daerah sesuai amanat undang-undang akan segera meninggalkan sisitem pengelolaan sampah sistem terbuka. Tak terkecuali Medan.
Pemerintah kota Medan telah mengeluarkan beberapa peraturan yang dijadikan dasar dalam melaksanakanpengelolaan sampah di kota medan yaitu :
a. Peraturan Daerah kota Medan no. 4 tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata kerja
Dinas-Dinas Daerah di Lingkungan Kota Medan b.
Peraturan Daerah Kota Medan No.8 tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Kebersihan yang sekaligus mencabut SK Walikotamadya KDH Tingkat II Medan
No. 9703011993 tanggal 30 Desember 1993 tentang Tarip Pelayanan Kebersihan.
c. Surat keputusan Walikota Medan Nomor 24 tahun 2001 tentang Pelaksanaan
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata kerja Dinas-Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota
Medan.
d. Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 10 tahun 2002 tentang Tugas dan
Fungsi Dinas Kebersihan Kota Medan. e.
Surat Keputusan walikota Medan Nomor 5391306K2002 tanggal 1 Juli 2002 tentang Pembekuan Pelayanan Umum Kebersihan Kota Medan ole PD
Kebersihan,yang sepenuhnya dialihkan menjadi tanggungjawab Dinas Kebersihan Kota Medan Dinas Kebersihan Kota Medan,2008
e. Daerah lainnya
Dibeberapa kota di Jawa Barat yang penduduknya tidak begitu padat dan memilki topografi lembah dan pengunungan seperti di kota Kuningan, Sumedang, Garut, Ciamis dan
Tasikmalaya sampahnya dibuang ke lembah. Cara tersebut juga dianut pada kota lainnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur karena cukup efektif dan murah. Di Jogyakarta, pengelolaan
sampah dilakukan dengan cara tumpukan dan dilengkapi dengan unit pengelolaan sampah masinal mesin yang dikelola leh Pemda setempat. Cara tumpukan telah dilakukan secara
professional. Di Malang, TPA cara tumpukan dibangun dengan bantuan dana asing dan dirancang secara modern dengan mengambil lokasi disuatu lembah. Di Bogor terutama TPA
Universitas Sumatera Utara
didaerah Gunung Galuga, Leuwiliang, juga menggunakan cara tumpukan, tetapi karena tingginya curah hujan maka sampah kota memerlukanwaktu cukup lama untuk
pembusukannya. Di Bandung kasusnya sama dengan DKI Jakarta, yaitu kemampuan TPA di daerah Lembang sudah tidak bisa mengatasi volume sampah yang begitu besar, disamping
cuaca yang sangat dingin sehingga pembusukan berjalan sangat lamban.
2.7. Minimisasi Sampah
Minimisasi limbahsampah adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari proses produksi dengan reduksi dari
sumber danatau pemanfaatan limbah. Pada dasarnya minimisasi limbahsampah merupakan bagian dari pengelolaan limbah dan dapat mengurangi penyebaran limbah di lingkungan,
meningkatkan efisiensi produksi dan dapat memberikan keuntungan ekonomi, antara lain: a. Mengurangi biaya pengangkutan ke pembuangan akhir;
b. Mengurangi biaya pembuangan akhir; c. Meningkatkan pendapatan karena penjualan dan pemanfaatan limbah.
Usaha minimisasi limbah di Indonesia telah dimulai di sektor industri pada tahun 1995 dengan membuat suatu komitmen nasional dalam penerapan strategi produksi bersih
dalam proses industri. Walaupun demikian usaha serupa belum dimulai di sektor domestikrumah tangga dan baru terbatas pada kegiatan pengumpulan dan sedikit daur-ulang.
Salah satu bagian dari minimasi limbah yang perlu diperhatikan adalah limbah atau sampah padat yang dihasilkan dari pengemasan packaging karena jumlah yang dihasilkan akan
semakin meningkat di masa mendatang. Upaya minimisasi limbah padat rumah tangga antara lain melalui kegiatan daur-ulang dan produksi kompos.
Universitas Sumatera Utara
Sangat disayangkan bahwa Pemerintah Daerah belum memiliki komitmen yang kuat mengenai minimisasi limbah rumah tangga. Komitmen ini sudah seharusnya dituangkan
dalam kebijaksanaan Pemda dan diperkuat dengan peraturan daerah. Di tingkat Pusat kegiatan 3-M Mengurangi, Menggunakan kembali, Mendaur-ulang sudah dibakukan
melalui kebijaksanaan, strategi dan dijabarkan dalam pelaksanaan kegiatan yang lebih konkrit. Pelaksanaan kegiatan tersebut antara lain berupa pemberian paket bantuan proyek
perintisan UDPK Usaha Daur-ulang dan Produksi Kompos di 50 kota Dati II di Indonesia. Petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan tata cara tentang kegiatan 3-M sudah disusun dan
disebarluaskan melalui diseminasi-diseminasi oleh Ditjen Cipta Karya Dept. PU. Tetapi harapan untuk dapat merangsang Pemda melakukan kegiatan pengomposan dan daur-ulang
sehingga dapat mengefisienkan biaya pengelolaan sampah kota ternyata belum dapat tercapai Sudrajat, 2007
2.7.1. Penanganan Sampah 3-R
Penanganan sampah 3-R adalah konsep penanganan sampah dengan cara reducemengurangi R1, reusemenggunakan kembali R2, dan recyclemendaur-ulang
sampah R3 mulai dari sumbernya Dit, Bintek DJCK, 1999. Penanganan sampah 3-R sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah padat perkotaan yang
efisien dan efektif sehingga diharapkan dapat mengurangi biaya pengelolaan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan perhitungan di atas kertas, bila sampah kota
dapat ditangani melalui konsep 3-R, maka sampah yang sampai yang akan sampai di TPA hanya
± 20 saja. Hal itu berarti akan sangat mengurangi biaya pengangkutan dan pembuangan akhir. Penanganan sampah 3-R akan lebih baik lagi bila dipadukan dengan
siklus produksi dari suatu barang yang akan dikonsumsi. Langkah-langkah pengerjaan
Universitas Sumatera Utara
penanganan sampah 3-R dapat disesuaikan dengan sumber penghasil sampah yaitu rumah tangga.
Tabel 1. Upaya Penanganan Sampah Melalui Prinsip 3-R Di Sumber Sampah
Penanganan 3- R
Cara Pengerjaan
R-1
Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar
Gunakan produk yang dapat diisi ulang
Kurangi penggunaan bahan sekali pakai
Jual atau berikan sampah yang telah terpilah kepada pihak yang
memerlukan.
R-2
Gunakan kembali wadahkemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi lainnya
Gunakan wadahkantong yang dapat digunakan berulang-ulang.
Gunakan baterai yang dapat diisi kembali.
R-3
Pilih produk dan kemasan yang dapat didaur-ulang dan mudah terurai
Lakukan penanganan untuk sampah organik menjadi kompos
dengan berbagai cara yang telah ada sesuai ketentuan atau manfaatkan sesuai dengan kreatifitas masing-masing.
Lakukan penanganan sampah anorganik menjadi barang yang
be rmanfaat.
2.7.2. Daur-Ulang dan Pengomposan
Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk bekas
pakai. Daur ulang bisa menggunakan prinsip 2 R yaitu reuse dan recycle. Menggunakan kembali: barang-barang yang dianggap sampah karena sifat dan karakteristiknya dapat
dimanfaatkan kembali tanpa melalui proses produksi. Sementara mendaur-ulang sampah didaur ulang untuk dijadikan bahan baku industri dalam proses produksi. Dalam proses ini,
sampah sudah mengalami perubahan baik bentuk maupun fungsinya. Sampah organik dapat
Universitas Sumatera Utara
didaur ulang menjadi produk-produk berguna seperti kompos, pupuk kandang, briket dan biogas.
Material yang dapat didaur ulang antara lain botol bekas wadah kecap, saos, sirup, creamer dan lain-lain, kertas, aluminium bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue
dan lain-lain, besi bekas, plastik bekas wadah shampoo, air mineral, jerigen, ember dan lain- lain, sampah basah dapat diolah menjadi kompos.
Kompos merupakan hasil permentasi dari bahan-bahan organik sehingga berubah bentuk, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau. Pengomposan merupakan proses
penguraian bahan-bahan organik dalam suhu yang tinggi sehingga mikroorganisme dapat aktif menguraikan bahan-bahan organik sehingga dapat dihasilkan bahan yang dapat
digunakan tanah tanpa merugikan lingkungan. Proses pembuatan kompos adalah dengan menggunakan aktivator EM-4, yaitu proses pengkomposan dengan menggunakan bahan
tambahan berupa mikroorganisme dalam media cair yang berfungsi untuk mempercepat pengkomposan dan memperkaya mikroba.
2.8. Keterlibatan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek yang terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Masyarakat senantias
ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung anrata lain; kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan
prasarana, dorongan moral dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor
teknis untuk menanggulangui persoalan sampah perkotaan dan lingkungan pemukiman dari
Universitas Sumatera Utara
tahu ke tahun yang semakin kompleks. Selain partisipasi masyarakat, diperlukan juga perhatian dari pemerintah khususnya pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat
sebagai faktor pelaksana pembangunan daerah dan pemegang kebijakan dalam mengakomodir kegiatan dan program-program pengelolaan sampah perkotaan secara lestari
dan partisipasi masyarakat sehingga kebersihan dan keindahan Kota Medan dapat terwujud dalam rangka peningkatan kualitas hidup masyarakat kota. Solusi dalam mengatasi sampah
ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efesiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang dimulai pada skala kawasan tingkat kelurahan dan kecamatan kemudian
dilanjutkan pada skala yang lebih luas.
2.9. Pengertian pola