Sifat Fisikokimia Sodium Bispiribak (Bispyribac sodium)

Warna Putih

Bau Tidak berbau

Bentuk Fisik Serbuk

Titik Leleh 223 - 224 °C

Berat Jenis 0.0737 g/mL

Serapan UV

ε (L mol-1cm-1]): 16877 pada 246 nm

(dengan pH 6.95) Octanol / Koefisiensi Partisi Air -1.03 pada 23°C

Tekanan uap pada 25 °C < 1 x 10-7mm Hg pada 25 °C Kelarutan pada 25 °C: Pada air 73.3 g/L

Pada Air : ( kemurnian aktif 99.0%; pH 8.1)

Pada pelarut organik (kemurnian 95.2%)

Pada Pelarut Organik (kemurnian aktif

95.2%) ethyl acetate1.98 x 10-4g/100 mL

dichlorometane5.13 x 10-4g/100 mL Konstanta Henry Law 3.12 x 10-11Pa m3/mol

Disosiasi konstan dalam air Anion asam lemah karbonat dan Na+ Kemampuan untuk terbakar

(Flammability) Tidak mudah terbakar

Sifat Eksplosif Bukan termasuk zat pengoksidasi

Sifat pengoksidasi Tidak korosif

Karakteristik korosi Tidak korosif

Klasifikasi Barang Berbahaya Bukan merupakan barang yang berbahaya sesuai dengn Kode ADG Sumber : (APVMA, 2011)

Dalam pengaplikasian herbisida untuk pengendalian gulma yang berasosiasi dengan tanaman padi ini yang digunakan adalah herbisida yang mengandung bahan aktif sodium bispiribak (100g/L) dengan tipe formulasisuspension concentrate(SC). Berdasarkan data dari APVMA (2011), herbisida Nominee juga memiliki beberapa sifat fisik dan kimia yang dijabarkan pada Tabel 3 sebagai berikut:


(30)

Tabel 3. Sifat Fisik dan Kimia Herbisida Nominee

Bentuk Fisik Suspensi konsentrat yang berbentuk cair kental

Warna Putih

Bau Hampir tidak berbau

Berat Jenis 1.02 – 1.10 pada 20°C pH ( larutan 1%) 09 sampai 10

Viskositas 430 - 650 mPa s pada 20 °C Sifat Eksplosif Tidak meledak

Sifat Pengoksidasi Bukan zat pengoksidasi Wet Sieve Residue Max 0.10% (>45 m)

Pourability Max 5%

Persistensi Berbuih 10 mL setelah 1 menit pada larutan 1% Suspensibility Min 90%

Penyebaran Spontanitas

(Spontaneity of Dispersion) Min 80%

Klasifikasi Barang Berbahaya Tidak termasuk dalam klasifikasi barang berbahaya

Stabilitas Penyimpanan

Produk tersebut diperkirakanakan tetap stabil sesuai dengan spesifikasi yaitu minimal 2 tahun apabila disimpan dalam kondisi normal dalam wadah HDPE

Stabilitas Temperatur Rendah

Secara fisik dan kimia stabil setelah 7 hari pada 0 °C

Sumber : (APVMA, 2011)

Dalam sistem perairan yang steril pada 25°C, sodium bispiribak menunjukkan pH hidrolisis yang tergantung dengan degradasi maksimum yang dapat diamati dalam sistem penyangga pada pH 5 yang mengarah pada nilai DT50 dari 88 hari. Sodium bispiribak ditemukan stabil dalam studi fotolisis steril pada pH 7. Sodium bispiribak sangat larut dalam air (73.3 g/L, 25°C) dan metanol (26.3 g/L, 25°C) dan sangat sedikit larut dalam aceton (US EPA, 2001). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sodium bispiribak diklasifikasikan memiliki mobilitas yang rendah hingga tinggi tergantung pada tipe tanahnya. Residu sodium bispiribak ditemukan setelah umur aerobik selama 30 hari berada pada tanah liat berpasir dan tanah liat berlumpur dengan kedalaman 10 cm (APVMA, 2011).


(31)

2.2.2 Paparan Ekologi dan Toksikologi Sodium Bispiribak (Bispyribac sodium)

Menurut U.S. EPA sodium bispiribak ini diperkirakan memiliki persistensi sedang dan mobile, namun senyawa ini tidak menimbulkan keracunan tehadap hewan daratan maupun perairan. Lama waktu degradasi herbisida tersebut untuk sampel yang diradiasi adalah sekitar 32 hari sedangkan untuk sampel kontrol tanpa radiasi (dalam keadaan gelap) yaitu sekitar 41 hari dengan perlakuan herbisida 2 ppm. Ancaman resiko ekologis baik akut atau kronis tidak mungkin tejadi selama aplikasi yang dilakukan masih sesuai dengan anjuran yang diberikan yaitu 0.05 lbs a.i/A per tahun (US EPA, 2001).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap unsur aktif dari sodium bispiribak, menunjukkan bahwa bahan aktif ini sangat cepat diserap melalui jalur oral (mulut) dan sangat cepat juga diekskresikan. Bahan aktif sodium bispiribak memiliki tingkat toksisitas akut yang rendah terhadap oral (mulut), dermal (kulit) dan pernafasan (APVMA, 2011). Resiko paparan dari herbisida sodium bispiribak dapat terjadi pada aplikator atau orang yang melakukan aplikasi herbisida. Apabila tejadi kontak maka dapat menyebabkan iritasi ringan pada mata dan kulit. Iritasi pernafasan dapat terjadi juga apabila sodium bispiribak terpapar diudara dengan konsentrasi yang tinggi. Aplikator herbisida ini sebaiknya mengenakan peralatan pelindung diri seperti sarung tangan anti bahan kimia. Hasil tes yang dilakukan menunjukkan bukti bahwa sodium bispiribak ini tidak menyebabkan cacat lahir, toksisitas reproduksi atau mutasi genetik pada mamalia. Bahan kimia tersebut tidak akan masuk kedalam metabolisme tubuh manusia, dan jika tertelan maka akan diekskresikan secara utuh (WDNR, 2012). LD50 herbisida sodium bispiribak pada mamalia untuk oral akut adalah 2635 mg/kg, untuk dermal (kulit) yaitu > 2000 mg/kg berat badan, sedangkan untuk inhalasi (pernafasan) yaitu sebesar 4,48 mg/kg (AERU, 2011).

Herbisida sodium bispiribak tidak menyebabkan efek yang berbahaya bagi hewan, tumbuhan atau lingkungan hidup jika diaplikasikan sesuai dengan dosis yang telah ditentukan dan mengikuti praktik pertanian yang baik. Herbisida sodium


(32)

bispiribak juga tidak menimbulkan resiko bagi mikroorganisme dalam tanah jika aplikasi dilakukan dibawah dosis 150 gram ac/ha (APVMA, 2011).

2.3 Dampak Residu Herbisida pada Tanah

Penggunaan herbisida terutama dengan bahan aktif dan cara kerja yang sama secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada suatu areal dapat menimbulkan dua kemungkinan yaitu terjadinya dominasi populasi gulma resisten herbisida atau dominasi gulma toleran herbisida. Banyak petani sudah terbiasa menggunakan herbisida untuk memberantas gulma. Permasalahannya adalah sebagian senyawa kimiawi tersisa di dalam tanah, semakin lama akan semakin banyak (Adi, 2003).

Penggunaan herbisida sejenis secara terus-menerus dalam waktu yang lama dapat menyebabkan resistensi gulma, kerusakan struktur tanah, pencemaran lingkungan hidup dan menimbulkan keracunan pada tanaman pokok. Dalam aplikasi di lapangan, tidak semua pestisida mengenai sasaran, kurang lebih hanya 20% pestisida yang mengenai sasaran sedangkan 80% lainnya jatuh, terakumulasi dan meninggalkan residu di dalam tanah. Akumulasi tersebut mengakibatkan terjadinyan pencemaran pada lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia (Srikandi, 2010).

Pestisida di dalam lingkungan diserap oleh beberapa komponen lingkungan terutama tanah, kemudian diangkut ketempat lain oleh air atau angin. Pestisida juga menguap karena pengaruh suhu tinggi yang biasanya terjadi bersama penguapan air. Residu pestisida di dalam tanah ada yang hilang (non-persistent) karena hanya efektis sesaat saja dan cepat terdegradasi di tanah, contohnya disulfoton, parathion, diazinon, azodrin, gophacide dan ada yang tetap (persistent) yang meninggalkan residu terlalu lama serta dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan, contohnya dikloro difenil trikolo etana (DDT), Cyclodienes, Heksaklorosikloheksan (HCH) dan edrin (Sudarmo, 2000).


(33)

Dalam pencemaran lingkungan yang memegang peranan adalah bahan aktif pestisida yang persisten. Organisme yang hidup dalam tanah dapat terbunuh, tidak saja oleh zat kimia yang langsung disemprotkan ke tanah, tetapi penyemprotan yang ditujukan ke tanaman juga dapat mempengaruhi kehidupan organisme tersebut karena zat kimia tersebut akan tercuci oleh air hujan dan jatuh ke dalam tanah (Srikandi, 2010).

2.4 Dampak Residu Herbisida terhadap Tanaman Padi dan Hasil Panen

Gulma merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman padi. Gulma menyerap hara dan air lebih cepat dibanding tanaman pokok (Gupta, 1984). Komunitas gulma dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan kultur teknis. Spesies gulma yang tumbuh bergantung pada pengairan, pemupukan, pengolahan tanah, dan cara pengendalian gulma (Noor dan Pane, 2002).

Gulma berinteraksi dengan tanaman melalui persaingan untuk mendapatkan satu atau lebih faktor tumbuh yang terbatas, seperti cahaya, hara, dan air. Tingkat persaingan bergantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah, kerapatan gulma, lamanya tanaman, pertumbuhan gulma, serta umur tanaman saat gulma mulai bersaing (Jatmiko et al. 2002). Di tingkat petani, kehilangan hasil padi karena persaingan dengan gulma mencapai 10-15%. Karena terbatasnya tenaga kerja untuk menyiang, dalam mengendalikan gulma petani mulai beralih dari penyiangan secara manual ke pemakaian herbisida (Pane et al. 1999). Selain itu, penggunaan herbisida lebih ekonomis dan efektif mengendalikan gulma dibanding cara lain, terutama pada hamparan yang luas. (Caseley, 1994). Pengendalian gulma dimaksudkan untuk menekan atau mengurangi populasi gulma sehingga penurunan hasil secara ekonomis menjadi tidak berarti (Mulyonoet al., 2003).

Pestisida yang tertinggal pada tanaman setelah dilakukan suatu penyemprotan disebut residu permukaan atau residu efektif (Tarumingkeng, 1995). Residu permukaan dapat menghilang karena pencucian (pembilasan), run off, hidrolisis dan


(34)

sebagainya. Dalam waktu 1-2 jam setelah tanaman diperlakukan dengan pestisida kemungkinan besar 40% deposit telah hilang karena pencucian jika terjadi hujan, sisanya terurai oleh sinar ultra violet (Srikandi, 2010).

Pestisida yang masuk dalam sistem tanaman mengalami salah satu dari dua kemungkinan yaitu pestisida akan mengalami degradasi menjadi komponen tidak beracun atau pestisida akan menjadi lebih beracun (aktivasi) karena konyugasi (Srikandi, 2010). Pestisida yang bersifat sistemik (polar) sebagian akan diambil tanaman melalui akar dan mengalami transformasi kimiawi ke tempat lain bersama hasil panen, sedangkan pestisida yang bersifat non-sistemik (non-polar) akan terserap hanya sampai pada permukaan akar karena tidak dapat menembus lapisan epidermis (Srikandi, 2010). Akumulasi pestisida dalam tanaman tergantung pada konsentrasi residu dalam tanah dan jumlah total pestisida dalam jaringan yang bersifat persisten. Pestisida yang tersimpan dalam lemak atau lapisan lilin kemungkinan sulit untuk mengalami degradasi ataupun aktivasi, karena pestisida yang lipofilik biasanya bersifat stabil dan persisten, contohnya pestisida golongan organoklorin (Tarumingkeng, 1995)

Besarnya residu pestisida yang tertinggal di tanaman tergantung pada dosis, banyaknya dan interval aplikasi, faktor-faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi dekomposisi dan pengurangan residu, jenis tanaman yang diperlakukan, formulasi pestisida dan cara aplikasinya, jenis bahan aktif dan persistensinya serta saat aplikasi terakhir sebelum hasil tanaman dipanen (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011a).

2.5 Dampak Residu Herbisida terhadap Manusia dan Lingkungan

Dampak residu pestisida terhadap kesehatan manusia disamping ditentukan oleh besarnya residu juga ditentukan oleh daya racun baik akut maupun kronik, yang berbeda antara pestisida yang satu dengan yang lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam usaha melindungi kesehatan konsumen perlu ditetapkan tingkat residu yang aman untuk tiap jenis pestisida pada tiap hasil tanaman yang dikonsumsi


(35)

(Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011a). Pestisida termasuk didalamnya jenis organoklor (aldrin dan heptaklor) dapat menyebabkan kanker, keguguran dan kecacatan pada bayi yang dikandung (terratogenic), serta infertil pada pria (Anonim, 1999).

Penggunaan pestisida dalam bidang pertanian, terutama untuk perlindungan tanaman tidak saja mengakibatkan residu pada tanaman tetapi juga pada unsur lingkungan lainnya. Oleh unsur-unsur lingkungan lainnya terutama air dan angin, residu pestisida yang tertinggal didaerah penggunaannya dapat menyebar ke daerah lain, sehingga tergantung pada besarnya residu maupun jenis pestisida. Residu dapat merupakan masalah lingkungan yang meliputi daerah luas. Residu pestisida tidak saja dijumpai sebagai akibat penggunaannya, tetapi dapat juga dijumpai pada benda-benda lainnya secara tidak sengaja atau karena kecelakaan terkontaminasi pestisida. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat pengangkutan ataupun penyimpanan pestisida yang tidak hati-hati. Residu tersebut menjadi sangat berbahaya apabila ditemukan pada bahan makanan yang terkontaminasi pestisida dengan konsentrasi yang tinggi (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011a).

Tercemarnya tanah, air, udara dan unsur lingkungan lainnya dari pestisida, dapat berpengaruh buruk secara langsung maupun tidak langsung terhadap manusia dan kelestarian lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan pada umumnya terjadi karena penanganan pestisida yang tidak tepat dan sifat fisika kimia pestisidanya (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011a).


(36)

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanaman padi sawah di Desa Cijujung, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Februari hingga Mei 2012. Analisis residu herbisida untuk sampel tanah, jerami dan hasil panen (beras) dilakukan di Laboratorium Residu Bahan Agrokimia, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan), Bogor yang telah memiliki akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan nomor akreditasi LP-556-IDN pada bulan Mei hingga Juni 2012.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah bibit padi varietas IR-64, sampel tanah, jerami dan hasil panen (beras), pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman dan anjuran, herbisida berbahan aktif sodium bispiribak (Bispyribac sodium) dengan kemurnian bahan aktif pada pelarut air adalah 99.0% dan pada pelarut organik adalah 95.2%.

Alat yang digunakan antara lain sprayer knapsack semi otomatis bertekanan 1 kg/cm2 (15-20 psi) dan nozel T-jet warna biru, gelas ukur, oven dan timbangan, kantung plastik, bor tanah, perangkat HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dengan merk Shimadzu tipe LC-20AB dan dilengkapi kolom VP-ODS 250L x 4.6, serta kamera digital.

3.3 Pelaksanaan Penelitian 1. Metode Penelitian

Data penelitian diperoleh dari hasil penelitian di lapang, laboratorium serta wawancara dengan para petani.


(37)

2. Perlakuan Herbisida Sodium Bispiribak(Bispyribac sodium)

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor tunggal yaitu dosis herbisida berbahan aktif sodium bispiribak (Bispyribac sodium). Percobaan terdiri dari 6 perlakuan dengan masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan sehingga terdapat 24 petak percobaan. Volume semprot yang digunakan adalah 400 l/ha. Perlakuan yang diberikan untuk petak percobaan terdiri atas:

 Dosis perlakuan herbisida : 0.5, 1, 2 dan 3 L / ha

 Penyiangan secara manual, dilakukan secara periodik menurut cara yang dilakukan di lokasi setempat.

 Kontrol adalah pembanding tanpa penyiangan dan perlakuan apapun.

Tabel 4. Jenis Perlakuan dan Dosis Herbisida

Herbisida Dosis formulasi

N-m Penyiangan manual N-0 Kontrol

N-1 Sodium bispiribak 0.5 l/ha

N-2 Sodium bispiribak 1 l/ha

N-3 Sodium bispiribak 2 l/ha

N-4 Sodium bispiribak 3 l/ha

Model rancangan yang digunakan adalah :

Yijk = µ + τi+ βj + εij

Keterangan :

Yijk= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j


(38)

Pengolahan data mengunakan metode analisis ragam (Anova) dengan bantuan program SAS 9.1. Jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut terhadap perbedaan nilai rata-rata taraf 5 % dengan uji DMRT (Duncan Multi Range Test). Hipotesis yang diuji dijabarkan sebagai berikut:

Ho : Nm = N0= N1= N2= N3= N4

H1 : Minimal ada dua rata-rata bobot gabah dari perlakuan yang diuji yang

tidak sama

Satuan petak terdiri atas areal seluas 5 m x 5 m. Jarak antar petak perlakuan adalah 50 cm. Pengaturan tata letak petak perlakuan disajikan pada Gambar Lampiran 1.

3.4 Metode Pelaksanaan

Cara aplikasi sodium bispiribak dan alat yang digunakan disesuaikan dengan sifat fisik, cara kerja dan bentuk formulasi herbisida yang diuji. Untuk formulasi yang larut dalam air, digunakan alat semprot punggung semi otomatis (semi automatic knapsack sprayer) dan nozel T-jet warna biru dengan tekanan 1 kg/cm2 (15-20 psi). Aplikasi herbisida yang diuji dilakukan 2 (dua) kali, yaitu sebelum tanam padi dan 2 minggu setelah tanam padi.

Pengamatan

Pengamaatan percobaan terbagi kedalam dua bagian yaitu pengamatan gulma dan pengamatan tanaman padi sawah.

1. Pengambilan Contoh Gulma  Waktu Pengambilan Contoh

Pengambilan dan pengamatan contoh gulma dilakukan setelah aplikasi pertama yaitu pada 4, 8 dan 12 MST (Minggu Setelah Tanam). Pengamatan ini


(39)

bertujuan untuk menganalisis vegetasi dari gulma yang berada pada tanaman padi dengan menggunakan teknikSum Dominance Ratio(SDR)

SDR (%) = (KN + BKN + FN)/3 X 100%

Dimana :

KN : Kerapatan Nisbi BKN : Berat Kering Nisbi FN : Frekuensi Nisbi

 Cara Pengambilan Contoh Gulma

Gulma yang masih segar dipotong tepat setinggi permukaan tanah, kemudian dipisahkan setiap spesies. Selanjutnya gulma dikeringkan pada temperatur 800C selama 48 jam atau sampai mencapai bobot kering konstan, kemudian ditimbang.

2. Pengambilan Sampel Tanah, Jerami dan Hasil Panen (Beras) untuk Analisis Residu Herbisida Sodium Bispiribak

Pengujian residu herbisida dilakukan pada tiga jenis sampel yaitu pada tanah, jerami dan hasil panen (beras). Pengambilan sampel tanah, jerami dan hasil panen (beras) dilakukan di 6 lokasi. Penentuan lokasi ini berdasarkan 6 perlakuan. Tiap lokasi terdiri dari 4 titik ulangan kemudian dari masing-masing titik tersebut diambil satu komposit. Komposit didapat dengan mengambil 4 titik sampel tanah, jerami dan hasil panen (beras) dalam jumlah sama kemudian dijadikan satu. Sampel tanah dari petak sawah diambil pada kedalaman 10-20 cm untuk setiap titik pengambilan dan dilakukan dengan menggunakan sekop, sebanyak 500 gram, kemudian disimpan dalam plastik. Pengambilan sampel jerami dan hasil panen (beras) dilakukan pada lokasi yang sama dengan pengambilan sampel tanah. Sampel tanah dan beras dikeringanginkan lalu digerus hingga halus setelah itu ditetapkan kadar airnya (Balingtan, 2007).


(40)

3. Tahap Anasisis Residu Herbisida Sodium Bispiribak

Tahap analisis residu adalah suatu cara yang harus dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang komposisi residu suatu pestisida dalam suatu contoh bahan, sehingga dapat digunakan untuk mengestimasi komposisi residu pestisida bahan tersebut. Cara tersebut meliputi tahap pembuatan larutan standar, tahap ekstraksi, yang bertujuan untuk mendapatkan sampel yang homogen, tahap pembersihan (clean up), bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan lain yang dapat mengganggu proses analisis, tahap penetapan, dan tahap evaluasi data (Komisi Pestisida, 2006).

a. Tahap Pembuatan Larutan Standar

Larutan standar yang digunakan adalah larutan yang dibuat dari bahan aktif herbisida. Jenis bahan aktif herbisida yang digunakan adalah sodium bispiribak (Bispyribac sodium) 100 g/l. Kemudian dibuat larutan stok standar dengan konsentrasi 100 ppm dan untuk larutan kerja digunakan konsentrasi sebesar 1 ppm.

Larutan standar dibuat dengan melarutkan 196.69 gr sodium bispiribak (Bispyribac sodium) dalam 10 ml metanol, kemudian diencerkan hingga volume larutan 100 ml sehingga diperoleh larutan standar 100 ppm.

b. Tahap Ekstraksi dan Pemurnian

Tahap-tahap dalam analisis residu herbisida yang dilakukan di laboratorium terhadap sampel tanah, jerami dan hasil panen (beras) adalah sebagai berikut :

1. Tahap Ekstraksi (Gambar 4)

a. Ekstraksi untuk sampel tanah dilakukan setelah terlebih dahulu tanah dikeringanginkan selama kurang lebih satu hari.


(41)

b. Ekstraksi untuk sampel jerami dilakukan dengan cara mencacah menjadi bagian-bagian kecil. Sedangkan untuk sampel beras dilakukan ekstaksi dengan menghaluskan beras.

c. Kemudian sampel tanah dan dari lokasi sampel masing-masing diambil sebanyak 50 gram sedangkan untuk sampel jerami masing-masing diambil sebanyak 25 gram. Kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan diklorometan : aseton dengan perbandingan 1:1 sebanyak 100 ml.

d. Ekstrak tanah, jerami dan beras kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam labu rotavapor, kemudian dilakukan penguapan dengan menggunakan alat rotavapor selama ± 2 menit.

Gambar 2. Penimbangan Sampel Gambar 3. Campuran Sampel dan Diklorometan + Aseton


(42)

Gambar 4. Ekstraksi Sampel Gambar 5. Penguapan Sampel

2. Tahap Pemurnian (Clean Up) (Gambar 6)

a. Hasil ekstrak tanah, jerami dan beras yang telah dipenguapan kemudian disaring dengan menggunakan buret yang telah berisi Florisil dan Na2SO4

anhidrat.

b. Sampel hasil pemurnian kemudian dipenguapan kembali dengan menggunakan alat rotavapor hingga dihasilkan sisa larutan di dalam labu rotavapor ± 1 ml. Sisa larutan tersebut merupakan residu herbisida.

c. Dinding labu dibilas dengan metanol 60%, dan disaring ke dalam tabung reaksi 10 ml menggunakan kertas saring. Kemudian ditera hingga 10 ml dengan metanol 60%.

Gambar 6. Penyaringan Hasil Gambar 7. Penambahan Metanol 60% Ekstraksi


(43)

Gambar 8. Penyaringan Sisa Larutan Gambar 9. Larutan Residu Herbisida

4. Perhitungan Konsentrasi Residu Herbisida dan Batas Maksimum Residu (BMR)

Konsentrasi residu herbisida ditentukan berdasarkan hasil rekaman yang tercatat dalam kromatografi yaitu berupa kromatogram. Cara membaca kromatogram tersebut yaitu dengan membandingkan data retensi waktu dan areapeak(puncak) dari herbisida sampel yang dihasilkan dalam kromatogram dengan nilai yang mendekati data retensi waktu dan area peak herbisida standar. Penentuan konsentrasi residu herbisida dihitung menggunakan rumus sesuai dengan rumus dari Komisi Pestisida (2006) sebagai berikut :

Residu (R) = Ac x Ks x FP As x Bc

Keterangan :

R : Konsentrasi residu (ppm) Ac : Area contoh

As : Area standar

Ks : Konsentrasi standar (ppm) FP : Faktor Pengencer (ml) Bc : Bobot contoh (gram)


(44)

Konsentrasi residu herbisida yang dihasilkan dari perhitungan di atas pada sampel tanah, jerami dan beras kemudian dibandingkan hasilnya dengan nilai Acceptable Daily Intake (ADI). Baku mutu residu herbisida pada komoditas beras belum ditentukan melalui Kementarian Pertanian, oleh karena itu Batas Maksimum Residu (BMR) dihitung berdasarkan bobot tubuh rata-rata penduduk Indonesia dewasa, asumsi konsumsi beras rata-rata penduduk Indonesia dan nilai Acceptable Daily Intake (ADI) untuk bahan aktif sodium bispiribak yang dirumuskan sebagai berikut:

BMR = ஽ூ ௫ ் ோ ି ௉ ௞ ூ

௄ ோ ି ௉ ௞ ூ

Keterangan :

Bobot Rata-rata Penduduk Indonesia Dewasa = 60 kg

Asumsi Konsumsi Beras Rata-rata Penduduk Indonesia = 0.3 kg/kapita/hari (Indrasariet al, 2008)

Nilai Acceptable Daily Intake (ADI) untuk sodium bispiribak = 0.01 mg/kg (European Food Safety Authority(EFSA), 2010)

5. Analisis Biaya Budidaya Padi

Pengambilan data untuk analisis ekonomi ini dilakukan antara lain melalui wawancara langsung dengan petani disekitar lahan penelitian, wawancara langsung dengan penjual alat dan sarana produksi pertanian, serta data produksi berdasarkan perhitungan analisis ragam data rata-rata bobot gabah. Perbandingan analisis dilakukan dari masing-masing perlakuan yang diuji. Parameter yang akan dibandingkan secara ekonomi antara lain adalah:

- Biaya benih - Biaya pupuk - Biaya herbisida - Biaya tenaga kerja


(45)

4.1 Keadaan Umum Lokasi peneli Kabupaten Bogor, Jaw tanah, jerami dan ha Agrokimia, Balai Pen adalah peta lokasi dila

Penelitian dila Februari hingga akh dilakukan pada bula Klimatologi dan G menunjukkan selama curah hujan terendah

HASIL DAN PEMBAHASAN

m Lokasi Penelitian

elitian terletak di Desa Cijujung, Kecama Jawa Barat, sedangkan untuk analisis residu her

hasil panen (beras) dilakukan di Laboratoriu enelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan), ilakukannya penelitian.

Gambar 10. Peta Lokasi Penelitian

ilapang dilaksanakan selama tiga bulan yait khir bulan Mei 2012, sedangkan untuk an ulan Juni 2012. Berdasarkan data dari B Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi a penelitian rata-rata curah hujan perbulan ah yaitu pada bulan Maret 2012 sebesar 13

AN

atan Cibungbulang, herbisida pada sampel torium Residu Bahan ), Bogor. Gambar 10

aitu dari awal bulan analisis laboratorium Badan Meteorologi, i Dramaga, Bogor adalah 308.18 mm, 136 mm. Pada awal


(46)

pengaplikasian herbis menunjukkan curah h Februari 2012, hal in pertanaman. Rata-rata sedangkan rata-rata ke

Pengolahan ta Kondisi tanah sebelu dengan istilah mac herbisida serta penan petakan dengan mem penelitian secara tek kekeringan lahan dap pengolahan dan pem penanaman bibit padi menjadi kondisi berlu tumbuh.

Gambar 11. Kon

bisida dan penanaman bibit padi curah hujan hujan yang sangat tinggi yaitu sebesar 548. ini menjadi kendala untuk melakukan aplikasi ata temperatur udara selama penelitian adalah kelembaban udara selama penelitian adalah se

tanah dilakukan secara manual yaitu dengan m lum tanam sebaiknya dalam keadaan cukup a acak-macak, untuk mempermudah pada s anaman bibit padi. Lahan yang telah diolah embuat saluran irigasi diantara petakan. Siste

teknis termasuk kedalam saluran irigasi ya apat diantisipasi dengan baik. Kondisi lahan emetakan dapat dilihat pada Gambar 11. di, air pada lahan pertanaman tersebut kemudia erlumpur, hal ini mencegah agar bibit-bibit

ondisi Lahan Setelah Dilakukan Pengolahan d

n di lokasi penelitian .90 mm pada bulan asi herbisida ke lahan lah sebesar 25.78 °C,

sebesar 85.80%.

menggunakan bajak. air, biasanya disebut saat pengaplikasian h dibagi menjadi 24 istem irigasi di lokasi yang baik sehingga an setelah dilakukan Setelah dilakukan dian dihilangkan dan it gulma tidak cepat


(47)

Gambar 12. Persiapan Perlakuan Gambar 13. Penakaran Dosis Herbisida

Penyemprotan herbisida sodium bispiribak dilakukan dua kali aplikasi selama masa penanaman padi, yaitu sebelum penanaman bibit padi dan pada saat 2 MST (Minggu Setelah Tanam). Aplikasi kedua dilakukan karena diperkirakan pada saat umur tanam padi 2 MST, pertumbuhan gulma mengalami peningkatan sehingga akan menghambat pertumbuhan tanaman padi.

4.2 Pengamatan Gulma

Berdasarkan analisa secara visual dan metode identifikasi gulma yang dilakukan, didapatkan hasil pengamatan gulma antara lain adalah frekuensi mutlak, frekuensi relatif, kerapatan mutlak, kerapatan relatif, berat kering mutlak dan berat kering relatif. Hasil perhitungan parameter tersebut dijabarkan pada Tabel 5 -7 :


(48)

No Nama Spesies Gulma

Ulg I Ulg II Ulg III Ulg IV FM FR

Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N

4 Nm N0 N1 N2 N3 N4

1 Portulaca oleraceaL 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 4 33.33 2 Limnocharis flava 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 16.67 3 Paspalum distichumL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2 16.67 4 Ludwigia octovalvis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 2 16.67 5 Fimbristylis miliaceaL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 8.33 6 Cyperus indicus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 8.33

Jumlah 12

Tabel 6. Data Kerapatan Mutlak dan Kerapatan Relatif Gulma No Nama Spesies Gulma

Ulg I Ulg II Ulg III Ulg IV FM FR

Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N4

1 Portulaca oleraceaL 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 4 33.33 2 Limnocharis flava 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 16.67 3 Paspalum distichumL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2 16.67 4 Ludwigia octovalvis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 2 16.67 5 Fimbristylis miliaceaL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 8.33 6 Cyperus indicus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 8.33

Jumlah 12

Tabel 7. Data Berat Kering Mutlak dan Berat Kering Relatif Gulma

No Nama Spesies Gulma

Ulg I Ulg II Ulg III Ulg IV

BKM BKR

Nm

N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N4

1 Portulaca oleraceaL 0.00 0.00 0.76 0.09 0.00 2.23 0.01 0.01 0.00 0.00 0.00 0.65 0.01 0.00 0.5 0.00 0.00 0.00 1.76 0.93 0.00 0.00 0.00 0.00 6.95 14.17 2 Limnocharis flava 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.63 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.66 1.35

3 Paspalum distichumL 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.35 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.76 0.00 0.00 0.00 0.00 7.11 14.50 4 Ludwigia octovalvis 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.82 0.00 0.00 0.00 0.63 19.03 2.27 0.00 0.00 0.00 0.00 24.75 50.48

5 Fimbristylis miliaceaL 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.42 5.30 0.00 0.00 0.00 0.00 8.72 17.79

6 Cyperus indicus 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.84 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.84 1.71


(49)

Berdasarkan data perhitungan frekuensi relatif (FR), kerapatan relatif (KR) serta berat kering relatif (BKR), maka dapat diketahui berapa nilai Sum Dominance Ratio(SDR) dari masing-masing spesies gulma yang ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. DataSum Dominance RatioPengamatan Gulma

No Nama Spesies Gulma FR (%) KR (%) BR (%) SDR (%)

1 Portulaca oleraceaL 33.33 47.62 14.17 31.71

2 Ludwigia octovalvis 16.67 19.05 50.48 28.73

3 Paspalum distichumL 16.67 9.52 14.50 13.56

4 Fimbristylis miliaceaL 8.33 9.52 17.79 11.88

5 Limnocharis flava 16.67 9.52 1.35 9.18

6 Cyperus indicus 8.33 4.76 1.71 4.94

Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00

Hasil identifikasi yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat 6 spesies gulma yang terdiri dari 3 spesies golongan berdaun lebar (Portulaca oleracea L, Limnocharis flava dan Ludwigia octovalvis), 2 spesies dari golongan teki (Fimbristylis miliacea L dan Cyperus indicus) dan 1 spesies golongan rumput (Paspalum distichum L). Berdasarkan hasil pengamatan jumlah gulma tertinggi terdapat pada Ulangan IV, sedangkan perlakuan dosis herbisida yang dapat mengendalikan gulma lebih banyak adalah perlakuan sodium bispiribak 1 l/ha dan sodium bispiribak 2 l/ha. Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa gulma paling dominan pada pertanaman padi ini adalah Portulaca oleracea (SDR = 31.71%) danLudwigia octovalvis( SDR = 28.73%) sedangkan gulma yang paling sedikit ditemukan adalah Cyperus indicus (SDR = 4.94%). Dapat diketahui bahwa gulma golongan berdaun lebar pada pengamatan ini menunjukkan sifat dominansi dibandingkan dengan jenis gulma lainnya. Hal ini dapat terjadi karena gulma berdaun lebar dapat bersaing dengan tanaman padi dalam memperebutkan ruang, cahaya serta unsur hara penting dari dalam tanah.


(50)

4.3 Hasil Produksi Tanaman Padi

Pemanenan tanaman padi dilakukan pada saat tanaman kurang lebih berumur 12 MST atau sekitar tiga bulan. Tanaman padi yang dipanen yaitu tanaman yang menunjukkan tanda-tanda seperti tanaman yang semakin lama semakin merunduk, yang berarti pengisian bulir padi telah sempurna. Pemanenan dilakukan secara keseluruhan, namun untuk sampel yang diamati hanya diambil sebanyak ubinan yang berukuran 1m x 1m pada tiap petakan. Bobot gabah yang didapat akan dikonversi kedalam luasan 1 ha atau 10000 m2. Data bobot gabah/m2 (bobot gabah per ubinan) ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Bobot Gabah/m2

Perlakuan Ulangan Bobot Gabah (gram)

Penyiangan Manual 1 618.27

2 511.32

3 375.42

4 396.19

Kontrol 1 565.19

2 572.32

3 515.06

4 362.35

Dosis 0.5 l/ha 1 660.82

2 631.92

3 635.38

4 362.35

Dosis 1 l/ha 1 555.11

2 425.46

3 462.37

4 362.54

Dosis 2 l/ha 1 596.93

2 430.44

3 460.25

4 334.75

Dosis 3 l/ha 1 713.36

2 530.10

3 538.45


(51)

Rata-rata bobot gabah total yang dipanen adalah sebesar 500.49 gram atau 0.500 kg per m2(ubinan). Jika bobot gabah tersebut dikonversi ke hektar, maka hasil yang diperoleh adalah 10000 m2 : 1 m2 (luas ubinan) x 0.500 kg = 5000 kg/ha GKP atau 5.00 ton/ha GKP. Hasil analisis ragam (ANOVA) dari pengaruh perlakuan terhadap bobot gabah, ditunjukkan dalam Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Analisis Ragam Data Rata-Rata Bobot Gabah Tiap Perlakuan

Perlakuan Bobot Gabah Rata-rata

Penyiangan manual 475.30bc

Kontrol 503.73abc

Sodium bispiribak 0.5 l/ha 572.66a

Sodium bispiribak 1 l/ha 451.37c

Sodium bispiribak 2 l/ha 455.59c

Sodium bispiribak 3 l/ha 544.66a

Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) pada Tabel 10 diketahui bahwa pemberian sodium bispiribak 0.5 l/ha memiliki pengaruh terhadap bobot gabah lebih besar dibandingkan dengan penyiangan manual, perlakuan 2 l/ha dan sodium bispiribak 3 l/ha. Pemberian herbisida sodium bispiribak 0.5 l/ha tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot gabah dengan pemberian sodium bispiribak 3 l/ha dan kontrol. Perlakuan kontrol tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua perlakuan yang diuji.

4.4 Residu Herbisida di Tanah, Jerami dan Hasil Panen (Beras)

Konsentrasi residu herbisida pada tanah, jerami serta hasil panen (beras) dari masing-masing perlakuan diperoleh melalui uji alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography), kemudian dilakukan perhitungan dari hasil grafik waktu retensi larutan sampel tanah, jerami dan hasil panen (beras) dengan larutan pembanding standar herbisida. Hasil grafik retensi waktu dari larutan standar sodium bispiribak 1 ppm dan sampel ditunjukkan pada Gambar 14.


(52)

Gambar 14. C

Tabel 11. Tabel Punc ppm

Peak# Waktu Reten

1 6.1

2 9.2

Total

Gambar 15. Chromato l/ha

Chromatogram Larutan Standar Sodium Bispir

ncak Waktu Retensi (menit) Larutan Standar S

tensi Area Tinggi Area %

188 1752844 123166 79.

255 454766 28499 20.

2207599 151644 100.

atogram Sampel Tanah dengan Perlakuan So

piribak 1 ppm

Sodium Bispiribak 1

Tinggi %

9.400 81.222

0.600 18.789

0.000 100.000


(53)

Tabel 12. Tabel Puncak Waktu Retensi (menit) Sampel Tanah pada Perlakuan Sodium Bispiribak 2 l/ha

Peak# Waktu Retensi Area Tinggi Area % Tinggi %

1 5.088 3251 174 0.014 0.018

2 5.886 92671 6694 0.403 0.705

3 6.116 96369 5865 0.419 0.618

4 7.947 84726 3299 0.368 0.348

5 8.269 195348 4060 0.849 0.428

6 9.472 22507128 928176 97.833 97.779

7 12.445 8650 376 0.038 0.040

8 13.679 17452 614 0.076 0.065

Total 23005594 949257 100.00 100.00

Berdasarkan Gambar 14 dan Tabel 11 diketahui bahwa residu sodium bispiribak terdekteksi adalah pada peak 1 dengan hasil retensi waktu adalah 6.188 menit, sedangkan pada sampel tanah dengan perlakuan sodium bispiribak 2 l/ha, residu sodium bispiribak terdeteksi pada peak 3 dengan retensi waktu yang mendekati larutan standar yaitu 6.116 menit. Setelah diketahui retensi waktu dari masing-masing sampel, maka dilakukan perhitungan untuk mengetahui konsentrasi residu sodium bispiribak pada ketiga sampel yang diuji. Hasil konsentrasi residu sodium bispiribak pada sampel tanah, jerami dan beras ditunjukkan pada tabel sebagai berikut.


(54)

Tabel 13. Konsentrasi Residu Sodium Bispiribak pada Sampel Tanah, Jerami dan Beras

Perlakuan Konsentrasi Residu Sodium Bispiribak (mg/kg)

Tanah Jerami Beras

Manual - 1.50

-Kontrol 0.02 2.78

-0.5 l/ha 0.09 6.32

-1 l/ha 0.09 7.19 0.05

2 l/ha 0.11 9.00 0.05

3 l/ha 0.18 9.88 0.05

Keterangan :

- = tidak terdeteksi

Pada Tabel 13 menunjukkan konsentrasi residu herbisida pada sampel jerami tertinggi dibandingkan dengan sampel tanah dan beras. Keseluruhan perlakuan pada sampel jerami menunjukkan adanya kandungan residu, pada sampel tanah keseluruhan perlakuan menunjukkan adanya residu kecuali perlakuan penyiangan manual. Sampel beras yang menunjukkan adanya residu herbisida hanya terdapat pada perlakuan 1 l/ha, 2 l/ha dan 3 l/ha sedangkan pada perlakuan penyiangan manual, kontrol dan 0.5 l/ha tidak terdeteksi. Perbandingan kandungan residu berdasarkan perlakuan yang terdapat dalam sampel tanah, jerami dan beras disajikan pada Gambar 16-18.


(55)

Gambar 16. Perbandin dalam Sa

Konsentrasi r adalah perlakuan 3 menunjukkan adanya Pelakuan sodium bis l/ha menunjukkan bah

Pada perlakua bispiribak menunjukk dimungkinkan karena tinggi dibandingkan ternyata menunjukkan hasil aplikasi herbis permukaan (run off) k sehingga terjadi residu

dingan Konsentrasi Residu Sodium Bispiribak Sampel Tanah

residu pada sampel tanah menunjukkan ju 3 l/ha sedangkan pada perlakuan penyian ya konsentrasi residu herbisida yang terkandu

ispiribak 0.5 l/ha, sodium bispiribak 1 l/ha s ahwa konsentrasi residu yang dihasilkan hamp

uan sodium bispiribak 3 l/ha jumlah konsentr kkan jumlah tertinggi yang terkandung dalam na pada perlakuan tersebut digunakan dosis he n perlakuan lainnya yaitu sebanyak 3 l/ha.

an sejumlah konsentrasi residu dalam tanah, h bisida dari petak lain (perlakuan lain) ya kemudian mengendap di petak dengan perlaku idu di dalam tanah.

k tiap Perlakuan

jumlah paling tinggi angan manual tidak dung didalam tanah. sodium bispiribak 2 pir sama.

entrasi residu sodium m tanah, hal ini dapat herbisida yang paling . Perlakuan kontrol , hal ini terjadi karena yang terbawa aliran lakuan kontrol tersebut


(56)

Gambar 17. Perband dalam Sa

Hasil analisis tertinggi pada perlaku perlakuan 2 l/ha. Kes konsentrasi residu so dianalisis mengandu maupun perlakuan de pada sample jerami herbisida dari dalam sehingga herbisida te dihasilkan pada jeram

Konsentrasi r kontrol dapat terjadi k lain yang diberi perla aliran permukaan (run air yang berasal dar

ndingan Konsentrasi Residu Sodium Bispirib Sampel Jerami

sis residu pada sampel jerami menunjukkan lakuan 3 l/ha, walaupun hasil tersebut tidak be

eseluruhan perlakuan dalam sampel jerami m sodium bispiribak. Hal ini berarti semua sa dung residu herbisida baik dari kontrol, p

dengan dosis tertentu. Tingginya nilai konsentr dibandingkan sampel lain kemungkinan m tanah secara sistemik masuk kedalam jarin

terakumulasi pada batang padi dan menyeb ami lebih banyak dibandingkan residu dalam tan

residu herbisida yang terdapat pada penyi i karena tanah pada petakan tersebut berintera rlakuan dosis. Interaksi yang dimaksud diduga run off) dan pencucian (leaching) yang terjadi a

ari air hujan atau irigasi. Hal ini sesuai de

iribak tiap Perlakuan

n konsentrasi residu berbeda jauh dengan menunjukkan adanya sampel jerami yang penyiangan manual ntrasi residu herbisida diakibatkan karena ringan tanaman padi ebabkan residu yang tanah.

yiangan manual dan raksi dengan petakan a berasal dari adanya i akibat adanya aliran dengan sifat sodium


(57)

bispiribak menurut U ke permukaan dan a (leaching). Sifat lain sehingga dimungkink sistemik dan terjadi ak

Gambar 18. Perbandin dalam Sa

Hasil analisis menunjukkan nilai ko Gambar 18 tersebut bispiribak 2 l/ha dan yang hampir sama, n konsentrasi residu so lainnya. Pada perlaku menunjukkan adanya

U. S. EPA yaitu bersifat larut dalam air, mobile air tanah melalui aliran permukaan (run o lain dari sodium bispiribak ini adalah tidak

inkan bahwa herbisida tersebut dialirkan ke ta akumulasi pada batang padi.

dingan Konsentrasi Residu Sodium Bispiribak Sampel Beras

is residu sodium bispiribak yang dilakukan konsentrasi paling rendah dibandingkan dua sa ut terlihat bahwa perlakuan sodium bispirib n sodium bispiribak 3 l/ha konsentrasi residu , namun perlakuan sodium bispiribak 3 l/ha

sodium bispiribak paling tinggi dibandingkan akuan penyiangan, kontrol dan sodium bispir ya residu sodium bispiribak didalam sampel yan

bile serta dapat masuk off) dan pencucian terikat pada tanah, tanaman padi secara

ak tiap Perlakuan

n pada sampel beras sampel lainnya. Pada iribak 1 l/ha, sodium idu menunjukkan nilai tetap menunjukkan an dengan perlakuan ribak 0.5 l/ha tidak ang diuji.


(58)

4.5 Batas Maksimum Residu Herbisida

Hasil analisis residu herbisida yang dilakukan menunjukkan kandungan residu sodium bispiribak pada beberapa sampel yang diuji antara lain adalah pada sampel tanah kisaran kandungan residu yang dihasilkan adalah 0.09-0.18 mg/kg, pada sampel jerami kisaran kandungan residu adalah 1.50-9.88 mg/kg sedangkan pada sampel hasil panen (beras) kandungan residu yang dihasilkan berkisar antara 0.05-0.53 mg/kg. Baku mutu pembanding untuk residu yang berbahan aktif sodium bispiribak pada komoditas hasil pertanian khususnya beras belum ditetapkan oleh instansi yang berwenang, oleh karena itu baku mutu atau batas maksimum residu sodium bispiribak pada komoditas beras dihitung berdasarkan bobot tubuh rata-rata orang Indonesia dewasa, asumsi konsumsi beras per orang per hari dan nilai Acceptable Daily Intake (ADI). Bobot tubuh rata-rata penduduk Indonesia dewasa diasumsikan sebesar 60 kg, asumsi konsumsi beras rata-rata penduduk Indonesia menurut Indrasari et al (2008) adalah sebesar 300 g/kapita/hari atau 0.3 kg/kapita/hari, sedangkan untuk nilai Acceptable Daily Intake (ADI) untuk sodium bispiribak menurut European Food Safety Authority(EFSA) (2010) adalah sebesar 0.01 mg/kg. Batas Maksimum Residu sodium bispiribak dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

BMR = ஽ூ ௫ ் ோ ି ௉ ௞ ூ

௄ ோ ି ௉ ௞ ூ

Dari perhitungan tersebut didapat nilai Batas Maksimum Residu (BMR) untuk sodium bispiribak sebesar 2 mg/kg. Nilai konsentrasi residu sodium bispiribak untuk sampel beras jika dibandingkan dengan nilai Batas Maksimum Residu (BMR) menunjukkan nilai yang lebih rendah, hal ini berarti bahwa residu herbisida yang terkandung didalam beras masih dalam batas aman untuk dikonsumsi dan tidak menimbulkan efek akut maupun kronis terhadap manusia.

Menurut European Food Safety Authority (EFSA) (2010), Acceptable Daily Intake(ADI) merupakan jumlah asupan bahan kimia yang dapat dicerna setiap hari seumur hidup tanpa menyebabkan resiko yang besar bagi kesehatan yang dinyatakan


(59)

dalam mg/kg bb. Konsep pendekatan nilai ambang batas dengan menggunakan nilai Acceptable Daily Intake (ADI) menurut Department of Health and Ageing of Australian Government(2012) adalah untuk memperkirakan nilai asupan harian dari suatu senyawa kimia yang dapat diterima oleh tubuh dan tanpa menyebabkan resiko yang besar bagi kesehatan. NilaiAcceptable Daily Intake (ADI) dari suatu senyawa kimia didefinisikan sebagai dosis yang diperkirakan tidak menimbulkan resiko jangka panjang apabila senyawa tersebut dikonsumsi atau masuk ke dalam tubuh tiap hari, namun nilai Acceptable Daily Intake (ADI) ini bukanlah merupakan garansi keamanan secara mutlak, dan juga bukan merupakan suatu perkiraan resiko (Marsidi dan Said, 2005).

Batas Maksimum Residu (BMR) pestisida merupakan konsentrasi maksimum residu pestida yang secara hukum diizinkan atau diketahui sebagai konsentrasi yang dapat diterima pada hasil pertanian yang dinyatakan dalam miligram residu pestisida per kilogram hasil pertanian (BSN, 2008). Penetapan BMR untuk herbisida sodium bispiribak ini belum ada secara hukum belum dilakukan karena jenis bahan aktif ini termasuk bahan aktif baru untuk herbisida.

4.6 Analisis Biaya Budidaya Padi

Analisis biaya budidaya padi pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisis usahatani. Analisis usahatani ini bertujuan untuk mengetahui alokasi sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Alokasi sumberdaya dapat dikatakan efektif bila petani mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien jika pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang lebih besar dibandingkan masukan (input). Efisiensi usahatani dapat diukur dengan cara menghitung efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomis.

Analisis usahatani yang dilakukan menunjukkan bahwa perhitungan R/C Ratio dilakukan untuk mengetahui apakah budidaya padi tersebut memberikan


(1)

PERLAKUAN KONTROL

URAIAN Fisik

(per Hektar)

Satuan Harga Satuan

Nilai (Rp/Hektar)

PENDAPATAN

1. PRODUKSI PADI 5037 Kg 5,030 25,336,110

TOTAL PENDAPATAN 25,336,110

PENGELUARAN 1. BIAYA INVESTASI

A. Peralatan

- Cangkul 15 Buah 40,000 600,000

- Parang 15 Buah 35,000 525,000

- Kored 15 Buah 15,000 225,000

- Sprayer 5 Buah 225,000 1,125,000

B. Bibit

- Persemaian benih 20 Kg 10,000 200,000

- Sulaman (10%) 2 Kg 1,000 2,000

TOTAL BIAYA INVESTASI 2,475,000

2. SEWA LAHAN 1 Tahun 2,500,000 2,500,000

3. BIAYA PRODUKSI A. Upah tenaga kerja

- Persemaian 5 HOK 35,000 175,000

- Pengolahan Tanah 15 HOK 35,000 525,000

- Penanaman 20 HOK 35,000 700,000

- Pemupukan 9 HOK 35,000 315,000

- Panen dan Pascapanen

(perontokan, pengeringan, pengangkutan)

72 HOK 35,000 2,520,000

B. Pupuk anorganik

- Urea 200 Kg 3,000 600,000

- SP-36 100 Kg 3,000 300,000

- KCL 75 Kg 12,000 900,000

TOTAL BIAYA PRODUKSI 6,035,000

4. LAIN-LAIN (10% dari biaya keseluruhan) 1,101,000

TOTAL PENGELUARAN 12,111,000

KEUNTUNGAN 13,225,110


(2)

PENDAPATAN

1. PRODUKSI PADI 4753 Kg 5,030 23,907,590

TOTAL PENDAPATAN 23,907,590

PENGELUARAN 1. BIAYA INVESTASI

A. Peralatan

- Cangkul 15 Buah 40,000 600,000

- Parang 15 Buah 35,000 525,000

- Kored 15 Buah 15,000 225,000

- Sprayer 1 Buah 225,000 225,000

B. Bibit

- Persemaian benih 20 Kg 10,000 200,000

- Sulaman (10%) 2 Kg 1,000 2,000

TOTAL BIAYA INVESTASI 1,575,000

2. SEWA LAHAN 1 Tahun 2,500,000 2,500,000

3. BIAYA PRODUKSI A. Upah tenaga kerja

- Persemaian 5 HOK 35,000 175,000

- Pengolahan Tanah 15 HOK 35,000 525,000

- Penanaman 20 HOK 35,000 700,000

- Penyiangan gulma 180 HOK 35,000 6,300,000

- Pemupukan 9 HOK 35,000 315,000

- Pengendalian OPT 4 HOK 35,000 140,000

- Panen dan Pascapanen

(perontokan, pengeringan, pengangkutan)

72 HOK 35,000 2,520,000

B. Pupuk anorganik

- Urea 200 Kg 3,000 600,000

- SP-36 100 Kg 3,000 300,000

- KCL 75 Kg 12,000 900,000

TOTAL BIAYA PRODUKSI 12,475,000

4. LAIN-LAIN (10% dari biaya keseluruhan) 1,655,000

TOTAL PENGELUARAN 18,205,000

KEUNTUNGAN 5,702,590


(3)

PERLAKUAN SODIUM BISPIRIBAK 0.5 l/ha

URAIAN Fisik

(per Hektar)

Satuan Harga Satuan

Nilai (Rp/Hektar)

PENDAPATAN

1. PRODUKSI PADI 5727 Kg 5,030 28,806,810

TOTAL PENDAPATAN 28,806,810

PENGELUARAN 1. BIAYA INVESTASI

A. Peralatan

- Cangkul 15 Buah 40,000 600,000

- Parang 15 Buah 35,000 525,000

- Kored 15 Buah 15,000 225,000

- Sprayer 5 Buah 225,000 1,125,000

B. Bibit

- Persemaian benih 20 Kg 10,000 200,000

- Sulaman (10%) 2 Kg 1,000 2,000

TOTAL BIAYA INVESTASI 2,475,000

2. SEWA LAHAN 1 Tahun 2,500,000 2,500,000

3. BIAYA PRODUKSI A. Upah tenaga kerja

- Persemaian 5 HOK 35,000 175,000

- Pengolahan Tanah 15 HOK 35,000 525,000

- Penanaman 20 HOK 35,000 700,000

- Penyemprotan Herbisida 20 HOK 35,000 700,000

- Pemupukan 9 HOK 35,000 315,000

- Pengendalian OPT 4 HOK 35,000 140,000

- Panen dan Pascapanen

(perontokan, pengeringan, pengangkutan)

72 HOK 35,000 2,520,000

B. Pupuk anorganik

- Urea 200 Kg 3,000 600,000

- SP-36 100 Kg 3,000 300,000

- KCL 75 Kg 12,000 900,000

C. Herbisida 3 Liter 100,000 300,000

TOTAL BIAYA PRODUKSI 7,175,000

4. LAIN-LAIN (10% dari biaya keseluruhan) 1,215,000

TOTAL PENGELUARAN 13,365,000


(4)

PENDAPATAN

1. PRODUKSI PADI 4513 Kg 5,030 22,700,390

TOTAL PENDAPATAN 22,700,390

PENGELUARAN 1. BIAYA INVESTASI

A. Peralatan

- Cangkul 15 Buah 40,000 600,000

- Parang 15 Buah 35,000 525,000

- Kored 15 Buah 15,000 225,000

- Sprayer 5 Buah 225,000 1,125,000

B. Bibit

- Persemaian benih 20 Kg 10,000 200,000

- Sulaman (10%) 2 Kg 1,000 2,000

TOTAL BIAYA INVESTASI 2,475,000

2. SEWA LAHAN 1 Tahun 2,500,000 2,500,000

3. BIAYA PRODUKSI A. Upah tenaga kerja

- Persemaian 5 HOK 35,000 175,000

- Pengolahan Tanah 15 HOK 35,000 525,000

- Penanaman 20 HOK 35,000 700,000

- Penyemprotan Herbisida 20 HOK 35,000 700,000

- Pemupukan 9 HOK 35,000 315,000

- Pengendalian OPT 4 HOK 35,000 140,000

- Panen dan Pascapanen 72 HOK 35,000 2,520,000

(perontokan, pengeringan, pengangkutan) B. Pupuk anorganik

- Urea 200 Kg 3,000 600,000

- SP-36 100 Kg 3,000 300,000

- KCL 75 Kg 12,000 900,000

C. Herbisida 3 Liter 100,000 300,000

TOTAL BIAYA PRODUKSI 7,175,000

4. LAIN-LAIN (10% dari biaya keseluruhan) 1,215,000

TOTAL PENGELUARAN 13,365,000

KEUNTUNGAN 9,335,390


(5)

PERLAKUAN SODIUM BISPIRIBAK 2 l/ha

URAIAN Fisik

(per Hektar)

Satuan Harga

Satuan

Nilai (Rp/Hektar)

PENDAPATAN

1. PRODUKSI PADI 4556 Kg 5,030 22,916,680

TOTAL PENDAPATAN 22,916,680

PENGELUARAN 1. BIAYA INVESTASI

A. Peralatan

- Cangkul 15 Buah 40,000 600,000

- Parang 15 Buah 35,000 525,000

- Kored 15 Buah 15,000 225,000

- Sprayer 5 Buah 225,000 1,125,000

B. Bibit

- Persemaian benih 20 Kg 10,000 200,000

- Sulaman (10%) 2 Kg 1,000 2,000

TOTAL BIAYA INVESTASI 2,475,000

2. SEWA LAHAN 1 Tahun 2,500,000 2,500,000

3. BIAYA PRODUKSI A. Upah tenaga kerja

- Persemaian 5 HOK 35,000 175,000

- Pengolahan Tanah 15 HOK 35,000 525,000

- Penanaman 20 HOK 35,000 700,000

- Penyemprotan Herbisida 20 HOK 35,000 700,000

- Pemupukan 9 HOK 35,000 315,000

- Pengendalian OPT 4 HOK 35,000 140,000

- Panen dan Pascapanen 72 HOK 35,000 2,520,000

(perontokan, pengeringan, pengangkutan) B. Pupuk anorganik

- Urea 200 Kg 3,000 600,000

- SP-36 100 Kg 3,000 300,000

- KCL 75 Kg 12,000 900,000

C. Herbisida 3 Liter 100,000 300,000

TOTAL BIAYA PRODUKSI 7,175,000

4. LAIN-LAIN (10% dari biaya keseluruhan) 1,215,000

TOTAL PENGELUARAN 13,365,000


(6)

PENDAPATAN

1. PRODUKSI PADI 5447 Kg 5,030 27,398,410

TOTAL PENDAPATAN 27,398,410

PENGELUARAN 1. BIAYA INVESTASI

A. Peralatan

- Cangkul 15 Buah 40,000 600,000

- Parang 15 Buah 35,000 525,000

- Kored 15 Buah 15,000 225,000

- Sprayer 5 Buah 225,000 1,125,000

B. Bibit

- Persemaian benih 20 Kg 10,000 200,000

- Sulaman (10%) 2 Kg 1,000 2,000

TOTAL BIAYA INVESTASI 2,475,000

2. SEWA LAHAN 1 Tahun 2,500,000 2,500,000

3. BIAYA PRODUKSI A. Upah tenaga kerja

- Persemaian 5 HOK 35,000 175,000

- Pengolahan Tanah 15 HOK 35,000 525,000

- Penanaman 20 HOK 35,000 700,000

- Penyemprotan Herbisida 20 HOK 35,000 700,000

- Pemupukan 9 HOK 35,000 315,000

- Pengendalian OPT 4 HOK 35,000 140,000

- Panen dan Pascapanen 72 HOK 35,000 2,520,000

(perontokan, pengeringan, pengangkutan) B. Pupuk anorganik

- Urea 200 Kg 3,000 600,000

- SP-36 100 Kg 3,000 300,000

- KCL 75 Kg 12,000 900,000

C. Herbisida 3 Liter 100,000 300,000

TOTAL BIAYA PRODUKSI 7,175,000

4. LAIN-LAIN (10% dari biaya keseluruhan) 1,215,000

TOTAL PENGELUARAN 13,365,000

KEUNTUNGAN 14,033,410