Konsep Nyeri 1. Definisi Nyeri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Nyeri 2.1.1. Definisi Nyeri The International Association for the Study of Pain Townsend, 2008, mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak nyaman yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial. Perasaan yang tidak nyaman tersebut sangat bersifat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut Mubarak Chayatin, 2007. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Smeltzer dan Bare 2001 bahwa nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, menyakitkan tubuh, serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Sedangkan menurut Barbara dan Joan 1983, nyeri diartikan sebagai suatu fenomena biopsikososial yang kompleks. Nyeri tidak hanya ditunjukkan sebagai nilai yang negatif yang terjadi di tubuh, tetapi nyeri sering ditunjukkan sebagai tanda atau peringatan bahwa ada suatu kerusakan jaringan di tubuh. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu perasaan tidak nyaman yang bersifat subjektif dan tidak dapat dilihat atau dirasakan orang lain, yang diungkapkan oleh individu yang Universitas Sumatera Utara merasakannya, serta berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial. Oleh karena itu tenaga medis harus mempercayai apapun yang dikatakan pasien tentang nyeri yang dirasakannya, karena sifat subjektif dari nyeri ini.

2.1.2. Klasifikasi Nyeri

Nyeri diklasifikasikan atas dua bagian, yaitu 1 nyeri akut dan 2 nyeri kronis Berger, 1992. Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai suatu pengalaman sensori, persepsi, dan emosional yang tidak nyaman yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan, yang disebabkan oleh kerusakan jaringan dari suatu penyakit seperti pada luka yang diakibatkan oleh kecelakaan, operasi, atau oleh karena prosedur terapeutik Lewis, 1983. Nyeri akut biasanya mempunyai awitan yang tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri akut umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau memerlukan pengobatan Smeltzer Bare, 2001. Nyeri kronik merupakan nyeri berulang yang menetap dan terus menerus yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan Universitas Sumatera Utara sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meskipun tidak diketahui mengapa banyak orang menderita nyeri kronis setelah suatu cedera atau proses penyakit, hal ini diduga bahwa ujung-ujung syaraf yang normalnya tidak mentransmisikan nyeri menjadi mampu untuk memberikan sensasi nyeri, atau ujung-ujung syaraf yang normalnya hanya mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri menjadi mampu mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri Smeltzer Bare, 2001.

2.1.3. Fisiologi Nyeri

Struktur spesifik dalam sistem syaraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif. Reseptor nyeri nosiseptor adalah ujung syaraf bebas yang pertama sekali merasakan nyeri. Jejas atau stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor untuk melepaskan zat-zat kimia, yaitu prostaglandin, histamine, bradikinin, asetilkolin, dan substansi P Smeltzer Bare, 2001. Zat- zat kimia ini mensensitisasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls nyeri ke otak. Ada dua jenis ujung syaraf bebas yang termasuk dalam nosisepsi, yaitu 1 serabut A-delta, adalah serabut halus, bermielin, dan merupakan serabut hantaran cepat yang membawa sensasi tusukan tajam. Serabut-serabut ini membantu kita untuk menentukan lokasi dan Universitas Sumatera Utara intensitas nyeri. 2 Serabut C, adalah serabut syaraf yang tidak dibungkus oleh mielin. Serabut ini halus dan hantarannya lambat serta bertanggung jawab terhadap nyeri tumpul, menyebar, dan persisten Taylor, 2009. Nyeri pada insisi pada awalnya diperantarai oleh serabut A-delta, tetapi beberapa menit kemudian nyeri menjadi menyebar akibat aktifasi serabut C. Impuls nyeri dibawa oleh serabut A-delta perifer dan dihantarkan langsung ke substansia gelatinosa pada akar dorsal sum-sum tulang belakang, kemudian konduksi lambat serabut C membuat durasi impuls rasa sakit menjadi lebih lama Alexander Hill, 1987. Impuls sensori eferen memasuki akar dorsal sumsum tulang belakang, membentuk sinaps kimia dengan menggunakan neurotransmiter seperti substansi P. Impuls nyeri berpindah ke sisi yang berlawanan dari sumsum tulang belakang dan merambat ke otak melalui sistem spinotalamus. Sistem spinotalamus bersinapsis di thalamus dan impuls disampaikan ke korteks serebral dimana stimulus nyeri diinterpretasikan. Ketika transmisi nyeri dikirim ke otak, individu merasakan nyeri. Beberapa impuls nyeri berakhir langsung di neuron motorik melalui arkus reflex di sumsum tulang. Neuron motorik kemudian muncul dari kornu anterior sumsum tulang belakang untuk mengaktifkan struktur yang sesuai seperti, bila seseorang menyentuh permukaan yang panas, sinyal nyeri diubah menjadi impuls Universitas Sumatera Utara motorik yang merangsang tangan menjauh dari sumber panas Potter Perry, 2009. Persepsi nyeri dalam tubuh diatur oleh substansi yang dinamakan neuroregulator. Substansi ini mempunyai aksi rangsang dan aksi hambat. Substansi P adalah salah satu contoh neurotansmiter dengan aksi merangsang. Ini mengakibatkan pembentukan aksi potensial, yang menyebabkan hantaran impuls dan mengakibatkan pasien merasakan nyeri. Serotonin adalah salah satu contoh neurotransmiter dengan aksi menghambat. Serotonin mengurangi efek dari impuls nyeri. Substansi kimia lainnya mempunyai efek inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkafelin. Substansi ini bersifat seperti morfin yang diproduksi oleh tubuh. Endorfin dan enkafelin ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi dalam sistem syaraf pusat. Kadar endorfin dan enkafelin setiap individu berbeda. Kadar endorfin ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ansietas. Hal ini akan berpengaruh juga terhadap perasaan nyeri seseorang. Walaupun stimulusnya sama, setiap orang akan merasakan nyeri yang berbeda. Individu yang mempunyai kadar endorfin yang banyak akan merasakan nyeri yang lebih ringan daripada mereka yang mempunyai kadar endorfin yang sedikit Smeltzer Bare, 2001.

2.1.4. Teori Nyeri

Dari beberapa hasil penelitian, mekanisme respons nyeri yang tepat masih merupakan misteri. Namun ada tiga teori nyeri yang Universitas Sumatera Utara dikemukakan, yaitu specificity theory, pattern theory, dan gate control theory. a. Teori Spesificity Teori specificity menyatakan bahwa ada ujung syaraf spesifik di tubuh yang menerima rangsangan hanya dari rangsangan nyeri. Ketika reseptor nyeri menerima stimulus, sebuah impuls ditransmisikan di sepanjang jalur nyeri spesifik kemudian diterjemahkan di pusat nyeri, yaitu thalamus Berger, 1992; Lewis, 1983. b. Teori Dasar Teori dasar mengasumsikan bahwa tipe tertentu dari stimulus pada reseptor yang nonspesifik akan menyampaikan sekumpulan impuls ke jalur neuron untuk menghasilkan dasar yang diinterpretasikan oleh otak sebagai nyeri. Rangsangan ini digabungkann dalam akar dorsal sumsum tulang belakang untuk menghasilkan intensitas tertentu dari rangsangan nyeri Berger, 1992; Lewis, 1983. c. Teori Gate-Control Teori ini dikemukakan oleh Melzack Wall 1965. Teori ini menggambarkan bagaimana neuron akar dorsal dari sumsum tulang belakang berperan sebagai gerbang yang mengatur penyampaian impuls nyeri ke otak Berger, 1992; Lewis, 1983. Menurut Melzack Wall 1965 dalam Berger, 1992, teori Gate- Control mengasumsikan bahwa akar dorsal dari sumsum tulang Universitas Sumatera Utara belakang yang dikenal sebagai substansia gelatinosa berperan sebagai pintu gerbang yang dapat meningkatkan atau menurunkan rangsang nyeri dari syaraf perifer ke otak. Gerbang ini terbuka atau tertutup tergantung input dari serabut syaraf besar dan kecil. Peningkatan aktifitas serabut syaraf kecil akan membuka gerbang, dan menyebabkan sensasi nyeri sampai ke otak. Sebaliknya, peningkatan aktifitas serabut syaraf besar akan menutup pintu gerbang sehingga sensasi nyeri tidak sampai ke otak. Melzack Wall 1965 dalam Berger, 1992 juga menggambarkan pengaruh kognitif terhadap persepsi nyeri. Umur, kecemasan, pengalaman nyeri sebelumnya, perhatian, harapan, jenis kelamin, latar belakang budaya, status sosial ekonomi, semuanya mempunyai pengaruh terhadap persepsi nyeri Berger, 1992. Persepsi nyeri merupakan interpretasi individu terhadap stimulus nyeri, dimulai ketika individu pertama sekali merasakan nyeri Berger, 1992. Gambar 2.1 Mekanisme Teori Gate-Control Mubarak Chayatin, 2007 Serabut tebal besar Serabut halus Gate Control System Rangsangan Nyeri Medula Spinalis otak Kontrol Sentral SG T Universitas Sumatera Utara Keterangan : SG: Sel di dalam substansi gelatinosa T : Sel transmisi sentral Sel T terletak di dalam akar belakang radiks posterior + : Efek menguat : Efek menekan

2.1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Nyeri merupakan suatu keadaan yang kompleks yang dipengaruhi oleh faktor fisiologi, spiritual, psikologis, dan budaya. Setiap individu mempunyai pengalaman yang berbeda tentang nyeri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri adalah sebagai berikut: a. Faktor Fisiologi Faktor fisiologi yang mempengaruhi nyeri terdiri dari 1 umur, 2 jenis kelamin, 3 kelelahan, 4 gen dan 5 fungsi neurologi. Umur mempengaruhi persepsi nyeri seseorang karena anak-anak dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan dengan orang dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan. Anak-anak belum mempunyai perbendaharaan kata yang cukup sehingga mereka sulit untuk mengungkapkan nyeri secara verbal dan sulit untuk mengekspresikannya kepada orang tua ataupun perawat. Pada orang tua, nyeri yang mereka rasakan sangat kompleks, karena mereka umumnya memiliki berbagai macam penyakit dengan gejala yang Universitas Sumatera Utara sering sama dengan bagian tubuh yang lain. Oleh karena itu, perawat harus teliti melihat dimana sumber nyeri yang dirasakan pasien Taylor, 1997; Potter Perry, 2009. Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespons terhadap nyeri Gill, 1990 dikutip dari Potter Perry, 2005. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya, menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama Potter Perry, 2005. Begitu juga dengan kelelahan, seseorang yang merasakan kelelahan akan terfokus terhadap pengalaman nyerinya. Jika kelelahan terjadi disepanjang waktu istirahat, persepsi nyeri yang dirasakan pasien akan meningkat. Nyeri merupakan pengalaman yang sering dirasakan setelah istirahat daripada menghabiskan waktu sepanjang hari Berger, 1992; Potter Perry, 2009. Penelitian kesehatan mengungkapkan bahwa informasi genetik yang diturunkan oleh orang tua kemungkinan dapat meningkatkan atau menurunkan sensitifitas nyeri. Genetik mempunyai kemungkinan untuk dapat menentukan ambang batas nyeri seseorang atau toleransi seseorang terhadap nyeri Potter Perry, 2009. Fungsi neurologi juga dapat mempengaruhi pengalaman Universitas Sumatera Utara nyeri seseorang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi normal dari nyeri seperti cedera spinal cord, neuropati perifer, atau penyakit neurologi sebagai efek kewaspadaan dan respons pasien Potter Perry, 2009. b. Faktor Sosial Faktor sosial yang mempengaruhi nyeri terdiri dari 1 perhatian, 2 pengalaman nyeri sebelumnya, dan 3 keluarga dan dukungan sosial. Peningkatan perhatian dihubungkan dengan peningkatan nyeri Carrol Seers, 1998 dalam Potter Perry, 2009. Seseorang yang memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsinya. Konsep ini merupakan salah satu hal yang dapat dilihat perawat dari beberapa nyeri yang dirasakan pasien sehingga perawat dapat memberikan intervensi yang tepat seperti relaksasi, massase, dan lain sebagainya. Namun dengan memfokuskan perhatian terhadap stimulus yang lain, dapat menurunkan persepsi nyeri Potter Perry, 2009. Pengalaman nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Karena setiap orang belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya. Jika sebelumnya seseorang pernah mengalami nyeri tanpa adanya pertolongan, maka nyeri yang dirasakannya saat ini akan dipandangnya sebagai suatu kecemasan dan ketakutan. Dengan kata lain, jika pengalaman nyeri sebelumnya dapat diterima dengan koping yang baik, maka individu tersebut Universitas Sumatera Utara mungkin dapat lebih baik mempersiapkan dirinya dengan peristiwa nyeri yang lain Berger, 1992; Potter Perry, 2009. Seseorang yang merasakan nyeri sering bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk mendukung, menemani, atau melindunginya. Walaupun nyeri masih ada, kehadiran keluarga atau teman-teman dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan Potter Perry, 2009. Misalnya, individu yang sendirian, tanpa keluarga atau teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan dengan individu yang mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekatnya Mubarak Chayatin, 2007. c. Faktor Spiritual Spiritual membuat seseorang mencari tahu makna atau arti dari nyeri yang dirasakannya, seperti mengapa nyeri ini terjadi pada dirinya, apa yang telah dia lakukan selama ini, dan lain-lain Potter Perry, 2009. d. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang mempengaruhi nyeri terdiri dari 1 kecemasan dan 2 koping individu. Kecemasan dapat meningkatkan persepsi seseorang terhadap nyeri. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu Universitas Sumatera Utara mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka Mubarak Chayatin, 2007. Wall Melzack 1999 dalam Potter Perry, 2009 mengemukakan bahwa stimulus nyeri yang aktif pada bagian sistem limbik dipercayai dapat mengontrol emosi, salah satunya adalah kecemasan. Sistem limbik memproses reaksi emosional terhadap nyeri, dapat meningkatkan ataupun menurunkannya Potter Perry, 2009. Koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperlakukan nyeri. Seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus internal merasa bahwa diri mereka sendiri mempunyai kemampuan untuk mengatasi nyeri. Sebaliknya, seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus eksternal lebih merasa bahwa faktor-faktor lain di dalam hidupnya seperti perawat merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap nyeri yang dirasakannya. Oleh karenan itu, koping pasien sangat penting untuk diperhatikan Potter Perry, 2009. e. Faktor Budaya Faktor budaya yang mempengaruhi nyeri terdiri dari 1 makna nyeri dan 2 suku. Makna dari nyeri yang dirasakan seseorang dihubungkan dengan pengaruh pengalaman nyeri dan bagaimana seseorang tersebut mengadaptasikannya. Hal ini sangat berhubungan dengan latar belakang budaya. Seseorang akan merasa Universitas Sumatera Utara nyeri yang berbeda jika mendapatkan sebuah ancaman, kehilangan, hukuman, atau tantangan Potter Perry, 2009. Budaya mempercayai dan mempengaruhi nilai individu dalam mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan diterima oleh budaya mereka, termasuk bagaimana reaksi mereka terhadap nyeri Davidhizar Giger, 2004; Lasch, 2002 dalam Potter Perry, 2009.

2.1.6. Efek Membahayakan dari Nyeri

Menurut Smeltzer Bare 2001, efek membahayakan dari nyeri dibedakan berdasarkan klasifikasi nyeri, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut mempunyai efek yang membahayakan diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya. Selain merasa ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak reda dapat mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskular, gastrointestinal, endokrin, dan immunologik Benedetti dkk; Yeager dkk, 1987, 1984 dikutip dari Smeltzer Bare, 2001. Pasien dengan nyeri hebat dan stress yang berkaitan dengan nyeri dapat tidak mampu untuk nafas dalam dan mengalami peningkatan nyeri dan mobilitas menurun. Nyeri kronis mempunyai efek yang membahayakan seperti supresi fungsi imun yang berkaitan dengan nyeri kronis dapat meningkatkan pertumbuhan tumor. Nyeri kronis juga sering mengakibatkan depresi dan ketidakmampuan. Pasien mungkin tidak mampu untuk melanjutkan aktivitas dan melakukan hubungan interpersonal. Universitas Sumatera Utara Ketidakmampuan ini dapat berkisar dari membatasi keikutsertaan dalam aktivitas fisik sampai tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi, seperti berpakaian atau makan.

2.1.7. Pengkajian Nyeri

Walaupun tidak dapat diketahui secara pasti bagaimana nyeri dirasakan oleh pasien, perawat harus mengerti tentang nyeri dan menggunakan pendekatan dalam pengkajian nyeri, termasuk deskripsi verbal tentang nyeri. Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya. Pengkajian nyeri yang dilakukan meliputi: data subjektif dan data objektif. a. Data subjektif 1. Intensitas skala nyeri Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal, misalnya tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat; atau sampai 10. Dimana 0 mengindikasikan tidak adanya nyeri, dan 10 mengindikasikan nyeri sangat hebat. 2. Karakteristik nyeri, termasuk area nyeri yang dirasakan, durasi menit, jam, hari, bulan, irama terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri, dan kualitas seperti ditusuk, terbakar, sakit, nyeri seperti di tekan. Universitas Sumatera Utara 3. Faktor-faktor yang meredakan nyeri, misalnya gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas, dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya. 4. Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, misalnya tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas-aktivitas santai. 5. Kekhawatiran individu tentang nyeri. Dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri Smeltzer Bare, 2001. Gambar 2.2 Intensitas skala Nyeri Taylor, 1997; Potter Perry, 2009; Smeltzer Bare, 2001 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif Sederhana Tidak ada nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri hebat Nyeri paling hebat Nyeri sangat hebat Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10 Tidak ada nyeri Nyeri sedang Nyeri paling hebat Universitas Sumatera Utara Menurut McGuire dan Sheidler 1993 dalam Ardinata, 2007 ada enam dimensi nyeri, yaitu: 1 fisiologis, meliputi faktor pencetus, karakteristik, durasi, 2 sensori, meliputi intensitas dan kualitas nyeri, 3 afektif, meliputi emosional dan psikologis seperti kecemasan dan depresi, 4 kognitif, meliputi persepsi dan interpretasi tentang nyeri, 5 perilaku, seperti menyeringai, menangis, merapatkan gigi, dan lain- lain, 6 sosiokultural, nyeri bisa dipersepsikan berbeda pada etnis yang berbeda. Gambar 2.3 Dimensi Nyeri Fisiologis Sensoris Afektif Kognitif Perilaku Sosiokultural Disimpulkan dari Ardinata, 2007 b. Data objektif Data objektif didapatkan dengan mengobservasi respons pasien terhadap nyeri. Menurut Taylor 1997, respons pasien terhadap nyeri berbeda-beda, dapat dikategorikan sebagai 1 respons perilaku, 2 respons fisiologik, dan 3 respons afektif. Skala Analog Visual VAS Tidak ada nyeri Nyeri paling hebat Universitas Sumatera Utara Respons perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respons terhadap lingkungan. Respons perilaku ini sering ditemukan dan kebanyakan diantaranya dapat di observasi. Individu yang mengalami nyeri akan menangis, merapatkan gigi, mengepalkan tangan, melompat dari satu sisi ke sisi lain, memegang area nyeri, gerakan terbatas, menyeringai, mengerang, pernyataan verbal dengan kata-kata. Perilaku ini sangat beragam dari waktu ke waktu Berger, 1992. Respons fisiologik antara lain seperti meningkatnya pernafasan dan denyut nadi, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya ketegangan otot, dilatasi pupil, berkeringat, wajah pucat, mual, dan muntah Berger, 1992. Respons fisiologik ini dapat digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada pasien tidak sadar Smeltzer Bare, 2001. Respons afektif seperti cemas, marah, tidak nafsu makan, kelelahan, tidak punya harapan, dan depresi juga terjadi pada pasien yang mengalami nyeri. Cemas sering diasosiasikan sebagai nyeri akut dan frekuensi dari nyeri tersebut dapat diantisipasi. Sedangkan depresi sering diasosiasikan sebagai nyeri kronis Taylor, 1997. Universitas Sumatera Utara 2.2. Operasi 2.2.1. Definisi