Analisis Disparitas Pendapatan 25 Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN 25 KABUPATEN / KOTA

DI SUMATERA UTARA

Skripsi

Diajukan Oleh :

VALENTINA SAMOSIR

060501102

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2010


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Nama : Valentina Samosir Nim : 060501102

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan

Judul Skripsi : Analisis Disparitas Pendapatan 25 Kabupaten/ Kota Di Sumatera Utara

Tanggal,

Pembimbing

(Kasyful Mahalli, SE, MSi NIP. 19671111200212100

)


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN

Hari :

Tanggal :

Nama : Valentina Samosir Nim : 060501102

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan

Judul Skripsi : Analisis Disparitas Pendapatan 25 Kabupaten / Kota Di Sumatera Utara

Ketua Departemen Pembimbing Skripsi

(Wahyu Ario Pratomo,SE,M.Ec) (Kasyful Mahalli, SE, MSi NIP. 197304081998021001 NIP. 19671111200212100 )

Penguji I Penguji II

(Syahrir Hakim Nasution, MSi)

NIP.195601121985031002 NIP.19830612200801002 (Walad Altsani, MEc)


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Nama : Valentina Samosir Nim : 060501102

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan

Judul Skripsi : Analisis Disparitas Pendapatan 25 Kabupaten / Kota Di Sumatera Utara

Tanggal, Ketua Departemen

(Wahyu Ario Pratomo,SE,M.Ec. NIP. 197304081998021001

)

Tanggal, Dekan

(Drs. Jhon Tafbu Ritonga,M.Ec NIP. 195508101983031004

)


(5)

ABSTRACT

Economic growth is one of main factors of economic development. The goals of economic development ( multidimentionally ) are to reaches economic growth and changes of economic structure, changes of social society, decreases or reduces poverty, lacks disparity and employment.

The economic development of regions should makes a teamworking between government, private sector and society in manage resourch in these area to reaches economic growth and widely job vacancy. As an indicator of the success of development performed by economic growth and decreasing of disparity in distribution of citizens income and inter regional.

This research is examined with Hausman test in order to select the best model for Generalized Least Square (GLS). The research is aimed to analyze the effect factors of total citizens, income percapita and government expenditures in term of income disparity in 25 regencies / cities in North Sumatera in periods of 2001 – 2007 using Random Effect Models ( REM ).

Estimation result with pooled data using Random Effect Model ( REM ) show that total citizens and government expenditure are positive and significantly, except income percapita not significantly affecting income disparity in North Sumatera.

Keywords : total citizens, income percapita, government expenditure and income disparity.


(6)

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi Tujuan pembangunan ekonomi (bersifat multidimensional) adalah menciptakan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan (disparity), dan pengangguran (Todaro, 2000).

Sejalan dengan hal tersebut, maka pembangunan ekonomi daerah menghendaki adanya kerjasama diantara pemerintah, privat sektor, dan masyarakat dalam mengelola sumber daya yang dimiliki oleh wilayah tersebut dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja seluas-luasnya. Indikator keberhasilan pembangunan ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi dan berkurangnya ketimpangan baik di dalam distribusi pendapatan penduduk maupun antar wilayah.

Penelitian ini menggunakan uji Hausman dalam memilih model terbaik untuk metode General Least Square (GLS). Adapun penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jumlah penduduk, pendapatan perkapita dan pengeluaran pemerintah terhadap disparitas pendapatan 25 kabupaten / kota di Sumatera Utara pada kurun waktu 2001 – 2007 dengan menggunakan Random Effect Models ( REM ).

Hasil estimasi data panel dengan Random Effect Models ( REM ) menunjukkan bahwa jumlah penduduk dan pengeluaran pemerintah mempunya pengaruh positif dan signifikan, kecuali pendapatan perkapita tidak signifikan terhadap disparitas pendapatan 25 kabupaten / kota di Sumatera Utara.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karuniaNYA yang tak pernah berhenti mengalir, atas segala kebaikan yang boleh terjadi dalam kehidupan penulis, atas kemampuan yang diberikan kepada penulis, atas nafas kehidupan yang boleh diberikan kepada penulis dan atas segala sesuatu yang boleh dirasakan oleh penulis sampai pada saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “ ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN 25 KABUPATEN / KOTA DI SUMATERA UTARA “.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Tanpa jasa – jasa mereka sulit rasanya skripsi ini bisa diselesaikan. Sehingga dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang mendalam kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEc, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo,SE,MEc, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis,SE,M.Soc.Sc,PhD, selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Diana Bakti selaku Dosen Penasehat Akademik.

5. Bapak Kasyful Mahalli,MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, pemikiran, saran dan dengan penuh kesabaran membimbing penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan.

6. Bapak Syahrir Hakim Nasution, MSi selaku dosen penguji I dan Bapak Walad Altsani, MEc selaku dosen penguji II. Saran dan kritikannya sangat berarti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lebih baik.


(8)

7. Seluruh dosen pengajar di Departemen Ekonomi Pembangunan Unniversitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada penulis.

8. Seluruh staf administrasi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

9. Terkhusus untuk The Chierz ( Ayahanda F. Samosir, Ibunda H. Marpaung, k’Mhez, Sam, Trip dan Gospel ) terima kasih atas segala dukungan, cinta, semangat, dan doa yang telah diberikan kepada penulis. Kalian adalah orang – orang terbaik yang senantiasa ada dalam kehidupanku, orang – orang yang selalu memberiku inspirasi, orang – orang yang akan selalu ada bahkan di saat paling sukar dan saat dunia pun menjauh dariku. Terima kasih atas segala yang diberikan selama 22 tahun terakhir ini kepadaku, sulit menggambarkan semua kebaikan kalian dalam hidupku, terima kasih atas kebersamaan ini. Kalian adalah orang – oaring terbaik yang diberikan Tuhan dalam kehidupanku. Terima kasih Tuhan Yesus karena telah memberikan keluarga yang penuh cinta ini kepadaku.

10. Terima kasih buat kebersamaan dengan LILIPUT ( Julia dan Merry ), banyak hal yang telah kita lalui bersama selama berada di kampus tercinta ini. Kita pernah mengalami masa – masa sulit dan masa – masa membahagiakan semoga semua itu membuat kita semakin bijak lagi dalam menyikapi kehidupan ini.

11. Kepada Yuni Hafni Marbun (EP ‘ 06 ), terima kasih atas segala kebersamaan kita selama beberapa waktu terkahir ini, terima kasih atas segala kebaikanmu membantuku dalam menyelesaikan penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas


(9)

masa – masa sulit yang boleh kita lewati bersama yang membuat kita makin dekat . Pokoknya terima kasih uda mau berbagi data denganku….

12. Teman – teman di Ekonomi Pembangunan khususnya angkatan 2006 yang juga telah mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

13. Sahabat – sahabatku semasa SMA sampai sekarang ( Eva, Ira, Diana, Pesta, Rahmat, Candra Butar – Butar, Chandra Manalu dan Fidel ), terima kasih atas dukungan kalian. Sahabat – sahabat yang sampai sekarang masih bertahan di sampingku.

14. Kepada seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Tuhan Yesus membalas segala budi dan pengorbanan yang telah diberikan. Akhir kata penulis mengharapkan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan membantu semua pihak yang memerlukannya, terutama rekan mahasiswa Ekonomi Pembangunan.

Medan , Febtuari 2010 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 15

1.3 Hipotesis ... 16

1.4 Tujuan Penelitian ... 16

1.5 Manfaat Penelitian ... 17

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori ... 18

2.1.1 Teori Pembangunan Ekonomi ... 18

2.2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 21

2.1.3 Jumlah Penduduk ... 34

2.1.4 Pendapatan Perkapita ... 51

2.1.5 Pengeluaran Pemerintah ... 55

2.1.6 Ketimpangan Antardaerah ... 59

2.2 Penelitian Terdahulu ... 74

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 77

3.2 Jenis dan Sumber Data... 78

3.3 Metode dan Teknik Pengolahan Data ... 78

3.4 Pengolahan Data ... 79

3.5 Model Analisis Data ... 79


(11)

3.5.1 Regional Income Disparities ... 74

3.5.2 Model Analisis Ekonometrika ... 75

3.6 Metode Analisis... 83

3.6.1 Pendekatan Pooled Least Square ... 84

3.6.2 Pendekatan Fixed Effect Model ... 84

3.6.3 Pendekatan Random Effect Model ... 85

3.7 Pengujian Model ... 86

3.7.1 Uji Chow... 86

3.7.2 Uji Hausman ... 87

3.7.3 Uji Lagrange Multiplier Test ... 88

3.8 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 89

3.8.1 Koefisien Determinasi (R-Square) ... 89

3.8.2 Uji t-statistik ... 89

3.8.3 Uji F-statistik... 91

3.9 Defenisi Operasional ... 92

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Sumatera Utara ... 93

4.1.1 Lokasi dan Keadaan Geografi ... 93

4.1.2 Iklim ... 94

4.1.3 Kondisi Demografi ... 95

4.1.4 Potensi Wilayah ... 95

4.2 Perkembangan Ekonomi Sumatera Utara... 97

4.3 Perkembangan PDRB Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha ... 102

4.4 Perkembangan dan Struktur Ekonomi ... 106

4.5 Analisis Ketimpangan Antarkabupaten / kota ... 111

4.6 Perkembangan Jumlah Penduduk ... 116

4.7 Perkembangan Pendapatan Perkapita ... 120

4.8 Perkembagan Pengeluaran Pemerintah ... 123

4.9 Analisis Hasil Penelitian ... 127


(12)

4.9.2 Uji Hausman ... 128

4.9.3 Random Effect Model ( REM ) ... 128

4.9.4 Interpretasi Model ... 129

4.9.4.1 Jumlah Penduduk ... 130

4.9.4.2 PDRB Perkapita ... 130

4.9.4.3 Pengeluaran Pemerintah ... 131

4.9.5 Uji Kesesuaian(Test Goodness of Fit) ... 132

4.9.5.1 Koefisien Determinasi (R-Square)... 132

4.9.5.2 Uji t-statistik ... 132

4.9.5.3 Uji F-statistik ... 134

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 136

5.2 Saran ... 137

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

SURAT PERNYATAAN


(13)

ABSTRACT

Economic growth is one of main factors of economic development. The goals of economic development ( multidimentionally ) are to reaches economic growth and changes of economic structure, changes of social society, decreases or reduces poverty, lacks disparity and employment.

The economic development of regions should makes a teamworking between government, private sector and society in manage resourch in these area to reaches economic growth and widely job vacancy. As an indicator of the success of development performed by economic growth and decreasing of disparity in distribution of citizens income and inter regional.

This research is examined with Hausman test in order to select the best model for Generalized Least Square (GLS). The research is aimed to analyze the effect factors of total citizens, income percapita and government expenditures in term of income disparity in 25 regencies / cities in North Sumatera in periods of 2001 – 2007 using Random Effect Models ( REM ).

Estimation result with pooled data using Random Effect Model ( REM ) show that total citizens and government expenditure are positive and significantly, except income percapita not significantly affecting income disparity in North Sumatera.

Keywords : total citizens, income percapita, government expenditure and income disparity.


(14)

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi Tujuan pembangunan ekonomi (bersifat multidimensional) adalah menciptakan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan (disparity), dan pengangguran (Todaro, 2000).

Sejalan dengan hal tersebut, maka pembangunan ekonomi daerah menghendaki adanya kerjasama diantara pemerintah, privat sektor, dan masyarakat dalam mengelola sumber daya yang dimiliki oleh wilayah tersebut dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja seluas-luasnya. Indikator keberhasilan pembangunan ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi dan berkurangnya ketimpangan baik di dalam distribusi pendapatan penduduk maupun antar wilayah.

Penelitian ini menggunakan uji Hausman dalam memilih model terbaik untuk metode General Least Square (GLS). Adapun penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jumlah penduduk, pendapatan perkapita dan pengeluaran pemerintah terhadap disparitas pendapatan 25 kabupaten / kota di Sumatera Utara pada kurun waktu 2001 – 2007 dengan menggunakan Random Effect Models ( REM ).

Hasil estimasi data panel dengan Random Effect Models ( REM ) menunjukkan bahwa jumlah penduduk dan pengeluaran pemerintah mempunya pengaruh positif dan signifikan, kecuali pendapatan perkapita tidak signifikan terhadap disparitas pendapatan 25 kabupaten / kota di Sumatera Utara.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Otonomi daerah sebagai salah satu proses desentralisasi di Indonesia mengemukakan kabupaten / kota dan desa sebagai wilayah – wilayah otonom. Pada negara yang sangat luas dan terdiri atas pulau – pulau dalam lautan yang lebar, desentralisasi menjadi konsekuensi yang logis. Diharapkan desentralisasi mampu menumbuhkan wilayah – wilayah yang semula tertinggal, sehingga dapat mengejar ketertinggalannya dan dapat mengimbangi daerah – daerah yang telah terlebih dahulu berkembang.

Ketika otonomi daerah ( otda ) dicanangkan oleh Pemerintah Pusat tanggal 1 Januari 2001, banyak yang mempertanyakan apakah otomatis akan terjadi perubahan paradigma yang mendasar dan bersifat struktural. Pasalnya, lagu yang berkumandang di seluruh provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia adalah sentralisasi atau control dari pusat yang dominant dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia ( Kuncoro dalam Mudrajad Kuncoro, 2004 )

Bersamaan dengan itu, dikeluarkan pula UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat-Daerah. Yang dimaksud dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam UU No.25 Tahun 1999 adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antardaerah secara proporsional, demokrartis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata acara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya (dalam Saragih,2003).


(16)

Perimbangan keuangan tersebut tercermin dengan adanya dana perimbangan. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dengan adanya hak otonomi daerah yang disertai perimbangan keuangan pusat-daerah, diharapkan tiap daerah mampu mengelola sumber daya yang dimilikinya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya. Penerapan otonomi daerah yang luas saat ini bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi ekonomi yang ada sehingga dapat memacu peningkatan aktivitas per-ekonomian di daerah yang pada akhirnya meningkatkan perper-ekonomian nasional.

Selain itu, pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah kabupaten dan daerah kota ditandai dengan adanya penyerahan sejumlah kewewenangan (urusan). Terwujudnya pelaksanaan otonomi daerah, terjadi melalui proses penyerahan sejumlah kekuasaan / kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah di mana implementasi kebijakan desentralisasi memerlukan banyak faktor pendukung. Salah satu faktor pendukung yang secara signifikan menentukan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan daerah untuk membiayai pelaksanaan kekuasaan/kewenangan yang dimilikinya, di samping faktor-faktor lain seperti kemampuan personalia didaerah dan kelembagaan pemerintah daerah.

Tujuan utama penyelenggaran Otonomi Daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah. Kebijakan pemberian otonomi daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara


(17)

pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia. Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah.

Adanya pemekaran wilayah kabupaten / kota di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2004 telah menambah jumlah kabupaten / kota menjadi 25 yang terdiri dari 18 kabupaten dan 7 kota, 316 kecamatan dan 5616 desa / kelurahan dengan ibukota propinsinya Medan. Secara otomatis pemekaran wilayah ini juga telah menimbulkan sistem pemerintahan daerah yang lebih leluasa dibandingkan sebelumnya karena masing – masing pemerintah daerah telah dapat menetapkan segala kebijakan yang paling efisien dan efektif bagi keadaan ekonomi / politik karena tidak perlu lagi terlalu bergantung pada kebijakan dari pusat. Pemerintah daerah dapat memutuskan kebijakan yang dianggap paling mewakili kebutuhan masyarakat secara umum. Hubungan eksekutif dan legislatif juga berjalan dengan baik hal ini terlihat dari pemilihan kepala derah yang berlangsung secara demokratis.

Dalam perkembangan perekonomian Sumatera Utara sejak masa krisis sejak tahun 1998 terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari 4,81 persen tahun 2003 5,48 persen tahun 2005 dan 6,90 persen pada tahun 2007. Hal ini cukup membukt ikan bahwa otonomi daerah yang diberlakukan oleh Sumatera Utara memberikan hasil yang positif karena dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dari tahun ke tahun dan tentunya hal ini akan berimbas terhadap sector – sector lainnya dan diharapakan kondisi yang seperti ini akan terus berlangsung dalam jangka yang panjang serta diikuti dengan perkembangan – perkembangan yang lain yang akan semakin memperbaiki keadaan ekonomi maupun politik.


(18)

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional-pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang handal dan profesional dalam menjalankan pemerintahan serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Pembangunan daerah juga berarti memampukan daerah untuk mengelola sumber daya ekonominya secara berdaya guna dan berhasil guna untuk kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Pada umunya pembangunan ekonomi diartikan sebagai rangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi, teknologi semakin meningkat. Sebagai implikasi dari perkembangan ini diharapkan kesempatan kerja akan bertambah, tingkat pendapatan meningkat, dan kemakmuran masyarakat menjadi sangat tinggi ( Sukirno S, 2007).

Tujuan utama dari usaha – usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setingi – tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan ( disparitas ) pendapatan, dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ( Todaro, 2000 ). Sejalan dengan hal tersebut, maka pembangunan ekonomi daerah menghendaki adanya kerjasama diantara pemerintah, privat sektor dan masyarakat dalam mengelola sumber daya yang dimiliki oleh wilayah tersebut dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja seluas-luasnya. Indikator keberhasilan pembangunan ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi dan berkurangnya ketimpangan baik di dalam distribusi pendapatan penduduk maupun antar wilayah. Perekonomian daerah merupakan

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara


(19)

ekonomi yang lebih terbuka dibandingkan dengan perekonomian negara, dimana pertumbuhan ekonomi daerah memungkinkan peningkatan mobilitas tenaga kerja maupun modal adalah menjadi bagian penting bagi terjadinya perbedaan tingkat pertumbuhan daerah.

Ketimpangan pembangunan pada prinsipnya merupakan ketimpangan ekonomi yang mengandung makna kemiskinan dan kesenjangan. Agar ketimpangan dan perkembangan antar suatu daerah dengan daerah lain tidak menciptakan jurang yang semakin lebar, maka implikasi kebijaksanaan terhadap daur perkembangan dari pembangunan haruslah dirumuskan secara tepat (Suryana, 2000).

Secara teoritis, permasalahan ketimpangan pembangunan antarwilayah mula – mula dimunculkan oleh Douglas C North dalam analisanya tentang Teori Pertumbuhan Neo – Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi tentang hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antarwilayah. Hipotesa ini kemudian lazim dikenal sebagai Hipotesa Neo – Klasik yang menarik perhatian para ekonom dan perencana pembangunan daerah.

Menurut Hipotesa Neo – Klasik pada permulaan proses pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antarwilayah cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut maka secara berangsur – angsur ketimpangan pembangunan antarwilayah tersebut akan menurun. Berdasarkan hipotesa ini, dapat ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa pada negara – negara berkembang umumnya ketimpangan pembangunan antarwilayah cenderung lebih tinggi, sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut akan menjadi lebih rendah. Dengan kata lain,


(20)

kurva ketimpangan pembangunan antarwilayah adalah berbentuk huruf U terbalik ( Reserve U-Shape Curve ).

Tetapi berbicara mengenai masalah ketimpangan, negara ini sesungguhnya sedang mengalami proses ketertinggalan. Hal ini antara lain disebabkan oleh semakin banyaknya ketimpangan, baik itu ketimpangan pendapatan, pendidikan, maupun ketimpangan kualitas institusi birokrasi di negara ini. Salah satu hasil studi William Easterly (2006) mengungkapkan bahwa tingkat ketimpangan (disparities) yang tinggi merupakan penghambat dari kemakmuran, tumbuhnya institusi yang berkualitas, dan berkembangnya pendidikan yang bermutu tinggi.

Ketimpangan antarwilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing – masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana pada setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju dan wilayah terbelakang. Terjadinya ketimpangan anatarwilayah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antarwilayah. Karena itu, aspek ketimpangan antarwilayah ini juga mempunyai implikasi pula terhadap formulasi kebijakan pembangunan wilayah oleh Pemerintah Daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah mempunyai konsekuensi selain sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi juga berpotensi memunculkan kesenjangan intra maupun antar daerah dalam satu kawasan. Dasar pemikiran sederhana berpijak pada teori keunggulan komparatif yang dibangun oleh Elly Hecksher dan Bertil Ohlin.

Atas dasar teori itu kalau suatu daerah sudah memiliki SDA yang berlebihan berarti daerah tersebut memiliki peluang untuk menciptakan produksi yang lebih

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara


(21)

banyak dibandingkan dengan daerah lain yang memilki SDA lebih sedikit. Dengan asumsi belum ada kemitraan antardaerah maka peluang – peluang pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan berada pada daerah – daerah yang memiliki SDA yang banyak sehingga konsep otonomi daerah yang digulirkan akan memperbanyak kesempatan daerah – daerah yang bersangkutan untuk membangun dan mengatur dirinya sendiri. Atas dasar itu maka terjadinya perbedaan besar kecilnya pendapatan perkapita masing – masing daerah diakibatkan oleh tersedianya SDA yang tidak merata di setiap daerah.

Walaupun Indonesia terkenal sebagai daerah yang kaya akan SDA tetapi persebarannya tidak merata di seluruh daerah. Masyarakat menginginkan adanya keadilan dalam alokasi pembangunan di daerahnya. Sebagai daerah yang kaya akan SDA, seharusnya mereka memperoleh dana bagi hasil yang relatif besar jika dibandingkan daerah lain yang memiliki SDA yang relatif sedikit. Namun pada kenyataannya tidaklah demikian, pemerintah memberikan dana bagi hasil yang lebih besar kepada kota – kota besar. Oleh sebab itu pusat bisnis hanya terkonsentrasi pada kota – kota besar tersebut walaupun SDA yang dimilikinya terbatas. Fenomena seperti ini akan berdampak terhadap peningkatan ketimpangan fiskal antar daerah, yang pada akhirnya melalui kebijakan ekspansi pengeluaran pemerintah daerah dapat meningkatkan ketimpangan pendapatan antardaerah dan wilayah (Joko, 2007).

Pembangunan dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu merata. Kesenjangan antarderah seringkali menjadi permasalahan serius. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. Daerah – daerah tersebut tidak mengalami kemajuan yang sama disebabkan oleh karena kurangnya sumber – sumber yang dimiliki ; adanya kecenderungan peranan modal ( investor ) memilih daerah perkotaan atau daerah yang


(22)

telah memilki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, juga tenaga kerja yang terampil; di samping itu adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari Pemerintah Pusat kepada daerah.

Pemerataan pembangunan antardaerah di Sumatera Utara diupayakan dengan lebih menyerasikan pertumbuhan dan mengurangi kesenjangan, baik dalam tingkat kemajuan antardaerah, maupun antara perkotaan dan pedesaan. Pembangunan desa dan masyarakat desa ditingkatkan melalui koordinasi dan keterpaduan yang makin serasi dalam pembangunan sektoral, pengembangan kemampuan sumber daya manusia, pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup, serta penumbuhan iklim yang mendorong tumbuh prakarsa dan swadaya masyarakat Di perkotaan, penataan penggunaan tanah ditingkatkan dengan lebih memperhatikan hak-hak rakyat atas tanah, fungsi sosial hak atas tanah, batas maksimum pemilikan tanah, serta pencegahan penelantaran tanah termasuk upaya mencegah pemusatan penguasaan tanah yang merugikan kepentingan rakyat.

Demikian juga halnya dengan Sumatera Utara, persebaran SDA yang tidak merata yang berdampak terhadap ketimpangan fiscal antarkabupaten / kota telah menyebabkan disparitas pendapatan antarkabupaten / kota di Sumatera Utara.

Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita merupakan masalah yang berbeda dari masalah distribusi pendapatan. Apabila terjadi distribusi pendapatan yang sempurna, maka tiap orang akan menerima pendapatan yang sama besarnya. Angka pendapatan perkapita yang ada selama ini merupakan angka rata-rata yang tidak mencerminkan pendapatan sebenarnya yang diterima oleh tiap-tiap penduduk.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara


(23)

Seberapa yang diterima oleh tiap penduduk sebenarnya sangat berkaitan dengan masalah merata atau tidak meratanya distribusi pendapatan tersebut. Oleh karenanya pemerataan pendapatan adalah masalah yang penting dalam pembangunan, karena akan langsung berdampak terhadap kesejahteraan penduduk.

Pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara relative tinggi, tetapi pertumbuhan tersebut diiringi dengan ketimpangan antarwilayah yang semakin besar. Model pembangunan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara bukan mengacu pada pemerataan pembangunan ekonomi yang semakin baik ( Sirojuzilam, 2008 ). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata seringkali menyebabkan bertambah lebarnya ketimpangan antargolongan masyarakat (yang kaya dan yang miskin) dan kesenjangan atau ketimpangan antardaerah (yang maju dan yang tertinggal). Ketimpangan yang makin tinggi antargolongan dan antarwilayah ini dapat memunculkan masalah kecemburuan sosial, kerawanan disitegrasi wilayah dan disparitas ekonomi yang makin lebar dan tajam.

Ketimpangan secara alami disebabkan karena proses pembangunan, dan ketidakseimbangan kebijakan, seperti investasi pemerintah yakni dalam bentuk pengeluaran pemerintah daerah. Anaman (dalam Noogroho. Y.S dan Soelistianingsih. 2007) menyatakan bahwa semakin besar pengeluaran pemerintah daearah yang tidak produktif, semakin kecil tingkat pertumbuhan perekonomian daerah, tetapi pada umumnya pengeluaran pemerintah membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi.

Menurut Sarjono HW ( 2006 ) pada konteks mikro, yang menjadi penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antardaerah antara lain:

a. Keterbatasan informasi pasar dan informasi teknologi untuk pengembangan produk unggulan.


(24)

b. Belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku pengembangan kawasan di daerah.

c. Belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak kepada petani dan pelaku swasta.

d. Belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah.

e. Belum berkembangnya koordinasi, sinergitas dan kerja sama diantara pelaku – pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga non pemerintah dan petani serta antara pusat, propinsi dan kabupaten / kota dalam upaya peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.

f. Masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi dan jaringan pemasaran dalam upaya pengembangan peluang usaha dan kerja sama investasi.

g. Keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi daerah dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah.

h. Belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerja sama antardaerah untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.

Sementara pada aspek makro, Dumairy ( 1996 ), menyatakan bahwa terdapat ada dua faktor yang layak dikemukakan untuk menerangkan mengapa ketimpangan pembangunan dan hasil – hasilnya dapat terjadi. Faktor pertama ialah karena ketidaksetaraan anugerah awal ( initial endowment )diantara pelaku – pelaku ekonomi . Sedangkan faktor kedua karena strategi pembangunan yang tidak tepat cenderung berorientasi pada pertumbuhan. Ketidaksetaraan anugerah awal yang dimaksud adalah

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara


(25)

adanya kesenjangan antara bekal resources yang dimilki oleh para pelaku ekonomi. Yang meliputi, sumberdaya alam, kapital, keahlian / keterampilan, bakat / potensi atau sarana dan prasarana. Sedangkan pelaku ekonomi adalah perorangan, sektor ekonomi, sektor wilayah. Sumber daya alam yang dimilki tidak sama antardaerah, (pra) sarana ekonomi yang tersedia tidak sama antardaerah, begitu pula yang lain – lainnya seperti kapital, keahlian / keterampilan serta bakat atau potensi. Secara objektif, ketimpangan pembangunan yang selama ini berlangsung dan khususnya pada negara berkembang adalah dalam berbagai bentuk , aspek atau dimensi. Bukan saja ketimpangan hasil – hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan perkapita tetapi juga ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata – mata berupa ketimpangan spasial atau antardaerah, yakni antara daerah pedesaan dan daerah pekotaan. Akan tetapi juga berupa ketimpangan regional, misalnya dapat dilihat berdasarkan perbedaan mencolok dalam aspek – aspek seperti penyerapan tenaga kerja, alokasi dana perbankan, investasi dan pertumbuhan.

Secara makro ketimpangan pembangunan yang terjadi di berbagai daerah, tentunya karena lebih disebabkan oleh aspek strategi pembangunan yang kurang tepat. Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan misalnya, ternyata tidak mampu mengatasi persoalan – persoalan yang terjadi di daerah, malah sebaliknya hanya memperkaya pelaku – pelaku ekonomi tertentu yang dekat dan mudah mendapatkan akses pembangunan secara gratis.

Oleh karena itu, untuk dapat menghasilkan pembangunan ekonomi yang sebenar – benarnya dapat dirasakan oleh semua masyarakat, harus ada keberanian dari pemerintah daerah untuk mengubah cara pandang dan strategi pembangunan ekonominya ke arah yang lebih sehat dan kompetitif. Kue – kue pembangunan harus dapat dinikmati dan dirasakan oleh semua masyarakat yang menjadi tanggung jawab


(26)

pemerintah daerah, jangan sampai hanya dinikmati oleh segelintir kelompok atau golongan tertentu saja yang dekat dengan kekuasaan dan mudah mendapatkan akses pembangunan secara gratis.

Terkonsentrasinya kegiatan ekonomi hanya di suatu daerah tertentu, secara langsung berdampak terhadap disparitas pendapatan daerah yang sangat bervariasi. Daerah yang satu mampu memberikan pendapatan yang tinggi sementara daerah lain memberikan pendapatan yang relative rendah. Pada gilirannya, semua itu akan berimbas terhadap kemampuan regional untuk tumbuh dan berkembang di masa yang akan datang.

Ketimpangan memiliki peran yang sangat besar dalam hubungan antara kemiskinan dan pertumbuhan karena ketimpangan mempengaruhi baik pertumbuhan maupun kemiskinan.

Tingkat disparitas pendapatan antarwilayah dapat diukur dengan berbagai macam pendekatan, seperti Indeks Theil, Koefisien Gini, Kurva Lorents dan Indeks Williamson. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Indeks Williamson dengan alasan indeks ini cukup mampu menjelaskan sejauh apa ketimpangan yang terjadi anatardaerah, cukup mudah menginterpretasikan angka ketimpangan yang diperoleh, praktis dan cukup lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antarwilayah. Jika semakin kecil indeksnya maka ketimpangan daerah tersebut juga semakin kecil dan sebaliknya apabila indeksnya semakin besar maka ketimpangan antardaerah yang terjadi semakin besar.

Dasar perhitungan Indeks Williamson ini menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya dengan jumlah penduduk per daerah. Pada dasarnya Indeks Williamson merupakan koefisien persebaran (coefficient of variation) dari rata-rata nilai sebaran dihitung berdasarkan estimasi dari nilai-nilai PDRB dan penduduk di

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara


(27)

daerah-daerah yang berada pada ruang lingkup wilayah yang di kaji dan dianalisis, dalam hal ini adalah wilayah kabupaten / kota di Sumatera Utara.

Dalam usaha menekan laju ketimpangan ini, maka harus ditentukan kebijakan yang tepat. Pemilihan kebijakan yang tepat akan menciptakan stabilitas pertumbuhan ekonomi yang cukup baik sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu keterlibatan semua pelaku ekonomi dalam pembangunan daerah harus dilaksanakan dengan sebaik – baiknya.

Dalam penelitian ini, perbedaan pendapatan perkapita antarkabupaten / kota juga mempengeruhi disparitas pendapatan antarwilayah. Diperlukan berbagai usaha agar pendapatan perkapita masing – masing daerah dapat meningkat sehingga dapat memperkecil disparitas antardaerah. Selain itu, jumlah penduduk juga salah satu factor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan. Manusia yang berkualitas merupakan salah satu factor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Tingkat pembangunan manusia yang tinggi akan mempengaruhi perekonomian melelui produktifitas dan kreativitas. Oleh sebab itu, pembangunan manusia perlu dilakukan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi disparitas pendapatan antarkabupaten / kota. Selain itu, pengeluaran pemerintah juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi disparitas pendapatan antarkabupaten / kota di Sumatera Utara. Semakin besar pengeluaran pemerintah untuk membiayai program pembangunan, berarti semakin tinggi tingkat pembangunan ekonomi di wilayah tersebut. Semakin besar pembangunan wilayah berati semakin besar pula kegiatan ekonominya. Hal ini akan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut.


(28)

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut sejauh mana ketimpangan yang terjadi khususnya disparitas pendapatan antarkabupaten / kota di Sumatera Utara, sehingga penelitian ini diberi judul :

“ Analisis Disparitas Pendapatan 25 Kabupaten / Kota Di Sumatera Utara “.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana disparitas pendapatan antarkabupaten / kota di Sumatera Utara? 2. Bagaimana pengaruh jumlah penduduk terhadap disparitas pendapatan antar

kabupaten / kota di Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengaruh PDRB perkapita terhadap disparitas pendapatan antar kabupaten / kota di Sumatera Utara?

4. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap disparitas pendapatan antar kabupaten/ kota di Sumatera Utara.

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atau kesimpulan sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji atau dibuktikan secara empiris. Dari rumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap disparitas pendapatan antar kabupaten / kota di Sumatera Utara.

2. Jumlah PDRB perkapita berpengaruh positif terhadap disparitas pendapatan antar kabupaten / kota di Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara


(29)

3. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap disparitas pendapatan antar kabupaten / kota di Sumatera Utara.

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah penduduk terhadap disparitas pendapatan antarkabupaten / kota di Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh PDRB perkapita terhadap disparitas pendapatan antarkabupaten / kota di Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap disparitas pendapatan antarkabupaten / kota di Sumatera Utara.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Menambah, melengkapi sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada yang menyangkut topik yang sama.

2. Sebagai informasi dan bahan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya dengan topik yang sama.

3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi mahasiswa fakultas ekonomi, khususnya mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan.

4. Sebagai tambahan wawasan bagi penulis untuk mengetahui bagaimana disparitas pendapatanantar kabupaten / kota di Sumatera Utara.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

2.1.1 Teori Pembangunan Ekonomi

Pembangunan merupakan suatu proses yang terus – menerus dilaksanakan melalui suatu perencanaan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dalam segala aspek, yang mana untuk mewujudkan kondisi yang lebih baik secara materiil maupun spiritual. Salah satu aspek yang amat penting dalam pembangunan tersebut adalah pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi itu pada dasarnya meliputi usaha masyarakat secara keseluruhan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan ekonomi mencakup pengertian yang sangat luas dan tidak hanya sekedar menaikkan pendapatan perkapita pertahun saja. Bahkan inidikator PNB, sebagai indikator utama, tidak selalu dapat menggambarkan suksesnya suatu pembangunan. Indikator-indikator yang lain seperti pendidikan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk miskin, juga menunjukkan keberhasilan pembangunan. Pengalaman pada dekade tahun 1950-an dan tahun 1060-an telah membukt ikan hal ini. Pada saat itu banyak negara-negara dunia ketiga mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi sesuai dengan target namun gagal dalam meningkatkan taraf hidup sebagian besar masyarakatnya. Masalah-masalah sosial seperti pengangguran, kesenjangan pendapatan, dan sebagainya tidak mengalami perbaikan. Melihat kenyataan ini, semakin banyak para ahli yang menganggap GNP (Gross National Product) sebagai indikator tunggal pembangunan tidak berhasil. Selama dekade tahun 1970-an mulai muncul pandangan bahwa tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan bukan menciptakan tingkat pertumbuhan GNP yang tinggi melainkan penghapusan atau


(31)

pengurangan tingkat kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan, penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang.

Dalam pengertian ekonomi yang murni, pembangunan secara tradisional mengandung pengertian kapasitas perekonomian nasional yang kondisi ekonomi awalnya kurang lebih berada dalam keadaan statis untuk jangka waktu yang lama, untuk menghasilkan dan mempertahankan tingkat kenaikan produksi nasional kotor (PNK).

Pembangunan ekonomi dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan perkapita dan lajunya pembangunan ekonomi ditujukan dengan menggunakan tingkat pertambahan PDB (Produk Domestik Bruto) untuk tingkat nasional dan PDRB untuk tingkat wilayah atau regional. Tingkat PDB ini juga ditentukan oleh lajunya pertumbuhan penduduk lebih dari PDRB maka ini menunjukkan perubahan terhadap pendapatan perkapita, maka pertambahan PDRB ini tidak memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Pembangunan menyangkut perubahan mendasar dari seluruh struktur ekonomi dan ini menyangkut perubahan-perubahan dalam produksi dan permintaan maupun peningkatan dalam distribusi pendapatan dan pekerjaan.

Tujuan dari pembangunan ekonomi adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan oleh kecenderungan kenaikan pendapatan perkapita dalam jangka panjang. Tapi ini bukan berarti kenaikan pendapatan perkapita yang terus-menerus. Banyak faktor yang dapat menyebabkan perekonomian mengalami stagnan bahkan kemunduran seperti perang, kekacauan politik, dan lain-lainnya. Apalagi jika kemunduran perekonomian hanya terjadi sementara saja dan perekonomian cenderung meningkat maka dapat dikatakan pembangunan ekonomi sedang berlangsung.


(32)

Atas dasar inilah maka pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai suatu proses saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi. Dengan cara ini maka dapat diketahui peristiwa-peristiwa apa saja yang menimbulkan peningkatan maupun penurunan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dalam suatu tahap pembangunan ke tahap pembangunan lainnya.

Adapun sasaran yang ingin dicapai dari pembangunan (Suryana, 2000) antara lain:

1. Dipenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan perumahan serta peralatan sederhana dari berbagai kebutuhan yang secara luas dipandang perlu oleh masyarakat yang memerlukan.

2. Dibutuhkan kesempatan yang luas untuk memperoleh berbagai jasa publik, pendidikan, kesehatan, pemukiman yang dilengkapi infrastruktur yang layak serta komunikasi dan lain-lain. Dijaminnya hak untuk memperoleh kesempatan kerja yang produktif yang memungkinkan adanya balas jasa yang setimpal untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

3. Terbinanya prasarana yang memungkinkan produksi barang dan jasa atau pedagang internasional untuk memperoleh keuntungan dengan kemampuan untuk menyisihkan tabungan untuk pembiayaan usaha-usaha selanjutnya. 4. Menjamin partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan

pelaksanaan proyek-proyek.


(33)

2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999: Blakely, 1989). Untuk mengukur keberhasilan suatu pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antarpenduduk, antardaerah dan antarsektor. Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya (Mudrajat, 2004).

Pertumbuhan ekonomi berkitan dengan kenaikan output perkapita. Yang perlu diperhatikan adalah sisi output totalnya (PDB) dan jumlah penduduknya. Output perkapita adalah kenaikan output total dibagikan dengan jumlah penduduk (Budiono, 1988). Sedangkan untuk melihat pertumbuhan ekonomi regional digunakan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) perkapita.

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan dalam PDB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pada tingkat pertumbuhan penduduk, atau ada tidaknya perubahan dalam struktur ekonomi (Sukirno,2006). Batas perhitungan PDB adalah Negara (perekonomian domestik). Hal ini memungkinkan kita untuk mengukur sejauh mana kebijaksanaan – kebijaksanaan ekonomi yang diterapkan pemerintah mampu mendorong aktivitas perekonomian domestik (Hera, 1995).

Menurut Rahardja, istilah pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menggambarkan terjadinya kemajuan atau perkembangan ekonomi dalam suatu


(34)

negara. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan jika jumlah produk barang dan jasa meningkat. Angka yang digunakan untuk menaksir pertumbuhan ekonomi adalah PDRB harga konstan karena telah dihilangkan pengaruh inflasinya.

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Budiono, 1985). Ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi menurut pandangan para ekonom klasik maupun ekonom neoklasik, yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta tingkat teknologi yang digunakan (Mudrajad, 2004).

Pertumbuhan regional adalah produk dari banyak faktor, sebagian bersifat intern dan sebagian lainnya bersifat extern dan sosio politik. Faktor – faktor yang berasal dari daerah itu sendiri meliputi distribusi faktor produksi, seperti tanah, tenaga kerja, modal, sedangkan salah satu penentu extern yang penting adalah tingkat permintaan dari daerah – daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut ( Sirojuzilam, 2008 ).

Dalam kenyataannya banyak fenomena yang timbul berkaitan dengan pembangunan ekonomi, yaitu kesenjangan wilayah dan pemerataan pembangunan. Dimana para ahli berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah tidak akan bermanfaat dalam hal pemecahan masalah kemiskinan (Sirojuzilam, 2005). Hal ini dikarenakan banyak wilayah yang pertumbuhan ekonominya tidak sejalan dengan pemerataannya, dimana kesenjangan semakin tinggi disaat pertumbuhan ekonominya juga meningkat. Hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi bukanlah pemecahan masalah dalam pengentasan kemiskinan.


(35)

Teori Pertumbuhan Kuznet

Menurut Prof. Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang – barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian – penyesuain teknologi, institusional dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Masing – masing dari ketiga komponen pokok dari defenisi itu sangat penting, yaitu:

1. Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau perwujudan dari apa yang disebut sebagai pertumbuhan ekonomi, sedangkan kemampuan menyediakan berbagai jenis barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi di suatu negara yang bersangkutan.

2. Perkembangan teknologi merupakan dasar atau pra kondisi bagi berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan tetapi tidak cukup itu saja masih dibutuhkan faktor – faktor lain.

3. Guna mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung di dalam teknologi maka perlu diadakan serangkaian penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi ( Todaro, 2000 ).

Ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, ketiganya adalah:

1. Akumulasi Modal

Akumulasi modal meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari. Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus dilengkapi


(36)

dengan brbagai investasi penunjang yang disebut investasi infrastruktur ekonomi dan social.

2. Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja ( yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk ) secara tradisional dianggap sebagai salah satu indicator positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Dimana positif atau negatifnya pertambahan penduduk bagi upaya pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekonomian yang bersangkutan, adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau faktor – faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi.

3. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi dapat terbagi atas tiga kelompok, yaitu:

• Kemajuan teknologi yang netral, terjadi apabila teknologi tersebut memungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama. Inovasi yang sederhana, seperti pengelompokann tenaga kerja yang dapat mendorong peningkatan output atau kenaikan output masyarakat.

• Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja, sebagian besar kemajuan teknologi pada abad ke – 20 adalah teknologi yang hemat tenaga kerja, jumlah pekerja yang dibutuhkan dalam berbagai kegiatan produksi mulai semakin sedikit.


(37)

• Kemajuan teknologi yang hemat modal, merupakan fenomena yang relative langka, hal ini dikarenakan semua penelitian dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan di negara – negara maju dengann tujuan utama menghemat pekerja dan bukan untuk menghemat modal.

Teori Pertumbuhan Klasik

Adam Smith sebagai pelopor teori klasik mengatakan bahwa output akan berkembang sejalan dengan perkembangan penduduk. Pertambahan penduduk berarti peningkatan produk nasional. Teori pertumbuhan klasik juga mengemukakan keterkaitan antara pendapatan perkapita dengan jumlah penduduk yang dikenal dengan teori penduduk optimum. Teori ini menyatakan bahwa :

Apabila produksi marginal lebih tinggi dari pada pendapatan perkapita, jumlah penduduk sedikit dan tenaga kerja masih kurang, maka pertambahan jumlah penduduk akan menambah tenaga kerja dan menaikkan pertumbuhan ekonomi.

Apabila produk marginal makin menurun, pendapatan nasional semakin meningkat dengan perlahan, maka pertambahan penduduk akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang tersedia, tetapi terjadi penurunan pendapatan perkapita dan pertumbuhan ekonomi yang peningkatannya semakin kecil.

Apabila produk marginal bernilai sama dengan pendapatan per kapita, yang berarti pendapatan perkapita yang maximum dengan jumlah penduduk optimal, maka pertambahan penduduk akan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap pertumbuhan ekonomi.


(38)

Teori Pertumbuhan Neoklasik

Menurut Robert Solow, pertumbuhan produk nasional ditentukan oleh kemajuan teknologi dan peningkatan keahlian serta keterampilan tenaga kerja. Apabila terjadi penambahan modal, berarti terjadi peningkatan kegiatan usaha yang akan memperluas lapangan pekerjaan. Produksi optimum baru akan diperoleh apabila diikuti dengan kemajuan tehnologi dan peningkatan ketrampilan tenaga kerja. Selanjutnya, produktivitas akan meningkat dan terjadilah pertumbuhan produk nasional di wilayah tersebut.

Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional

1. Export Base Models, oleh North (1955) yang kemudian dikembangkan oleh Tiebout (1956).

Mereka mendasarkan pandangannya dari sudut teori lokasi, yg berpendapat bahwa jenis keuntunagn lokasi yang dapat digunakan daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi tersebut umumnya berbeda-beda setiap region dan hal ini tergantung pada keadaan geografi daerah setempat.

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh eksploiatsi kemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis ekspor daerah yang bersangkutan yang juga dipengaruhi oleh tingkat permintaan eksternal dari daerah-daerah lain. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan ekspor akan mengakibatkan berkembangnya kegiatan - kegiatan penduduk setempat, perpindahan modal dan tenaga kerja, keuntungan - keuntungan eksternal dan pertumbuhan ekonomi regional lebih lanjut. Ini berarti bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan suatu region, strategi pembangunannya harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang dimilikinya dan tidak harus sama dengan strategi pembangunan pada tingkat nasional.


(39)

2. Cumulative Causation Models oleh Myrdal (1975) dan kemudian diformulasikan oleh Kaldor.

Teori ini berpendapat bahwa peningkatan pemerataan pembangunan antar daerah tidak hanya dapat diserahkan pada kekuatan pasar (market mekchanism), tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah dalam bentuk program - program pembangunan regional terutama untuk daerah – daerah yang relative masih terbelakang.

3. Core Periphery Models dikemukakan oleh Friedman (1966)

Teori ini menekankan analisa pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dan desa (periphery). Menurut teori ini, gerak langkah pembangunan daerah perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa-desa disekitarnya. Sebaliknya corak pembangunan pedesaan tersebut juga sangat ditentukan oleh arah pembanguan perkotaan. Dengan demikian aspek interaksi antardaerah (spatial interaction) sangat ditentukan.

Pendekatan Keynes

1. John Maynard Keynes

Teori klasik beranggapan tanpa campur tangan pemerintah dalam ekonomi, maka pembangunan ekonomi akan berjalan maksimal. Tetapi ternyata tahun 1930-an terjadi pengannguran besar – besaran, sehingga timbullah kritik dari Keynes dengan pendekatan dari segi makro untuk mengatasi pengangguran yang terjadi yaitu melihat perekonomian secara keseluruhan, jadi untuk mengatasi pengangguran perlu ditambah pengeluaran uang supaya pengusaha menaikkan investasi yang akan menaikkan tenaga kerja sehingga penganguran dapat diatasi.


(40)

Sehinga perlu campur tangan pemerintah dengan mencetak uang maka akhirnya daya beli bertambah dan respon pengusaha menaikkan produksi maka penganguran akan berkurang.

Pendekatan Neo Keynes

1. Teori Pertumbuhan Harrord – Domar

Teori pertumbuhan Harrord – Domar dikembangkan oleh dua orang ahli ekonomi sesudah Keynes, yaitu Evsey Domar dan RF. Harrod. Domar mengemukakan teori tersebut untuk petama kalinya tahun 1947 dalam American Economic Review. Sedangkan Harrord telah mengemukakanyya pada tahun 1939 dalam Economic Journal. Maka, pada dasarnya teori tersebut sebenarnya dikembangkan oleh kedua ahli ekonomi itu secara terpisah. Tetapi, karena inti dari teori tersebut sangat sama maka dewasa ini dikenal sebagai teori Harrord – Domar.

a. Teori Roy F. Harrord

Perhatian Harrord berkisar pada pertumbuhan ekonomi yang dapat berlanngsung secara terus – menerus dalam keadaan ekuilibrium yang stabil. Dalam hubungan ini oleh Harrord dipaparkan dua konsep pengertian perihal laju pertumbuhan yang menjadi kunci gagasannya, yaitu:

• Laju pertumbuhan produksi dan pendapatan pada tingkat yang dianggap memadai dari sudut pandangan para pengusaha / calon investor. Hal ini diebut Harrord sebagai the warranted rate of growth. Pada laju yang dianggap memadai itu, para pengusaha akan meneruskan usahanya dengan melakukan investasi secara kontiniu.

Selain itu, teori Harrord juga ditunjukkan oleh adanya natural of growth, yang sifatnya berbeda dari warranted rate. Dengan natural


(41)

rate of growth dimaksud laju pertumbuhan produksi dan pendapatan sebagaimana itu ditentukan oleh kondisi dasar ( fundamental condition ) yang menyangkut bertambahnya angakatan kerja karena penduduknya bertambah dan akan meningkatkan produktivitas kerja karena kemajuan tekonologi.

Gagasan Harrord menyatakan bahwa jika dikehendaki adanya ekulibrium dalam proses pertumbuhan maka diperlukan intervensi kebjaksanaan untuk menanggulangi gangguan ketidakstabilan dan penyimpangan yang merupakan cirri pokok pertumbuhan itu sendiri.

b. Teori Evsey D. Domar

Gagasan Domar bertitik tolak pada berlakunya asas investment multiplier. Laju pertumbuhan pada pada permintaan efektif langsung dihadapkan pada pertumbuhan kapasitas produksi. Dalam modelnya diungkapkan bahwa pertumbuhan pada permintaan adalah sama dengan investasi ( I ) dikaitkan oleh multiplier ( I/s ). Sedangkan, pertumbuhan pada kapasitas produksi adalah sama dengan investasi ( I ) dibagi oleh capital output ratio ( k ). Alhasil pertumbuhan pada permintaan adalah sama dengan pertumbuhan pada kapsitas produksi : ∆I/I = s/k.

Laju pertumbuhan tercermin pada persamaan di atas oleh Domar dianggap sebagai laju pertumbuhan yang kritis ( critical rate of growth ) yang analog dengan warranted of growth dalam model Harrord. Di dalam investasi melebihi laju pertumbuhannya yang dimaksud di atas tadi, maka penyimpangan tersebut menyebabkan ∆I/I ( yang sama dengan pertumbuhan pe rmintaan ) akan lebih meningkat secara nisbi dibandingkan dengan s/k ( pertumbuhan pada kapasitas produksi ) dimana I/I > s/k.


(42)

Teori Pertumbuhan Rostow

Prof. W.W memunculkan teori pertumbuhan yang memakai pendekatan perkembangan sejarah dalam menjelaskan proses perkembangan dan pembangunan ekonomi. Teori pertumbuhan Rostow ini muncul pada awalnya merupakan artikel yang dimuat dalam Economic Journal ( Maret, 1956 ). Selanjutnya dikembangkan dalam bukunya yang berjudul The Stages Of Economic Growth ( 1960 ). Teori perkembangan Rostow yang termasuk dalam linier dalam tahapan pertumbuhan ekonomi, yaitu memandang proses pembangunan sebagai tahap – tahap perkembangan yang harus dilalui oleh seluruh negara. Menurut Rostow, proses pembangunan dan pertumbuhan dapat dibedakan dalam lima tahap dan posisi setiap negara di dunia dapat digolongkan ke dalam salah satu dari kelima tahap pertumbuhan ekonomi yang dijelaskan.

a. Tahap Masyarakat Tradisional ( The Traditional Society )

Masyarakat tradisional adalah suatu masyarakat yang strukturnya dibangun di dalam fungsi produksi yang terbatas berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi pra Newton terhadap dunia fisik. Akan tetapi, konsep tentang masyarakat tradisional itu sama sekali tidak statis, dan konsep itu tidak selalu mengabaikan pertambaha output. Namun kenyataan pokok tentang masyarakat tradisional adalah adanya suatu batas tertinggi untuk tingkat output dan pendapatan perkapita. Secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat ini, karena terbatasnya produktivitas terpaksa mengunakan sebagian besar dari sumber prodiksinya untuk pertanian. Dari system pertanian itu timbul suatu struktur social yang hirarkis dengan ruang lingkup yang relative sempit tetapi masih dapat terjadi upaya untuk berlangsunganya mobilitas vertikal, dan memasukkan masyarakat yang beraneka ragam dan yang selalu berubah ini ke dalam


(43)

suatu kategori yang seragam atas dasar adanya batas tertinggi untuk produksi dan produktivitas teknis ekonomi mereka, memanglah sangat sedikit artinya.

b. Tahap Peletakan Dasar Untuk Tinggal Landas ( The Precondition For Take Off) Tahap Precondition atau disebut tahap peralihan ( transisi ) adalah merupakan tahap untuk meletakkan dasar dan syarat – syarat untuk beralih pada periode berikutnya ( tahap take off ) dimana perekonomian akan dapat berkembang dengan cukup pesat.

Pada tahap peralihan atau tahap meletakkan dasar ini, di dalam perekonomian dan kehidupan masyarakat mulai banyak terdapat perubahan – perubahan yang menyimpang dari kebiasaan masyarakat yang tradisional, maka mulai terdapat pembaruan – pembaruan dalam ilmu pengetahuan dan teknologinya yang telah bertambah luas dan telah mulai berkembang untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan ekonomi yang lebih maju.

c. Tahap Tinggal Landas ( The Take Off )

Tahap take off ini merupakan tahap dimana berbagai penghalang dan rintangan lama ke arah kemajuan dan pertumbuhan perekonomian telah dapat diatasi dan dikuasai. Kekuatan – kekuatan dan faktor – faktor yang menuju kearah pembaruan dan kemajuan teknologi, seperti : tingkat pendidikan dan ilmu pengetahuan, perkembangan teknologi, perkembangan perbankan, perniagaan, perhubungan dan sebagainya telah meluas dan menguasai kehidupan masyarakat.

Selama tahap landas ini, terdapat industri – industri baru yang merupakan leading sectors (sector pemimpin dan penggerak ) yang berkembnag dengan pesat serta menghasilkan keuntungan – keuntungan besar, dimana pada umumnya


(44)

keuntungan – keuntungan ini diinvestasikan kembali kedalam industri – industri yang baru maupun semula. Dan demikian seterusnya perkembangan berbagai bidang industri ini dapat mendorong kemajuan dan pembaruan perekonomian nasional untuk selanjutnya.

d. Tahap Gerak Menuju Kematangan ( The Drive To Maturity )

Dalam tahap gerak menuju kematangan ini, perekonomian negara yang bersangkutan telah matang, dimana pemakaian ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern telah berkembang dan meluas ke seluruh bidang dan sector perekonomian. Pada tahap ini sebagai keadaan momentum yaitu dimana perekonomian dalam masyarakat yang bersangkutan telah dapat berjalan dan berkembang atas kekuatan sendiri.

Pada tahap ini telah tercapai kemajuan ekonomi dan kemakmuran pada tingkat yang sangat tinggi, perekonomian telah maju ke tingkat yang sedemikian rupa sehingga tingkat pendapatan dan konsumsinya telah sangat tinggi sekali, pada umunya setiap penduduk dalam masyarakat dan negaranya telah memiliki tingkat konsumsi berlebihan yang sangat jauh melampaui pemenuhan kebutuhan pokoknya dalam hal makanan, pakaian, perumhan dan lainnya.

e. Tahap Era Konsumsi Tinggi Secara Massa ( The Age Of High Mass Consumption )

Era konsumsi massa besar – besaran ini ditandai dengan migrasi penduduk ke wilayah pinggiran kota, pemakaian mobil secara luas, serta meluasnya pemakaian barang – barang konsumsi dan peralatan rumah tangga yang tahan lama. Pada tahap ini, keseimbangan dan arah perhatian masyarakat beralih orientasi dari penawaran ke


(45)

permintaan, dari persoalan produksi ke persoalan konsumsi dan kesejahteraan dalam arti luas.

Kecenderungan kepada konsumsi besar – besaran atas barang yang tahan lama, ketiadaan pengangguran, dan peningkatan kesadaran akan jaminan social dapat pula membawa masyarakatnyakepada laju pertumbuhan penduduk yang relative semakin tinggi.

2.1.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh faktor ekkonomi dan faktor non ekonomi.

1.Faktor Ekonomi

a. Sumber Daya Alam

Sumber daya alam atau tanah meliputi luas dan kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan, sumber mineral, iklim, sumber air, sumber lautan dan sebagainya.

b. Sumber Daya Manusia atau Tenaga Kerja

Sumber daya manusia merupakan tenaga kerja dalam proses produksi dan pembangunan memegang peranan penting juga. Dalam hal ini peranan SDM tersebut dalam proses produksi dan pembangunan pertama – tama ditentukan oleh jumlah serta kualitas tenaga kerja yang tersedia.

c. Permodalan atau Akumulasi Modal

Permodalan merupakan persediaan faktor produksi yang secara fisik dapat dihasilkan maupun diproduksi. Jika stok modal meningkat dalam jangka waktu tertentu dikatakan terjadinya akumulasi modal atau pembentukan modal. Dalam


(46)

pengertian ini pembentukan modal merupakan investasi yang menaikkan stok modal yang kemudian dapat meningkatkan output nasional dan pendapatan nasional.

d. Tenaga Manajerial atau Organisasi Produksi

Organisasi produksi merupakan bagian penting dalam proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Organisasi ini berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dalam berbagai kegiatan perekonomian dan pembangunan. Organisasi ini bersifat melengkapi atau komplementer terhadap tenaga kerja dan modal serta membantu meningkatkan produktivitas. Organisasi produksi ini dilaksanakan dan diatur oleh tenaga manajerial dalam berbagai kegiatannya sehari – hari.

e. Kemajuan dan Pemanfaatan Teknologi

Kuznet mengemukakan lima pola penting kemajuan teknologi dalam pertumbuhan ekonnomi modern. Kelima pola tersebut adalah penemuan ilmiah yang menghasilkan penyempurnaan pengetahuan teknik, inovasi, penyempurnaan dan perluasan penemuan baru tersebut dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya dikemukakan bahwa inovasi meliputi dua macam hal yaitu, terjadinya penurunan biaya yang tidak menghasilkan perubahan pada kualitas produk dan berlangsungnya pembaruan yang menciptakan produk baru dan permintaan baru terhadap produk tersebut.

f. Pembagian Kerja dan Perluasan Skala Produksi

Pembagian kerja dan spesialisasi dalam produksi akan menimbulkan peningkatan produktivitas. Adam Smith menekankan arti pentingnya spesialisasi dan pembagian kerja bagi kemajuan dan pertumbuhan ekonomi. Adanya pembagian kerja tersebut menghasilkan kemampuan produksi dan produktivitas tenaga tenaga kerja, sehingga akan menjadi lebih efisien daripada sebelumnya, di samping itu pembagian


(47)

kerja tersebut akan mampu pula menghasilkan ditemukannya mesin baru dan berbagai proses baru dalam proses produksi.

2. Faktor Non Ekonomi

Selain faktor – faktor ekonomi yang penting dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah faktor non ekonomi, yaitu:

a.Faktor Sosial b.Faktor Manusia c.Faktor Politik

Keadaan politik suatu negara sangat mempengaruhi perekonomian negara tersebut, jika suatu negara mengalami krisis politik otomatis perekonomian akan terganggu dan pertumbuhan ekonomi tidak akan meningkat atau bahkan akan bisa mengalami penurunan. Budaya yang sudah mengalami kemajuan akan termotivasi untuk mencari tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat, semakin beragam, dan banyaknya kebutuhan akan mendorong manusia untuk mencari pendapatan.


(48)

2.1.3. Jumlah Penduduk

Pertambahan penduduk bukanlah merupakan suatu masalah, melainkan sebaliknya justru merupakan unsur penting yang akan memacu pembangunan ekonomi. Populasi yang lebih besar adalah pasar potensial yang menjadi sumber permintaan akan berbagai macam barang dan jasa yang kemudian akan menggerakkan berbagai macam kegiatan ekonomi sehingga menciptakan skala ekonomi ( economics of scale ) produk yang menguntungkan semua pihak, menurunkan biaya – biaya produksi, dan menciptakan sumber pasokan atau penawaran tenaga kerja murah dalam jumlah yang memadai sehingga pada gilirannya merangsang ingkat output atau produksi agregat yang lebih tinggi lagi ( Todaro, 2003 ).

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor dinamika dalam perkembangan ekonomi jangka panjang, bersama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya alam, dan kapasitas produksi yang terpasang, dalam masyarakat yang bersangkutan. Keempat faktor dinamika itu harus dilihat dalam kaitan interaksinya satu dengan yang lainnya. Namun diantaranya peranan sumber daya manusia mengambil tempat yang sentral, khususnya dalam pembangunan ekonomi negara – negara berkembang dimana kesejahteraan manusia dijadikan tujuan pokok dari ekonomi masyarakat.

Penduduk berfungsi ganda dalam perekonomian, dalam konteks pasar ia berada baik di sisi permintaan maupun di sisi penawaran. Di sisi permintaan jumlah penduduk yang besar merupakan pangsa pasar yang baik dan penduduk adalah konsumen, sumber permintaan akan barang – barang dan jasa dan di sisi penawaran penduduk yang besar juga sangat menguntungkan penduduk dalam hal produsen.

Dalam konteks pembangunan, pandangan terhadap penduduk menjadi terpecah dua, ada yang mengatakan penduduk yang besar akan menghambat pembangunan


(49)

serta beban dari pembangunan dan sebagian ahli mengatakan penduduk sebagai pemicu pembangunan. Jumlah penduduk yang besar akan memperkecil pendapatan perkapita dan akan menimbulkan masalah ketenagakerjaan dan dalam kaca mata modern penduduk justru dipandang sebagai pemicu pembangunan.

Suatu kejadian produksi berlangsung adalah berkat adanya orang yang membeli dan mengkonsumsi barang – barang yang dihasilkan dan konsumsi inilah sebagai permintaan agregat yang pada gilirannya peningkatan konsumsi agregat memungkinkan usaha – usaha produktif yang berkembang dan dalam arti luas perkembangan perekonomian secara keseluruhan ( Dumairi, 1997 ).

Dengan kata lain, dorongan lain yang timbul dari perkembangan penduduk adalah perluasan pasar. Luas pasar barang – barang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat da jumlah penduduk. Maka apabila penduduk bertambah dengan sendirinya luas pasar juga akan bertambah pula. Karena peranannya ini, maka perkembangan penduduk akan merupakan perangsang bagi sector produksi untuk meningkatkan kegiatannya. Dan akhirnya, pertambahan penduduk dapat menciptakan dorongan untuk mengembangkan teknologi. Peran ini terlihat nyata di sektor pertanian. Di negara maju sejak beberapa abad yang lalu pertambahan penduduk merupakan salah satu faktor penting yang menimbulkan perbaikan teknologi pertanian. Perkembangan penduduk yang bertambah cepat bersama dengan perbaikan jaringan pengangkutan dan pertambahan tingkat pendapatan, akan selalu memperluas pasar bagi hasil – hasil pertanian. Pasar yang bertambah luas merangsang peningkatan produktivitas sektor tersebut dan ini dicapai dengan mempertinggi teknologi bercocok tanam.

Bertitik tolak dalam masalah penduduk dan angkatan kerja baik secara kuantitatif maupun kualitatif wajib diberi perhatian yang utama dalam ekonomi


(50)

pembangunan, karena kenaikan jumlah penduduk secara otomatis akan menaikkan jumlah angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap salah satu faktor yang positif yang memacu pertumbuhan ekonomi, jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya akan lebih besar.

Pertambahan penduduk dipandang sebagai faktor pendorong karena, perkembangan itu memungkinkan pertambahan jumlah tenaga kerja dari masa ke masa. Selanjutnya, pertambahan penduduk dan pemberian pendidikan kepada mereka sebelum menjadi tenaga kerja, memungkinkan sesuatu masyarakat memperoleh bukan saja tenaga kerja yang ahli, akan tetapi juga tenaga kerja terampil, terdidik, dan entrepreneur yang berpendidikan. Biasanya tiga kelompok tenaga kerja yang disebutkan belakangan ini lebih besar jumlahnya apabila tingkat pembangunan yang lebih tinggi, pertambahan penduduk dapat memberikan sumbangan yang lebih besar bagi pengembangan kegiatan ekonomi.

2.1.3.1 Posisi Penduduk Dalam Teori Pertumbuhan Ekonomi

Analisis ekonomi tentang posisi penduduk sebenarnya sudah dimulai sejak Adam Smith ( 1723 – 1790 ) yang mengeumukakan bahwa system produksi suatu negara terdiri dari tiga unsur pokok yaitu:

a. sumber – sumber manusiawi ( jumlah penduduk ) b.sumber – sumber alam

c. stok capital yang ada

Menurut Smith, sumber – sumber alam yang tersedia merupakan batas maksimum bagi pertumbuhan perekonomian. Namun Smith kurang menekankan aspek penduduk dengan menganggap, bahwa penduduk memiliki peran pasif yang


(51)

hanya berfungsi sebagai penyedia tenaga kerja dalam proses produksi ( pertumbuhan ekonomi ).

Analisis posisi penduduk dalam pembangunan ekonomi makin berkembang sejalan dengan munculnya pertumbuhan ekonomi. Dalam teori pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh berbagai ekonom selalu disinggung tentang posisi penduduk dalam pembangunan ekonomi. Sebab pertumbuhan ekonomi selalu terkait dengan jumlah penduduk. Pertumbuhan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Istilah ‘ per kapita ‘ selalu menunjukkan ada dua sisi yang perlu diperhatikan yaitu sisi output totalnya ( GDP ) dan sisi jumlah penduduknya. Dengan demikian proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan jalan melihat apa yang terjadi dengan GDP total dan apa yang terjadi dengan jumlah penduduk. Dengan kata lain, teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP total dan teori megenai pertumbuhan jumlah penduduk.

Deskripsi tentang posisi penduduk dalam teori ekonomi juga telah dikemukakan oleh Ananta dalam bukunya Mutu Modal Manusia : Suatu Pemikiran Mengenai Kualitas Penduduk. Bab I dari buku tersebut menguraikan khusus tentang posisi penduduk dalam berbagai teori ekonomi. Perhatian terhadap penduduk berfluktuasi dari teori ekonomi yang satu ke teori ekonomi yang lain. Namun umumnya penduduk dianalisis sebatas sebagai penyedia tenaga kerja. Itulah sebabnya ekonomi ketenagakerjaan yang menganalisis permintaan dan penawaran tenaga kerja mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ekonom jaman klasik umumnya lebih memperhatikan peran penduduk dalam pertumbuhan ekonomi. Pada model klasik variabel pekerja mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan ekonomi. Perhatian ini berlangsung hingga jaman Keynes. Keynes juga melihat penduduk dalam kaitan dengan employment. Keynes membahas permintaan tenaga


(52)

kerja secara lebih mendalam dibanding penawaran tenaga kerja. Posisi penduduk dalam kajian ekonomi kemudian hilang sejak Hicks dan Hansen mengajukan model IS – LM. Di sini pasar kerja hilang dari analisis. Sejak itu analisis ekonomi ( khususnya ekonomi makro ) kehilangan minat pada masalah penduduk. Masalah kependudukan seolah – olah bukan lagi bidang yang perlu ditekuni oleh ekonom. Kerangka IS – LM sempat mendominasi buku teks ekonomi makro hingga awal dasawarsa tujuh puluhan. Perhatian ekonom terhadap masalah penduduk kembali muncul ketika para ekonom negara maju tertarik pada perekonomian negara berkembang. Kajian ekonomi di negara berkembang kemudian dikaitkan dengan kondisi dan dinamika penduduk negara tersebut. Muncullah kemudian kajian yang membahas tentang ekonomi pembangunan yang sebagian isinya sebagian mengkaji masalah – masalah kependudukan dari perspektif ekonomi.

2.1.3.2 Penduduk Optimal

Analisis tentang dampak ekonomi dari dinamika penduduk juga dikemukakan oleh Alfred Sauvy dengan terminologi – terminologinya yang cukup terkenal tentang maximum population, minimum population, optimum population dan optimum economy. Menurut Sauvy, semua kehidupan spesies termasuk spesies manusia akan terus bertambah, beberapa spesies bahkan tumbuh sangat cepat. Namun demikian bertambahnya spesies dibatasi oleh kemampuan lingkungan. Karena itu spesies tidak dapat bertambah tanpa batas.

Pertumbuhan spesies akan dibatasi oleh dua jenis pembatas yaitu (a) batas fisik ( phsycal seiling ) yang diartikan sebagai the total weight of the various elements making up the environtment cannot be exceed; dan (b) batas bio – kimia ( biochemical ceiling ) yaitu bobot materi biologi atau biomass yang tidak dapat dihasilkan sendiri


(53)

oleh spesies yang bersangkutan. Batas bio – kimia jauh lebih rendah dibanding batas fisik.

Kedua batas tersebut tidak menghentikan pertumbuhan spesies secara tiba – tiba, melainkan secara perlahan ketika batas itu dilampaui akibat pertumbuhan spesies. Ketika spesies meningkat jumlahnya, kelembaman lingkungan melawan pertumbuhan tersebut berlangsung lebih kuat. Tetapi kemudian spesies menggandakan upayanya ( melalui eksploitasi berlebihan ), sehingga menyebabkan lingkungan bertambah rusak dan menyerah pada tahap subsisten. Namun perlawanan lingkungan terus berlanjut sampai pada batas dimana jumlah makanan yang dibutuhkan spesies tidak lagi mencukupi. Akibatnya, spesies terpengaruh antara lain dengan meningkatnya mortalitas.

Jika diasumsikan benefit yang diberikan lingkungan konstan maka apa yang terjadi dapat dilihat dari dua sisi:

a. Pandangan dari aspek ekonomi, ketika penduduk meningkat maka jumlah persediaan ( supply ) per individu menurun disebabkan sumber daya alam yang terbatas.

b. Pandangan dari aspek biologi, penurunan persediaan menyebabkan mortalitas meningkat dan fertilitas menurun.

Kehidupan manusia primitive hampir sama dengan kehidupan spesies lainnya dimana penduduk terus bertambah sampai pada tingkat maksimum sebatas lingkungan masih mendukungnya ( maximum population ). Ketika lingkungan tidak lagi mendukungnya maka pertumbuhan spesies akan terhambat dengan sendirinya dan tercapainya kondisi penduduk minimum ( minimum population ). Dengan perkembangan teknologi dalam menggandakan sumber daya alam dan mengontrol


(1)

LAMPIRAN 4

LUAS WILAYAH 25 KABUPATEN / KOTA DI SUMATERA UTARA

No. Kabupaten / Kota

Luas Wilayah ( km

2

)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

Nias

Mandailing Natal

Tapanuli Selatan

Tapanuli Tengah

Tapanuli Utara

Toba Samosir

Labuhan Batu

Asahan

Simalungun

Dairi

Karo

Deli Serdang

Langkat

Nias Selatan

Humbang Hasundutan

Pakpak Bharat

Samosir

Serdang Bedagai

Kota

Sibolga

Tanjung Balai

Pematang Siantar

Tebing Tinggi

Medan

Binjai

Padang Sidempuan

JUMLAH

3495,39

6620.70

12163,65

2158,00

3764,65

2352,35

9223,18

4580,75

4368,60

1927,80

2127,25

2486,14

6263,29

1625,91

2297,20

1218,30

2433,50

1913.33

-

10,77

61,52

79,97

38,44

265,10

90,24

114,65

71680,68


(2)

LAMPIRAN 5

Data Disparitas Pendapatan, Jumlah Penduduk, Pendapatan Perkapita dan

Pengeluaran Pemerintah 25 Kabupaten / Kota di Sumatera Utara

tahun 2001 – 2007

KAB. / KOTA TAHUN IW PDDK YC GE

NIAS 2001 0.1214 699148 3104726 216800

2002 0.1157 698994 3343374 226600 2003 0.0853 422170 3615626 263000 2004 0.0868 433350 3717144 206600 2005 0.0999 441807 3524455 258800 2006 0.0936 442019 3686636 296600 2007 0.0924 442548 3930595 559300

MANDAILING 2001 0.0819 368400 3322407 162000

NATAL 2002 0.0818 367990 3423286 173300

2003 0.0446 369691 3601956 233200 2004 0.0812 379045 3718766 228200 2005 0.0933 386150 3657467 235100 2006 0.0871 413750 3826922 371100 2007 0.0872 417590 4036725 490800

TAPSEL 2001 0.1051 749003 3608854 272200

2002 0.1038 761205 3770161 294400 2003 0.0910 596188 3923093 333900 2004 0.0948 609922 3967584 329800 2005 0.0992 626702 4124559 375700 2006 0.0912 629212 4346092 538300 2007 0.0950 637312 4479129 736800

TAPTENG 2001 0.0825 249668 2685123 112000

2002 0.0855 270600 2774403 139800 2003 0.0843 272333 2929030 193500 2004 0.0845 278472 3037506 204300 2005 0.0883 283035 3148611 216000 2006 0.0879 297843 3156520 257100 2007 0.0898 305922 3278022 391100

TAPUT 2001 0.0649 407831 4027971 232300

2002 0.0639 407581 4185777 243000 2003 0.0492 255162 4389139 224700 2004 0.0481 255400 4593627 210100 2005 0.0490 256201 4809865 228500 2006 0.0447 256444 5066911.00 361100 2007 0.0473 263750 5223677 430700

TOBASA 2001 0.0211 306373 6707175 157700

2002 0.0247 285615 6903570 183200 2003 0.0336 285586 7096994 295500 2004 0.0225 167587 7208710 206900 2005 0.0232 158677 7365989 169200 2006 0.0162 169116 7480311.00 266400


(3)

2007 0.0166 169299 8890383 383800

LABUHAN 2001 0.0234 863438 6707175 219500

BATU 2002 0.0224 905258 6903570 272200

2003 0.0204 910502 7096994 345000 2004 0.0135 933866 7208710 405200 2005 0.0096 951773 7365989 427500 2006 0.0037 987157 7365989.0 482000 2007 0.0017 1007185 7823209 738300

ASAHAN 2001 0.1042 943822 8445826.00 267100

2002 0.0989 987244 8574152.00 315400 2003 0.1088 990230 9100933.00 375400 2004 0.1057 1009856 9391462.00 386700 2005 0.1014 1024369 9535741.00 411000 2006 0.1130 1038554 5444628.00 536400 2007 0.0259 676605 6903598.00 792700

SIMALUNGU

N 2001 0.0568 863679 4883223.00 333800

2002 0.0576 808210 4977652.00 365500 2003 0.0596 808288 5097271.00 463100 2004 0.0641 818975 5177503.00 393000 2005 0.0583 826101 5292447.00 414300 2006 0.0115 841198 5444628.00 619300 2007 0.0689 846329 5699142 798400

DAIRI 2001 0.0349 295323 4767915 132900

2002 0.0341 289323 4992177 155100 2003 0.0198 255847 5718314 203700 2004 0.0189 259158 5985671 176000 2005 0.0187 261287 6254208 199100 2006 0.0391 267629 6367513 328000 2007 0.0209 268780 6658987 401000

KARO 2001 0.0320 287854 7402241 135900

2002 0.0288 305452 7531330 173600 2003 0.0293 306869 7813647 233000 2004 0.0252 312300 7952749 237000 2005 0.0158 316207 7804430 248300 2006 0.0130 342555 7968385 355600 2007 0.0084 351368 8167326 544100

DELI 2001 0.0220 2021021 5848348.00 429900

SERDANG 2002 0.0193 2041121 6088006.00 506000

2003 0.0214 2054707 6269490.00 682000 2004 0.0019 1523881 6836814.00 582400 2005 0.0039 569638 7007613.00 522400 2006 0.0139 1634115 7097625.00 784700 2007 0.0236 1686366 7272541.00 1044200

LANGKAT 2001 0.0260 921911 5602949 263900

2002 0.0297 936925 5711333 301500 2003 0.0340 940601 5809831 404600 2004 0.0442 955348 5790729 424000 2005 0.0506 970433 5898438 413000 2006 0.0604 1013849 5898438 593100


(4)

2007 0.0645 1027414 6013173 815400

NIAS 2001 0 0 0 0

SELATAN 2002 0 0 0 0

2003 0.0739 275422 3450234 0

2004 0.0272 282715 3615511 0

2005 0.0819 288233 3471118 0

2006 0.0703 271026 3838639 115300 2007 0.0709 271944 4010626 423900

HUMBAHAS 2001 0 0 0 0

2002 0 0.00 0 0

2003 0.0364 275422 4485931 0

2004 0.0348 282715 4738401.00 96800 2005 0.0363 152997 4903423.00 122000 2006 0.0312 152757 5285913 229000 2007 0.0313 153,837 5566235.00 366200

PAKPAK 2001 0 0 0 0

BARAT 2002 0 0 0 0

2003 0.0274 33822 0 0

2004 0.0267 34260 283.36 41200

2005 0.0277 34542 74527.33 78500

2006 0.0259 34822 182090.30 145600

2007 0.0299 38276 2415.23 231100

SAMOSIR 2001 0 0 0 0

2002 0 0 0 0

2003 0 0 0 0

2004 0.0933 119873 6232274 0

2005 0.0111 131073 6394266 108600 2006 0.0101 130662 6647601 225100 2007 0.0111 131205 6923956 313500

SERDANG 2001 0 0 0 0

BEDAGAI 2002 0 0 0 0

2003 0 0 0 0

2004 0.0238 0 5556284 0

2005 0.0442 583071 5746192 258600 2006 0.0431 588176 5927942 379900 2007 0.0457 605630 6165679 452900

SIBOLGA 2001 0.0091 84034 5511635 45700

2002 0.0081 85100 5776268 89000

2003 0.0077 85505 6012499 123400

2004 0.0062 87260 6189477 121500

2005 0.0013 88717 6331930 156500

2006 0.0110 91941 6428893 174400

2007 0.0239 373836 6692423 294400

TJ. BALAI 2001 0.0062 136621 6533047 57700

2002 0.0067 143836 6771340 130400 2003 0.0083 144979 7107561 136600 2004 0.0076 149238 7345543 139800 2005 0.0055 152814 7468769 176600 2006 0.0025 156475 7552912 204400


(5)

PEMATANG 2001 0.0012 245099 6126005 106500

SIANTAR 2002 0.0037 223824 6214599 156900

2003 0.0019 223949 6700446 179200 2004 0.0007 227551 6862092 202500 2005 0.0006 230487 7158614 219300 2006 0.0073 235372 6989419 288400 2007 0.0067 159932 7308632 395000

TEBING 2001 0.0111 126302 5512635.00 74600

TINGGI 2002 0.0101 132306 5777344.00 115700

2003 0.0100 132760 5983239.00 161700 2004 0.0096 134382 6248169.00 139100 2005 0.0103 135671 6460242.00 160500 2006 0.0098 137959 6691874.00 231200 2007 0.0133 236607 7018280.00 292600

MEDAN 2001 0.2657 1933746 10215372 513500

2002 0.2702 1972248 10613034 725400 2003 0.2772 1979340 11099577 1125300 2004 0.2889 2010676 11748852 1004800 2005 0.3140 2036185 12411650 1135900 2006 0.3172 2067288 13174001 1322400 2007 0.3290 2083156 14090603 1751800

BINJAI 2001 0.0199 219122 5274741 118000

2002 0.0180 224244 5547619 180400 2003 0.0139 225535 5940395 185300 2004 0.0114 232236 6314485 189300 2005 0.0140 237904 6439516 196900 2006 0.0146 244256 6605547 316900 2007 0.0163 248256 6868205 323200

PADANG 2001 0 0 0 0

SDMPUAN 2002 0 0 0 81400

2003 0.0418 168536 4288940.00 128100 2004 0.0428 172419 4406377.00 156300 2005 0.0556 177499 3963041.00 175300 2006 0.0054 181865 4080163.00 247700 2007 0.0547 25248256 4256038.00 330700

KETERANGAN:

IW = Indeks Williamson

PDDK = Jumlah Penduduk 25 Kabupaten / Kota di Sumatera Utara

YC = Pendapatan Perkapita 25 Kabupaten / Kota di Sumatera Utara


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama

: Valentina Samosir

Nim

: 060501102

Departemen

: Ekonomi Pembangunan

Fakultas

: Ekonomi

Adalah benar telah membuat skripsi dengan judul “Analisis

Disparitas Pendapatan 25 Kabupaten / Kota Di Sumatera Utara” guna

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Demikian surat pernyataan ini Saya buat dengan sebenarnya untuk

dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, Februari 2010

Yang membuat pernyataan

( Valentina Samosir )

NIM. 060501102