Analisis Disparitas Pendapatan Antar Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2006-2010 (Studi Kasus : Pantai Barat, Pantai Timur, Dataran Tinggi dan Pantai Selatan)
SKRIPSI
ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN DI SUMATERA UTARA TAHUN 2006 - 2010
(Studi Kasus: Pantai Barat, Pantai Timur, Dataran Tinggi dan Pantai Selatan)
OLEH
Muhammad Ilham Syahputra 080501084
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI
Nama : Muhammad Ilham Syahputra
NIM : 080501084
Program Studi : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Regional
Judul Skripsi : Analisis Disparitas Pendapatan Antar Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2006-2010 (Studi Kasus : Pantai Barat, Pantai Timur, Dataran Tinggi dan Pantai Selatan).
Tanggal : Mei 2012 Pembimbing
Paidi Hidayat, S.E, M.Si. NIP. 19750920 200501 1 002
(3)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DISUMATERA UTARA TAHUN 2006 – 2010 (STUDI KASUS : PANTAI BARAT, PANTAI TIMUR, DATARAN TINGGI DAN PANTAI SELATAN)”adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Mei 2012
NIM 080501084
(4)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis disparitas pendapatan di Provinsi Sumatera Utara antara Wilayah Pantai Barat, Pantai Timur, Pantai Selatan dan Dataran Tinggi. Disamping itu untuk mengetahui pola dan struktur ekonomi, sektor-sektor ekonomi unggulan serta membuktikan berlakunya hipotesis Kuznets di setiap wilayah pembangunan di Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data sekunder dari tahun 2006-2010. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan alat analisis yang digunakan adalah Indeks Williamson(IW), Locational Quotient (LQ), Tipologi Klassen, dan Hipotesis Kuznets.
Hasil penelitian menunjukkan ketimpangan di Provinsi Sumatera Utara relative sedang (IW > 0,5) sedangkan ketimpangan antar wilayah menunjukkan ketimpangan tertinggi di wilayah Pantai Timur sebesar 0.341675, Pantai Barat sebesar 0.164721, Dataran Tinggi sebesar 0.087357 dan ketimpangan terendah di Pantai Selatan sebesar 0.046183. Analisis sektor basis menunjukkan bahwa di Wilayah Pantai Timur adalah manufaktur dan jasa, sedangkan Pantai Barat, Dataran Tinggi, dan Pantai Selatan basis pada pertanian. Sedangkan hipotesis Kuznets tidak berlaku di semua wilayah pembangunan.
Kata kunci : Ketimpangan Pembangunan, Indeks Williamson, Tipologi Klassen, Hipotesis Kuznets, Location Quotient.
(5)
ABSTRACT
This purpose of the analyzes are for analyzing the income disparity in North Sumatra between West Coast Region, East Coast, South Coast and Highlands. Knowing the pattern and structure of economy, leading economic sectors and proving validity of Kuznets hypothesis in every area of development in north sumatra. This research uses secondary data from the years 2006 -2010. The procesing of collecting data used Microsoft Excel program and analysis tools are used Williamson index (IW), locational Quotient (LQ), Typology Klassen, and Kuznets hypothesis.
The results showns disparity of income distribution in the province of North Sumatra is relatively moderate (IW> 0.5) while the regional disparity showed the highest disparity in East Coast with the disparity 0.341675, West Coast 0.164721, Highlands 0.087357 and the lowest disparity in the South Coast 0.046183. Analyze of base sector shows the base sector in East Coast is Manufacturing and services, West Coast, Highlands and South Coast is agriculture. Kuznets hypothesis does not apply in all areas of development.
Keywords: Income Dispartiy, Williamson Index, Typology Klassen, Kuznets Hypothesis, Location Quotient.
(6)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji di panjatkan kepada ALLAH SWT karena atas berkat dan rahmat serta hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Analisis Disparitas Pendapatan Antar Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2006-2010” (studi kasus Pantai Barat, Pantai Timur, Dataran Tinggi dan Pantai Selatan).
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah mendapat banyak dorongan dan dukungan dari berbagai pihak baik dorongan moril, materil, pemikiran serta tenaga. Untuk itu penulis dalam kesempatan ini ingin menyampaikan rasa terima kasih sedalam dalamnya kepada semua pihak yang memberikan bantuan hingga selesainya skripsi ini terutama kepada :
1. Kepada kedua orang tua saya terutama ayah saya Alamsyah dan Ibu saya Iyahken Ulina Tarigan. Terima kasih yang tak terhingga atas segala kasih sayang dan doanya yang tiada terputus.
2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec. selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si. selaku Sekertaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
(7)
4. Bapak Irsyad Lubis, S.E, M.Soc.Sc, Ph.D. selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, S.E, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai dosen pembimbing saya yang telah banyak memberikan motivasi, arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Inggrita Gusti Sari, S.E, M.Si. sebagai Dosen Pembaca Penilai yang telah banyak memberikan petunjuk, saran, kritik yang membangun serta penilaian kepada penulis demi terselesainya skripsi ini.
6. Kepada Bapak/Ibu dosen Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan.
7. Seluruh staff Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utrara yang telah banyak membantu penulis dalam setiap administrasi yang diperlukan oleh penulis
9. Kepada para sahabat serta teman-teman seperjuangan angkatan 2008 terima kasih sebesar besarnya atas dukungannya baik moral maupun moril sehingga selesainya skripsi ini
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini memiliki kekurangan atau pun kelemahan dalam penyusunannya serta jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu penulis menerima segala masukan yang konstruktif dari para pembaca guna penyempurnaan isi maupun teknik penulisan yang benar. Akhir kata, semoga penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca, terima kasih.
(8)
Medan, Penulis
2012
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ……….. i
ABSTRACT ……… ii
KATA PENGANTAR ……….. iii
DAFTAR ISI ………... vi
DAFTAR TABEL ……… viii
DAFTAR GAMBAR ……… x
DAFTAR LAMPIRAN ……… xi
BAB I: PENDAHULUAN……….. 1
1.1 Latar Belakang ……… 1
1.2 Perumusan Masalah ………... 5
1.3 Tujuan Penelitian ………... 6
1.4 Manfaat Penelitian ……….. 6
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ……… 8
2.1 Pertumbuhan Ekonomi ………... 8
2.2 Pertumbuhan Ekonomi Regional ……….... 10
2.2.1 Model Export – Base ………... 10
2.2.2 Model Neo Klasik ……….. 11
2.2.3 Model Cummulative Causation ………. 12
2.2.4 Model Core Periphery ……….... 12
2.3 Pembangunan Ekonomi Regional ……… 12
2.4 Pembangunan Ekonomi Daerah ………... 14
2.5 Ketimpangan Distribusi Antar Wilayah ……….. 15
2.6 Dampak Ketimpangan Pembangunan ……….. 19
2.7 Teori Basis Ekonomi ……….... 22
2.8 Tipologi Klassen ……….. 25
2.9 Penelitian Terdahulu ………... 27
BAB III: METODE PENELITIAN ……….. 30
3.1 Ruang Lingkup Penelitian ……….... 30
3.2 Jenis dan Sumber Data ………. 30
3.3 Metode Analisis Data ……… 30
3.3.1 Analisis Locational Quotient (LQ) ………... 30
3.3.2 Tipologi Klassen ……….. 31
3.3.3 Analisis Ketimpangan Antar Daerah ………... 32
3.3.4 Kurva U-Terbalik Kuznets ……….. 32
3.4 Defenisi Operasional ……… 33
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 34
(10)
4.1.2 Pembagian Wilayah Administrasi ……… 35
4.1.3 Pembagian Wilayah Pembangunan Di Sumatera Utara ……… 37
4.1.4 Penduduk dan Tenaga Kerja ………. 38
4.1.5 Perkembangan PDRB di Sumatera Utara ………. 41
4.2 Analisis dan Pembahasan ………. 43
4.2.1 Analisis Disparitas Pendapatan/Indeks Williamson ……….. 43
4.2.1.1 Analisis Williamson di Wilayah Pantai Timur ……….... 46
4.2.1.2 Analisis Williamson di Wilayah Dataran Tinggi ……….. 47
4.2.1.3 Analisis Williamson di Wilayah Pantai Barat ……….. 48
4.2.1.4 Analisis Williamson di Wilayah Pantai Selatan ……… 49
4.2.2 Analisis Locational Quotient (LQ) ……… 50
4.2.2.1 Analisis LQ di Wilayah Pantai Timur …… 52
4.2.2.2 Analisis LQ di Wilayah Dataran Tinggi … 54
4.2.2.3 Analisis LQ di Wilayah Pantai Barat …….. 55
4.2.2.4 Analisis LQ di Wilayah Pantai Selatan …… 57
4.2.3 Tipologi Klassen ………. 58
4.2.4 Hipotesis Kuznets ………... 62
4.2.4.1 Hipotesis Kuznets Di Wilayah Pembangunan di Sumatera Utara ……… 62
4.2.4.2 Hipotesis Kuznets Di Wilayah Pantai Barat……… 63
4.2.4.3 Hipotesis Kuznets Di Wilayah Pantai Selatan ……… 64
4.2.4.4 Hipotesis Kuznets Di Wilayah Pantai Timur ………. 65
4.2.4.5 Hipotesis Kuznets Di Wilayah Dataran Tinggi ... 66
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ………. 66
5.1 Kesimpulan ………. 66
5.2 Saran ……….. 67
DAFTAR PUSTAKA ……… 68
(11)
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 PDRB Sumatera ADHK 2000 Tahun 2004 - 2008 ………… 3 1.2 PDRB Perkapita di 4 Wilayah Pembangunan di Sumatera
Utara Tahun 2009……… 4 2.1 Klasifikasi Tipologi Klassen ……….. 26 3.1 Klasifikasi Tipologi Klassen Pendekatan Wilayah ………… 30 4.1 Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun
2010……… 35 4.2 Jumlah Penduduk, Kepadatan dan Distribusi Penduduk
Sumatera Utara Menurut Kabupaten Kota Tahun 2010 …… 38 4.3 Persentase Penduduk usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Di Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2006 – 2010………... 39 4.4 PDRB Sumatera Utara ADHK 2000 Tahun 2006 – 2010 …. 40 4.5 Indeks Williamson Sumatera Utara Tahun 2006 -2010 …… 42 4.6 Indeks Williamson di Wilayah Pantai Timur Sumatera
Utara Tahun 2006 – 2010………. 45 4.7 Indeks Williamson di Wilayah Dataran Tinggi Sumatera
Utara Tahun 2006 – 2010……….. 46 4.8 Indeks Williamson di Wilayah Pantai Barat Sumatera
Utara Tahun 2006 – 2010……….. 47 4.9 Indeks Williamson di Wilayah Pantai Selatan Sumatera
Utara Tahun 2006 – 2010……….. 49 4.10 LQ Di empat Wilayah Pembangunan Di Sumatera Utara
Tahun 2006 – 2010……… 50 4.11 LQ Setiap Sektor di Kabupaten Kota di Wilayah
Pantai Timur Tahun 2006 – 2010………. 52 4.12 LQ Setiap Sektor di Kabupaten Kota di Wilayah
Dataran Tinggi Tahun 2006 – 2010... 53 4.13 LQ Setiap Sektor di Kabupaten Kota di Wilayah
Pantai Barat Tahun 2006 – 2010……….. 55 4.14 LQ Setiap Sektor di Kabupaten Kota di Wilayah
Pantai Selatan Tahun 2006 – 2010………. 56 4.15 Tipologi Klassen Tiap Tiap Daerah di Sumatera Utara
Tahun 2006 – 2010……….. 57 4.16 Pendapatan Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi di
Wilayah Maju Pesat (kuadran 1) ………. 58 4.17 Pendapatan Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi di
Wilayah Maju Tertekan (Kuadran 2) ……….. 58 4.18 Pendapatan Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi di
(12)
4.19 Pendapatan Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi di
Wilayah Relatif Tertinggal (Kuadran 4) ……… 60 4.20 Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) dan Pendapatan Perkapita
di Wilayah Pembangunan di Sumatera Utara
(13)
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
4.1 Persentase Kontribusi Persektor di Sumatera Utara
Tahun 2008 -2010 ……… 41
4.2 Indeks Williamson di Sumatera Utara Tahun 2006 - 2010 ……… 43
4.3 Indeks Williamson di Empat Wilayah Pembangunan Di Sumatera Utara Periode 2006 - 2010 ……….. 44
4.4 Hipotesis Kuznets Pantai Barat ……… 62
4.5 Hipotesis Kuznets Pantai Selatan ………. 63
4.6 Hipotesis Kuznets Pantai Timur ………. 64
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1. Indeks Williamson di 4 Wilayah Pembangunan
Di Sumatera Utara Tahun 2006 - 2010 ………. 70 2. Indeks Williamson di Kabupaten/Kota
Di Sumatera Utara tahun 2006 - 2010 ………... 77 3. Analisis LQ di Kabupaten/Kota di Wilayah
Pembangunan di Sumatera Utara tahun 2006 - 2010 …… 80 4. Analisis LQ di 4 Wilayah Pembangunan
(15)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis disparitas pendapatan di Provinsi Sumatera Utara antara Wilayah Pantai Barat, Pantai Timur, Pantai Selatan dan Dataran Tinggi. Disamping itu untuk mengetahui pola dan struktur ekonomi, sektor-sektor ekonomi unggulan serta membuktikan berlakunya hipotesis Kuznets di setiap wilayah pembangunan di Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data sekunder dari tahun 2006-2010. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan alat analisis yang digunakan adalah Indeks Williamson(IW), Locational Quotient (LQ), Tipologi Klassen, dan Hipotesis Kuznets.
Hasil penelitian menunjukkan ketimpangan di Provinsi Sumatera Utara relative sedang (IW > 0,5) sedangkan ketimpangan antar wilayah menunjukkan ketimpangan tertinggi di wilayah Pantai Timur sebesar 0.341675, Pantai Barat sebesar 0.164721, Dataran Tinggi sebesar 0.087357 dan ketimpangan terendah di Pantai Selatan sebesar 0.046183. Analisis sektor basis menunjukkan bahwa di Wilayah Pantai Timur adalah manufaktur dan jasa, sedangkan Pantai Barat, Dataran Tinggi, dan Pantai Selatan basis pada pertanian. Sedangkan hipotesis Kuznets tidak berlaku di semua wilayah pembangunan.
Kata kunci : Ketimpangan Pembangunan, Indeks Williamson, Tipologi Klassen, Hipotesis Kuznets, Location Quotient.
(16)
ABSTRACT
This purpose of the analyzes are for analyzing the income disparity in North Sumatra between West Coast Region, East Coast, South Coast and Highlands. Knowing the pattern and structure of economy, leading economic sectors and proving validity of Kuznets hypothesis in every area of development in north sumatra. This research uses secondary data from the years 2006 -2010. The procesing of collecting data used Microsoft Excel program and analysis tools are used Williamson index (IW), locational Quotient (LQ), Typology Klassen, and Kuznets hypothesis.
The results showns disparity of income distribution in the province of North Sumatra is relatively moderate (IW> 0.5) while the regional disparity showed the highest disparity in East Coast with the disparity 0.341675, West Coast 0.164721, Highlands 0.087357 and the lowest disparity in the South Coast 0.046183. Analyze of base sector shows the base sector in East Coast is Manufacturing and services, West Coast, Highlands and South Coast is agriculture. Kuznets hypothesis does not apply in all areas of development.
Keywords: Income Dispartiy, Williamson Index, Typology Klassen, Kuznets Hypothesis, Location Quotient.
(17)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,1985). Sedangkan tujuan pembangunan sendiri adalah menciptakan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, dan mengurangi ketimpangan dan pengangguran.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru, serta merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Lincolin Arsyad, 1999:108). Indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah dapat dilihat dari tingginya pertumbuhan ekonomi. Inilah yang membuat daerah menetapkan pertumbuhan ekonomi daerahnya setinggi-tingginya. Tingginya pertumbuhan ekonomi sendiri dapat dilihat dari perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) disuatu daerah (Tulus Tambunan, 2003). Namun tingginya PDRB disuatu daerah belum menjamin meratanya distibusi pendapatan antar daerah. Bahkan sebaliknya, perbedaan tingkat pendapatan antar daerah menimbulkan disparitas atau ketimpangan
Terjadinya ketimpangan yang semakin melebar pada akhirnya menimbulkan kerawanan-kerawanan finansial, sosial, ekonomi dan politik, yang pada akhirnya melahirkan krisis multidimensi yang sulit diatasi.
(18)
Ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah atau kawasan terjadi dalam bentuk buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya sehingga menciptakan inefisiensi dan tidak optimalnya pembangunan ekonomi di wilayah tersebut. Selain itu potensi konflik menjadi sedemikian besar diakibatkan daerah yang dulunya belum tersentuh pembangunan mulai menuntut haknya. (Anwar,2005).
Ketimpangan yang paling lazim dibicarakan adalah ketimpangan ekonomi. Ketimpangan ekonomi sering digunakan sebagai indikator untuk menentukan perbedaan pendapatan perkapita rata-rata antar kelompok tingkat pendapatan, antar kelompok lapangan kerja, dan atau antar wilayah. Pendapatan perkapita rata-rata suatu daerah dapat disederhanakan menjadi PDRB dibagi dengan jumlah penduduk. Cara lain yang bisa digunakan adalah dengan mendasarkan kepada pendapatan personal yang didekati dengan pendekatan konsumsi (Widiarto,2001).
Fenomena ketimpangan pendapatan juga terjadi di Sumatera Utara. Ketimpangan dalam pembangunan antar daerah didalam wilayah bukan hanya disebabkan perbedaan demografis ditiap daerah. Kemampuan daerah dalam menentukan sektor unggulan serta mengoptimalkan sumber-sumber potensial juga menjadi penting dalam peningkatan pembangunan daerah. Kemampuan daerah dalam melihat dan mengoptimalkan sektor unggulan inilah yang nantinya akan menjadikan sektor basis dalam meningkatkan perekonomian daerah tersebut.
Sumatera Utara sebagai salah satu dari provinsi di Pulau Sumatera memiliki tingkat pertumbuhan PDRB yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
(19)
provinsi-provinsi lain di Pulau Sumatera. Hal ini dapat dilihat dari data pertumbuhan PDRB Sumatera Utara yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Tabel 1.1
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi 2004 – 2008 (Milyar Rupiah)
No Provinsi 2004 2005 2006 2007 2008 1 NAD 40.374,3 36.287,9 36.853,9 35.983,1 34.085,5 2 Sumatera Utara 83.329,9 87.897,8 93.347,4 99.792,3 106.172,4 3 Sumatera Barat 27.578,1 29.139,5 30.949,9 32.913,0 35.007,0 4 Riau 75.216,7 79.287,6 83.370,9 86.213,3 91.085,4 5 Jambi 11.953,8 12.620,0 13.363,6 14.275,2 15.296,7 6 Sumatera Selatan 47.344,4 49.633,5 52.214,8 55.262,1 58.080,0 7 Bengkulu 5.896,2 6.239,4 6.610,6 7009,0 7.354,4 8 Lampung 28.262,3 29.397,2 30.861,4 32.694,9 34.414,7 9 Kep. Bangka Belitung 8.414,9 8.707,3 9.053,6 9.464,5 9.884,6 10 Kep. Riau 28.509,0 30.381,5 32.441,0 34.713,8 37.021,4 Sumatera 356.878,9 369.611,7 389.067,1 408.321,2 428.402,2
Sumber : BPS Sumatera Utara
Tingginya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara tidak berdampak signifikan terhadap pemerataan pendapatan di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini terlihat dari masih tingginya disparitas pendapatan ditiap-tiap daerah di Provinsi Sumatera Utara. Dengan kata lain apa yang diharapkan dari efek cucuran kebawah (Trickle Down Effect) dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak dirasakan oleh masyarakat dibeberapa wilayah di Provinsi Sumatera Utara.
Provinsi Sumatera Utara dalam mempercepat pembangunan dibagi menjadi empat wilayah pembangunan. yakni Pantai Barat yang terdiri dari Kabupaten Nias, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Mandailing Natal dan Kota Sibolga. Pantai Timur yang terdiri dari Kabupaten Langkat, Deli Serdang, serta Kota Tebing Tinggi, Medan dan Binjai. Wilayah Pantai Selatan yang terdiri dari Kabupaten Asahan, Labuhan Batu dan Kota Tanjung Balai. Sedangkan Wilayah Dataran
(20)
Tinggi terdiri dari Kabupaten Tapanuli Utara, Toba Samosir, Simalungun, Karo, Dairi serta Kota Pematang Siantar. (Iskandar Raja Rambe, 2010)
Namun dalam perkembangannya ditiap-tiap wilayah pembangunan muncul ketidakmerataan pendapatan yang berbeda-beda baik didalam wilayah pembangunan maupun antar wilayah pembangunan. Perbedaan dalam pendapatan ini yang menimbulkan ketimpangan antar daerah.
Tabel 1.2
PDRB Perkapita di 4 Wilayah Pembangunan di Sumatera Utara Tahun 2009 (Rupiah)
Region PDRB Perkapita Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Wilayah Pantai Barat
Nias 3.648.042 6.62
Mandailing Natal 4.450.097 6.4
Tapanuli Selatan 6.407.829 4.05
Tapanuli Tengah 3.695.410 5.76
Sibolga 8.257.508 5.7
Rata Rata 4.626.603 5.71
Wilayah Dataran Tinggi
Tapanuli Utara 5.528.232 4.98
Toba Samosir 9.670.950 5.3
Simalungun 6.466.547 4.92
Dairi 7.235.739 4.72
Karo 9.195.334 5.17
Pematang Siantar 8.231.412 5.36
Rata Rata 7.721.369 5.71
Wilayah Pantai Timur
Deli Serdang 7.849.796 5.55
Langkat 7.068.080 5.04
Tebing Tinggi 7.646.719 5.95
Medan 16.023.415 6.55
Binjai 7.813.795 5.87
Rata Rata 9.280.361 5.79
Wilayah Pantai Selatan
Labuhan Batu 7.598.298 4.88
Asahan 7.736.253 4.67
Tanjung Balai 8.714.101 4.17
Rata Rata 8.016.217 4.57
(21)
Perbedaan tingkat pendapatan di tiap-tiap daerah mengindikasikan adanya ketimpangan pendapatan antar daerah di wilayah pembangunan di Provinsi Sumatera Utara. Dari tabel 1.2 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendapatan di wilayah Pantai Timur cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah Pantai Barat, Pantai Selatan dan wilayah Dataran Tinggi. Disamping itu juga terdapat perbedaan dalam laju pertumbuhan ekonomi di tiap-tiap wilayah yang menunjukkan pemerataan pendapatan masih belum terjadi diwilayah tersebut.
Ketidakmerataan yang menyebabkan ketimpangan ini merupakan masalah yang harus dicarikan penyelesaiannya. Untuk itu penulis tertarik untuk mengetahui seberapa besar ketimpangan yang terjadi antara wilayah pembangunan. Untuk itu penelitian skripsi ini mengambil judul “Analisis Disparitas Pendapatan di Sumatera Utara” (Studi Kasus :Wilayah Pantai Timur, Pantai Barat, Pantai Selatan dan Dataran Tinggi di Sumatera Utara).
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang diuraikan di atas, maka ada beberapa rumusan masalah yang dapat digunakan sebagai dasar kajian dalam penelitian yang akan dilakukan.
Adapun masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana ketimpangan pendapatan antar wilayah yang terjadi di Wilayah Pantai Barat, Pantai Timur, Dataran Tinggi dan Pantai Selatan Di Provinsi Sumatera Utara ?
(22)
2. Seberapa besar ketimpangan pendapatan yang terjadi di Wilayah Pantai Barat, Pantai Timur, Dataran Tinggi dan Pantai Selatan di Provinsi Sumatera Utara?
3. Apa saja yang menjadi sektor–sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi di wilayah Pantai Barat, Pantai Timur, Dataran Tinggi dan Pantai Selatan di Provinsi Sumatera Utara?
4. Apakah Hipotesis Kuznets berlaku di setiap wilayah pembangunan di Provinsi Sumatera Utara?
I.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis ketimpangan pendapatan antar wilayah pembangunan di Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk menganalisis perbandingan ketimpangan antar wilayah pembangunan di Provinsi Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui sektor unggulan di empat wilayah pembangunan di Provinsi Sumatera Utara.
4. Untuk menguji Hipotesis Kuznets di setiap wilayah pembangunan di Sumatera Utara.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian skripsi ini diharapkan memberi manfaat, antara lain :
1. Sebagai bahan studi, literatur, dan tambahan ilmu pengetahuan bagi kalangan akademisi, peneliti, dan mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama
(23)
Departemen Ekonomi Pembangunan yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
2. Sebagai tambahan, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada terutama menyangkut topik yang sama.
3. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang didalami.
4. Diharapkan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan pembangunan daerah untuk menyusun rencana pembangunan dimasa yang akan datang.
(24)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung mengambarkan tingkat perekonomian yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan dimasa yang akan datang.
Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan, dan hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat dinikmati masyarakat sampai lapisan paling bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah. Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi yang terjadi secara riil dari tahun ke tahun tergambar melalui penyajian PDRB atas dasar harga konsumen secara berkala, yaitu pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan adanya penurunan. Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan terjadinya pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relative rendah produktivitasnya ke kegiatan yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi secara potensial cenderung meningkatkan produktivitas pekerja, dan meningkatkan skala usaha.
Kuznets (1966) mendefenisikan pertumbuhan ekonomi sebagai “kenaikan jangka panjang dalam kemampuan negara untuk menyediakan semakin banyak
(25)
barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang di perlukan”.
Dalam pertumbuhan ekonomi ada beberapa kompenen penting yang perlu dianalisis yaitu:
1. Akumulasi modal
Akumulasi modal meliputi semua investasi baru pada tanah, peralatan listrik dan sumber daya manusia. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan masyarakat diinvestasikan dengan tujuan memperbesar output. Pabrik baru, mesin peralatan, dan material meningkatkan stock modal secara fisik suatu negara dan memungkinkan tercapainya peningkatan output. Investasi produktif ini juga dilengkapi dengan infrastruktur social ekonomi yaitu: Jalan, listrik, air, sanitasi, komunikasi dan sebagainya guna menunjang perekonomian secara terpadu.
2. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja.
Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja dianggap sebagai faktor positif dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar akan meningkatkan luasnya pasar domestik.
3. Kemajuan teknologi
Dalam pengertian yang paling sederhana, kemajuan teknologi terjadi karena ditemukannya cara baru atau perbaikan cara penyelesaian tugas tradisional. Kemajuan tekhnologi yang netral terjadi apabila penggunaan teknologi berhasil mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama. Kemajuan teknologi hemat pekerja terjadi
(26)
apabila dengan menggunakan jumlah input pekerja dan modal akan dicapai input yang lebih tinggi sedangkan kemajuan teknologi hemat modal akan menghasilkan produksi padat karya yang lebih efisien.
2.2 Pertumbuhan Ekonomi Regional
Pertumbuhan regional adalah produk dari banyak faktor, sebagian bersifat intern dan sebagian lainnya bersifat ekstern dan sosio politik. Faktor faktor yang berasal dari daerah itu sendiri meliputi distribusi faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal, sedangkan salah satu penentu ekstern yang penting adalah tingkat permintaan dari daerah daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Teori pertumbuhan ekonomi regional menitikberatkan pada keuntungan lokasi, aglomerasi migrasi, dan arus lalu lintas modal antar wilayah.
Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi regional yang lazim dikenal, yaitu:
2.2.1Model Export – Base
Pada teori ini mendasarkan pandangannya dari sudut teori lokasi. Dimana pertumbuhan ekonomi suatu region akan ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi dan dapat digunakan oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi tersebut umumnya berbeda-beda setiap region hal ini tergantung pada keadaan geografi daerah setempat.
Pertumbuhan ekonomi daerah ditentukan oleh eksploitasi kemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis ekspor daerah yang bersangkutan yang juga dipengaruhi oleh tingkat permintaan eksternal dari daerah-daerah lain. Pendapatan diperoleh dari penjualan ekspor akan mengakibatkan berkembangnya kegiatan
(27)
kegiatan penduduk setempat, perpindahan modal dan tenaga kerja, keuntungan keuntungan eksternal, dan pertumbuhan regional lebih lanjut.
Ini berarti untuk meningkatkan pertumbuhan suatu region, strategi pembangunnya harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang dimilikinya dan tidak harus sama dengan staregi pembangunan ditingkat nasional.
2.2.2Model Neo Klasik
Kelompok ini mendasarkan analisanya pada peralatan fungsi produksi. Unsur unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal dan tenaga kerja. Adapun kekhususan teori ini adalah dibahasnya secara mendalam pengaruh perpindahan penduduk (migrasi) dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan ekonomi regional.
Suatu kesimpulan menarik dari model neo klasik adalah bahwa terdapat suatu hubungan antara tingkat pertumbuhan suatu negara dengan perbedaan kemakmuran daerah (regional disparity) pada negara yang bersangkutan. Pada saat proses pembangunan baru dimulai (negara-negara sedang berkembang), tingkat perbedaan kemakmuran antar wilayah cenderung tinggi (divergence), sedangkan bila proses pembangunan telah berjalan dalam waktu lama (negara yang telah berkembang), maka perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah cenderung menurun (convergence) hal ini disebabkan pada negara yang sedang berkembang lalu lintas modal masih belum lancar sehingga proses penyesuaian kearah tingkat keseimbangan pembangunan belum dapat terjadi. Masih belum lancarnya fasilitas pembangunan dan komunikasi serta kuatnya tradisi yang menghalangi mobilitas penduduk biasanya merupakan faktor utama yang menyebabkan belum lancarnya
(28)
arus perpindahan orang dan modal antar daerah. Sedangkan pada negara-negara yang telah maju proses penyesuaian tersebut dapat terjadi dengan lancar karena telah sempurnanya fasilitas-fasilitas perhubungan dan komunikasi.
2.2.3Model Cummulative Causation
Teori ini berpendapat bahwa peningkatan pemerataan pembangunan antar daerah tidak dapat hanya diserahkan pada kekuatan pasar (market mechanism), tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah dalam bentuk program program pembagunan regional, terutama untuk daerah-daerah yang relative terbelakang. 2.2.4Model Core Periphery
Teori ini menekankan analisanya pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara pembangunan perkotaan (Core) dan desa (Periphery) menurut teori ini, gerak langkah pembangunan daerah perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa sekitarnya. Sebaliknya corak pembangunan daerah pedesaan tersebut juga sangat ditentukan oleh arah pembangunan perkotaan dengan demikian aspek interaksi antar daerah (spatial interaction) sangat ditonjolkan.
2.3 Pembangunan Ekonomi Regional
Pertumbuhan ekonomi daerah yang berbeda-beda intensitasnya akan menyebabkan ketimpangan atau disparitas ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar daerah. Myrdal dan Friedman (1976) menyebutkan bahwa pertumbuhan atau perkembangan daerah akan menuju kepada divergensi.
Hirschman(1958) mengemukakan konsep pengembangan wilayah menyatakan bahwa dalam suatu wilayah atau daerah yang cukup luas hanya
(29)
terdapat beberapa titik-titik pertumbuhan (growth center), dimana industri berada pada suatu kelompok daerah tertentu sehingga menyebabkan timbulnya daerah pusat dan daerah belakang (hinterland). Untuk mengurangi ketimpangan ini perlu memperbanyak titik-titik pertumbuhan baru.
Pertumbuhan perekonomian daerah sangat ditentukan oleh beberapa faktor internal: Kekuatan daya dukung ekonomi didalam daerah dan faktor eksternal : kekuatan dari luar yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah. Jadi dengan demikian perbedaan laju pertumbuhan antar wilayah menyebabkan terjadinya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan.
North dalam Jhinghan (1990) mengemukakan bahwa pertumbuhan wilayah sangat tergantung pada keberhasilan dari suatu kegiatan yang dilakukan terhadap suatu wilayah yang merupakan hasil pengembangan ekspor baru. Salah satu teori yang mengemukakan pentingnya faktor pendorong dari luar adalah basis ekspor. Inti dari teori basis ekspor adalah bahwa pertumbuhan wilayah bergantung pada permintaan yang datang dari luar wilayah tersebut (exogenous demand), dengan demikian peningkatan atau penurunan ekonomi ditentukan oleh kinerja kegiatan ekspor, yaitu berupa produksi barang dan jasa yang dijual keluar wilayah. North dalam teori Eksport Base menyebutkan bahwa masuknya pertambahan penduduk dan modal yang sangat besar dalam suatu wilayah dapat memberikan sumbangan yang besar dalam pengembangan wilayah.
2.4 Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan
(30)
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Lincolin Arsyad membedakan pengertian daerah (region) berdasarkan tinjauan aspek ekonomi kedalam 3 kategori:
1. Daerah homogen, yakni daerah dianggap sebagai suatu ruang dimana kegiatan ekonomi terjadi dan didalam ruangan tersebut terdapat sifat-sifat yang sama. Kesamaan tersebut antara lain dari segi pendapatan perkapita, sosial budaya, geografis dan lain sebagainya.
2. Daerah nodal, yakni suatu daerah di anggap sebagai ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan.
3. Daerah administratif, yakni suatu ekonomi ruang yang berada dibawah satu administratif tertentu, seperti satu propinsi, kabupaten, kecamatan dan sebagainya. Pengertian daerah disini didasarkan pada pembagian administrative satu negara.
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru.
Menurut teori ekonomi Neoklasik, ada 2 konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas faktor produksi. Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan
(31)
alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa restriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah rendah.
2.5 Ketimpangan Distribusi Pendapatan Antar Wilayah
Pertumbuhan ekonomi harus direncanakan secara komprehensif dalam upaya terciptanya pemerataan hasil hasil pembangunan. Dengan demikian maka wilayah yang awalnya miskin, tertinggal dan tidak produktif akan menjadi lebih produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Strategi inilah yang kemudian dikenal dengan istilah “redistribution with growth”. Pertumbuhan ekonomi daerah yang berbeda-beda intensitasnya akan menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar daerah.
Jeffrey G. Williamson (1965) meneliti hubungan antara disparitas regional dengan tingkat pembangunan ekonomi, dengan mengunakan data ekonomi negara yang sudah maju dan Negara yang sedang berkembang. Ditemukan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi didaerah daerah tertentu. Pada tahap yang lebih “matang” dilihat dari pembangunan ekonomi, tampak adanya keseimbangan antar daerah dan disparitas berkurang secara signifikan .
Williamson mengunakan Williamson indeks (Indeks Williamson) untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah. Indeks Williamson mengunakan PDRB Per kapita sebagai data dasar. Alasannya jelas bahwa yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah bukan tingkat
(32)
kesejahteraan antar kelompok. Formulasi indeks Williamson secara statistik adalah sebagai berikut :
��
=
�(��−�)����
�
0 <Vw<1
Dimana :
VW : Indeks Williamson
Yi : PDRB per kapita di kabupaten / kota i. Y : PDRB per kapita Propinsi Sumatera Utara P i : jumlah penduduk di kabupaten / kota i P : jumlah penduduk propinsi
Iw : 0 ( artinya merata sempurna) Iw : 1 (artinya ketimpangan sempurna)
Angka koefisisen Indeks Williamson adalah sebesar 0 < IW < 1. Jika Indeks Williamson semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil atau semakin merata dan sebaliknya angka yang semakin besar menunjukkan ketimpangan yang semakin melebar. Walaupun indeks ini memiliki kelemahan yaitu sensitive terhadap defenisi wilayah yang digunakan dalam perhitungan artinya apabila ukuran wilayah yang digunakan berbeda maka akan berpengaruh terhadap hasil perhitungannya, namun cukup lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Banyak studi yang menganalisis faktor penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar provinsi atau wilayah di Indonesia. Dan Tambunan (2001) menyimpulkan bahwa faktor penyebab ketimpangan ekonomi antar daerah adalah.
(33)
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi pada pada suatu daerah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Dimana ekonomi dari daerah dengan dengan tingkat konsentrasi ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat dan sebaliknya. 2. Alokasi Investasi
Teori Harrod Dommar menunjukkan ada korelasi postif antara tingkat investasi dan laju pertumbuhan ekonomi, dapat dikatakan bahwa kurangnya Investasi disuatu wilayah akan menyebabkan wilayah tersebut sulit berkembang dan menyebabkan rendahnya pendapatan perkapita diwilaah tersebut. Hal itu dikarenakan tidak adanya kegiatan ekonomi produktif. 3. Tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah
Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal akan menyebabkan ketimpangan antar daerah. Jika perpindahan faktor produksi faktor produksi tanpa hambatan maka akhirnya pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai.
4. Perbedaan SDA antar provinsi
Menurut dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa daerah yang kaya akan SDA akan lebih cepat maju dibandingkan dengan daerah yang miskin dengan SDA
5. Perbedaan kondisi demografis antar wilayah
Ketimpangan ekonomi regional di daerah juga disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis ditiap kabupaten kota. Dalam hal ini pertumbuhan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat, dan etos kerja.
(34)
Faktor faktor ini mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lewat sisi permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin yang tinggi, dan etos kerja yang tinggi merupakan asset penting bagi produksi.
6. Kurang lancarnya perdagangan antar provinsi
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga merupakan salah satu unsur yang menyebabkan ketimpangan antar daerah. Dimana ketidaklancaran itu disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi.
2.6 Dampak Ketimpangan Pembangunan
Ketimpangan pembangunan memberikan dampak terhadap daerah dan masyarakat. Adapun yang menjadi dampak dari ketimpangan tersebut adalah(www.bappenas.go.id) :
1. Banyak wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan
Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum banyak tersentuh oleh program program pembangunan sehingga akses terhadap pelayan sosial, ekonomi dan politik masih sangat terbatas serta terisolir dari wilayah sekitar. Oleh karena itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di wilayah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan pembangunan yang besar dari pemerintah.
(35)
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah tertinggal, termasuk yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil antara lain :
a. Terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal dengan wilayah yang relative maju
b. Kepadatan penduduk relative rendah dan tersebar
c. Kebanyakan wilayah-wilayah ini miskin sumber daya, khususnya sumber daya alam dan manusia.
d. Belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan daerah secara langsung.
e. Belum kuatnya dukungan sektor terkait untuk pengembangan wilayah wilayah ini
2. Belum berkembangnya wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh
Banyak wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi strategis belum dikembangkan secara optimal. Hal ini disebabkan, antara lain: (a) adanya keterbatasan informasi pasar dan teknologi untuk pengembangan produk unggulan; (b) belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku pengembangan kawasaan di daerah; (c) belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak pada petani dan pelaku swasta; (d) belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah; (e) masih lemahnya koordinasi, sinergi dan kerjasama diantara pelaku-pelaku pengembangan kawasan baik pemerintah, swasta,
(36)
lembaga non pemerintah dan masyarakat serta antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam upaya meningkatkan daya saing produk unggulan; (f) masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran dalam upaya mengembangkan peluang usaha dan kerja sama investasi; (g) keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah; serta (h) belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerja sama antar wilayah maupun antar negara untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.
Sebenarnya, wilayah strategis dan cepat tumbuh ini dapat dikembangkan secara lebih cepat, karena memiliki produk unggulan yang berdaya saing. Jika sudah berkembang, wilayah-wilayah tersebut diharapkan dapat berperan sebagai penggerak bagi pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah sekitarnya yang miskin sumber daya dan masih terbelakang
3. Wilayah perbatasan dan terpencil kondisinya masih terbelakang
Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Namun demikian, pembangunan di beberapa wiayah perbatasan masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan pembangunan di wilayah negara tetangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah ini umumnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Hal ini
(37)
mengakibatkan timbulnya berbagai kegiatan ilegal di daerah perbatasan yang dikhawatirkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerawanan sosial.
Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah perbatasan adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi “inward looking” sehingga seolah-olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan daerah. Akibatnya, wilayah-wilayah perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan oleh pemerintah. Sementara itu daerah-daerah pedalaman yang ada juga sulit berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau. Diantaranya banyak yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya, serta belum tersentuh oleh pelayanan dasar pemerintah
4. Kesenjangan pembangunan antara kota dan desa
Ketimpangan pembangunan mengakibatkan adanya kesenjangan antara daerah perkotaan dengan pedesaan, yang diakibatkan oleh : (a) investasi ekonomi cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan; (b) kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi di pedesaan; (c) peran kota yang diharapakan dapat mendorong perkembangan pedesaan, justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan pedesaan.
5. Pengangguran, kemiskinan dan rendahnya kualitas sumber daya manusia Dampak utama dari ketimpangan pembangunan adalah pengangguran, kemiskinan dan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Dampak ini
(38)
merupakan dampak turunan dari kurangnya lapangan kerja di suatu daerah bersangkutan, yang disebabkan kurangnya investasi baik dari pemerintah maupun swasta, dan mengakibatkan terjadinya pengangguran. Jika pengangguran terjadi maka biasanya disusul terjadinya kemiskinan. Kemiskinan mengakibatkan kualitas sumber daya manusia (generasi berikutnya) cenderung rendah, karena terbatasnya kemampuan untuk menikmati pendidikan akibat rendahnya pendapatan masyarakat bahkan cenderung tidak ada sama sekali, sehingga masyarakat lebih fokus untuk memenuhi kebutuhan yang paling krusial yaitu makanan dan minuman.
2.7 Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi merupakan salah satu teori atau pendekatan yang bertujuan untuk menjelaskan perkembangan dan pertumbuhan wilayah. Ide pokoknya adalah beberapa aktivitas ekonomi didalam suatu wilayah secara khusus merupakan aktivitas-aktivitas basis ekonomi, yaitu dalam arti pertumbuhannya memimpin dan menentukan perkembangan suatu wilayah secara keseluruhan, sementara aktivitas-aktivitas lainnya yang non basis adalah secara sederhana merupakan konsekuensi dari keseluruhan perkembangan wilayah tersebut (Hoover and Giarratani,1984). Dengan demikian perekonomian wilayah dapat dibagi menjadi 2 yaitu aktivitas basis dan aktivitas non basis.
Glasson (1978) menyatakan bahwa aktivitas-aktivitas basis adalah aktivitas yang mengekspor barang-barang dan jasa keluar ketempat-tempat diluar batas perekonomian wilayah yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang-orang dari luar perekonomian masyarakat yang
(39)
bersangkutan. Sedangkan aktivitas non basis adalah aktivitas aktivitas yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang orang yang bertempat tinggal didalam batas batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Ruang lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis terutama adalah wilayah yang bersangkutan atau bersifat lokal.
Dalam bahasan teori basis sektor, aktivitas-aktivitas atau industri-industri yang mengekspor kedaerah lain merupakan basis ekonomi atau sektor basis dari daerah yang bersangkutan. Bila permintaan terhadap ekspor daerah tersebut meningkat, maka sektor basis itu akan berkembang. Hal ini pada gilirannya akan mendorong suatu perluasan didalam aktivitas aktivitas pendukung sektor non basis. Fenomena inilah yang menjadi pokok perhatian dari analisis teori basis ekonomi.
Dalam menentukan sektor basis dan non basis dapat dilakukan dengan beberapa metode yang dapat digunakan. Richardson (1977) mengemukankan bahwa yang menentukan kegiatan basis dan bukan basis digunakan metode lansung untuk mengetahui sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat menentukan sektor basis secara tepat, namun metode ini memiliki beberapa kelemahan yakni, memerlukan waktu, biaya dan tenaga kerja lebih banyak. Sehingga pakar ekonomi wilayah mengunakan metode tidak langsung yakni, 1). Metode arbiter, 2). Metode Location Quatient (LQ), dan 3). Metode kebutuhan minimum. Dari 3 metode tersebut Glason menyarankan mengunakan metode LQ dalam menentukan kegiatan basis dan non basis.
Location Quotient (koefisien lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peran suatu sektor disuatu kabupaten / kota
(40)
terhadap besarnya peran sektor tersebut di provinsi. Secara matematis perbandingan ini dapat ditulis sebagai berikut
��
=
��
����
��
����
′
Dimana : xi : Nilai tambah sektor di tingkat Kabupaten i PDRB : Produk Domestik Regional Bruto daerah tersebut Xi : Nilai tambah sektor di tingkat Propinsi
PDRB ’ : PDRB di tingkat Propinsi.
Apabila LQ > 1 artinya peranan sektor tersebut di kabupaten/kota tersebut lebih menonjol daripada peranan sektor tersebut di provinsi. Sebaliknya apabila , LQ < 1 maka peran sektor tersebut di kabupaten/kota lebih kecil dibandingkan dengan di provinsi. LQ > 1 menunjukkan bahwa bahwa peran sektor cukup menonjol didaerah tersebut sekaligus menunjukkan bahwa daerah tersebut surplus akan produk tersebut dan mengekspornya kedaerah lain. Daerah hanya mungkin mengekspor produk kedaerah lain dikarenakan daerah tersebut mampu menghasilkan produk tersebut lebih murah dan efisien. Atas dasar itu LQ >1 menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki keunggulan komparatif untuk sektor i. dimaksud.
2.8 Tipologi Klassen
Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional, yaitu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pada pengertian ini, Tipologi Klassen dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan atau nasional dan
(41)
membandingkan pertumbuhan PDRB perkapita daerah dengan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau PDB perkapita (secara nasional)
Alat analisis Tipologi Klassen merupakan gabungan atau perpaduan antara alat analisis hasil bagi lokasi atau Location Quotient (LQ) dengan Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Tipologi Klassen dapat digunakan melalui dua pendekatan, yaitu sektoral maupun daerah. Data yang biasa digunakan dalam analisis ini adalah data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Tipologi Klassen dengan pendekatan wilayah menghasilkan empat kuadran dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut (Sjafrizal, 1997).
1. Daerah yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran daerah dengan laju pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan memiliki pertumbuhan PDRB per kapita (gki) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (gk). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi>g dan gki>gk.
2. Daerah maju tapi tertekan (Kuadran II). Daerah yang berada pada kuadran ini memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g), tetapi memiliki pertumbuhan PDRB per kapita (gki) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (gk). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi<g dan gki>gk.
(42)
3. Daerah yang masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran untuk daerah yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g), tetapi pertumbuhan PDRB per kapita daerah tersebut (gki) lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (gk). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi>g dan gki<gk.
4. Daerah relatif tertingggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh daerah yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan sekaligus pertumbuhan PDRB per kapita (gki) yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (gk).
Klasifikasi menurut daerah dapat dilihat pada Tabel 2.1 : Tabel 2.1
Klasifikasi Tipologi Klassen Pendekatan Wilayah
Kuadran I
Daerah maju dan tumbuh dengan pesat
gi>g dan gki>gk.
Kuadran II
Daerah maju tapi tertekan gi<g dan gki>gk.
Kuadran III Daerah yang masih dapat berkembang dengan pesat
gi>g, gki<gk
Kuadran IV Daerah relatif tertinggal
(43)
2.9 Penelitian terdahulu
Penelitan tentang disparitas daerah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti yakni: Hera Pramesti Putri (2010) meneliti tentang disparitas pendapatan Kabupaten Kendal (Studi kasus: Dataran Rendah Dan Dataran Tinggi. Indeks Williamson (IW) pada daerah Dataran Rendah selama periode 2002-2006 cenderung menurun dengan rata-rata IW sebesar 0,523 dan pada daerah Dataran Tinggi mengalami fluktuasi dengan rata IW sebesar 0,194. Dengan pengujian hipotesis Kuznets disimpulkan bahwa hipotesis Kuznets tidak berlaku pada daerah Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Kabupaten Kendal tahun 2002-2006. Selain itu Berdasarkan analisis Location Quotient (LQ) sektor unggulan pada daerah Dataran Rendah adalah sektor pengangkutan dan komunikasi; dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor unggulan pada daerah Dataran Tinggi adalah sektor pertanian.
Alisjahbana dan Akita (2002), melakukan studi tentang ketimpangan pendapatan regional dengan membandingkan Cina dan Indonesia. Dengan menggunakan indeks Entrophy Theil, hasil studi menunjukkan bahwa di Cina, ketimpangan meningkat dari sebesar 0,230 pada tahun 1995 menjadi 0,235 pada tahun 1997 dan kemudian terjadi peningkatan lagi pada tahun 1998 menjadi 0,249. Sedangkan untuk Indonesia, penelitian dilakukan dengan dua periode yaitu tahun 1993-1997 (sebelum krisis) dan tahun 1997-1998 (selama krisis). Hasil studinya menunjukkan bahwa terjadi penurunan ketimpangan selama krisis ekonomi.
Yakin Rahmat Zebua (2011) Melakukan Penelitian mengenai disparitas pembangunan antara Kabupaten Nias dengan Nias Selatan. Hasil analisis menunjukkan ketimpangan yang terjadi di Nias lebih tinggi dari yang terjadi di
(44)
Nias Selatan, walaupun ketimpangannya masih tergolong rendah, dengan analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa kedua daerah termasuk daerah yang relative tertinggal. Hipotesis Kuznets berlaku berlaku di kedua daerah, dimana kedua daerah memiliki sektor unggul yang relative sama yakni pertanian namun pada Kabupaten Nias juga memiliki sektor unggul di sektor jasa.
Chalif Prasetio Wicaksono (2010) melakukan penelitian mengenai disparitas pendapatan antar kabupaten / kota dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 – 2007. Hasil analisis yang mengunakan ketimpangan Williamson dan Indeks Theil menunjukkan bahwa ketimpangan/disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah selama tahun 2003-2007 tergolong tinggi, karena berada diatas ambang batas 0,5. Indeks Theil dan indeks Williamson yang menunjukkan adanya disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa tengah tersebut belum menunjukkan kecenderungan menurun karena masih tergolong tinggi.
(45)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar ketimpangan yang terjadi antara Wilayah Pantai Timur, Pantai Barat, Pantai Selatan dan Wilayah Dataran Tinggi di Provinsi Sumatera Utara. Ketimpangan dalam penelitian ini dihitung mengunakan analisis Indeks Williamson, sektor unggulannya melalui analisis Location Quotient (LQ). Setelah diketahui sektor unggulannya maka daerah diklasifikasikan lagi untuk melihat laju pertumbuhan ekonominya melalui Tipologi Klassen. Sehingga bisa dibandingkan bagaimana ketimpangan pada wilayah pembangunan diatas.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yakni data berupa angka-angka. Sedangkan sumber data yang digunakan merupakan data sekunder yang diambil dari BPS Sumatera Utara 2006 – 2010.
3.3 Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini digunakan beberapa alat analisis yang digunakan.yakni : 3.3.1Analisis Location Quotient (LQ)
Location Quotient(koefisien lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peran suatu sektor disuatu kabupaten/kota terhadap besarnya peran sektor tersebut di provinsi. Secara matematis perbandingan ini dapat ditulis sebagai berikut:
(46)
�� = �� ����
��
����′
Dimana : xi : Nilai tambah sektor di tingkat Kabupaten i PDRB : Produk Domestik Regional Bruto daerah tersebut Xi : Nilai tambah sektor di tingkat Propinsi
PDRB : PDRB di tingkat Propinsi.
Apabila LQ > 1 artinya peranan sektor tersebut di kabupaten/kota tersebut lebih menonjol daripada peranan sektor tersebut di provinsi. Sebaliknya apabila, LQ < 1 maka peran sektor tersebut di kabupaten/kota lebih kecil dibandingkan dengan di provinsi.
3.3.2Tipologi Klassen
Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional. Perhitungan Tipologi Klassen dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan atau nasional dan membandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah dengan PDRB perkapita daerah yang menjadi acuan atau PDB perkapita (secara nasional). Klasifikasi daerah menurut tipologi Klassen digambarkan dengan tabel :
Tabel 3.1
Klasifikasi Tipologi Klassen Pendekatan Wilayah Kuadran I
Daerah maju dan tumbuh dengan pesat gi>g dan gki>gk.
Kuadran I
Daerah maju tapi tertekan
gi<g dan gki>gk.
Kuadran III
Daerahcyang masih dapat berkembang dengan pesat
gi>g, gki<gk
Kuadran IV Daerah relatif tertinggal
(47)
3.3.3 Analisis Tingkat Ketimpangan Antar Daerah
Ketimpangan yang terjadi tidak hanya pada pendapatan masyarakat, akan tetapi disparitas juga terjadi terhadap pembangunan antar kabupaten / kota dalam suatu provinsi. Dalam mengukur tingkat disparitas yang terjadi antar wilayah dapat digunakan beberapa alat analisis yakni Indeks Williamson.
- Williamson indeks (Vw) (Sjafrizal, 1997)dapat dirumuskan :
��
=
�(��−�)���
�
�
0 <Vw<1
Dimana :
VW : Indeks Williamson
Yi : PDRB per kapita di kabupaten / kota i. Y : PDRB per kapita Propinsi Sumatera Utara P i : jumlah penduduk di kabupaten / kota i P : jumlah penduduk propinsi
Iw : 0 ( artinya merata sempurna) Iw : 1 (artinya ketimpangan sempurna)
3.3.4 Kurva U - Terbalik oleh Kuznets
Suatu hipotesis U-terbalik (inverted U curve) yang menyatakan bahwa pada awal pembangunan ditandai oleh ketimpangan yang semakin meningkat, namun setelah mencapai pada suatu tingkat pembangunan tertentu, ketimpangan akan semangkin menurun.
Dalam hal ini pembuktian kurva U-terbalik digunakan sebagai berikut (Mudrajat Kuncoro, 2004) Menghubungkan antara angka Indeks Williamson dengan pertumbuhan PDRB Provinsi Sumatera Utara. Dengan indikator apabila kedua angka indeks tersebut menggambarkan kurva U-terbalik, maka teori Kuznets berlaku di Provinsi Sumatera Utara, sebaliknya apabila kedua angka indeks tidak
(48)
menggambarkan kurva U-terbalik, maka teori Kuznets tidak berlaku di Provinsi Sumatera Utara
3.4Defenisi Operasional 1. Wilayah Pembangunan
Wilayah Pembangunan dalam penelitian ini dibagi kedalam 4 kelompok yakni Pantai Barat, Pantai Timur, Pantai Selatan dan Dataran Tinggi di Provinsi Sumatera Utara.
2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
Nilai dari kegiatan perekonomian dapat dilihat pada PDRB Sumatera Utara ADHK 2000.
3. Disparitas Pendapatan
Disparitas pendapatan adalah ketimpangan pendapatan antar daerah, ketimpangan dihitung melalui perhitungan indeks Williamson .
4. Sektor Basis
Sektor basis adalah sektor yang memiliki nilai LQ > 1, dimana laju pertumbuhan dan perkembangan sector lebih besar dari perkembangan sektor secara nasional.
5. Sektor Non Basis
Sektor non basis adalah sektor yang memiliki nilai LQ < 1, dimana laju pertumbuhan dan perkembangan sektor lebih kecil dari perkembangan sektor secara nasional.
(49)
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskriptif Daerah Penelitian 4.1.1 Lokasi dan Keadaan Geografis
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di wilayah bagian barat Indonesia, terletak pada garis lintang 1° - 4º Lintang Utara dan 98º - 100º Bujur Timur. Provinsi Sumatera Utara memiliki luas wilayah mencapai 71.680,8 km2 atau 3.72 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Provinsi Sumatera Utara memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau di Pantai Barat. Berdasarkan pada letak geografisnya Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang memiliki posisi yang strategis pada jalur pelayaran Selat Malaka yang dekat dengan Negara Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Batas batas Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam b. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km2, sebagian besar daratan di Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau Batu dan beberapa pulau kecil, baik dibagian barat maupun di bagian timur pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di Sumatera
(50)
Utara, daerah terluas adalah Kabupaten Mandiling Natal dengan Luas 6.620,70
km2 atau sekitar 9,24 persen dari total luas Sumatera Utara, dikuti Kabupaten Langkat dengan luas 6.263,29 km2 atau 8,74 persen, kemudian Kabupaten Simalungun dengan luas 4.386,60 km2 atau 6,09 persen. Sedangkan daerah dengan luas terkecil adalah Kota Sibolga dengan luas 10,77 km2 atau sekitar 0,02 persen dari total luas wilayah Provinsi Sumatera Utara.
4.1.2 Pembagian Wilayah Administrasi
Administrasi pemerintahan Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota. Selanjutnya kabupaten atau kota terdiri atas 417 kecamatan. Pada administrasi yang paling bawah kecamatan terdiri atas kelurahan untuk daerah perkotaan (urban) dan desa untuk daerah pedesaan (rural). Secara keseluruhan Provinsi Sumatera Utara memiliki 5.744 desa/kelurahan dengan ibukota provinsi di Kota Medan dengan luas 265 km2. Pada tabel 4.1 dapat dilihat 33 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara.
(51)
Tabel 4.1
Kabupaten / Kota Provinsi Sumatera Utara 2010
Kab/kota Ibu Kota
Luas Wilayah (km2)
Kab. Nias Gunung Sitoli 2.011,83
Kab. Mandailing Natal Panyabungan 6.620,70 Kab. Tapanuli Selatan Sipirok 4.352,86 Kab. Tapanuli Tengah Pandan 2.158,00 Kab. Tapanuli Utara Tarutung 3.764,65
Kab. Toba Samosir Balige 2.352,35
Kab. Labuhan Batu Rantau Prapat 9.233,18
Kab. Asahan Kisaran 3.675,79
Kab. Simalungun Pamatang Raya 4.368,60
Kab. Dairi Sidikalang 1.927,80
Kab. Karo Kabanjahe 2.127,25
Kab. Deli Serdang Lubuk Pakam 2.486,14
Kab. Langkat Stabat 6.263,29
Kab. Nias Selatan Teluk Dalam 1.079,61 Kab. Humbang Hasundutan Dolok Sanggul 2.297,20 Kab. Phak-Phak Barat Salak 1.218,30
Kab. Samosir Paguguran 2.433,50
Kab. Serdang Bedagai Sei Rampah 1.913,33
Kab.Batubara Limapuluh 904,96
Kab.Padang Lawas Utara Gunung Tua 3.918,05 Kab. Padang Lawas Sibuhuan 3.892,74 Kab.Labuhan Batu Selatan Kota Pinang 3.116,00 Kab.Labuhan Batu Utara Aek Kanopan 3.571
Kab.Nias Utara Lotu 1.202,78
Kab.Nias Barat Lahomi 546,3
Kota Sibolga Sibolga 10,77
Kota Tanjung Balai Tanjung Balai 61,52 Kota Pematang Siantar Pematang Siantar 79,97
Kota Tebing Tebing Tinggi 38,44
Kota Medan Medan 265,10
Kota Binjai Binjai 90,24
Kota Padang Sidempuan Padang Sidempuan 114,65 Kota Gunung Sitoli Gunung Sitoli 280,78
Sumatera Utara Medan 71.680,68
(52)
4.1.3 Pembagian Wilayah Berdasarkan Wilayah Pembangunan di Provinsi Sumatera Utara.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menjalankan pembangunan berbagai prasarana dan infrastruktur untuk memperlancar perdagangan baik antar kabupaten/kota di Sumatera Utara maupun antara Provinsi Sumatera Utara dan provinsi lainnya. Untuk memudahkan koordinasi pembangunan antar daerah, maka Sumatera Utara dibagi ke dalam empat wilayah pembangunan, yaitu wilayah Pantai Barat, wilayah Dataran Tinggi, wilayah Pantai Timur, dan wilayah Pantai Selatan.
Terdapat empat pembagian wilayah pembangunan yaitu Pantai Barat, Dataran Tinggi, Pantai Timur, dan Pantai Selatan. Wilayah Pantai Barat terdiri atas Kabupaten Nias, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Mandailing Natal, dan Kota Sibolga. Lima kabupaten/kota tersebut tercakup dalam satu wilayah pembangunan yaitu wilayah Pantai Barat karena wilayah-wilayah tersebut memiliki karakter potensi unggulan yang sama dan saling berdekatan satu sama lain sehingga saling berhubungan dengan daerah lain dalam kaitanya dengan masalah pembangunan masing-masing daerah.
Wilayah Dataran Tinggi merupakan satu wilayah pembangunan yang terdiri atas Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, dan Kota Pemantang Siantar. Enam wilayah tersebut memiliki potensi unggulan yang sama dalam pembangunannya yaitu pertanian, perkebunan, industri, dan pariwisata. Keenam daerah tersebut juga secara geografis saling berdekatan.
(53)
Wilayah Pantai Timur adalah wilayah pembangunan yang terdiri atas Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan dan Kota Binjai. Potensi unggulan kelima daerah tersebut pun memiliki potensi yang sama yaitu dibidang perkebunan, pertambangan, industri, perdagangan, dan jasa. Jika dilihat dari perkembangan pembangunan di Provinsi Sumatera Utara, wilayah Pantai Timur merupakan wilayah pembangunan yang paling maju. Dapat dikatakan wilayah yang paling maju dibandingkan daerah pembangunan lainnya karena potensi unggulan sektor ekonomi sudah memasuki sektor unggulan sekunder (perdagangan dan jasa)
Wilayah Pantai Selatan mencakup Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Asahan, dan Kota Tanjung Balai. Kawasan Pantai Selatan juga termasuk salah satu kawasan pembangunan yang cukup maju. Hal ini terlihat dari sektor lapangan usaha yang terdapat di kawasan tersebut yakni perkebunan, industri, dan perdagangan . (Raja Iskandar rambe, 2010 hal 53 – 55)
4.1.4 Penduduk dan Tenaga Kerja
Penduduk dan penyebarannya memegang peran penting dalam pembangunan, dimana dengan banyaknya penduduk di Sumatera Utara akan menjamin tercukupinya kebutuhan tenaga kerja. Selain itu penduduk dalam jumlah yang besar dapat berperan sebagai pasar potensial. Di Sumatera Utara komposisi penduduk di wilayah ini dapat dilihat pada tabel 4.2. Dimana daerah dengan jumlah penduduk terbesar ada di Kota Medan yakni 2.109.339 jiwa dengan distribusi 16,24 persen dari total penduduk Sumatera Utara, sedangkan daerah dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kabupaten Phak phak Barat dengan
(54)
penduduk mencapai 40.481 jiwa. Dengan distribusi 0,31 persen dari total penduduk Sumatera Utara.
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk, Kepadatan, dan Distribusi Penduduk Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota 2010
Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk Kepadatan Distribusi (Orang) (Orang/km2) (Persen)
Nias 132.329 135 1,02
Mandailing Natal 403.894 61 3,11 Tapanuli Selatan 264.108 61 2,03 Tapanuli Tengah 310.962 144 2,39 Tapanuli Utara 278.897 74 2,15 Toba Samosir 172.933 74 1,33 Labuhan Batu 414.417 162 3,19
Asahan 667.563 182 5,14
Simalungun 818.104 187 6,30
Dairi 269.848 140 2,08
Karo 350.479 165 2,70
Deli Serdang 1.789.243 720 13,78
Langkat 966.133 154 7,44
Nias Selatan 289.876 178 2,23 Humbang Hasundutan 171.687 75 1,32 Phak-Phak Barat 40.481 33 0,31
Samosir 119.65 49 0,92
Serdang Bedagai 592.922 310 4,57 Batubara 374.535 414 2,88 Padang Lawas Utara 223.049 57 1,72 Padang Lawas 223.48 57 1,72 Labuhan Batu Selatan 277.549 89 2,14 Labuhan Batu Utara 331.66 94 2,55 Nias Utara 127.53 85 0,98 Nias Barat 81.461 150 0,63 Sibolga 84.444 7841 0,65 Tanjung Balai 154.426 2510 1,19 Pematang Siantar 234.885 2937 1,81 Tebing Tinggi 145.18 3777 1,12 Medan 2.109.339 7957 16,24
Binjai 246.01 2726 1,89
Padang Sidempuan 191.554 1671 1,48 Gunung Sitoli 125.566 268 0,97
Lainnya 881 - 0,01
Sumatera Utara 12.985.075 181 100,00
(55)
Dalam proses pembangunan di wilayah Sumatera Utara tenaga kerja memegang peran yang penting dalam percepatan pembangunan. Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumberdaya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun keatas, dan dibedakan sebagai angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk setiap tahunnya akan mempengaruhi pertumbuhan angkatan kerja. Dalam aplikasinya angkatan kerja akan terserap menjadi tenaga kerja di tiap sektor sektor usaha.
Tabel 4.3
Persentase Penduduk yang Berusia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Sumatera Utara
2006 – 2010 (persen)
Tahun
Sektor 2006 2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 49,64 47,60 47,12 46,72 46,94 2 Pertambangan dan Penggalian 0,24 0,40 0,29 0,4 0,43 3 Industri Pengolahan 7,08 7,60 8,08 8,69 7,43 4 Listrik, Gas dan Air Minum 0,33 0,20 0,17 0,23 0,2 5 Bangunan 3,75 4,80 4,93 5,18 5,00 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 19,21 18,80 20,2 20,04 19,52 7 Pengangkutan &Komunikasi 6,60 6,40 6,12 5,64 5,04 8 Bank dan Lembaga Keuangan 1,35 1,30 1,05 1,05 1,00 9 Jasa Kemasyarakatan 11,18 12,90 12,04 12,06 14,45 Jumlah Total 100 100 100 100 100
Sumber : BPS Sumut
Penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara masih didominasi oleh sektor pertanian, yakni sebesar 46,94 persen pada tahun 2010. Namun perkembangan tren penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian cenderung mengalami penurunan tiap tahunnya. Sedangkan sektor kedua yang berperan dalam penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 19,52
(56)
persen pada tahun 2010. Sektor jasa-jasa kemasyarakatan memberikan kontribusi sebesar 14,45 persen. Bila dilihat dari fluktuasi persentase penyerapan tenaga kerja memperlihatkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbesar di bandingkan dengan sektor lainnya. Atau dengan kata lain sebagian besar penduduk di Sumatera Utara masih bekerja di sektor pertanian. Namun tren yang terus menurun pada sektor pertanian ini menunjukkan bahwa mulai terjadi transformasi sektoral pada lapangan kerja di Sumatera Utara.
4.1.5 Perkembangan PDRB di Sumatera Utara berdasarkan Lapangan Usaha
Pembangunan ekonomi dipandang sebagai kenaikan pendapatan perkapita dan lajunya pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan meningkatnya Produk Domestik Bruto Daerah (PDRB). Dalam penelitian ini peneliti akan membahas perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000 menurut lapangan usaha. Perkembangan PDRB ADHK 2000 dapat di lihat perkembangannya pada tabel 4.4 dibawah :
Tabel 4.4
PDRB Sumatera Utara ADHK 2000 Tahun 2006-2010( Milyar Rp)
Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010
Pertanian 22.724,49 23.856,15 25.300,64 26.526,92 27.875,2 Pertambangan dan galian 1.119,58 1.229,05 1.304,35 1.322,98 1.400,65 Industry 22.470,57 23.615,20 24.305,23 24.977,11 26.105,21 Listrik Air dan gas 738,31 739,92 772,94 816 873,64 Bangunan 6.559,30 6.559,30 7.090,65 7.554,36 8.066,15 Perdagangan, hotel restoran 18.386,28 18.386,28 19.515,52 20.575,43 21.914,84 Pengangkutan dan komunikasi 9.076,56 9.076,56 9.883,24 10.630,44 11.633,9 Keuangan, sewa & jasa keuangan 6.720,62 6.720,62 7.479,84 7.939,21 8.795,15 Jasa jasa 9.609,20 9.609,20 10.519,96 11.216,75 11.976,16
(1)
2009
PDRB Pantai Timur ,i
ΣPDRB Pantai Timur
PDRB SU,i
ΣPDRB SU
PDRB Pantai Timur ,I / ΣPDRB
Pantai Timur
PDRB Pantai Timur,I / ΣPDRB Pantai
Timur LQ
Pertanian 13159540 1.27E+08 54431.19 236353.6 0.103618 0.230296 0.449934
Pertambangan dan galian 2331877 1.27E+08 3329.57 236353.6
Industri Pengolahan 30997595 1.27E+08 55050.58 236353.6
Listrik, Air dan Gas 1487605 1.27E+08 2324.64 236353.6
Bangunan 8508611 1.27E+08 14901.55 236353.6
mabufaktur 43325689 1.27E+08 75606.34 236353.6 0.341145 0.319887 1.066457
Perdagangan, Hotel, Restoran 29414592 1.27E+08 44941.66 236353.6
Pengangkutan &Komunikasi 15615360 1.27E+08 21040.75 236353.6
Keuangan, Persewaan&Jasa Perusahaan 12077375 1.27E+08 15728.68 236353.6
Jasa Jasa 13408147 1.27E+08 24704.99 236353.6
Jasa Jasa 70515475 1.27E+08 106416.1 236353.6 0.555237 0.450241 1.233199
2010
PDRB Pantai Timur ,i
ΣPDRB Pantai Timur
PDRB SU,i
ΣPDRB SU
PDRB Pantai Timur ,I / ΣPDRB Pantai
Timur
PDRB Pantai Timur,I / ΣPDRB Pantai
Timur LQ
Pertanian 15537230 1.46E+08 63181.84 275700.2 0.10612 0.229169 0.463066
Pertambangan dan galian 2664611 1.46E+08 3789.75 275700.2
Industri Pengolahan 35697310 1.46E+08 63293.45 275700.2
Listrik, Air dan Gas 1689301 1.46E+08 2609.89 275700.2
Bangunan 10007047 1.46E+08 17519.79 275700.2
mabufaktur 50058269 1.46E+08 87212.88 275700.2 0.341901 0.316332 1.080829
Perdagangan, Hotel, Restoran 33855602 1.46E+08 52384.32 275700.2
Pengangkutan &Komunikasi 17324784 1.46E+08 24907.45 275700.2
Keuangan, Persewaan&Jasa Perusahaan 14236516 1.46E+08 18203.83 275700.2
Jasa Jasa 15399102 1.46E+08 29809.88 275700.2
(2)
Locational Quotient Di Wilayah Dataran Tinggi 2006 – 2010
2006
PDRB Dataran Tinggi ,i
ΣPDRB Dataran Tinggi
PDRB SU,i
ΣPDRB SU
PDRB Dataran Tinggi ,I / ΣPDRB Dataran
Tinggi
PDRB Dataran Tinggi,I /
ΣPDRB
Dataran Tinggi LQ
Pertanian 9863951 20702523 35807.65 159188 0.476461 0.224939 2.118176
Pertambangan dan galian 57554.76 20702523 2039.25 159188
Industri Pengolahan 2945027 20702523 41192.51 159188
Listrik, Air dan Gas 169446.8 20702523 1879.86 159188
Bangunan 819763.9 20702523 9400.43 159188
mabufaktur 3991792 20702523 54512.05 159188 0.192817 0.342438 0.56307
Perdagangan, Hotel, Restoran 2745400 20702523 30340.31 159188
Pengangkutan &Komunikasi 1202464 20702523 14339.08 159188
Keuangan, Persewaan&Jasa Perusahaan 691440 20702523 9725.73 159188
Jasa Jasa 2207476 20702523 15651.98 159188
Jasa Jasa 6846780 20702523 70057.1 159188 0.330722 0.44009 0.751486
2007
PDRB Dataran Tinggi ,i
ΣPDRB Dataran Tinggi
PDRB SU,i
ΣPDRB SU
PDRB Dataran Tinggi ,I / ΣPDRB Dataran
Tinggi
PDRB Dataran Tinggi,I /
ΣPDRB
Dataran Tinggi LQ
Pertanian 10943947 23229680 41010.15 181819.7 0.471119 0.225554 2.088721
Pertambangan dan galian 64679.26 23229680 2404.92 181819.7
Industri Pengolahan 3316341 23229680 45531.18 181819.7
Listrik, Air dan Gas 184398.2 23229680 1897.56 181819.7
Bangunan 916991.9 23229680 10548.46 181819.7
mabufaktur 4482411 23229680 60382.12 181819.7 0.192961 0.332099 0.581033
Perdagangan, Hotel, Restoran 3108812 23229680 34846.21 181819.7
Pengangkutan &Komunikasi 1306983 23229680 16363.68 181819.7
Keuangan, Persewaan&Jasa Perusahaan 806107.4 23229680 11587.85 181819.7
Jasa Jasa 2581419 23229680 17629.72 181819.7
(3)
2008
PDRB Dataran Tinggi ,i
ΣPDRB Dataran Tinggi
PDRB SU,i
ΣPDRB SU
PDRB Dataran Tinggi ,I / ΣPDRB Dataran
Tinggi
PDRB Dataran Tinggi,I /
ΣPDRB
Dataran Tinggi LQ
Pertanian 12115792 25921986 48871.76 213931.7 0.467394 0.228446 2.045977
Pertambangan dan galian 73668.46 25921986 2980.89 213931.7
Industri Pengolahan 3644148 25921986 51640.68 213931.7
Listrik, Air dan Gas 202332.2 25921986 2037.31 213931.7
Bangunan 1016625 25921986 12762.99 213931.7
mabufaktur 4936773 25921986 69421.87 213931.7 0.190447 0.324505 0.586886
Perdagangan, Hotel, Restoran 3531865 25921986 41281.12 213931.7
Pengangkutan &Komunikasi 1433969 25921986 18568.82 213931.7
Keuangan, Persewaan&Jasa Perusahaan 917412.7 25921986 14409.71 213931.7
Jasa Jasa 2986173 25921986 21342.41 213931.7
Jasa Jasa 8869420 25921986 95602.06 213931.7 0.342158 0.446881 0.765658
2009
PDRB Dataran Tinggi ,i
ΣPDRB Dataran
Tinggi PDRB SU,i
ΣPDRB SU
PDRB Dataran Tinggi ,I / ΣPDRB Dataran
Tinggi
PDRB Dataran Tinggi,I / ΣPDRB Dataran
Tinggi LQ
Pertanian 13309730 28507282 54431.19 236353.6 0.466889 0.230296 2.027346
Pertambangan dan galian 82660.46 28507282 3329.57 236353.6
Industri Pengolahan 3906058 28507282 55050.58 236353.6
Listrik, Air dan Gas 221340.8 28507282 2324.64 236353.6
Bangunan 1125090 28507282 14901.55 236353.6
mabufaktur 5335149 28507282 75606.34 236353.6 0.18715 0.319887 0.585052
Perdagangan, Hotel, Restoran 3938685 28507282 44941.66 236353.6
Pengangkutan &Komunikasi 1546374 28507282 21040.75 236353.6
Keuangan, Persewaan&Jasa Perusahaan 1036535 28507282 15728.68 236353.6
Jasa Jasa 3340809 28507282 24704.99 236353.6
(4)
2010
PDRB Dataran Tinggi ,i
ΣPDRB Dataran
Tinggi PDRB SU,i
ΣPDRB SU
PDRB Dataran Tinggi ,I / ΣPDRB Dataran
Tinggi
PDRB Dataran Tinggi,I /
ΣPDRB
Dataran Tinggi LQ
Pertanian 15111514 32266388 63181.84 275700.2 0.468336 0.229169 2.043631
Pertambangan dan galian 93773.91 32266388 3789.75 275700.2
Industri Pengolahan 4278708 32266388 63293.45 275700.2
Listrik, Air dan Gas 245470 32266388 2609.89 275700.2
Bangunan 1251976 32266388 17519.79 275700.2
mabufaktur 5869928 32266388 87212.88 275700.2 0.181921 0.316332 0.575094
Perdagangan, Hotel, Restoran 4544059 32266388 52384.32 275700.2
Pengangkutan &Komunikasi 1708516 32266388 24907.45 275700.2
Keuangan, Persewaan&Jasa Perusahaan 1186912 32266388 18203.83 275700.2
Jasa Jasa 3845460 32266388 29809.88 275700.2
Jasa Jasa 11284946 32266388 125305.5 275700.2 0.349743 0.454499 0.769513
Locational Quotient Di Wilayah Pantai Selatan 2006 – 2010
2006
PDRB Pantai Selatan ,i
ΣPDRB Pantai Selatan
PDRB SU,i
ΣPDRB SU
PDRB Pantai Selatan,I / ΣPDRB Pantai
Selatan
PDRB Pantai Selatan,I / ΣPDRB Pantai
Selatan LQ
Pertanian 2524585.18 10386934.39 35807.65 159188 0.243053926 0.224939451 1.08053
Pertambangan dan galian 79661.51333 10386934.39 2039.25 159188
Industri Pengolahan 4397496.04 10386934.39 41192.51 159188
Listrik, Air dan Gas 82766.57 10386934.39 1879.86 159188
Bangunan 279092.9767 10386934.39 9400.43 159188
mabufaktur 4839017.1 10386934.39 54512.05 159188 0.185511196 0.342438294 0.541736
Perdagangan, Hotel, Restoran 1926892.62 10386934.39 30340.31 159188
Pengangkutan &Komunikasi 375388.8867 10386934.39 14339.08 159188
Keuangan, Persewaan&Jasa Perusahaan 207695.0167 10386934.39 9725.73 159188
Jasa Jasa 513355.59 10386934.39 15651.98 159188
(5)
2007
PDRB Pantai Selatan ,i
ΣPDRB Pantai Selatan
PDRB
SU,i ΣPDRB SU
PDRB Pantai Selatan,I / ΣPDRB Pantai
Selatan
PDRB Pantai Selatan,I / ΣPDRB Pantai
Selatan LQ
Pertanian 7047853.66 24774787.39 41010.15 181819.7 0.284477 0.225554 1.261237
Pertambangan dan galian 257955.63 24774787.39 2404.92 181819.7
Industri Pengolahan 9387608.52 24774787.39 45531.18 181819.7
Listrik, Air dan Gas 186124.65 24774787.39 1897.56 181819.7
Bangunan 817444 24774787.39 10548.46 181819.7
mabufaktur 10649132.8 24774787.39 60382.12 181819.7 0.429838 0.332099 1.294306
Perdagangan, Hotel, Restoran 4038871.55 24774787.39 34846.21 181819.7
Pengangkutan &Komunikasi 1013815 24774787.39 16363.68 181819.7
Keuangan, Persewaan&Jasa Perusahaan 490119.27 24774787.39 11587.85 181819.7
Jasa Jasa 1534995.11 24774787.39 17629.72 181819.7
Jasa Jasa 7077800.93 24774787.39 80427.46 181819.7 0.285686 0.442347 0.64584
2008
PDRB Pantai Selatan ,i
ΣPDRB Pantai Selatan
PDRB SU,i
ΣPDRB SU
PDRB Pantai Selatan,I / ΣPDRB Pantai
Selatan
PDRB Pantai Selatan,I / ΣPDRB Pantai
Selatan LQ
Pertanian 8319931.42 28614975.32 48871.76 213931.7 0.29075445 0.228445621 1.272751
Pertambangan dan galian 295074.56 28614975.32 2980.89 213931.7
Industri Pengolahan 10750885.04 28614975.32 51640.68 213931.7
Listrik, Air dan Gas 207538.89 28614975.32 2037.31 213931.7
Bangunan 940931.76 28614975.32 12762.99 213931.7
mabufaktur 12194430.25 28614975.32 69421.87 213931.7 0.42615554 0.32450483 1.313249
Perdagangan, Hotel, Restoran 4663532.92 28614975.32 41281.12 213931.7
Pengangkutan &Komunikasi 1149846.15 28614975.32 18568.82 213931.7
Keuangan, Persewaan&Jasa Perusahaan 554613.43 28614975.32 14409.71 213931.7
Jasa Jasa 1732621.15 28614975.32 21342.41 213931.7
(6)
2009
PDRB Pantai Selatan ,i
ΣPDRB Pantai Selatan
PDRB SU,i
ΣPDRB SU
PDRB Pantai Selatan,I / ΣPDRB Pantai
Selatan
PDRB Pantai Selatan,I / ΣPDRB Pantai
Selatan LQ
Pertanian 5716444.66 19860045.33 54431.19 236353.6 0.287836436 0.230295563 1.249857
Pertambangan dan galian 208363.38 19860045.33 3329.57 236353.6
Industri Pengolahan 6635653.47 19860045.33 55050.58 236353.6
Listrik, Air dan Gas 203973.92 19860045.33 2324.64 236353.6
Bangunan 840672.83 19860045.33 14901.55 236353.6
mabufaktur 7888663.6 19860045.33 75606.34 236353.6 0.167072302 0.319886533 0.522286
Perdagangan, Hotel, Restoran 3318063.49 19860045.33 44941.66 236353.6
Pengangkutan &Komunikasi 971250.31 19860045.33 21040.75 236353.6
Keuangan, Persewaan&Jasa Perusahaan 512352.71 19860045.33 15728.68 236353.6
Jasa Jasa 1453270.56 19860045.33 24704.99 236353.6
Jasa Jasa 6254937.07 19860045.33 106416.1 236353.6 0.314950795 0.450240957 0.699516
2010
PDRB Pantai Selatan ,i
ΣPDRB Pantai Selatan
PDRB SU,i
ΣPDRB SU
PDRB Pantai Selatan,I / ΣPDRB Pantai
Selatan
PDRB Pantai Selatan,I / ΣPDRB Pantai
Selatan LQ
Pertanian 6459254.04 22699738.14 63181.84 275700.2 0.284551919 0.229168632 1.24167
Pertambangan dan galian 249610.63 22699738.14 3789.75 275700.2
Industri Pengolahan 7547504.31 22699738.14 63293.45 275700.2
Listrik, Air dan Gas 230755.52 22699738.14 2609.89 275700.2
Bangunan 973511.35 22699738.14 17519.79 275700.2
mabufaktur 9001381.81 22699738.14 87212.88 275700.2 0.168889102 0.316332294 0.533898
Perdagangan, Hotel, Restoran 3833738.4 22699738.14 52384.32 275700.2
Pengangkutan &Komunikasi 1089201.29 22699738.14 24907.45 275700.2
Keuangan, Persewaan&Jasa Perusahaan 586619.76 22699738.14 18203.83 275700.2
Jasa Jasa 1729542.84 22699738.14 29809.88 275700.2